• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Diterbitkan atas kerjasama Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Proyek BASICS-DFATD Kanada, dan Proyek Kinerja-USAID

Pelindung

Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, Ma.

Pengarah:

1. DR. Kurniasih, SH, M.SI 2. Ir. Gunawan, M.A

Penanggungjawab:

1. William James Duggan 2. Elisabeth Laury O. Noya 3. Elke Rapp

Tim Penyusun:

1. Pokja Pusat : UPD I dan UPD II, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri

2. Pokja Provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Aceh, Jawa Timur, dan Papua.

3. Tim BASICS 4. Tim KINERJA

Penyunting:

Theresia Erni Justin Snyder

Desain dan Tata Letak:

Muh. Iswandhi Badillah A

Cetakan:

April 2014

(3)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga berbagai upaya, jerih payah dan kerja yang kita lakukan bersama untuk membangun bangsa, khususnya di bidang pendidikan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup membanggakan bagi semua pelaku pembangunan di semua ingkatan, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Terbitnya buku “Alih Pengalaman Inovasi Prakik Cerdas Penerapan SPM

Pendidikan Dasar” ini merupakan salah satu buki nyata, bahwa jika semua pihak mempunyai komitmen dan kerja keras dan diiringi dengan ide kreaif dan inovaif dalam mengatasi berbagai masalah pembangunan termasuk bidang pendidikan, diharapkan Indonesia Cerdas dapat terwujud sesuai RPJMN Tahun 2009 – 2014.

Menyadari peningnya pembangunan bidang pendidikan yang diarahkan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan terampil serta berbudi pekeri, berkepekaan sosial, maka dibutuhkan upaya serius dari semua pihak. Penerapan Pecapaian SPM adalah salah satu strategi dan moivasi untuk mengejar target terpenuhinya Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) pada Tahun 2015. SPM merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan dasar bidang pendidikan kepada masyarakatnya. Namun demikian, sebenarnya kita idak boleh berheni hanya berikir pada

Direktur Jenderal

Otonomi Daerah

(4)

pencapaian target indikator MDGs pada Tahun 2015. Kita harus menyiapkan strategi-strategi lanjutan pasca target pencapaian MDGs.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Afair Trade and

Development (DFATD-Kanada) telah melakukan kerjasama untuk mendukung percepatan pencapaian SPM bidang Pendidikan melalui Proyek BASICS yang telah dilaksanakan sejak Tahun 2009.

Kita menyadari bahwa tantangan dan prioritas yang dihadapi oleh 539 daerah otonom di Indonesia tentu beragam. Tetapi, secara umum sering kali ada beberapa faktor-faktor atau akar masalahnya sama. Karena itu, hampir pasi beberapa inovasi yang pernah dikembangkan diujicobakan oleh Proyek BASICS serta mitra daerah dapat disesuaikan dan diterapkan di daerah lain untuk mendukung percepatan pencapaian SPM Pendidikan Dasar.

Prakik-prakik cerdas yang disampaikan dalam buku ini merupakan prakik dan inovasi yang telah melalui fase atau tahapan evaluasi sehingga dapat direplikasikan oleh pemerintah daerah lainnya untuk dijadikan acuan. Kriteria yang cukup menarik untuk dapat dijadikan bahan referensi diantaranya: mencakup keunggulan teknis, penyediaan perubahan posiif atau dampak kongkrit, keterjangkauan (afordability) dan pelembagaan dalam struktur pemerintah baik dari segi dasar hukum maupun dalam anggaran daerah (APBD).

Akhirnya, harapan saya semoga beberapa prakik cerdas sebagaimana tergambar dalam buku ini, dapat diterapkan di daerah lainnya di Indonesia untuk mempercepat pencapaian SPM Pendidikan Dasar. Masyarakat Indonesia berhak untuk menerima layanan dasar terbaik. Mari kita wujudkan Indonesia Cerdas, Indonesia yang sejahtera.

Jakarta, April 2014

(5)

Buku “Alih Pengalaman Inovasi Prakik Cerdas

Penerapan SPM Pendidikan Dasar” ini merupakan sumbangsih karya yang telah dihasilkan oleh upaya kerjasama Proyek BASICS beserta Kementerian Dalam Negeri dan Proyek KINERJA. Di dalamnya memuat tujuh Prakik Cerdas yang merupakan inovasi Pemerintah Daaerah dalam meningkatkan pelayanan dasar bidang pendidikan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Kami berharap pengalaman dan pembelajaran dari inovasi penerapan SPM bidang pendidikan yang telah dihasilkan oleh Proyek BASICS dan mitra kerja kami di Provinsi Sulwesi Utara dan Sulawesi Tenggara dapat diterapkan di daerah lain dalam rangka percepatan penerapan SPM serta merupakan langkah yang efekif dan eisien dalam mengatasi berbagai persoalan/ masalah pembangunan sektor pendidikan di Indonesia. Kami juga berharap pembelajran tersebut dapat meningkatkan efekiitas dan eisensi proses perencanaan, penganggaran dan penyediaan layanan dasar, khususnya bidang pendidikan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Dalam Negeri yang telah mendukung kerjasama antara Proyek BASICS dan mitra kerja pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Apresiasi juga disampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam pengembangan Prakik Cerdas ini di daerah dan terima kasih kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan buku ini.

William James Duggan

Direktur

Proyek BASICS

(6)

Kinerja USAID adalah proyek tata kelola pelayanan publik di bidang pendidikan, kesehatan dan iklim usaha yang bertujuan untuk membantu Indonesia mendapatkan solusi jangka panjang yang luas dan sesuai dengan konteks lokal. Proyek ini bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mendorong mereka memperkuat program pemerintah yang telah terbuki keberhasilannya dengan menambahkan unsur tata kelola yang baik. Sejak 2010, Kinerja telah bekerja di 24 kabupaten/ kota di lima provinsi (Aceh, Kalimantan

Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Papua). Sebagai bagian dari srategi kunci proyek ini, Kinerja bekerjasama dengan LSM lokal dengan tujuan untuk mendorong insitusi lokal agar mampu mendukung pemerintah daerah dan masyarakat yang ingin menerapkan pendekatan yang telah terbuki ini di masa depan.

Kinerja USAID terus berusaha untuk mendukung kemitraan antara pemerintah daerah dan masyarakatnya. Proyek ini mendorong pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Kinerja juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak mereka terhadap pelayanan publik dan mendorong mereka untuk berparisipasi dalam perencanaan dan pengawasan penyediaan layanan publik. Selama beberapa tahun terakhir, kami telah melihat banyak sekali perubahan yang kami nilai sangat pantas untuk disebarluaskan kepada pemerintah daerah lain. Kami sangat berterimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyebarluaskan prakik cerdas kami

Sambutan

(7)

Dalam buku prakik cerdas pendidikan, Anda akan mendapat informasi tentang bagaimana sekolah mitra Kinerja bersama dengan komite sekolah telah melaksanakan banyak sekali survei pengaduan masyarakat setelah mendapat pemahaman tentang standar pelayanan. Survei ini telah menghasilkan data pening yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membuat perubahan di ingkat sekolah dan membawa dampak jangka pendek yang jelas. Forum masyarakat mengawasi penyediaan pelayanan pendidikan dan pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi pengaduan tersebut. Pemerintah daerah lebih berkomitmen terhadap pelayanan publik dan sekolah mitra kami dapat melakukan perbaikan di sekolah dan mengatasi isu yang berkaitan dengan disiplin dan manajemen dengan lebih cepat. Contoh prakik cerdas lainnya adalah distribusi guru proporsional dimana pemerintah daerah dapat memindahkan guru ke sekolah yang kekurangan guru menggunakan hasil analisa standar pelayanan dan dukungan masyarakat yang kuat. Kami juga mendokumentasikan prakik cerdas dari kabupaten yang telah menghitung Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) berdasarkan standar pelayanan dan telah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi kendala keuangan sekolah. Prakik-prakik cerdas ini merupakan buki bahwa masyarakat dalam dilibatkan dalam tata kelola pendidikan.

Kami juga telah melihat bahwa bantuan teknis kami mendorong perubahan serupa di layanan kesehatan di kabupaten dan puskesmas mitra kami. Kemitraan bidan dan dukun mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam mendorong ibu melahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian kebidanan; hal ini sejalan dengan prioritas program kesehatan nasional untuk mengurangi angka kemaian ibu dan bayi. Melalui bantuan teknis Kinerja, puskesmas mitra kami telah membuat dan melaksanakan prosedur operasional standar yang menjadi acuan penyediaan layanan dan memberikan informasi yang jelas tentang waktu dan biaya pelayanan. Forum masyarakat dan staf puskesmas telah melakukan survei pengaduan dan berhasil melarang susu formula beredar di fasilitas kesehatan sebagai upaya untuk mendukung program ASI.

