• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI K ASUS PENDIDIK AN ORANG TUA

D. PRAKTIK PENGASUHAN ANAK DI KELUARGA 1. Praktik Pengasuhan Anak dalam Kandungan dan Bayi

3. Praktik Pengasuhan Anak Remaja

Pengasuhan oleh para orang tua sederhana ketika anak mereka dalam masa remaja, terdapat kesamaan pola asuh, antara lain: 1) mereka memberikan kepercayaan kepada anak-anaknya untuk mengambil

keputusan dan tindakan sendiri di dalam pendidikan; 2) mereka berhasil memanfaatkan kondisi perekonomian dan sosialnya yang rendah untuk memotivasi keberhasilan anak-anaknya; 3) mereka menjaga pergaulan anak-anaknya agar berada dalam pergaulan yang positif dan sehat, dengan aktif di dalam kegiatan di masjid. Pola asuh yang demikian, khususnya menjaga pergaulan anak, menjadikan kecerdasan yang dimiliki oleh anak-anak mereka tereksplorasi secara benar, hanya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kesuksesan pendidikannya.

Keterampilan para orang tua dalam membimbing anak memasuki masa remaja pada umumnya masih rendah. Ibu Windi salah satu orang tua murid di sekolah Hobihobi di Kota Bekasi, salah satu responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Widodo, dkk mengaku belum siap sepenuhnya ketika harus menghadapi anaknya yang memasuki usia remaja, salah satu alasannya adalah karena baru menyelesaikan modul lima program parenting, dan masih tiga modul lagi. Banyak hal yang perlu diketahui dan dikuasai orang tua ketika anaknya memasuki usia remaja, sebab pada usia remaja, seorang anak mengalami banyak perubahan baik fisik maupun psikis. Pengakuan yang serupa juga disampaikan oleh ibu Imas, salah satu orang tua murid di SMPN 5 Kota Bogor, dan Ibu Alista, orang tua murid di SMPN 15 Kota Bogor, responden dalam penelitian Widodo, dkk. Dari ketiga orang tua murid di atas, mereka memiliki cara yang berbeda dalam memperoleh pengetahuan tentang mengasuh anak remaja; ibu Windi mengandalkan program parenting di sekolah anaknya, ibu Imas bertanya kepada teman yang sudah lebih dulu memiliki anak remaja, dan ibu Alista secara otodidak seperti orang pada umumnya.

Keadilan jender juga perlu diperhatikan dalam mengasuh anak dalam memasuki usia remaja. Kasus ibu Efi, salah satu orang tua murid di SMPN 5 Kota Bogor, responden dalam penelitian Widodo, dkk. sebenarnya kurang baik di dalam mendidik anak; terhadap anak laki-laki yang saat ini bersekolah di SMP, ibu Efi tidak memberikan tanggung jawab tugas rumah, namun kepada anak pertamanya yang perempuan, ibu ini memberikan tanggung jawab.

Melatih anak untuk percaya diri merupakan hal yang wajib dilakukan, namun tidak semua orang tua mengetahui dan mau mengajarkan atau melatihnya. Pengetahuan dan keterampilan semacam ini perlu diajarkan dan dilatihkan terhadap para orang tua. Kasus dalam penelitian ini membuktikan, bahwa ketika ibu Efi tidak mengajarkan dan melatihkan secara baik dalam penanaman kepercayaan diri, anak-anak ibu Efi ini terlihat lama untuk akrab dengan orang lain yang baru mereka kenal;

mereka menunggu untuk disapa terlebih dahulu. Demikian juga ibu Alista dan Ibu Naning, orang tua murid di SMPN 15 Kota Bogor, mereka juga belum dengan sengaja merencanakan dan melakukan pembelajaran agar anaknya memiliki kepercayaan diri yang baik. Namun sebaliknya, kasus ibu Imas yang dengan sengaja mengajarkan kepada anaknya untuk percaya diri, baik melalui perkataan, maupun tindakan atau mempraktikkan langsung, kedua anaknya saat ini cukup baik kepercayaan dirinya, dan termasuk anak yang berani tampil di depan umum. Praktik melatih kepercayaan diri yang dilakukan ibu Imas cukup sederhana, misalkan diminta untuk mengantarkan sesuatu, menanyakan, dan sejenisnya.

