• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Perubahan Sosial a. Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Perubahan Sosial a. Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 18 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Perubahan Sosial

Perubahan sosial sebagai segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang memengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perlakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soemardjan, 1962 cit Dewi, 2011). Menurut Setiadi et al., (2011) perubahan sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam perubahan struktur dan fungsi di dalam suatu sistem sosial:

a. Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial

Firth (1960) menyebutkan sebab terjadinya perubahan sosial karena penggerak tertentu dalam masyarakat yang bisa datang dari luar atau dalam masyarakat. Yang datang dari dalam adalah daya penggerak berupa pendapatan baru di lapangan teknik, perjuangan perseorangan untuk memperoleh tanah dan kekuasaan, perumusan baru dari paham-paham orang kritis yang dianugerahi bakat-bakat istimewa (para ahli atau filsuf), tekanan jumlah penduduk atas mata pencarian dan barangkali perubahan iklim. Sebab yang datang dari luar, untuk sebagian terletak dalam lingkungan pergaulan itu sendiri dan untuk sebagian lagi terletak dalam kekuatan berekspansinya peradaban.

Susanto (1985) menyebutkan bahwa, sebab-sebab timbulnya program sosial karena: (a) keadaan geografi tempat pengelompokan sosial (b) keadaan biofisik kelompok (c) kebudayaan (d) sifat anomi manusia. Keempat unsur ini saling memengaruhi dan akhirnya mempengaruhi bidang-bidang lainnya seperti teknologi, ilmu pengetahuan, organisasi dan pengetahuan masyarakat.

(2)

commit to user b. Faktor pendorong perubahan sosial

Beberapa faktor pendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu: 1) adanya kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah difusi (diffusion). Difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang perorangan yang lain atau dari masyarakat atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain, 2) adanya pendidikan formal, 3) adanya sifat menghargai hasil karya orang lain serta keinginan untuk maju, 4) toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik, 5) sistem terbuka dalam lapisan-lapisan sosialnya (open stratification), 6) adanya penduduk yang heterogen, 7) ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, 8) orientasi ke masa depan, 9) nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya, 10) adanya disorganisasi dalam masyarakat, sikap mudah menerima hal- hal yang baru.

c. Proses perubahan sosial

Beberapa bentuk proses perubahan sosial dapat disebutkan sebagai berikut: 1) proses perubahan sosial melalui evolusi sosial (social evolution), 2) proses perubahan sosial melalui mobilitas sosial (social mobility), 3) proses perubahan sosial melalui revolusi sosial (social revolution).

Bogardus (dalam Susanto, 1985) menyebutkan bahwa: 1) proses perubahan sosial melalui evolusi sosial (social evolution) merupakan perkembangan gradual, yaitu karena adanya kerjasama harmonis antara manusia dengan lingkungannya, 2) proses perubahan sosial melalui mobilitas sosial (social mobility), ialah keinginan akan perubahan yang diorganisasi sebab dari gerakan sosial ini dapat penyesuaian diri dengan keadaan (ekologi) karena didorong oleh keinginan manusia akan hidup ke dalam keadaan yang lebih baik, serta pemanfaatan dari penemuan-penemuan baru. Pada umumnya,

(3)

commit to user

gerakan sosial atau mobilitas sosial terbentuk apabila ada konsep yang jelas dan mempunyai strategi yang jelas pula. Suatu gerakan akan berakhir apabila ide para pengikutnya dirasakan telah terwujudkan atau keadaan telah berubah kembali.

