• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prakik Cerdas Dalam Penerapan SPM Bidang

A. Masalah dan Peluang

Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terletak di ujung utara Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari beberapa pulau dan desa terpencil. Masalah utama yang dihadapi pada sektor pendidikan di kabupaten ini adalah ketersediaan guru yang bersedia ditempatkan di desa-desa terpencil dan pulau-pulau.

Berdasarkan data pendidikan Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Sangihe Tahun 2011, terdapat kekurangan 34 orang guru SD dan 11 orang guru SMP, khususnya di pulau-pulau dan desa terpencil. SD di daerah ini rata-rata hanya memiliki dua sampai iga orang guru, yang masih kurang dari syarat minimal yang ditetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar, yaitu tersedianya empat orang guru dalam satu sekolah di daerah-daerah tersebut. Demikian pula untuk SMP, dimana rata-rata pada seiap sekolah hanya memiliki iga sampai empat orang guru, sementara SPM Pendidikan Dasar mensyaratkan ketersediaan satu orang guru untuk seiap rumpun mata pelajaran di daerah tersebut. Dengan demikian, kurang lebih terjadi kekurangan enam sampai tujuh guru rumpun mata pelajaran pada sejumlah SMP di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Kekurangan guru di Kabupaten Kepulaun Sangihe khusunya di wilayah kepulauan dan desa terpencil jika dilihat pada ingkat provinsi merupakan persoalan keimpangan distribusi. Jumlah guru melimpah pada ingkat provinsi, pada sisi lain sulit memasikan guru pegawai negeri sipil bekerja di daerah-daerah tersebut. Hal ini menjadi inspirasi dasar Program Sangihe Mengajar yang mulai dilaksanakan pada tahun 2012.

Program Sangihe Mengajar sebenarnya serupa dengan upaya yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Program Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terdepan dan Terluar (SM-3T) serta Program Indone-sia Mengajar yang dikembangkan oleh sebuah organisasi non pemerintah di Jakarta.

Prinsipnya sama, opimalisasi sumber daya guru yang ada disuatu tempat untuk ditempatkan pada daerah yang kurang dan membutuhkan. Bedanya, SM-3T merekrut sarjana dari Perguruan Tinggi Pendidikan di kota-kotra besar

di Indonesia melalui dukungan APBN, sementara Sangihe Mengajar merekrut putra/putri Sangihe yang sudah menamatkan perguruan inggi dari berbagai bidang ilmu untuk ditempatkan sebagai Guru Tidak Tetap melalui dukungan simulan BASICS dan APBD. Gagasan ini juga dijamin oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2009 tentang Guru.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Program Sangihe Mengajar merupakan program inisiaif pemerintah daerah dalam mengatasi kekurangan guru di daerah kepulauan dan desa terpencil. Berikut digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Program Sangihe Mengajar:

1. Pendataan Pendidikan.

Melalui pendataan ini, sejumlah informasi pening dihimpun, antara lain: jumlah SD/MI dan SMP/MTs baik sekolah pemerintah maupun swasta, jumlah siswa pada seiap satuan pendidikan dan seiap jenjang pendidikan, jumlah guru dan kualiikasi pendidikannya, distribusi guru berdasarkan jenis dan satuan pendidikan, serta data-data pendidikan lain terkait indikator SPM Pendidikan Dasar. Proses pendataan dilakukan pada bulan Maret dan April dengan melibatkan UPTD Kecamatan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Pembiayaan kegiatan ini mendapatkan dukungan dari Proyek BASICS.

2. Pertemuan Mulipihak.

Gagasan utama program ini adalah merekrut guru-guru non PNS yang berdomisil di kota/kabupaten untuk ditempatkan di sekolah-sekolah yang masih kekurangan guru, khususnya di pulau-pulau dan desa terpencil. Gagasan ini bersifat memperkuat program dan kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam menangani kekurangan guru. Gagasan ini kemudian disosialisasikan dalam sebuah Pertemuan Mulipihak yang melibatkan Dinas Pendidikan, Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial, DPRD, dan organisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan dan dukungan dalam pelaksanaannya. Termasuk melakukan sosialisasi gagasan kepada Kepala Daerah.