Memberikan penghargaan kepada anak remaja ketika mereka meraih suatu prestasi, tanpa memerhatikan seberapa besar prestasi yang diraihnya, dapat menimbulkan perasaan dihargai dan memotivasi anak untuk meraih prestasi yang lebih tinggi. Pemberian penghargaan dapat diberikan langsung oleh orang tua dan dapat juga oleh pihak lain. Kasus yang dialami oleh ibu Imas misalnya, anak-anaknya mendapat penghargaan dari perusahaan tempat ayahnya bekerja, sehingga orang tua cukup memberikan penghargaan melalui kata-kata.

Keakraban atau kedekatan hubungan antara orang tua dengan anak, baik secara fisik maupun secara batiniah harus dibangun. Keakraban dan kedekatan antara dua pihak dapat lebih saling memahami sehingga penyampaian tugas-tugas perkembangan yang ditargetkan orang tua dapat segera direspons oleh anak. Idealnya, kedekatan hubungan anak tersebut harus terjadi baik terhadap ibu maupun ayah. Namun dalam keadaan

terpaksa, kedekatan tersebut setidaknya dapat terjadi terhadap salah satu orang tua. Misalnya kasus pengalaman ibu Imas; Ibu Imas sangat akrab dengan anak-anaknya, karena dalam keseharian ibu Imas selalu berkomunikasi dengan anak-anaknya, sehinggga anak pun bekesempatan dan tidak segan untuk mencurahkan isi hatinya ketika menghadapi masalah.

Kurang akrabnya ayah tehadap anak-anak ternyata juga memiliki nilai positif, yaitu dapat dijadikan kontrol bagi anak-anak. Anak-anak akan

“takut” sama ayahnya ketika hendak melakukan perbuatan yang salah.

Keakraban dan keterbukaan antara anak dan Orang tua dapat menghasilkan keterbukaan, dan keterbukaan dapat mengontrol pergaulan anak. Hal ini dialami oleh ibu Khusnul, orang tua murid di SMAN 7 Kota Bogor, yang juga salah seorang responden dalam penelitian Widodo,dkk. Orang tua dapat melakukan acara bersama antara anak dan orang tua atau kumpul keluarga guna membangun keakraban.

Ketika anak memasuki usia remaja, mereka mulai menaruh hati terhadap lawan jenis. orang tua harus pandai-pandai mengatur pergaulan anak terhadap teman-teman yang berlawanan jenis. Memberikan gambaran mengenai tidak enaknya berpacaran dapat dijadikan panduan anak untuk menjaga pergaulan anak. Mengenai pacaran, ibu Imas menyarankan kepada anaknya agar berteman saja, karena berpacaran itu tidak baik; membuat malas , nilai jeblok, teman lain yang melihat akan cemburu, dan temannya akan berkurang karena cenderung dekat dengan satu orang, dan kalau putus dengan pacar akan sakit hati. Cara yang dilakukan ibu Imas tersebut, sampai saat ini masih efektif untuk mencegah anaknya berpacaran.

Untuk mencegah terjadinya salah pergaulan, orang tua harus selalu melakukan kontrol. Dalam melakukan kontrol terhadap pergaulan anak, ibu Khusnul membuat kesepakatan dengan anak dan menerapkan kewajiban kepada anaknya untuk meminta ijin orang tua ketika hendak keluar rumah atau melakukan aktivitas di luar rumah; kalau pada waktu yang sudah disepakati anak belum pulang, orang tua pasti menghubunginya melalui telepon.

Memperkuat keteguhan anak dari pengaruh negatif harus sudah dilakukan secara intensif ketika anak memasuki usia remaja. Anak usia remaja biasanya akan mencari pengakuan diri, sehingga memerlukan orang lain yang dapat menerima dirinya. Kebutuhan akan pengakuan ini yang biasanya dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan anak dalam mencapai tujuannya. Anak akan mudah sekali terpengaruh ketika hal ini tidak dilatihkan secara intensif. Bagi orang tua yang belum yakin benar akan keteguhan anaknya dari pengaruh negatif, dan terlebih anaknya berada di tempat yang jauh, orang tua dapat meminta bantuan pihak lain untuk mengawasi anaknya. Hal ini telah dilakukan oleh ibu Khusnul, yang telah menitipkan pengawasan anak pertama kepada tantenya ketika kuliah di Jakarta.

Membangun kepercayaan antara orang tua dan anak merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Menepati janji adalah cara yang efektif untuk terbangunnya rasa saling percaya. Cara ini telah dipraktikkan oleh ibu Khusnul, orang tua murid di SMAN 7 Kota Bogor, dan kalimat “janji adalah hutang yang harus dibayar” dijadikan jargon bagi keluarga ibu Khusnul.