(8)

Di mitra kabupaten/ kota kami, pejabat pemerintah daerah bekerjasama dengan LSM mitra kami untuk menjangkau lebih banyak sekolah dan puskesmas. Mitra sekolah kami memiliki banyak kasus yang telah menjadi model atau ‘laboratorium’ yang membantu sekolah lain mendapatkan masukan tentang parisipasi publik, transparansi keuangan dan perencanaan tahunan. Hasil kerja kami juga menginspirasi kabupaten/ kota diluar daerah dampingan awal kami untuk meminta bantuan teknis agar mereka juga dapat membuat kemajuan untuk mencapai tujuan kebijakan daerah dan prioritas nasional. Kami harap bahwa prakik cerdas yang Anda baca di buku ini dapat memberikan inspirasi dan mendorong Anda melakukan hal yang serupa.

Capaian kami idak lepas dari tantangan, tapi kami merasa opimis dengan masa depan pelayanan publik di Indonesia. Kami telah melihat bahwa pelaksanaan standar pelayanan telah menjadi faktor pendorong utama terhadap peningkatan pelayanan publik. Standar pelayanan ini dapat membantu seiap orang yang berdedikasi untuk membuat perubahan, idak hanya pemerintah tapi juga masyarakat. Kemitraan pemerintah dan masyarakat memungkinkan kita mencapai hasil yang luar biasa.

Saya harap prakik cerdas ini cukup memberikan informasi tentang perkembangan yang telah kami capai dan menjadi pembelajaran bagi kita serta menginspirasi pihak lain.

Elke Rapp

(9)

Sambutan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ... Sambutan Direktur Proyek BASICS ... Sambutan Chief of Party KINERJA ... Datar Isi ...

BAB 1 Mengenal Proyek BASICS-DFATD ... 1.1 Sekilas Proyek BASICS-DFATD ... 1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD ...

BAB 2 Mengenal Proyek KINERJA-USAID ... 2.1 Sekilas Proyek USAID-KINERJA ... 2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan ... 2.3 Capaian Proyek Kinerja-USAID ...

BAB 3 Konsep Dasar dan Pendokumentasian Prakik Cerdas

3.1 Pengerian Prakik Cerdas ... 3.2 Kriteria Prakik Cerdas ... 3.2 Pendokumentasian Prakik Cerdas ...

BAB 4 Prakik Cerdas Dalam Penerapan SPM Bidang Pendidikan

4.1 Prakik Cerdas Penerapan SPM Bidang Pendidikan Proyek BASICS-DFATD ... 4.1.1 Program Sangihe Mengajar - Upaya Pemenuhan

(10)

4.1.2 Gerakan Basekolah - Kerjasama Multpihak Dalam Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah, Kota Bitung, Sulawesi Utara ..

4.1.3 Program Sumikolah - Komitmen Bersama untuk Mengatasi Putus Sekolah, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara ...

4.1.4 Pengelolaan PKBM Mandiri dan Berkualitas, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara ...

4.2 Prakik Cerdas Penerapan SPM Bidang Pendidikan Proyek

USAID-KINERJA ... 4.2.1 Distribusi Guru Proporsional di Kabupaten Luwu Utara ...

4.2.2 Penuhi SPM : Bulu Kumba Bantu Sekolah Atas Kekurangan Dana ...

4.2.3 Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik di Kota Probolinggo ...

BAB 5 Penutup

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Rekomendasi ...

27

35

43

50

50

56

63

(11)

1.1 Sekilas Proyek BASICS

BASICS (Beter Approaches for Service Provision through Increased Capaciies

in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiaif kerjasama Pemerintah Kanada dengan Pemerintah Indonesia melalui Department of Foreign Afair Trade and

Development (DFATD-Kanada) dengan Departemen Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta.

Nota Kesepahamam ini secara efekif berlangsung untuk selama 7 (tujuh) tahun sejak ditandatanganinya, dengan total nilai kontribusi yang diberikan oleh Pemerintah Kanada sebesar Can $ 19.427.923 (Sembilan Belas Juta Empat Ratus Dua Puluh Tujuh Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Dolar Kanada) melalui penugasan kepada Cowater sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementaion Plan (PIP) yang disepakai bersama.

Tujuan Proyek BASICS:

Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD, dapat mengembangkan dan melaksanakan rencana dan anggaran untuk penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan berbasis MDG’S/SPM yang lebih responsif, berpihak pada kaum miskin mendukung kesetaraan gender dan melestarikan lingkungan;

Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, meningkatkan dukungan daan pengawasan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Perencanaan dan Penganggaran untuk penyediaan layanan dasar berbasis MDG’s/SPM;

Mengenal Proyek

BASICS-DFATD

(12)

Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), termasuk kelompok perempuan, memberikan masukan pada proses perencanaan dan penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah demi penyediaan layanan bebasis MDG’s/SPM, dan memberikan jasa teknis dalam Pelaksanaan pelayanan dasar.

Tahun 2010 proyek BASICS-DFATD Kanada melakukan diseminasi di 8 kabupaten dan 2 kota terpilih di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara, setelah adanya penigkatan dengan Technical Arrangement/Pengaturan Teknis antara 10 (sepuluh) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Proyek BASICS. Kegiatan dilaksanakan secara efekif pada pertengahan Tahun 2010, dengan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas bagi eksekuif, legislaive dan organisasi masyarakat sipil dalam melakukan perencanaan dan penganggaran yang berbasis pelayanan dasar.

Tahun 2011 Proyek BASICS meluncurkan Program BRI (Basics Responsive Iniiaive) dengan strategi Peningkatan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan selama iga tahun (Tahun 2011 s/d 2013) untuk mendukung percepatan pencapaian beberapa indikator SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar yang masih rendah atau jauh dari target sasaran. Pada Tahun 2012 Proyek BASICS mengembangkan instrumen perhitungan satuan biaya (unit cost) SPM bidang kesehatan. Sejalan dengan kebutuhan peningkatan kinerja, proyek BASICS juga mengembangkan strategi keterlibatan Kementrian/Lembaga di ingkat nasional dan strategi Pengelolaan Pengetahuan.

Tahun 2013 fokus Program diarahkan pada: 1). Pelembagaan prakik cerdas yang didukung melalui mekanisme Program BRI, 2). Pengembangan Instrumen Unit Cost untuk implementasi BKKKes di Sulawesi Utara, dan 3). Asistensi untuk terbitnya beberapa kebijakan daerah (Perda, Pergub, Perbup/Perwali) yang mendukung terhadap Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan.

(13)

Mitra Kerja Proyek BASICS-DFATD Kanada:

Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari:

1. Kota Bitung

2. Kabupaten Minahasa 3. Kabupaten Minahasa Utara 4. Kabupaten Kepulauan Sangihe

5. Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro 6. Kabupaten Kepulauan Talaud

7. Kabupaten Minahasa Tenggara

Provinsi Sulawesi Tenggara, terdiri dari:

Kota Baubau

1. Kabupaten Buton Utara 2. Kabupaten Kolaka Utara 3. Kabupaten Konawe Selatan 4. Kabupaten Wakatobi 5. Kabupaten Bombana 6. Kabupaten Konawe Utara

1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD Kanada

1) Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat sipil dalam

menyusun dan melaksanakan kebijakan, proses dan sistem untuk memberikan layanan desentralisasi yang efekif.

Pada kurun waktu 4 tahun pelaksanaan Proyek BASICS-DFATD Kanada, telah berkontribusi atas terbitnya berbagai kebijakan pemerintah daerah, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berhubungan erat dengan Percepatan Pencapaian SPM dan MDGs.

2) Kabupaten/Kota wilayah kerja Proyek BASICS telah membuat kemajuan yang cukup signiikan dalam mengembangkan dan melaksanakan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan dan pendidikan dasar yang responsif gender dalam mendukung percepatan pencapaian SPM/ MDGs.

(14)

b. 10 Kabupaten/kota mitra kerja Proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara memasukkan indikator khusus terkait target SPM/ MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dalam dokumen perencanaan dan anggaran daerah.

c. 10 Kabupaten/kota mitra proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara telah berhasil merancang dan mengimplementasikan Strategi Perbaikan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Dasar berbasis SPM/ MDGS melalui mekanisme BASICS Responsive Iniiaive (BRI) selama tahun 2010-2013

d. Meningkatnya dana DEKON yang disalurkan kepada 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara berdasarkan program kerja pengarusutamaan gender oleh BPPKB Sultra bekerjasama dengan Proyek BASICS.

e. Mendorong lahirnya kebijakan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan (BKK-Kes) pada Tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Utara untuk percepatan pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan.