Mobilitas sosial terbagi dua, yaitu mobilitas yang mendatar dan vertikal, mobilitas sosial banyak terjadi apabila terdapat hambatan- hambatan dalam perkembangannya atau apabila evolusi mengalami kegagalan disebabkan oleh tindakan dalam bidang otokrasi, terlalu banyak kepentingan antara kelompok atau pribadi, adanya kelompok yang hendak mempertahakan status ekonomi, keuangan, atau politiknya. Sebab itulah terdapat hubungan yang erat antara mobilitas sosial dengan revolusi sosial, (c) proses perubahan sosial melalui revolusi sosial (social revolution) pada umumnya ditandai oleh adanya ketidakpuasan dari golongan tertentu, dan biasanya didahului oleh tersebarnya suatu ide baru. Saat pecahnya revolusi ditandai oleh teror suatu coup d’etat. Dilihat dari segi sosialnya suatu revolusi pecah apabila dalam suatu masyarakat faktor disorganisasi lebih besar daripada faktor reorganisasi atau bila faktor-faktor adaptif lebih kecil daripada faktor non adaptif.

2. Teori Pembangunan

a. Pembangunan Masyarakat sebagai Proses Perubahan

Pembangunan menurut Mardikanto (2013) pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam arti yang luas. Pembangunan tidak terbatas hanya pada fisik saja tetapi pembangunan meliputi semua aspek kehidupan baik fisik mental, kecerdasan, moral, tatanan dan norma di dalam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan. Ada dua pendekatan pembangunan yaitu top down dan pendekatan bottom–up. Pendekatan top down merupakan blue printstrategi, yaitu pendekatan yang bersumber pada pemerintah, sehingga masyarakat hanya dianggap sebagai sasaran atau objek

(4)

commit to user

pembangunan. Pendekatan bottom–up merupakan pendekatan pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek pembaangunan, sehingga masyarakat terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi. Pendekatan bottom-up merupakan pendekaatan yang ideal dalam pembangunan yang memperlihatkan aspirasi, inisiatif, kreativitas dan mengakomodasikan kondisi sosial budaya setempat (Anwas, 2014).

Menurut Todaro (1997cit Zaman, 2015) pembangunan merupakan konsep normatif yang menyiratkan pilihan yang bertujuan untuk mencapai realisasi potensi manusia atau peningkatan kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya yang mencakup pengertian “menjadi” atau being dan “mengerjakan“

ataudoing, sedangkan pembangunan juga merupakan salah satu diantara konsep-konsep paling mendesak di zaman sekarang yang berisikan pertanyaan- pertanyaan yang sulit dijawab tentang nilai, teknik dan pilihan-pilihan. Hal tersebut mengakibatkan pembangunan terus memunculkanpertanyaan-pertanyaan klasik tentang hakikat masyarakat yang baik dan tentang pihak yang menentukan bahwa masalah pembangunan tersebut sangatlah luas dan sulit, sehingga banyak yang mengeneralisasikan penggunaan istilah pembanguan sebagai eufisme untuk perubahan, modernisasi atau pertumbuhan.

b. Pembangunan sebagai Proses Berencana

Pembangunan merupakan suatu bentuk perubahan sosial yang direncanakan karena perubahan tersebut diasumsikan suatu perubahan yang dikendalikan ke sasaran yang tepat. Pada hakikatnya perubahan terencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang direncanakan oleh seseorang individu secara individual atau yang tergabung dalam suatu lembaga-lembaga sosial. Artinya, perubahan tersebut memang menuntut dinamika masyarakat untuk mengantisipasi keadaan–

keadaan di masa mendatang yang diduga akan mengalami perubahan melalui pengumpulan data, baik yang aktual maupun yang potensial

(5)

commit to user

dan menganalisisnya, kemudian dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan di masa mendatang (Mardikanto 2013 cit Zaman 2015).

Mardikanto (2013) juga mengatakan bahwa perubahan terencana selalu menuntut adanya perencanaan, pelaksanaan, kegiatan yang direncanakan, evaluasi terhadap perencanaan dan hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Disamping itu, perubahan terencana tidak hanya memerlukan sumber daya tetapi juga memerlukan berupa modal, perubahan tersebut hanya terwujud jika dilaksanakan oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dapat diandalkan dan sering memerlukan kelembagaan tertentu.