3. Pembentukan Tim Pengelola Program Sangihe Mengajar (P2SM).

Pengelola utama Program Sangihe Mengajar adalah Dikpora Kabupaten Kpl. Sangihe. Untuk mendukung pengelolaan program ini, dibentuklah Tim Pengelola Program Sangihe Mengajar (P2SM) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tim ini beranggotakan staf Dinas Dikpora dan pengawas sekolah. Tim ini bertugas untuk melakukan sosialisasi program, seleksi peserta, orientasi dan pelaihan bagi peserta serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Sangihe Mengajar.

Proyek BASICS mendukung Tim P2SM dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Sangihe Mengajar. Pedoman tersebut mencakup kriteria dan persyaratan calon guru, tahapan seleksi, modul orientasi guru, format pelaporan, mekanisme pembiayaan dan mekanisme koordinasi serta pembinaan ruin.

4. Proses Sosialisasi dan Seleksi.

Proses sosialisasi dan seleksi calon guru Program Sangihe Mengajar dilakukan oleh Tim P2SM. Sosialisasi dilakukan melalui media cetak dan elektronik. Salah satunya melalui talk show di radio yang ternyata mendapat banyak perhaian dari masyarakat.

Proses seleksi terdiri dari: seleksi administrasi (kesesuaian dengan kriteria dan kelengkapan dokumen), seleksi akademis (tes tertulis dan diskusi kelompok), dan tes kepribadian. Dari hasil seleksi terpilihlah 16 orang calon guru Program Sangihe Mengajar untuk Tahun 2012.

5. Orientasi dan Pelaihan bagi Calon Guru.

Orientasi bagi para calon guru Program Sangihe Mengajar yang lulus seleksi bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang tugas, tanggung jawab, dan hak-hak mereka sebagai Guru Tidak Tetap. Orientasi dilanjutkan dengan pelaihan intensif yang bertujuan mempersiapkan peserta dalam melaksanakan tugasnya di daerah sulit. Materi pelaihan antara lain: penguasaan kompetensi pedagogis, penguasaan ketrampilan sosial kemasyarakatan, prakik mengajar, dan kemampuan untuk mengatasi kondisi darurat di daerah terpencil dan pulau-pulau.

6. Penetapan Wilayah Tugas dan Penempatan

Berdasarkan hasil pendataan sebelumnya, Dinas Dikpora menetapkan 16 SD dan SMP baik sekolah pemerintah maupun swasta yang menjadi sasaran

Program Sangihe Mengajar. Sekolah-sekolah tersebut dipilih berdasarkan letaknya (di desa-desa terpencil dan pulau-pulau) dengan jumlah guru yang kurang. Penempatan guru Program Sangihe Mengajar ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Kepulauan Sangihe. Penempatan guru dilakukan dengan memperimbangkan pengenalan dan pemahaman terhadap wilayah sasaran untuk menjamin para guru akan bertahan lama di tempat tugasnya. Sebelum diberangkatkan ke wilayah tugasnya, para calon guru mendapatkan orientasi bersama Kepala Desa dan Kepala Sekolah tujuan.

7. Penyusunan Kesepakatan Bersama Para Pihak.

Dalam rangka mendukung keberadaan para guru Program Sangihe Mengajar di masing-masing daerah sasaran, perlu dilakukan kerjasama dengan para pihak yang terlibat langsung maupun idak langsung. Oleh Karena itu, Dinas Dikpora melakukan pertemuan bersama yang melibatkan para camat, kepala desa, dan pengawas sekolah, untuk membahas kontribusi yang dapat dilakukan para pihak untuk mendukung keberhasilan Program Sangihe Mengajar di daerahnya (termasuk memberikan dukungan bagi para guru yang ditempatkan di daerah tersebut). Hasil pertemuan tersebut kemudian dijadikan Kesepakatan Bersama yang ditandatangani para pihak yang terlibat.