3) Kontribusi Proyek BASICS dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan melalui mekanisme BRI (Basics Responsive Iniiaive)

a. Selama tahun 2012-2013 sebanyak 416 dari 642 anak putus sekolah di Kabupaten Minahasa Utara telah kembali ke sekolah formal melalui Program Sumikolah. Bagi anak putus sekolah yang idak kembali ke sekolah, Program Sumikolah juga memfasilitasi agar dapat belajar di PKBM (Pusat Kegiatan Masyarakat). Inisiaif ini telah dimuat dalam rancangan peraturan bupai dan menjadi gerakan yang langsung dipimpin oleh Bupai.

(15)

Kabupaten Konawe Selatan berkontribusi pada menurunnya jumlah kemaian ibu dan bayi sepanjang di desa-desa tersebut pada tahun 2013. Inovasi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan mendapatkan dukungan APBD sejak tahun 2013.

d. Program Sangihe Mengajar di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang dikembangkan dengan merekrut sumber daya lokal telah memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan di daerah terpencil dan kepulauan tersebut. Inovasi tersebut kemudian dilembagakan melalui Peraturan Bupai dan didukung oleh APBD Tahun 2013.

e. Fasilitasi pembentukan TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan) di Kota Bitung telah membantu dalam pelaksanaan pendataan anak putus sekolah di Kota Bitung dan mendorong dikembangkanya mekanisme kerjasama mulipihak dan lintas SKPD dalam penanganan anak putus sekolah di Kota Bitung. Tim yang terdiri dari dari para pihak di kecamatan dan desa tersebut diperkuat oleh Surat Keputusan Walikota dan didukung oleh APBD Tahun 2013.

f. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar pada lingkup daerah dapat ditunjukan dengan kemajuan pada 11 indikator SPM/MDGs sebagaimana fokus Program SPP BRI (Basics Responsive Iniiaive).

4) Meningkatnya dukungan, Bantuan Teknis dan pengawasaan yang diberikan oleh mitra di ingkat provinsi.

(16)

b. Berkontribusi dalam mendorong Pemerintah Provinsi untuk mengambil peran pening (dan dibutuhkan) dalam mendukung pencapaian sasaran SPM dan MDGS bidang kesehatan dan pendidikan dasar, dengan menggunakan data sebagai dasar menyusun perencanaan dan penganggaran; dan

c. Pelaksanaan mekanisme BRI di 10 Kabupaten/Kota menjadi media uji coba Pemerintah Provinsi (melalui sub komite BRI ingkat Provinsi) dalam memberikan bantuan teknis bagi Kabupaten/Kota dalam percepatan pencapaian SPM dan MDGs, mulai dari penyusunan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan sampai pada monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.

5) Memperkuat kerjasama parapihak di ingkat nasional dalam mendukung perencanaan dan penganggaran berbasis SPM.

Upaya bersama yang dilaksanakan secara sinergis antar instansi di ingkat pusat telah memperkuat parisipasi dan kerjasama para pihak terhadap Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran berbasis SPM dan responsif gender melalui beberapa akiitas, antara lain:

a. Bantuan teknis Pengembangan Instrumen Evaluasi pencapaian SPM dan memfasilitasi berbagai lokakarya ingkat provinsi dan ingkat regional yang terkait dengan percepatan pencapaian kerangka kerja SPM.

b. Kerjasama dengan Kemendagri untuk menyiapkan dan mendistribusikan 1.500 eksemplar buku saku yang terdiri dari dua jenis buku yang memuat garis besar prakik cerdas dan inovasi yang dihasilkan oleh BASICS dan mitranya dalam mempercepat pencapaian SPM pelayanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari 500 kabupaten dan kota, dan beberapa provinsi telah menerima dokumen publikasi ini.

(17)

untuk mendukung Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar:

(18)

2.1 Sekilas Proyek KINERJA-USAID

Proyek Kinerja-USAID bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insenif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan.

Salah satu aspek kunci pendekatan Kinerja-USAID adalah keterlibatan masyarakat, masyarakat sipil, dan media lokal untuk meminta pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program Kinerja-USAID dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi nasional dan daerah yang juga menerima pelaihan peningkatan kapasitas dari Kinerja-USAID.

Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:

1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperi Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan;

2. Membentuk forum muli-pemangku kepeningan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam perencanaan dan penganggaran yang parisipasif;

3. Melibatkan masyarakat sipil untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan;

Mengenal Proyek

KINERJA-USAID

(19)

lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik.

Kinerja-USAID dibentuk pada bulan Oktober 2010 dan akan berjalan hingga Februari 2015. Program ini dilaksanakan oleh RTI Internaional dengan konsorsiumnya yang terdiri dari lima mitra organisasi The Asia Foundaion, Social Impact, SMERU Research Insitute, Universitas Gadjah Mada dan Kemitraan.

2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan

Kinerja-USAID bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pelayanan pemerintah daerah dan bekerja di iga intervensi pening:

1. Insenif – Menguatkan permintaan terhadap pelayanan yang lebih baik;

2. Inovasi – Meningkatkan prakik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan; serta

3. Replikasi – Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di ingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.

Di iga area tersebut, Kinerja-USAID fokus di bidang:

1. Pendidikan – Akses terhadap pendidikan dasar merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerinta daera dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dan dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) terkait pendidikan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Paket pendidikan Kinerja-USAID dibentuk berdasarkan materi yang sudah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan distribusi guru proporsional (DGP), analisa Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan manajemen berbasis sekolah (MBS).

(20)

dalam perencanaan dan penganggaran parisipaif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memasikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas inggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS dan Tubercolusis (TB).

3. Iklim Usaha yang Baik (BEE) – Sektor ini fokus pada perbaikan perizinan usaha dibawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis buki dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan BEE adalah pembentuakn PTSP di kabupaten, studi parisipaif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menulis rancangan peraturan baru.

Kabupaten Mitra Proyek USAID-Kinerja:

Aceh : Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue

Jawa Timur : Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung

Sulawesi

Selatan : Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar Kalimantan

Barat :

Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau

Papua : Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika

2.3 Capaian Proyek KINERJA-USAID

Program Kinerja-USAID telah mendapat dukungan poliis dan sosial dari pemerintah daerah dan masyarakat. Hingga awal tahun 2014, program Kinerja-USAID telah direplikasi di 24 kabupaten/ kota mitra dan 25 kabupaten/ kota non-mitra.

(21)

walikota terkait BOSP, DGP, ASI eksklusif dan persalinan aman, penyederhanaan proses perizinan serta integrasi standar pelayanan minimal untuk mendukung keberlanjutan program.

Untuk mendukung upaya perluasan program peningkatan iklim usaha di ingkat provinsi, Kinerja USAID telah mendorong pembentukan empat forum pelayanan terpadu satu pintu di empat provinsi mitra.

Kinerja-USAID mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dan kesehatan. Kinerja-USAID mendampingi pemerintah daerah untuk menghitung capaian SPM, analisa kesenjangan, penghitungan anggaran yang diperlukan hingga advokasi dalam perencanaan. Selama dua tahun proses pendampingan ini dilakukan, pemerintah daerah mitra telah mengintegrasikan hasil penghitungan anggaran SPM kedalam rencana kerja tahunan dan rencana strategi mereka, sejak ingkat unit layanan, dinas hingga ingkat daerah. Bahkan, Kota Makassar telah menerbitkan peraturan walikota untuk mendukung upaya pemerintah daerah memenuhi SPM.

Kinerja-USAID mendukung Autonomy Awards sebagai salah satu insenif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Bekerjasama dengan The Jawa Pos Insitute of Pro-Otonomi (JPIP), program ini memberikan penghargaan bagi pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai inovasi pembangunan, termasuk penyediaan pelayanan publik. Program Autonomy Awards ini telah direplikasi di Sulawesi Selatan melalui kerjasama dengan Fajar Pos Insiitute of Otonomi (FIPO) dan di Kalimantan Barat oleh Ponianak Pos Insitute of Pro-Otonomi (PPIP).

Selain kapasitas penyedia layanan yang semakin meningkat, parisipasi publik di seluruh provinsi mitra Kinerja-USAID dalam perencanaan dan pengawasan program pemerintah juga telah meningkat. Masyarakat telah membentuk lebih dari184 forum-mulistakeholder yang akif memberikan input terhadap pembuatan berbagai kebijakan pemerintah dan mengawasi penyediaan pelayanan publik. Di beberapa daerah mitra Kinerja, kemitraan kuat antara pemerintah dan masyarakat ini mendorong diterbitkannya sejumlah peraturan pendukung pelayanan publik.

(22)

media alternaive. Beberapa pemerintah daerah kemudian menjadikan berita jurnalis warga sebagai salah satu sumber informasi untuk melihat perkembangan kualitas pelayanan publik.