Muhi et al., (1993 cit Mardikanto, 2013) mengemukakan kajian tentang pembangunan memiliki beberapa pendekatan teoritis, yaitu:

1) Teori evolusi, yang mengacu kepada evolusi peradaban yang dikemukakan oleh Darwin yang menyebutkan bahwa setiap komunitas akan mengalami perubahan dari kehidupan yang sangat sederhana ke arah yang semakin kompleks, sebagai akibat dari perubahan-perubahan sosial, ekonomi, kependudukan, geografi, rasial, teknologi, maupun ideologi.

2) Teori perubahan sosial

Durkheim (1964), menyatakan bahwa pembangunan terjadi sebagai akibat adanya perubahan struktur sosial dalam bentuk

“pembagian pekerjaan”. Redfield (1947) menyatakan bahwa pembangunan terjadi karena terjadinya perubahan masyarakat tradisional kearah masyarakat perkotaan.

3) Teori stuktur fungsional

Pembangunan terjadi karena adanya perubahan status dari suatu interaksi sosial yang terjadi dalam: (a) adaptasi terhadap kebutuhan situasional, (b) pencapaian tujuan, (c) integrasi

(6)

commit to user

ataupengaturan tata-hubungan, dan (d) pola pemeliharaan atau pengurangan ketegangan dari pola budaya tertentu.

4) Teori ekonomi

Pembangunan terjadi karena beberapa kondisi ekonomi yang mencakup: (a) hasil pendapatan, (b) tingkat produktivitas, (c) tingkat kehidupan, (d) sikap dan pranata, dan (e) rasionalitas.

5) Teori konflik yang dicetuskan oleh Marx (1919-1883) menyatakan bahwa pembangunan terjadi karena adanya konflik atau pertentangan kepentingan ekonomi antar kelas, yaitu pemodal (yang berkuasa) dan kelas yang tertindas (buruh).

6) Teori ekologi, dikemukakan oleh Odum (1971) tentang hubungan antar manusia dengan lingkungannya (fisik dan sosial).

Menurutnya, pembangunan terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang melimpah, maupun optimasi pemanfaatan sumberdaya yang semakin terbatas.

7) Teori ketergantungan yang berkembang di Amerika Latin sebagaimana dilaporkan oleh Frank (Wiber, 1979), yaitu negara maju mendominasi negara yang belum berkembang sedemikian rupa, sehingga pembangunan di negara yang negara maju sangat tergantung kepada kehendak atau kebutuhan negara maju yang menjadi “penjajah”nya.

3. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Bidang Kesehatan

a. Pengertian Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam rangka pencapaian kemandirian kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan unsur penting yang tidak bisa diabaikan.

Pemberdayaan kesehatan di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan

(7)

commit to user

kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Achmadi, 2013).

Pengertian pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Memampukan masyarakat,

“dari, oleh, dan untuk” masyarakat itu sendiri (Nurbeti, 2009).

Berkaitan dengan pemberdayaan yang mendorong masyarakat mandiri, Clark (2002) menyebutkan bahwa suatu masyarakat dapat disebut mandiri secara kesehatan jika memiliki beberapa kemampuan, yaitu: (1) mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan,(2) mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi yang ada, (3) memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan dan (4) meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.

Apabila dilihat dari perkembangan adopsi pemberdayaan ke dalam konsep promosi kesehatan terdapat beberapa tonggak pencapaian, diantaranya sebagai berikut:

1) Piagam Ottawa (1986) menyatakan bahwa “partisipasi adalah elemen utama dalam definisi promosi kesehatan” pada saat yang sama berkembang pendekatan gerakan “kota sehat” dengan pendekatan promosi kesehatan.

2) Wallerstein dan Bernstein (1988) menyatakan bahwa pendidikan pemberdayaan masyarakat diadopsi untuk meningkatkan efektivitas pendidikan kesehatan.