8. Peluncuran Program Sangihe Mengajar.

Peluncuran Program Sangihe Mengajar bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan program ini kepada masyarakat luas. Pada saat peluncuran ini turut hadir antara lain: Kepala Daerah, DPRD, para kepala SKPD, Camat, Kepala Desa, Kepala Sekolah, perwakilan Program Indonesia Mengajar, dan kelompok sosial kemasyarakatan. Informasi terkait peluncuran program ini kemudian dipublikasikan melalui media cetak dan elektronik.

9. Monitoring dan Pembinaan.

Monitoring dan pembinaan ini dilakukan oleh pengawas sekolah dengan tugas dan fungsi pokok yang melekat padanya. Selama periode Tahun 2012-2013, pembiayaan untuk monitoring dibiayai melalui APBD, sementara untuk pembinaan didukung oleh Proyek BASICS, seperi pertemuan-pertemuan koordinasi guru Program Sangihe Mengajar dengan Dikpora.

10. Penyusunan Kebijakan Daerah.

Dalam rangka keberlanjutan program Sangihe Mengajar maka perlu selalu dianggarkan melalui APBD. Untuk hal ini Proyek BASICS memberikan bantuan teknis dalam penyusunan Peraturan Bupai. Pada Tahun 2013 ditetapkan Peraturan Bupai Sangihe Nomor 42 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Guru pada Program Sangihe Mengajar di Daerah Terpencil Wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe.

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan oleh keberadaan Program Sangihe Mengajar adalah sebagaii berikut:

1. Adanya mekanisme alternaif untuk mengatasi kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

Seperi halnya SM-3T dan Indonesia Mengajar, Program Sangihe Mengajar ini

merupakan salah satu solusi dalam penanganan kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil. Nilai tambah dari Sangihe Mengajar dibanding kedua program nasional tersebut adalah memuat kewenangan pemerintah daerah untuk merekrut, menempatkan dan membiayai berdasarkan sumber daya lokal. Dengan pendekatan ini maka guru yang direkrut akan lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat di daerah dimana mereka bertugas. Program ini telah menjadi kegiatan ruin selama dua tahun terakhir, yang tergambar dari adanya alokasi anggaran di APBD dan keberadaan kebijakan pemerintah daerah.

2. Alokasi anggaran pendidikan di APBD untuk mengatasi keterbatasan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

Meski program Sangihe Mengajar dimulai pada pertengahan Tahun 2012, namun dengan adanya komitmen dari pemerintah daerah maka penganggarannya sudah terakomodir dalam APBD Perubahan Tahun 2012 dan kemudian dilanjutkan pada APBD Tahun 2013. Pada Tahun 2012 jumlah alokasi anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 270 juta untuk peruntukan honor guru, monitoring, pengembangan sistem, dan pembiayaan operasional lainnya. Pada Tahun 2013, khusus untuk honor guru saja dialokasikan APBD sebesar Rp. 180.000.000

3. Kontribusi bagi beberapa indikator SPM pendidikan dasar dalam hal jumlah guru mengajar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2010, bahwa “di seiap SD/MI tersedia dua orang guru yang memenuhi kualiikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru”. Melalui program Sangihe Mengajar telah tersedia sebanyak 26 guru dengan kualiikasi S1 (16 orang guru pada awal program ditambah 10 orang guru pada tahun kedua). Demikian pula dengan indikator SPM Pendidikan Dasar yang mensyaratkan

“Satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku”. Para guru Program Sangihe Mengajar yang ikut memainkan peran pening dalam memberikan masukan kepada Kepala Sekolah, termasuk Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam menerapkan KTSP.

4. Kontribusi bagi target MDGs, khususnya terkait dengan parisipasi anak untuk sekolah.

Meski masih terlalu dini untuk menganalisis kontribusi kehadiran guru terhadap peningkatan parisipasi anak untuk bersekolah, maupun mencegah anak putus sekolah, namun seidak nya kehadiran guru-guru dari Sangihe Mengajar ini mampu memberikan moivasi pada orang tua dan siswa untuk tetap bersekolah. Hal ini menciptakan kondisi belajar mengajar yang normal sebagaimana lazimnya. Secara umum MDGs Kabupaten Kepulauan Sangihe terus mengalami peningkatan. Untuk Angka Parisipasi Murni SD/ MI misalnya, jika pada Tahun 2010 hanya sebesar 82,51%, maka pada Tahun 2012 nilainya mencapai 85,26%. Sedangkan untuk Angka Parisipasi Murni SMP/MTs, jika pada tahun 2010 sebesar 50,36%, maka pada Tahun 2012 meningkat menjadi 56,06%.