(23)

3.1 Pengertian Praktik Cerdas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, prakik diarikan sebagai melaksanakan sesuatu secara nyata seperi yang disebutkan dalam teori. Secara umum dapat dimaknai bahwa prakik merupakan suatu perilaku yang masuk akal atau bisa dipahami (tangible) dan bertujuan (visible). Umumnya, sebuah prakik juga merupakan sebuah ekspresi dari ide yang mendasarinya. Sebuah ide tentang bagaimana menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan untuk mencapai tujuan yang kemudian diikui dengan indakan untuk melaksanakannya.

Prakik Cerdas dapat diarikan sebagai sebuah kegiatan yang terbuki dapat membawa manfaat bagi sebuah kelompok masyarakat tertentu dan menjawab permasalahan atau tantangan yang mereka hadapi. Dalam kaitan dengan penulisan buku alih pengalaman ini, Prakik Cerdas diarikan secara lebih khusus sebagai sebuah program atau kegiatan yang berhasil dilakukan untuk

menjawab tantangan pelayanan dasar yang dihadapi oleh Pemerintah

Konsep Dasar dan

Pendokumentasian Praktik Cerdas

(24)

Daerah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), khususnya bidan kesehatan dan pendidikan dasar.

Kekuatan utama Prakik Cerdas ini adalah peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dengan melibatkan kemitraan dengan masyarakat.

Prakik Cerdas yang dihasilkan diawali dengan analisis keimpangan pencapaian SPM/MDGs di kabupaten/kota yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Hasil analisis data menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun strategi, program dan kegiatan dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, utamanya pendidikan dan kesehatan. Tujuan yang ingin di capai adalah pemenuhan SPM dan percepatan pencapaian MDGs yang akan berkontribusi terhadap peningkatan pemenuhan layanan

dasar masyarakat.

3.2 Kriteria Prakik Cerdas

Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengklasiikasikan

sebuah program atau kegiatan yang dilaksanakan sebagai sebuah

Prakik Cerdas adalah sebagai berikut:

1) Ide Inovaif/Kreaif

Merupakan inisiaif yang baru atau bisa juga merupakan hasil dari modiikasi model/ pola yang sudah ada sebelumnya dan/atau merupakan replikasi dari daerah lain tetapi telah disesuaikan dengan kondisi daerah setempat dengan berbagai aspeknya (budaya, kemampuan sumber daya, dan lain-lain).

2) Peran serta/Keterlibatan

(25)

3) Keberlanjutan

Kegiatan telah dilakukan seidaknya dua tahun dan masih berlangsung saat ini disertai rencana untuk dilanjutkan di waktu yang akan datang. Kegiatan juga bisa terus berjalan dengan pendanaan mandiri pemerintah lokal maupun dari swadaya masyarakat.

4) Kebertanggungjawaban (Akuntabel)

Kegiatan bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak, baik yang berkaitan langsung maupun idak langsung, termasuk unsur masyarakat.

5) Keberpihakan

Memenuhi unsur-unsur

keberpihakan kepada masyarakat miskin dan berkeadilan gender, arinya kegiatan dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin serta berdampak dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender.

6) Dampak nyata

Ada perubahan posiif yang nyata terlihat atau dialami oleh masyarakat penerima manfaat.

7) Replikasi

Setelah melalui proses pengamatan dan pembelajaran program/kegiatan dapat diterapkan di tempat/daerah lain karena adanya kecukupan sumberdaya (dana, sumber daya manusia, kelembagaan) maupun instrumen lainnya yang mendukung upaya-upaya replikasi.

3.3 Pendokumentasian Prakik Cerdas

(26)

karena akan membantu banyak pihak termasuk kelompok masyarakat untuk mengefekikan proses pembelajaran dalam mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi termasuk dalam hal pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.

Prakik Cerdas cukup relevan untuk didokumentasikan dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Prakik Cerdas merupakan pengalaman nyata di lapangan yang menunjukkan pemanfaatan sumberdaya dan melibatkan berbagai pemangku kepeningan. 2. Pengalaman sebagai proses yang mengandung pembelajaran dan dapat

menjadi sumber referensi yang nyata.

3. Prakik Cerdas berpeluang untuk direplikasi, dengan atau tanpa modiikasi.

Untuk menjadikan Prakik Cerdas sebagai referensi dibutuhkan pendokumentasian Prakik Cerdas sesuai dengan kerangka pembangunan atau proses perubahan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pencarian Fakta

a. Ideniikasi fakta;

b. Kondisi geograis/lingkungan sekitar prakik;

c. Kultur/tradisi yang mendukung/menghambat prakik;

d. Sejarah masyarakat (perisiwa-perisiwa pening, masalah yang pernah dialami)

2) Informasi yang perlu diketahui untuk didokumentasikan a. Mengapa muncul gagasan?

b. Apakah gagasan muncul karena adanya keinginan kuat di masyarakat? c. Apakah kepemimpinan lokal mendukung munculnya gagasan-gagasan

cemerlang di masyarakat?

3) Perencanaan dan Strategi

a. Siapa yang memulai gagasan Prakik Cerdas? b. Siapa saja yang mendukung gagasan yang muncul?

c. Keterlibatan masyarakat dalam gagasan awal/perencanaan awal; d. Bentuk hambatan yang muncul pada tahap perencanaan/

mengembangkan gagasan;

(27)

4) Mobilisasi Sumberdaya

a. Sumberdaya lokal dan luar yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan (ideniikasi sumberdaya potensial yang digunakan)

b. Proses mobilisasi sumberdaya dan kunci suksesnya c. Keterlibatan masyarakat dalam mobilisasi sumberdaya d. Hambatan yang dialami dan bagaimana mengatasinya

5) Implementasi dan Perkembangan

a. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepeningan dalam kegiatan b. Ketersediaan “ahli” dalam pelaksanaan kegiatan

c. Perkembangan yang konkrit dan pening dalam kegiatan d. Manfaat dan nilai plus kegiatan

 Peningkatan kualitas hidup?

 Peningkatan pendapatan dan lapangan kerja?

 Ef isiensi penggunaan sumberdaya lokal?

 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan?

 Peningkatan kualitas infrastruktur lokal? e. Perubahan yang signif ikan di komunitas/masyarakat

6) Pemantauan dan Evaluasi

a. Usaha yang dilakukan untuk memantau kegiatan b. Inovasi yang dilakukan untuk memperluas kegiatan c. Keberlanjutan kegiatan

d. Usaha yang dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan

e. Dukungan bagi keberlanjutan (kebijakan, pendanaan, upaya)

Tahapan prakik dimana lesson learned dapat diambil : 1. Inisiaif awal dan pengembangan gagasan

a) Kondisi-kondisi yang dapat memunculkan ide cerdas b) Strategi mengembangkan ide cerdas menjadi aksi 2. Peranserta/Keterlibatan stakeholder

a) Peran yang tepat dari masing-masing stakeholder b) Kerjasama antar stakeholder

3. Mobilisasi sumberdaya, termasuk mengorganisasikan keterlibatan masyarakat

(28)

4.1.1 Progam Sangihe Mengajar – Upaya Pemenuhan Guru

di Daerah Terpencil di Kabupaten Kepulauan Sangihe,

Sulawesi Utara

Guru sebagai tenaga pendidik memiliki peranan pening dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sayangnya, masih banyak daerah di Indonesia, khususnya daerah terpencil dan kepulauan yang masih mengalami kekurangan guru. Ribuan guru lahir seiap tahun melalui perguruan inggi pendidikan di seluruh Indonesia dan rekrutmen guru sebagai pegawai negeri sipil tak pernah berheni. Pada kenyataanya memang idak mudah untuk memperoleh tenaga pendidik yang bersedia inggal dan mengabdikan dirinya di daerah kepulauan dan desa-desa terpencil. Problem ini yang menjadi salah satu perhaian serius

Praktik Cerdas Penerapan

Standar Pelayanan Minimal

Pendidikan Dasar

4.1 Praktik Cerdas Penerapan SPM Pendidikan

Dasar Proyek BASICS-DFATD

(29)

A. Masalah dan Peluang

Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terletak di ujung utara Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari beberapa pulau dan desa terpencil. Masalah utama yang dihadapi pada sektor pendidikan di kabupaten ini adalah ketersediaan guru yang bersedia ditempatkan di desa-desa terpencil dan pulau-pulau.