(8)

commit to user

3) Wallerstein (1992) mengatakan bahwa pemberdayaan diadopsi ke dalam promosi kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas program, dan menjaga kelestarian (sustainability program).

4) Deklarasi Jakarta (1997) berbunyi bahwa keberdayaan dari individu-individu sebagai tujuan dari promosi kesehatan promosi kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan individu untuk mengontrol tingkah laku dan lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan. Pemberdayaan dapat dilihat sebagai upaya promosi kesehatan.

5) Nutbeam (1998) mengatakan bahwa pemberdayaan adalah inti dari promosi kesehatan.

b. Tujuan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan di Bidang Kesehatan

Tujuan pemberdayaan di bidang kesehatan adalah masyarakat, baik secara individu, keluarga, dan kelompok atau komunitas mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan kemampuan masyarakat hidup sehat, memang sektor kesehatan tidak dapat berjalan sendiri, dan harus melakukan kerjasama atau kemitraan dengan sektor lain (Angsar, 2010). Tiga syarat dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu:

1) Kesadaran dan kejelasan serta pengetahuan tentang yang akan dilakukan.

2) Pemahaman yang baik tentang keinginan berbagai pihak (termasuk masyarakat) tentang hal-hal tempat dan orang yang akan diberdayakan.

3) Adanya kemauan dan keterampilan kelompok sasaran untuk menempuh proses pemberdayaan.

c. Lingkup Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Mardikanto (2013), ada tiga upaya dalam pemberdayaan masyarakat, yang disebutnya sebagai tribina, yaitu:

(9)

commit to user 1) Bina manusia

Merupakan upaya utama yang harus diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Di samping itu, manusia merupakan unsur yang paling unik, sebab selain sebagai sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku itu sendiri.

2) Bina usaha

Suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan, sebab bina manusia yang tanpa memberikan pengaruh dan manfaat bagi perbaikan kesejahteraan tidak akan laku dan bahkan menambah kekecewaan. Sebaliknya, hanya bisa manusia yang mampu dalam waktu dekat memberikan pengaruh manfaat bagi perbaikan kesejahteraan yang akan laku atau dukungan dalam bentuk partisipasi.

3) Bina lingkungan

Selama ini pengertian lingkungan seringkali dimaknai sekedar lingkungan fisik, terutama yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan fisik, tetapi dalam praktik perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh.

Mardikanto (2013) menambahkan pentingnya bina kelembagaan karena dari ketiga bina tersebut di atas akan terwujud seperti yang diharapkan bila didukung oleh efektivitas beragam kelembagaan yang diperlukan.

d. Strategi Promosi Kesehatan dalam Pemberdayaan di Bidang Kesehatan

Parson (dalam Suharto, 2009) menyatakan bahwa proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif. Dalam Piagam Ottawa ketrampilan individu dapat meningkat dalam keikutsertaan program pemberdayaan masyarakat. Tidak ada literatur yang menyatakan bahwa pemberdayaan terjadi dalam satu lawan satu karena hal ini bukan strategi utama pemberdayaan. Namun, tidak semua intervensi pekerja sosial dapat dilakukan secara kolektif.

(10)

commit to user

Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan dalam tiga level, yaitu: mikro, meso, dan makro.

1) Level mikro, pemberdayaan ini dilakukan secara individu terhadap klien melalui bimbingan, konseling, stres management, crisis, intervention.

2) Level meso, pemberdayaan dilakukan terhadap klien yang berkelompok. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.