5. Peningkatan semangat belajar anak usia sekolah di pulau-pulau dan desa terpencil.

Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Dikpora, diperoleh informasi bahwa kehadiran para guru Sangihe Mengajar mendapatkan apresiasi dari masyarakat dan siswa sekolah. Hal-hal kecil non teknis pembelajaran kerap menjadi perhaian, seperi: perhaian terhadap kebiasaan siswa membantu orang tua mencari tambahan pendapatan, pendekatan keagaamaan yang di-lakukan agar anak bersekolah dan beribadah, serta perhaian hal-hal

sekolah dan belajar. Kehadiran siswa juga semakin baik, semangat belajar siswa mulai meningkat, beberapa alat peraga sekolah yang selama ini idak dimanfaatkan mulai dipahami penggunaannya serta mulai tumbuhnya perhaian orang tua murid agar anaknya lebih prioritas ke sekolah.

D. Pembelajaran

Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai pembelajaran dari Program Sangihe Mengajar adalah:

1. Memprioritaskan sumber daya lokal, calon guru berkualitas dari kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk ditempatkan sebagai tenaga pendidik di pulau-pulau dan desa terpencil.

2. Program Sangihe Mengajar merupakan satu bentuk penerapan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

3. Keterampilan dan pengetahuan guru yang didukung dengan pendekatan yang tepat, sangat mendukung moivasi siswa belajar.

4. Peran sebuah program bantuan donor seperi Proyek BASICS, ternyata cukup efekif sebagai pemicu, fasilitator dan inovasi prakik-prakik cerdas yang sudah dikembangkan di tempat lain dan tetap sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah pusat.

F. Pembiayaan

Untuk mendukung pemenuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan melalui Program Sangihe Mengajar, Proyek BASICS telah mengalokasikan dana sebesar 174,773,000,- selama Tahun 2012 dan Tahun 2013.

Dana tersebut dipergunakan untuk penguatan kapasitas Dinas Dikpora, penguatan kapasitas Tim P2SM, pelaksanaan sosialisasi, seleksi dan pelaihan bagi guru, peluncuran program, honor guru, dan kegiatan pembinaan berkala. Untuk menjamin kepasian bahwa Program Sangihe Mengajar berjalan sesuai dengan yang diharapkan dengan asas efekiitas dan eisiensi serta produkif dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dengan alokasi anggaran Rp. 64.240.000 .

G. Tesimoni

Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan

Sangihe Jl. Baru Tona-Tahuna

Kabupaten Kepulauan Sangihe (95815)

Tlp/Fax:(0432) 21701; (0432) 21701 E-mail: dinas@dikpora-sangihe.com;

htp://www.dikpora-sangihe.com

Rita Mirontoneng,Guru Sangihe Mengajar di SD Inpres Mandoi Kampung Malisade, Tabukan Tenggara

Program Sangihe Mengajar menempatkan Rita Mirontoneng, 29 tahun, sebagai Guru Tidak Tetap di SD Inpres Mandoi, Kampung Malisade, Kec. Tabukan Tenggara. Kehadiran Rita sebagai guru terbilang cukup berprestasi. Pasalnya, baru 2 bulan ditempatkan di sekolah tersebut Rita sudah berhasil menerapkan metode pembelajaran inovaif dan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik bagi peserta didik. Pengawas Sekolah dari Kecamatan memuji kemampuan Rita yang menjadi contoh bagi guru-guru PNS lainnya di sekolah tersebut. “Saya bangga sekali dijadikan contoh oleh Pengawas Sekolah.”