Berdasarkan data pendidikan Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Sangihe Tahun 2011, terdapat kekurangan 34 orang guru SD dan 11 orang guru SMP, khususnya di pulau-pulau dan desa terpencil. SD di daerah ini rata-rata hanya memiliki dua sampai iga orang guru, yang masih kurang dari syarat minimal yang ditetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar, yaitu tersedianya empat orang guru dalam satu sekolah di daerah-daerah tersebut. Demikian pula untuk SMP, dimana rata-rata pada seiap sekolah hanya memiliki iga sampai empat orang guru, sementara SPM Pendidikan Dasar mensyaratkan ketersediaan satu orang guru untuk seiap rumpun mata pelajaran di daerah tersebut. Dengan demikian, kurang lebih terjadi kekurangan enam sampai tujuh guru rumpun mata pelajaran pada sejumlah SMP di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Kekurangan guru di Kabupaten Kepulaun Sangihe khusunya di wilayah kepulauan dan desa terpencil jika dilihat pada ingkat provinsi merupakan persoalan keimpangan distribusi. Jumlah guru melimpah pada ingkat provinsi, pada sisi lain sulit memasikan guru pegawai negeri sipil bekerja di daerah-daerah tersebut. Hal ini menjadi inspirasi dasar Program Sangihe Mengajar yang mulai dilaksanakan pada tahun 2012.

Program Sangihe Mengajar sebenarnya serupa dengan upaya yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Program Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terdepan dan Terluar (SM-3T) serta Program Indone-sia Mengajar yang dikembangkan oleh sebuah organisasi non pemerintah di Jakarta.

(30)

di Indonesia melalui dukungan APBN, sementara Sangihe Mengajar merekrut putra/putri Sangihe yang sudah menamatkan perguruan inggi dari berbagai bidang ilmu untuk ditempatkan sebagai Guru Tidak Tetap melalui dukungan simulan BASICS dan APBD. Gagasan ini juga dijamin oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2009 tentang Guru.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Program Sangihe Mengajar merupakan program inisiaif pemerintah daerah dalam mengatasi kekurangan guru di daerah kepulauan dan desa terpencil. Berikut digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Program Sangihe Mengajar:

1. Pendataan Pendidikan.

Melalui pendataan ini, sejumlah informasi pening dihimpun, antara lain: jumlah SD/MI dan SMP/MTs baik sekolah pemerintah maupun swasta, jumlah siswa pada seiap satuan pendidikan dan seiap jenjang pendidikan, jumlah guru dan kualiikasi pendidikannya, distribusi guru berdasarkan jenis dan satuan pendidikan, serta data-data pendidikan lain terkait indikator SPM Pendidikan Dasar. Proses pendataan dilakukan pada bulan Maret dan April dengan melibatkan UPTD Kecamatan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, dan Pemerintah Desa/Kelurahan. Pembiayaan kegiatan ini mendapatkan dukungan dari Proyek BASICS.

2. Pertemuan Mulipihak.

(31)

3. Pembentukan Tim Pengelola Program Sangihe Mengajar (P2SM).

Pengelola utama Program Sangihe Mengajar adalah Dikpora Kabupaten Kpl. Sangihe. Untuk mendukung pengelolaan program ini, dibentuklah Tim Pengelola Program Sangihe Mengajar (P2SM) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tim ini beranggotakan staf Dinas Dikpora dan pengawas sekolah. Tim ini bertugas untuk melakukan sosialisasi program, seleksi peserta, orientasi dan pelaihan bagi peserta serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Sangihe Mengajar.

Proyek BASICS mendukung Tim P2SM dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Sangihe Mengajar. Pedoman tersebut mencakup kriteria dan persyaratan calon guru, tahapan seleksi, modul orientasi guru, format pelaporan, mekanisme pembiayaan dan mekanisme koordinasi serta pembinaan ruin.

4. Proses Sosialisasi dan Seleksi.

Proses sosialisasi dan seleksi calon guru Program Sangihe Mengajar dilakukan oleh Tim P2SM. Sosialisasi dilakukan melalui media cetak dan elektronik. Salah satunya melalui talk show di radio yang ternyata mendapat banyak perhaian dari masyarakat.

Proses seleksi terdiri dari: seleksi administrasi (kesesuaian dengan kriteria dan kelengkapan dokumen), seleksi akademis (tes tertulis dan diskusi kelompok), dan tes kepribadian. Dari hasil seleksi terpilihlah 16 orang calon guru Program Sangihe Mengajar untuk Tahun 2012.

5. Orientasi dan Pelaihan bagi Calon Guru.

Orientasi bagi para calon guru Program Sangihe Mengajar yang lulus seleksi bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang tugas, tanggung jawab, dan hak-hak mereka sebagai Guru Tidak Tetap. Orientasi dilanjutkan dengan pelaihan intensif yang bertujuan mempersiapkan peserta dalam melaksanakan tugasnya di daerah sulit. Materi pelaihan antara lain: penguasaan kompetensi pedagogis, penguasaan ketrampilan sosial kemasyarakatan, prakik mengajar, dan kemampuan untuk mengatasi kondisi darurat di daerah terpencil dan pulau-pulau.

6. Penetapan Wilayah Tugas dan Penempatan

(32)

Program Sangihe Mengajar. Sekolah-sekolah tersebut dipilih berdasarkan letaknya (di desa-desa terpencil dan pulau-pulau) dengan jumlah guru yang kurang. Penempatan guru Program Sangihe Mengajar ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Penempatan guru dilakukan dengan memperimbangkan pengenalan dan pemahaman terhadap wilayah sasaran untuk menjamin para guru akan bertahan lama di tempat tugasnya. Sebelum diberangkatkan ke wilayah tugasnya, para calon guru mendapatkan orientasi bersama Kepala Desa dan Kepala Sekolah tujuan.

7. Penyusunan Kesepakatan Bersama Para Pihak.

Dalam rangka mendukung keberadaan para guru Program Sangihe Mengajar di masing-masing daerah sasaran, perlu dilakukan kerjasama dengan para pihak yang terlibat langsung maupun idak langsung. Oleh Karena itu, Dinas Dikpora melakukan pertemuan bersama yang melibatkan para camat, kepala desa, dan pengawas sekolah, untuk membahas kontribusi yang dapat dilakukan para pihak untuk mendukung keberhasilan Program Sangihe Mengajar di daerahnya (termasuk memberikan dukungan bagi para guru yang ditempatkan di daerah tersebut). Hasil pertemuan tersebut kemudian dijadikan Kesepakatan Bersama yang ditandatangani para pihak yang terlibat.

8. Peluncuran Program Sangihe Mengajar.

Peluncuran Program Sangihe Mengajar bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan program ini kepada masyarakat luas. Pada saat peluncuran ini turut hadir antara lain: Kepala Daerah, DPRD, para kepala SKPD, Camat, Kepala Desa, Kepala Sekolah, perwakilan Program Indonesia Mengajar, dan kelompok sosial kemasyarakatan. Informasi terkait peluncuran program ini kemudian dipublikasikan melalui media cetak dan elektronik.

9. Monitoring dan Pembinaan.

(33)

10. Penyusunan Kebijakan Daerah.

Dalam rangka keberlanjutan program Sangihe Mengajar maka perlu selalu dianggarkan melalui APBD. Untuk hal ini Proyek BASICS memberikan bantuan teknis dalam penyusunan Peraturan Bupai. Pada Tahun 2013 ditetapkan Peraturan Bupai Sangihe Nomor 42 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Guru pada Program Sangihe Mengajar di Daerah Terpencil Wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe.

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan oleh keberadaan Program Sangihe Mengajar adalah sebagaii berikut:

1. Adanya mekanisme alternaif untuk mengatasi kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

Seperi halnya SM-3T dan Indonesia Mengajar, Program Sangihe Mengajar ini

merupakan salah satu solusi dalam penanganan kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil. Nilai tambah dari Sangihe Mengajar dibanding kedua program nasional tersebut adalah memuat kewenangan pemerintah daerah untuk merekrut, menempatkan dan membiayai berdasarkan sumber daya lokal. Dengan pendekatan ini maka guru yang direkrut akan lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat di daerah dimana mereka bertugas. Program ini telah menjadi kegiatan ruin selama dua tahun terakhir, yang tergambar dari adanya alokasi anggaran di APBD dan keberadaan kebijakan pemerintah daerah.

2. Alokasi anggaran pendidikan di APBD untuk mengatasi keterbatasan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

(34)

3. Kontribusi bagi beberapa indikator SPM pendidikan dasar dalam hal jumlah guru mengajar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2010, bahwa “di seiap SD/MI tersedia dua orang guru yang memenuhi kualiikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru”. Melalui program Sangihe Mengajar telah tersedia sebanyak 26 guru dengan kualiikasi S1 (16 orang guru pada awal program ditambah 10 orang guru pada tahun kedua).

Demikian pula dengan indikator SPM Pendidikan Dasar yang mensyaratkan

“Satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku”. Para guru Program Sangihe Mengajar yang ikut memainkan peran pening dalam memberikan masukan kepada Kepala Sekolah, termasuk Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam menerapkan KTSP.

