• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri khas dari diet preeklamsia memperhatikan asupan garam dan protein (Abere, 2014). Tujuan dari pemberian diet pre-eklampsia adalah untuk:

mencapai dan mempertahankan status gizi optimal, mencapai dan mempertahankan tekanan darah agar tetap normal, mencegah dan mengurangi retensi garam dan air/cairan, mencapai keseimbangan nitrogen, menjaga agar mencegah timbulnya faktor risiko lain atau penyulit baru pada saat kehamilan atau setelah persalinan (Jalal et al., 2011).

Syarat diet pada preeklamsia harus diperhatikan: energi dan zat gizi yang diberikan secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien dalam menerima makanan; penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil, garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau air. Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 kg/minggu; protein tinggi (1 ½ -2 gram/kgBB); pemberian lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda; vitamin cukup; vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi; mineral cukup terutama calcium dan kalium; bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien; cairan diberikan 2500 ml/hari. Pada keadaan Oliguria cairan dibatasi dan disesuaikan dengan cairan yang keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan (Oladeinde et al., 2015).

Ada tiga macam pemberian diet untuk preeklamsia (Khaing et al., 2012), yaitu:

commit to user

a. Diet preeklamsia I, diet ini diberikan pada pasien dengan preeklamsia berat.

Makanan diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari sari buah dan susu.

Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari per oral dan kekurangannya diberikan secara parenteral. Karena makanan ini kurang mengandung zat gizi dan energy, maka hanya diberikan 1-2 hari saja.

b. Diet preeklamsiaII diberikan kepada preeklamsia yang penyakitnya tidak terlalu berat atau sebagai makanan peralihan dari diet preeklamsia I.

Makanan diberikan dalam bentuk saring atau lunak dan diberikan sebagai diet rendah garam I. Dalam diet ini makanan yang diberikan cukup mengandung energy dan zat gizi lainnya.

c. Diet preeklamsia III diberikan kepada pasien dengan preeklamsia ringan atau sebagai peralihan dari diet preeklamsia II. Pada diet ini makanan mengandung protein tinggi dan rendah garam. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Pada diet jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yang boleh lebih dari 1 kg/bulan. Pada diet ini makanan yang diberikan mengandung cukup semua zat gizi dan energy.

b. Umur

Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Santosa, 2013). Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilan untuk mencegah komplikasi pada masa persalinan.

Usia ibu hamil merupakan salah satu faktor terjadinya preeklamsia, berdasarkan penelitian di RSUD Dr.Moewardi Surakarta didapatkan hasil significancy sebesar 0.513 (p = 0.513) karena nilai p > 0.05 maka dapat diambil kesimpulan tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara usia dengan kejadian preklamsia (Dahlan, 2011). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2009) dengan 84 sampel terdapat 32.1% kehamilan berisiko preeklamsia pada usia < 20 dan > 35tahun.

commit to user

Menurut Sriyun (2007), pada usia berisiko tinggi (< 20 dan > 35 tahun) memiliki risiko 3.6 kali lipat mendapatkan preklamsia dibandingkan dengan wanita yang tidak berisiko. Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10%-20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak. Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2–7% dan tinggi badan 1%.

Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria, wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu tujuh kali lebih besar dari wanita berusia 20–24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklamsia atau eklamsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 tahun). Studi di RS Neutra di Colombia, Porapakkhan di Bangkok, Efiong di Lagos dan Wadhawan dan lainnya di Zambia, cenderung terlihat insiden preeklamsia cukup tinggi di usia belasan tahun, yang menjadi problem adalah mereka tidak mau melakukan pemeriksaan antenatal.

Hubungan peningkatan usia terhadap preeklamsia dan eklamsia adalah sama dan meningkat lagi pada wanita hamil yang berusia di atas 35 tahun. Usia 20-30 tahun adalah periode paling aman untuk melahirkan, akan tetapi di negara berkembang sekitar 10% sampai 20%

bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak.

Padahal dari suatu penelitian ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang anak wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-7% dan tinggi badan 1%.

Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara (Mutura et al., 2015). Wanita yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed preeklamsia. Oleh karena itu,wanita yang

commit to user

berada pada awal atau akhir usia reproduksi, dahulu dianggap rentan.

Misalnya, Duenhoelter dkk. (1975) mengamati bahwa setiap remaja nuligravida yang masih sangat muda, mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklamsia. Spellacy dkk. (1986) melaporkan bahwa pada wanita di atas usia 40 tahun, insiden hipertensi karena kehamilan meningkat tiga kali lipat (9.6 lawan 2.7%) dibandingkan dengan wanita kontrol yang berusia 20-30 tahun. Hansen (1986) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insiden preeklamsia sebesar dua sampai tiga kali lipat pada nulipara yang berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25–29 tahun.

c. Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahiran bayi yang dapat hidup. Jenis paritas bagi ibu yang sudah partus antara lain: a) Nulipara adalah : wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup ; dan b) Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang telah mencapai tahap mampu hidup.

Dari kejadian 80% semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3-8%

pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.

Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8%

preeklamsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravida. Faktor yang mempengaruhi preeklamsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda (Laxmaiah et al., 2014).

Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklamsia 3.9%, kehamilan kedua 1.7%, dan kehamilan ketiga 1.8%.

commit to user d. Persepsi Hambatan

Health Belief Model dapat dihipotesiskan dengan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan, semuanya ini tergantung atas terjadinya faktor motivasi yang cukup mengenai isu penting yang relevan mengenai kesehatan, suatu kondisi yang diyakini individu terhadap suatu penyakit atau kondisi tertentu yang dianggap sebagai ancaman, serta keyakinan individu dalam mengikuti rekomendasi kesehatan yang bermanfaat baginya dalam mengurangi ancaman dan dengan biaya yang subjektif (Irwin, et al., 1988).

Teori HBM didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Teori ini dituangkan dalam enam segi pemikiran dalam individu, yang mempengaruhi upaya dalam diri individu untuk menentukan yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan atau diketahui), perceived severity (bahayakesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan self efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya.

e. Dorongan Bertindak

Cues to action adalah strategi untuk memacu “Keadaan Siap”

seseorang dalam mempercepat tindakan yang membuat seseorang merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action juga berarti dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat. Berupa saran dokter atau rekomendasi yang telah ditemukan.

commit to user f. Kepercayaan

Suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam sutu pola tindakan yang saling mendukung. Fukuyama (2001), kepercayaan, merupakan saling mempercayai di masyarakat tersebut, saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Menurut Francois (2003), kepercayaan sebagai komponen ekonomi yang relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang akan membentuk kekayaan modal sosial.

Menurut Setiawati dan Alam (2010), kepercayaan mampu memfasilitasi masyarakat untuk saling bekerjasama dan tolong-menolong. Menurut Pretty dan Ward (2000), terdapat dua macam kepercayaan, yaitu kepercayaan terhadap individu yang dikenal, dan kepercayaan terhadap orang yang tidak dikenal, namun akan meningkat karena kenyamanan seseorang dalam pengetahuan struktur sosial. Saling percaya terhadap yang lain dalam sebuah komunitas memiliki harapan yang lebih untuk dapat berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan lingkungan (Liu et al (2014); Krisnha dan Uphoff, (1999); Jones (2005, 2010); Pretty dan Ward (2001).

g. Norma Timbal Balik

Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.

Menurut Hasbullah (2006) aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Menurut Fukuyama (2000), norma merupakan bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh birokrasi atau pemerintah.

Norma terbentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau sesuatu kelompok

commit to user

masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul modal sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Menurut Liu et al., (2014), tingkah laku modal sosial penduduk secara langsung digambarkan melalui norma, nilai dan aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

h. Jejaring Sosial

Hubungan manusia sangat berarti baginya sebagai individu. Dapat dikatakan bahwa seseorang setidaknya sebagian diartikan melalui orang yang dikenal. Secara lebih luas merupakan ikatan-ikatan diantara manusia juga berperan sebagai dinding pembatas bagi struktur-struktur sosial yang lebih luas. Ide sentral dari modal sosial adalah bahwa jaringan-jaringan sosial merupakan suatu asset yang bernilai (Field, 2005). Jaringan-jaringan menyediakan suatu basis bagi kohesi sosial karena menyanggupkan orang untuk bekerjasama satu sama lain dan bukan hanya dengan orang yang mereka kenal secara langsung agar saling menguntungkan.

Tinsley dan Lynch (2001) menyatakan bahwa kekuatan jaringan tergantung dari sudut jaringan tersebut, yaitu pertimbangan asal dan tingkatan mana jaringan tersebut. Jaringan masyarakat paling kuat dan paling tebal pada tingkat tujuan dan berlanjut menjadi lemah ketika melihat pada tingkatan daerah, nasional dan internasional. Menurut Tridico (2013), jaringan dan koneksi baik dibangun pada grup kecil dan suku dominan di Rusia. Menurut Fields (dalam Tridico, 2013), jaringan dan koneksi memiliki sisi gelap yaitu ketika dibawa pada lingkungan untuk hal-hal yang tidak terlihat dalam menjelaskan modal sosial.

Pada dasarnya, modal sosial dibangun dengan untuk mencapai tujuan. Kerjasama yang saling tercipta telah terjadinya hubungan interaksi sosial, sehingga menghasilkan jaringan kerjasama, pertukaran

commit to user

sosial, saling percaya dan terbentuknya nilai dan norma dalam hubungannya interaksi tersebut.

i. Dukungan Sosial

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan.

Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang-orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dan bantuan tersebut umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai (Sibiya et al., 2015).

Rook (1985 dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan sosial sebagai salah satu fungsi pertalian sosial yang menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada

commit to user

dengan pendapat diatas, beberapa ahli (Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Devellis, 1983; Wills, 1984 dalam Sarafino, 1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin, 1990 (dalam Smet, 1994), dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut Stanley (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan sosial, (3) kebutuhan psikis, kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan.

Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial. Kebutuhan sosial dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan dan kebutuhan psikis dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang

commit to user

tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

Dokumen terkait