Sri Abast, 29 tahun: Guru Tidak Tetap Program Sangihe Mengajar di Pulau Selengkere

“Pada awal saya bertugas, masyarakat kurang menerima saya karena mereka idak percaya. Setelah mereka sering menginip sewaktu saya sedang mengajar di kelas dan anak-anak diajari Bahasa Ingris, maka mereka mulai menerima saya. Sekarang anak-anak menjadi semangat sekali bersekolah. Dulu biasa datang jam 9 karena malamnya pergi mengail ikan dengan orang tuanya, sekarang jam 7 pagi mereka sudah datang semua.”

4.1.2 Program Basekolah: Kerjasama Mulipihak dalam

Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah di Kota

Bitung, Sulawesi Utara.

Pada tahun 2011, sebuah media lokal Kota Bitung melansir berita bahwa ditemukan 1.830 anak putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Reaksi keraspun kemudian bermunculan dari sejumlah anggota DPRD dan Pemerintah Daerah Kota Bitung. Walikota Bitung memerintahkan jajaran di SKPD terkait untuk mengecek kebenaran data tersebut sekaligus melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Melalui kerjasama mulipihak dan dengan dukungan Proyek BASICS, lahirlah Program Basekolah.

Program ini merupakan sebuah kerjasama mulipihak antara pemerintah daerah, khususnya beberapa SKPD terkait urusan pendidikan dan penanganan kemiskinan, pemerintah kecamatan dan kelurahan, organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi pendidikan, kelompok kepemudaan, kelompok perempuan, dan mendapatkan dukungan penuh DPRD Kota Bitung.

A. Masalah dan Peluang

Kota Bitung merupakan salah satu kota di Provinsi Sulawesi Utara dengan segudang penghargaan nasional dan internasional atas berbagai prestasi pembangunan di wilayahnya. Kemajuan kota tersebut ternyata masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah dalam penyelenggaran pendidikan dasar yang nota bene menjadi salah satu urusan wajib pemerintah daerah.

Putus sekolah dapat diakibatkan dari faktor sekolah dan faktor di luar sekolah atau lingkungan siswa. Faktor sekolah sangat terkait dengan metode pembelajaran yang dapat berkontribusi mendorong siswa termoivasi untuk bersekolah. Sedangkan faktor di luar sekolah atau lingkungan, sangat banyak variabel yang mempengaruhi, seperi: tekanan ekonomi rumah tangga yang mendorong anak untuk bekerja, pergaualan lingkungan yang mempengaruhi serta moivasi siswa itu sendiri.

Anak putus sekolah merupakan salah satu target pembangunan bidang pendidikan yang ditunjukan dalam Angka Partsipasi Murni (APM). Target ini juga menjadi komitmen internasional yang juga termuat dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Selain anak putus sekolah, tentu saja masih terdapat hal lain yang berkontribusi bagi APM itu sendiri, yaitu penduduk yang sama sekali idak pernah bersekolah atau umumnya menjadi buta huruf. APM pendidikan dasar Kota Bitung pada Tahun 2010 adalah 92 persen atau masih ada 8 persen anak yang idak sekolah atau putus sekolah dari total 32.861 anak usia sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung pada tahun yang sama. Temuan dan informasi anak putus sekolah yang dirilis oleh media lokal sebagaimana disebut diatas dapat dikatakan masuk akal, bahkan kemungkinan lebih dari angka yang disebutkan tersebut.

Peluang utama yang menjamin dan mendukung upaya pemerintah daerah dalam pengentasan anak putus sekolah di Kota Bitung adalah program dan kebijakan nasional terkait wajib belajar sembilan tahun. Hal ini merupakan bagian yang diamanatkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam rangka mendukung pemerintah daerah atas hal tersebut, pemerintah pusat juga melakukan terobosan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM)

Dalam rangka penanganan pendidikan anak putus sekolah di Kota Bitung dan penuntasan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, Pemerintah Kota Bitung bersama pihak-pihak terkait mencanangkan Program Basekolah.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

1. Pembentukan Kebijakan Daerah

Satu langkah strategis yang dilakukan dalam penanganan anak putus sekolah adalah membangun komitmen pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk

bersama-sama menanganinya. Upaya

tersebut di lakukan dengan cara pembentukan Peraturan Walikota

tentang Pedoman Umum Program Penanggulangan Anak Usia Sekolah Putus Sekolah dan Surat Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bitung untuk teknis pelaksanaanya. Langkah ini mutlak dilakukan jika akan mendorong gerakan yang lebih masif dan didukung oleh Komponen masyarakat secara lebih luas.