4. Kontribusi bagi target MDGs, khususnya terkait dengan parisipasi anak untuk sekolah.

Meski masih terlalu dini untuk menganalisis kontribusi kehadiran guru terhadap peningkatan parisipasi anak untuk bersekolah, maupun mencegah anak putus sekolah, namun seidak nya kehadiran guru-guru dari Sangihe Mengajar ini mampu memberikan moivasi pada orang tua dan siswa untuk tetap bersekolah. Hal ini menciptakan kondisi belajar mengajar yang normal sebagaimana lazimnya. Secara umum MDGs Kabupaten Kepulauan Sangihe terus mengalami peningkatan. Untuk Angka Parisipasi Murni SD/ MI misalnya, jika pada Tahun 2010 hanya sebesar 82,51%, maka pada Tahun 2012 nilainya mencapai 85,26%. Sedangkan untuk Angka Parisipasi Murni SMP/MTs, jika pada tahun 2010 sebesar 50,36%, maka pada Tahun 2012 meningkat menjadi 56,06%.

5. Peningkatan semangat belajar anak usia sekolah di pulau-pulau dan desa terpencil.

(35)

sekolah dan belajar. Kehadiran siswa juga semakin baik, semangat belajar siswa mulai meningkat, beberapa alat peraga sekolah yang selama ini idak dimanfaatkan mulai dipahami penggunaannya serta mulai tumbuhnya perhaian orang tua murid agar anaknya lebih prioritas ke sekolah.

D. Pembelajaran

Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai pembelajaran dari Program Sangihe Mengajar adalah:

1. Memprioritaskan sumber daya lokal, calon guru berkualitas dari kabupaten/kota yang bersangkutan, untuk ditempatkan sebagai tenaga pendidik di pulau-pulau dan desa terpencil.

2. Program Sangihe Mengajar merupakan satu bentuk penerapan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan kekurangan guru di pulau-pulau dan desa terpencil.

3. Keterampilan dan pengetahuan guru yang didukung dengan pendekatan yang tepat, sangat mendukung moivasi siswa belajar.

4. Peran sebuah program bantuan donor seperi Proyek BASICS, ternyata cukup efekif sebagai pemicu, fasilitator dan inovasi prakik-prakik cerdas yang sudah dikembangkan di tempat lain dan tetap sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah pusat.

F. Pembiayaan

Untuk mendukung pemenuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan melalui Program Sangihe Mengajar, Proyek BASICS telah mengalokasikan dana sebesar 174,773,000,- selama Tahun 2012 dan Tahun 2013.

(36)

G. Tesimoni

Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan

Sangihe Jl. Baru Tona-Tahuna

Kabupaten Kepulauan Sangihe (95815)

Tlp/Fax:(0432) 21701; (0432) 21701 E-mail: dinas@dikpora-sangihe.com;

htp://www.dikpora-sangihe.com

Rita Mirontoneng,Guru Sangihe Mengajar di SD Inpres Mandoi Kampung Malisade, Tabukan Tenggara

Program Sangihe Mengajar menempatkan Rita Mirontoneng, 29 tahun, sebagai Guru Tidak Tetap di SD Inpres Mandoi, Kampung Malisade, Kec. Tabukan Tenggara. Kehadiran Rita sebagai guru terbilang cukup berprestasi. Pasalnya, baru 2 bulan ditempatkan di sekolah tersebut Rita sudah berhasil menerapkan metode pembelajaran inovaif dan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik bagi peserta didik. Pengawas Sekolah dari Kecamatan memuji kemampuan Rita yang menjadi contoh bagi guru-guru PNS lainnya di sekolah tersebut. “Saya bangga sekali dijadikan contoh oleh Pengawas Sekolah.”

Sri Abast, 29 tahun: Guru Tidak Tetap Program Sangihe Mengajar di Pulau Selengkere

“Pada awal saya bertugas, masyarakat kurang menerima saya karena mereka idak percaya. Setelah mereka sering menginip sewaktu saya sedang mengajar di kelas dan anak-anak diajari Bahasa Ingris, maka mereka mulai menerima saya. Sekarang anak-anak menjadi semangat sekali bersekolah. Dulu biasa datang jam 9 karena malamnya pergi mengail ikan dengan orang tuanya, sekarang jam 7 pagi mereka sudah datang semua.”

(37)

4.1.2 Program Basekolah: Kerjasama Mulipihak dalam

Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah di Kota

Bitung, Sulawesi Utara.

Pada tahun 2011, sebuah media lokal Kota Bitung melansir berita bahwa ditemukan 1.830 anak putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Reaksi keraspun kemudian bermunculan dari sejumlah anggota DPRD dan Pemerintah Daerah Kota Bitung. Walikota Bitung memerintahkan jajaran di SKPD terkait untuk mengecek kebenaran data tersebut sekaligus melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Melalui kerjasama mulipihak dan dengan dukungan Proyek BASICS, lahirlah Program Basekolah.

Program ini merupakan sebuah kerjasama mulipihak antara pemerintah daerah, khususnya beberapa SKPD terkait urusan pendidikan dan penanganan kemiskinan, pemerintah kecamatan dan kelurahan, organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi pendidikan, kelompok kepemudaan, kelompok perempuan, dan mendapatkan dukungan penuh DPRD Kota Bitung.

A. Masalah dan Peluang

(38)

Putus sekolah dapat diakibatkan dari faktor sekolah dan faktor di luar sekolah atau lingkungan siswa. Faktor sekolah sangat terkait dengan metode pembelajaran yang dapat berkontribusi mendorong siswa termoivasi untuk bersekolah. Sedangkan faktor di luar sekolah atau lingkungan, sangat banyak variabel yang mempengaruhi, seperi: tekanan ekonomi rumah tangga yang mendorong anak untuk bekerja, pergaualan lingkungan yang mempengaruhi serta moivasi siswa itu sendiri.

Anak putus sekolah merupakan salah satu target pembangunan bidang pendidikan yang ditunjukan dalam Angka Partsipasi Murni (APM). Target ini juga menjadi komitmen internasional yang juga termuat dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Selain anak putus sekolah, tentu saja masih terdapat hal lain yang berkontribusi bagi APM itu sendiri, yaitu penduduk yang sama sekali idak pernah bersekolah atau umumnya menjadi buta huruf. APM pendidikan dasar Kota Bitung pada Tahun 2010 adalah 92 persen atau masih ada 8 persen anak yang idak sekolah atau putus sekolah dari total 32.861 anak usia sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung pada tahun yang sama. Temuan dan informasi anak putus sekolah yang dirilis oleh media lokal sebagaimana disebut diatas dapat dikatakan masuk akal, bahkan kemungkinan lebih dari angka yang disebutkan tersebut.

Peluang utama yang menjamin dan mendukung upaya pemerintah daerah dalam pengentasan anak putus sekolah di Kota Bitung adalah program dan kebijakan nasional terkait wajib belajar sembilan tahun. Hal ini merupakan bagian yang diamanatkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam rangka mendukung pemerintah daerah atas hal tersebut, pemerintah pusat juga melakukan terobosan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM)

Dalam rangka penanganan pendidikan anak putus sekolah di Kota Bitung dan penuntasan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, Pemerintah Kota Bitung bersama pihak-pihak terkait mencanangkan Program Basekolah.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

(39)

1. Pembentukan Kebijakan Daerah

Satu langkah strategis yang dilakukan dalam penanganan anak putus sekolah adalah membangun komitmen pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk

bersama-sama menanganinya. Upaya

tersebut di lakukan dengan cara pembentukan Peraturan Walikota

tentang Pedoman Umum Program Penanggulangan Anak Usia Sekolah Putus Sekolah dan Surat Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bitung untuk teknis pelaksanaanya. Langkah ini mutlak dilakukan jika akan mendorong gerakan yang lebih masif dan didukung oleh Komponen masyarakat secara lebih luas.

2. Pembentukan Tim Kerja Daerah

Dalam inovasi yang dikembangkan, Tim Kerja Pendidikan terdiri dari dua bentuk, yaitu TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan) dan BKR (Bina Keluarga Remaja). Kedua im tersebut saling terkait dan memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi anak putus sekolah. TPPK bekerja dengan melibatkan para pihak pada ingkat kecamatan sementara BKR pada lingkup kelurahan.

TPPK dibentuk melalui SK Kepala Dinas dimana didalamnya terdiri dari unsur-unsur: UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, tokoh agama, tokoh masyarakat, pers dan pengusaha. Tugas utama im ini adalah mendukung pemerintah daerah dalam pengembangan pendidikan, salah satu yang utama adalah penanganan anak putus sekolah.