3) Level makro, pemberdayaan ini mempunyai sasaran yaitu perubahan sistem lingkungan masyarakat yang lebih luas. Strategi pendekatan yang digunakan seperti perumusan kebijakan, perencanaan sosial, aksi sosial, lobiyying, manajemen konflik, kampanye dan lain sebagainya.

e. Tingkat Promosi Kesehatan dalam Pemberdayaan di Bidang Kesehatan

Menurut Darmawan (2016), untuk mengukur tingkat pemberdayaan masyarakat diukur dari tujuh komponen potensi masyarakat, yaitu: (1) keberadaan tokok masyarakat dan kader kesehatan, (2) keberadaan organisasi masyarakat termasuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat, (3) kesediaan dana masyarakat, (4) kesediaan sarana dan materi dari masyarakat, (5) tingkat pengetahuan masyarakat, (6) kesediaan teknologi dari masyarakat, dan (7) pembuatan keputusan oleh masyarakat.

f. Penerima Manfaat

Mardikanto (2013) mengganti istilah “sasaran penyuluhan”

menjadi penerima manfaat mengandung makna bahwa berbeda dengan kedudukannya sebagai “sasaran”, masyarakat sebagai penerima manfaat memiliki kedudukan yang setara dengan penentu kebijakan, fasilitator, dan pemangku kepentingan pembangunan yang lain.

(11)

commit to user

Penerima manfaat tidak berada dalam posisi bawah melainkan memiliki arti kebebasan untuk mengikuti ataupun menolak inovasi yang disampaikan oleh penyuluhnya. Proses belajar yang berlangsung antara penyuluh dan penerima manfaat bukanlah bersifat vertikal melainkan proses belajar bersama yang partisipatif (Mardikanto, 2013).

4. Promosi Kesehatan

a. Sejarah Promosi Kesehatan

Menurut World Health Organization (1948) kesehatan adalah sebuah keadaan fisik, sosial dan mental kesejahteraan dan tidak ada satupun penyakit atau kelemahan. Dalam konteks promosi kesehatan, kesehatan telah dianggap sebagai abstrak dan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dapat dinyatakan dalam istilah fungsional yang memungkinkan orang untuk menjalani hidup secara individual, sosial, dan ekonomi produktif. Kesehatan adalah sumberdaya bagi kehidupan sehari- hari yang menekankan sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik, sesuai dengan konsep kesehatan sebagai hak asasi manusia. Piagam Ottawa menekankan pra-syarat untuk kesehatan yang meliputi perdamaian, sumber daya yang memadai ekonomi, makanan dan tempat tinggal, dan ekosistem yang stabil dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pengakuan ini menyoroti hubungan tak terpisahkan antara kondisi sosial dan ekonomi, lingkungan fisik, gaya hidup individu dan informasi kesehatan. Hal ini dimensi spiritual dari kesehatan semakin diakui, kesehatan dianggap oleh World Health Organization sebagai hak asasi manusia, dan dengan demikian semua orang harus memiliki akses ke sumberdaya dasar untuk kesehatan.

Sebuah pemahaman yang komprehensif tentang kesehatan menyiratkan bahwa semua sistem dan struktur yang mengatur kondisi sosial dan ekonomi dan lingkungan fisik harus mempertimbangkan implikasi dari kegiatan mereka dalam kaitanya dengan dampaknya

(12)

commit to user

terhadap kesehatan individu kesejahteraan secara kolektif. Definisi promosi kesehatan menurut WHO Regional Office for Europa (1985) sebagai: “The Process of Enabling People to Control Over and Improve Their Health” (proses yang memungkinkan seseorang untuk menjaga dan meningkatkan kesehatannya). Promosi kesehatan merupakan proses sosial dan politik yang komprehensif, tidak hanya mencakup tindakan di arahkan untuk memperkuat ketrampilan dan kemampuan individu tetapi juga tindakan yang diarahkan untuk perubahan kondisi sosial, lingkungan dan ekonomi sehingga dapat meringankan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan individu.