2. Pembentukan Tim Kerja Daerah

Dalam inovasi yang dikembangkan, Tim Kerja Pendidikan terdiri dari dua bentuk, yaitu TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan) dan BKR (Bina Keluarga Remaja). Kedua im tersebut saling terkait dan memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi anak putus sekolah. TPPK bekerja dengan melibatkan para pihak pada ingkat kecamatan sementara BKR pada lingkup kelurahan.

TPPK dibentuk melalui SK Kepala Dinas dimana didalamnya terdiri dari unsur-unsur: UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, tokoh agama, tokoh masyarakat, pers dan pengusaha. Tugas utama im ini adalah mendukung pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan, salah satu yang utama adalah penanganan anak putus sekolah. Penanganan langsung kepada keluarga yang memiliki anak putus sekolah dikelola oleh BKR (Bina Keluarga Remaja). Tim ini terdiri dari kader-kader remaja serta didukung oleh lurah, kepala lingkungan dan ketua rukun tetangga. Tugas utama im ini adalah mem-berikan konsultasi dan pembinaan pada anak putus sekolah dan orang tua anak ber-sangkutan, utamanya terfokus pada masalah mental-sosial yang menjadi penyebab uta-ma putus sekolah. Melalui dukungan BASICS Responsive Iniiaive, Dikpora dan BKKPD (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana) membentuk dan mengembangkan BKR pada kelurahan-kelurahan kantong anak putus sekolah pada dua kecamatan di Kota Bitung.

3. Penguatan Peran sekolah

Peran sekolah yang menjadi fokus perhaian melalui dukungan BRI adalah: pendataan, penyelenggaraan kurikulum pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Pendataan yang dilakukan bukan semata pendataan ruin yang dilakukan sekolah, tapi fokus pada anak putus sekolah dan penyebabnya. Proses ini dimandatkan pada TPPK dan sekolah. Proses penangannya dapat menjadi bagian rencana kerja TPPK maupun sekolah. Sementara itu, penguatan sekolah secara khusus juga dilakukan pada sisi kurikulum dan manajemen. Pelaihan dan pertemuan bagi kepala sekolah, guru dan juga komite sekolah guru dalam memahami, menyusun dan menerapakan MBS dan KTSP menjadi perhaian yang didukung. Dua hal tersebut merupakan bagian dari indikator SPM Pendidikan Dasar. Kemajuan atas manajemen dan kurikulum tersebut diyakini akan berkontribusi menekan potensi anak putus sekolah dan menjadi daya tarik bagi anak putus sekolah untuk kembali ke sekolah.

4. Penguatan Tim Kerja Pendidian (TPPK dan BKR)

Pertemuan-pertemuan koordinasi antara TPPK dan Dinas Pendidikan menjadi satu kunci utama untuk mendorong kinerja TPPK dan sebaliknya, pemantauan kinerja Dinas Pendidikan oleh TPPK. Kuat-lemahnya TPPK juga sangat tergantung pada sistem dan mekanisme yang dikembangkan im ini. Untuk menjamin TPPK memiliki sistem, prosedur dan dukungan anggaran yang dapat mendukung program kerjanya, Proyek BASICS memfasilitasi terbentukannya kebijakan daerah yang menjamin keberadaannya serta memfasilitasi pembentukan tata kelola organisasi TPPK.

Demikian pula dengan BKR, organisasi ini lebih sederhana dan liat. Mengingat peningnya BKR yang secara langsung bekerja pada masyarakat, maka pembinaan bagi im ini sangat pening. Peningkatan kapasitas dalam melakukan pendataan dan melacak anak putus sekolah, melakukan edukasi dan penyadaran bagi anak putus sekolah, melakukan koordinasi dengan para pihak di kelurahan merupakan hal-hal yang diperkuat. Pertemuan dan pembinaan atas hal inilah yang dilakukan oleh Dikpora melalui dukungan Proyek BASICS.

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan oleh keberadaan

Dokumen terkait