(40)

3. Penguatan Peran sekolah

Peran sekolah yang menjadi fokus perhaian melalui dukungan BRI adalah: pendataan, penyelenggaraan kurikulum pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Pendataan yang dilakukan bukan semata pendataan ruin yang dilakukan sekolah, tapi fokus pada anak putus sekolah dan penyebabnya. Proses ini dimandatkan pada TPPK dan sekolah. Proses penangannya dapat menjadi bagian rencana kerja TPPK maupun sekolah. Sementara itu, penguatan sekolah secara khusus juga dilakukan pada sisi kurikulum dan manajemen. Pelaihan dan pertemuan bagi kepala sekolah, guru dan juga komite sekolah guru dalam memahami, menyusun dan menerapakan MBS dan KTSP menjadi perhaian yang didukung. Dua hal tersebut merupakan bagian dari indikator SPM Pendidikan Dasar. Kemajuan atas manajemen dan kurikulum tersebut diyakini akan berkontribusi menekan potensi anak putus sekolah dan menjadi daya tarik bagi anak putus sekolah untuk kembali ke sekolah.

4. Penguatan Tim Kerja Pendidian (TPPK dan BKR)

Pertemuan-pertemuan koordinasi antara TPPK dan Dinas Pendidikan menjadi satu kunci utama untuk mendorong kinerja TPPK dan sebaliknya, pemantauan kinerja Dinas Pendidikan oleh TPPK. Kuat-lemahnya TPPK juga sangat tergantung pada sistem dan mekanisme yang dikembangkan im ini. Untuk menjamin TPPK memiliki sistem, prosedur dan dukungan anggaran yang dapat mendukung program kerjanya, Proyek BASICS memfasilitasi terbentukannya kebijakan daerah yang menjamin keberadaannya serta memfasilitasi pembentukan tata kelola organisasi TPPK.

(41)

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan oleh keberadaan Program Basekolah di Kota Bitung adalah sebagaii berikut:

1. Terbitnya Kebijakan Daerah

Kebijakan terkait dengan pengentasan anak putus sekolah di Kota Bitung adalah Peraturan

Walikota Bitung Nomor 4 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Program Penanggulangan Anak Usia Sekolah Putus Sekolah. Dalam peraturan walikota tersebut memuat upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam pendataan anak putus sekolah, im kerja yang menangani anak putus sekolah di ingkat kecamatan dan kelurahan, tahapan-tahapan yang disarankan untuk dilakukan serta sumber pendanaan utama yang mendukung (APBD dan APBN).

Selain itu, Kepala Dinas Dikpora Kota Bitung juga menuangkan kebijakannya terkait dengan Tim TPPK dan kebijakan terkait petunjuk teknis bantuan siswa anak putus sekolah (retrieval). Kebijakan tersebut dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Dinas Pendi-dikan, Pemuda dan Olahraga Kota Bitung tentang pembentukan Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan (TPPK) Kota Bitung, periode Tahun 2012-2015 bagi seluruh kecamatan di Kota Bitung.

2. Peningkatan Kapasitas Sekolah

(42)

No Indikator SPM Pendidikan Dasar

kurikulum ingkat satuan pendidikan

(KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;

100% 9,9 60 100

2

Seiap satuan pendidikan

menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).

100% 20 90 100

Sumber : Dinas Dikpora Kota Bitung, 2012

3. Peningkatan Alokasi Anggaran

Komitmen pemerintah daerah dapat dilihat dari pernyataan, kebijakan dan alokasi anggaran yang dibuat. Pernyataan DPRD dan Walikota untuk menekan anak putus sekolah menjadi satu statemen yang mendorong gerakan moral di Kota Bitung, hal ini diperkuat dengan kebijakan melalui peraturan walikota. Peraturan Walikota Bitung mengikat berbagai instansi untuk mendukungnya. Salah satu implikasinya adalah komitmen pendanaan.

Meskipun seiap tahun dana pendidikan Kota Bitung cukup inggi, namun idak secara khusus menangani persoalan anak putus sekolah. Misalnya, pada APBD Tahun 2012, alokasi dana untuk sektor pendidikan dianggarkan 28,84% dari total APBD namun idak ada alokasi anggaran untuk menangani anak putus sekolah.

(43)

pembiayaan operasionalnya sampai Tahun 2015 adalah TPPK. Secara formalisik TPPK sudah menjadi satu bagian dari gerakan pemerintah daerah dalam penanganan anak putus sekolah. Secara insitusi, organisasi ini tentu akan menjadi organisasi yang diharapkan mapan dan profesional.

Tentu saja untuk kearah tersebut masih dalam proses, minimal telah terbentuk tata kelola organisasi, telah memiliki pengalaman-pengalaman organisasi dalam menangani anak putus sekolah serta keterampilan-keterampilan dalam mendukung pengembangan pendidikan melalui dukungan Proyek BASICS maupun APBD. Semua itu menjadi modal dasar bagi individu maupun organisasi TPPK itu sendiri.

Meskipun naninya program wajib belajar sembilan tahun dan penanganan anak putus sekolah akan tercapai, persoalan pendidikan tentu akan terus ada. Tentu saja TPPK yang memiliki pengalaman dan keterampilan akan lebih mudah melakukan penyesuaian-penyesuaian guna berkontribusi mendukung pemecahan masalah pendidikan. Demikian juga dengan BKR, kader pendidikan yang inggal dan menjadi bagian dari mas yarakat kelurahan, merupakan ujung tombak untuk sumber data dan informasi anak putus sekolah. Pengalaman BKR dan relasi dengan para pihak di ingkat kelurahan akan meningkatkan eksistensi BKR sebagai agen pembangunan masyarakat pada level kelurahan.

D. Pembelajaran

1. Penanganan anak putus sekolah idak bisa semata-mata ditangani oleh sekolah dan dinas pendidikan.

Pendekatan persuasif dan

kekeluargaan langsung pada keluarga anak putus sekolah jauh lebih efekif.

2. Peran pemerintah daerah dalam memperkuat otonomi sekolah terkait pendataan anak putus sekolah, kurikulum dan manajemen berbasis sekolah sangat berkontribusi langsung pada upaya percepatan pencapaian SPM dan MDGs

(44)

E. Pembiayaan

Program Basekolah cukup efekiif untuk mengembalikan anak-anak putus sekolah dengan alokasi anggaran yang relaif idak terlalu besar untuk mencapai visi besar dalam upaya mencetak kader bangsa yang lebih berkualitas. Ada iga komponen utama yang mendapatkan dukungan pendanaan dari Proyek BASICS, antara lain:

• Penguatan TPPK dan Kampanye Anak Putus Sekolah Kembali bersekolah sebesar Rp. 119.638.500;

• Pengembangan Data Anak Putus Sekolah berbasis Database Oline sebesar Rp. 40.453.500;

• Pelaihan Kurikulum untuk Pendidikan Sekolah Dasar sebesar Rp. 59.037.000.

F. Tesimoni

Herman Rompis Kepala Dinas Dikpora Kota Bitung:

Kolaborasi yang terjalin antara Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bitung dengan TPPK, kini telah membuahkan hasil yang membanggakan. Pasalnya, Pemerintah Kota Bitung telah mengalokasikan anggaran daerah sebesar 980 milyar pada APBD Perubahan Tahun

2013 setelah kolaborasi TPPK dan Dikpora melahirkan Peraturan Walikota Bitung Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penanggulangan Anak Putus Sekolah. Kini melalui upaya TPPK, telah berhasil mengembalikan 80 anak terancam putus sekolah ke sekolah formal pada tahun 2013

Dikpora Kota Bitung:

(45)

Program Sumikolah adalah sebuah gerakan bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabupaten Minahasa Utara untuk mengentaskan anak putus sekolah. Sumikolah merupakan bahasa Tombulu-Minahasa yang berari “ke sekolah”. Penggunaan bahasa lokal dimaksudkan sebagai strategi membangkitkan harga diri orang Minahasa yang menjunjung inggi nilai-nilai pendidikan.

Program Sumikolah sejalan dengan Program Wajib Belajar (Wajar) Sembilan Tahun yang dicanangkan Pemerintah pusat. Pendekatan yang dilakukan juga menekankan pada relasi sosial antara masyarakat, tokoh masyarakat desa serta aparatur pemerintah penyelenggara layanan pendidikan.

A. Masalah dan Peluang

Berdasarkan data BPS Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2011, jumlah penduduk usia sekolah untuk ingkat SMP/MTs berjumlah 10.289 jiwa. Dari jumlah tersebut tercatat 8.734 anak yang bersekolah dan 1.555 anak putus sekolah. Sementara itu pada awal Tahun 2012 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Minahasa Utara melalui dukungan Proyek BASICS melakukan survei di sepuluh kecamatan dan menemukan 642 anak usia sekolah SD/ MI dan SMP/MTs yang putus sekolah.

(46)

Berdasarkan hasil survei, penyebab utama putus sekolah adalah: masalah ekonomi, pengaruh lingkungan pergaulan serta situasi sekolah. Penyebab putus sekolah bagi anak laki-laki akibat lebih disebabkan membantu kehidupan ekonomi keluarga dan sebagian kecil karena faktor lingkungan pergaulan. Sementara hampir semua anak perempuan yang putus sekolah disebabkan oleh kesulitan ekonomi dan kurangnya dukungan orang tua untuk melanjutkan sekolah. Sementara putus sekolah akibat situasi sekolah sangat kecil sekali.

Menyikapi hasil temuan tersebut, pada tanggal 2 Mei 2012 diselenggarakan sebuah pertemuan besar dengan tajuk Ikrar Pencanangan Gerakan Sumikolah. Ikrar tersebut dibacakan langsung oleh Bupai dan Ketua DPRD, disaksik an oleh Wakil Bupai, Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah), perwakilan dari dunia usaha, orang tua murid, guru, murid dan Organisasi Masyarakat Sipil. Hal ini menunjukkan pimpinan daerah dan stakeholders terkait memiliki komitmen bersama yang kuat untuk penanganan anak putus sekolah di Kabupaten Minahasa Utara.

Gerakan Sumikolah sejalan dengan Program Nasional yaitu Wajib Belajar (Wajar) sembilan tahun yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dijamin oleh UU No. 20/2004 tentang Sisim Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Berikut beberapa langkah yang diambil dalam pelaksanaan Program Sumikolah di Kabupaten Minahasa Utara selama tahun 2011-2013.

1. Pendataan Pendidikan

Pendataan ini melengkapi pendataan reguler oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dikpora). Umumnya Dikpora melakukan pendataan berdasarkan laporan ruin sekolah, sedangkan pendataan dalam Program Sumikolah dilakukan melalui survei langsung ke masyarakat. Pendataan ini

(47)

2. Membangun Komitmen Pimpinan Daerah

Membangun komitmen pimpinan daerah merupakan langkah utama dalam pengelolaan Program Sumikolah. Hasil pendataan pendidikan dijadikan bahan untuk meyakinkan pimpinan daerah untuk berkomitmen menanganinya. Langkah ini kemudian dituangkan melalui pembacaan Ikrar Gerakan Sumikolah oleh Bupai dan ketua DPRD. Dalam kegiatan ini juga hadir berbagai pihak, seperi: Muspida (Musyawarah Pimpinan Dae-rah) perwakilan dunia usaha, orang tua murid, guru, murid dan Organisasi Masyarakat Sipil.

3. Membangun Komitmen Orang Tua, Anak Putus Sekolah, dan Pihak Sekolah

Dalam rangka membangun komitmen orangtua, anak putus sekolah, pihak sekolah, dan pemerintah desa, sebuah Tim yang terdiri dari staf Dinas Dikpora, UPTD dan OMS melakukan kunjungan ke rumah anak-anak putus sekolah. Kunjungan tersebut bertujuan untuk melakukan pendekatan pada keluarga atau orang tua/wali anak putus sekolah dan memberikan moivasi bagi anak untuk kembali bersekolah. Dalam kunjungan rumah tersebut, Tim didampingi oleh pemerintah desa setempat dan bersama-sama anak dan orang tua/walinya mendiskusikan penyebab anak putus sekolah serta mencari solusi agar anak dapat kembali bersekolah. Meskipun pendekatan tersebut bersifat kekeluargaan namun juga dilakukan proses yang sedikit formal yaitu membuat surat kesepakatan bersama untuk anak kembali bersekolah dan ditandatangani oleh orang tua, kepala sekolah, dan Kepala Desa/Lurah. Pembiayaan utama langkah ini adalah biaya transportasi im ke rumah-rumah lokasi anak putus sekolah.

4. Membangun Komitmen Pihak Swasta dan Masyarakat

(48)

3. Insenif bagi Keluarga Miskin

Dari hasil pendataan anak putus sekolah diketahui bahwa salah satu alasan anak idak bersekolah meskipun biaya sekolah grais adalah karena idak ada biaya untuk membeli perlengkapan sekolah (seragam, sepatu, tas, alat tulis). Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Dikpora dan Proyek BASICS menyediakan insenif berupa perlengkapan sekolah bagi anak-anak yang bersedia kembali ke sekolah, selain jaminan beasiswa siswa miskin dari pemerintah.

5. Mengembangkan Unit Pelayanan Pendidikan Alternaif

Dalam menyikapi kondisi dimana terdapat anak putus sekolah dari keluarga miskin yang ingin melanjutkan sekolah dengan tetap membantu perekonomian keluarga maka Dinas Dikpora memperkuat peran Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Selain melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Kejar Paket A dan Paket B) PKBM juga memberikan pelaihan keterampilan bagi warga belajarnya untuk mengembangkan usaha-usaha produkif seperi: pertanian cabe dan bawang, pengasapan ikan cakalang, pembuatan abon ikan, dll yang disesuaikan dengan potensi alam di daerah tersebut. Hasil dari usaha produkif tersebut dipergunakan untuk mendukung operasional PKBM dan menambah pendapatan warga belajar PKBM. Proyek BASICS memberikan dukungan dana simulan bagi operasional PKBM.

6. Monitoring

. Kegiatan monitoring dilakukan untuk mengetahui layanan sekolah, perkembangan PKBM, serta perkembangan anak yang telah kembali ke sekolah. Monitoring ini dilakukan oleh Dikpora melalui UPTD secara berkala. Kegiatan ini melibatkan peme-rintah desa setempat, Dewan Pendidikan serta komite sekolah.

7. Penyusunan Kebijakan Daerah yang Terkait

(49)

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan oleh keberadaan Program Sumikolah di Kabupaten Minahasa Utara antara lain sebagai berikut:

1. Ketersediaan Data Pendidikan Berbasis Masyarakat.

Secara ruin pada Tahun 2012 dan 2013 Dinas Dikpora telah memiliki data yang valid dan lengkap (by name by address) terkait anak putus sekolah, yang bersumber langsung dari masyarakat. Hal ini sangat membantu dalam proses penyusunan perencanaan dan penganggaran daerah bidang pendidikan.

2. Komitmen Pemerintah Daerah.

(50)

untuk peningkatan kapasitas PKBM, khususnya di daerah pesisir pantai dan kepulauan, serta beberapa kegiatan lain yang mendukungnya.

3. Komitmen Orang Tua dan Anak Putus Sekolah.

Melalui kunjungan dari rumah ke rumah oleh pihak Dinas Dikpora, sekolah, dan aparat desa/kelurahan, diperoleh komitmen tertulis dari para orang tua dan anak putus sekolah untuk bersedia kembali ke sekolah.

4. Komitmen Swasta dan Masyarakat.

Komitmen swasta dan masyarakat ditunjukkan dengan adanya dukungan dana dari perusahaan swasta dan organisasi kemasyarakatan seperi PT. MSM (Meares Soputan Mining), Kerukunan Perempuan Tonsea di Jakarta, dan beberapa indivdu. Dukungan ini menunjukkan masih ingginya komitmen pihak-pihak swasta maupun masyarakat luas untuk berkontribusi pada penanganan masalah pendidikan pada umumnya dan penanganan anak putus sekolah pada khususnya.

5. Kontribusi bagi beberapa indikator MDGs dan SPM Pendidikan Dasar.

Program Sumikolah ikut berkontribusi pada pencapaian beberapa target MDGs bidang pendidikan, khususnya terkait dengan parisipasi anak untuk sekolah. Sepanjang Tahun 2012-2013 ada sebanyak 416 anak dari 642 anak putus sekolah (atau sekitar 65%) yang kembali ke sekolah formal. Sementara 180 anak lainnya bergabung dengan PKBM di 3 kecamatan.

Berdasarkan data MDGs yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, terjadi peningkatan Angka Parisipasi Murni (APM).

Gambar

Tabel 1. Hasil analisa kesenjangan pembiayaan pendidikan per siswa/ tahun Kabupaten
Gambar 1. Diagram pendekatan pengembangan MBS berbasis pelayanan publik di Kota Probolinggo

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat memenuhi dalam pengumpulan data mengenai Standar Pelayanan Minimal di 12 SDN Kecamatan Mangkubumi Kota Tasikmalaya ini melalui pengisian data isian yang

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara

Ruang kelas sebagai tempat kegiatan belajar mengajar yang utama pada sebagian besar sekolah sudah sangat memadai.Hanya masih dijumpai beberapa sekolah yang belum memiliki ruang

MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGELOLAAN PROGRAM LIMA HARI SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA YOGYAKARTA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH

bahwa untuk melaksanakan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

bahwa untuk melaksanakan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Implementasi SPM Pendidikan Dasar diwujudkan dalam bentuk Program Pengembangan Kapasitas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar (Program PKP-SPM Dikdas)

Berdasarkan sensus 2018 diketahui bahwa dari 507 satuan pendidik semua gurunya sebagian besar sudah memenuhi kualifikasi akademik S1 ataupun DIV dan hanya