Untuk meningkatkan kontrol atas faktor-faktor penentu kesehatan dan untuk meningkatkan kesehatan diperlukan partisipasi untuk mempertahankan tindakan promosi kesehatan. Piagam Ottawa mengidentifikasi tiga strategi dasar untuk promosi kesehatan, yaitu: a) advokasi untuk meningkatkan usaha yang penting dalam kesehatan, b) memungkinkan semua orang untuk mencapai potensi kesehatan, c) mediasi antara kepentingan yang berbeda untuk masyarakat dalam mengejar kesehatan. Strategi ini didukung oleh lima prioritas yang dituangkan dalam piagam Ottawa untuk promosi kesehatan, yaitu: a) membangun kebijakan publik yang sehat, b) menciptakan lingkungan yang mendukung bagi kesehatan, c) memperkuat aksi masyarakat untuk kesehatan, d) mengembangkan ketrampilan pribadi, dan e) pelayanan kesehatan re-orientasi.

Pada abad ke-21 (1997) Deklarasi Jakarta mengidentifikasi lima prioritas promosi kesehatan yaitu: 1) promosi kesehatan merupakan tanggungjawab sosial, 2) meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan, 3) memperluas kemitraan untuk promosi kesehatan, 4) meningkatkan kapasitas masyarakat dan memberdayakan individu, 5) mengamankan infrastruktur untuk promosi kesehatan. Lawrence Green (1984) merumuskan definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan

(13)

commit to user

ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Dari batasan ini jelas, bahwa promosi kesehatan pendidikan kesehatan plus, atau promosi kesehatan adalah lebih dari pendidikan kesehatan. Promosi kesehatan bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.

Visi promosi kesehatan tidak lepas dari UU Kesehatan No.23/1992, maupun WHO (1994), yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental, dan sosial sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. Misi promosi kesehatan secara umum ada tiga butir, yaitu: 1) Advokat (advocate), 2) Menjembatani (mediate), dan 3) Memampukan (enable). Konferensi internasional promosi kesehatan di Ottawa Canada pada tahun 1986 menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Dalam Piagam Ottawa tersebut dirumuskan pula strategi baru promosi kesehatan yang mencakup lima butir, yaitu: 1) Kebijakan berwawasan kebijakan (healthy public policy), 2) Lingkungan yang mendukung (supporting environment), 3) Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient helath service), 4) Keterampilan individu (personnel skill), 5) Gerakan masyarakat (community action).

Menurut London (1988), promosi kesehatan adalah sebuah konsep sosial dan politik yang bertujuan meningkatkan kesehatan, memperpanjang hidup dan meningkatkan kualitas hidup diantara seluruh populasi melalui promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan bentuk lain dari intervensi kesehatan, kesehatan masyarakat mempunyai tujuan menekankan pendekatan yang berbeda secara signifikan dengan deskripsi dan analisis faktor-faktor penentu kesehatan, dan metode pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Kesehatan ini dibedakan atas dasar pemahaman yang komprehensif tentang cara gaya hidup dan kondisi hidup menentukan status kesehatan, pengakuan dari kebutuhan untuk memobilisasi sumber daya dan membuat investasi suara dalam kebijakan,

(14)

commit to user

memelihara dan melindungi kesehatan oleh supporting gaya hidup sehat dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi kesehatan.

Status kesehatan individu atau populasi dipengaruhi oleh faktor- faktor kesehatan terjadi secara interaktif, promosi kesehatan secara fundamental berkaitan dengan aksi dan advokasi untuk mengatasi berbagai macam faktor penentu berpotensi dimodifikasi kesehatan, tidak hanya yang terkait dengan tindakan individu, seperti perilaku kesehatan dan gaya hidup, tetapi juga faktor-faktor seperti pendapatan dan status sosial, pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kerja, akses pelayanan kesehatan yang tepat, dan lingkungan fisik. Menurut Geneva (1996) strategi global WHO mencapai kesehatan untuk semua secara fundamental diarahkan untuk mencapai kesetaraan yang lebih besar dalam kesehatan diantara populasi dan negara yang menyiratkan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan dan menjagannya, melalui akses sumber kesehatan yang adil. Ekuitas dalam kesehatan adalah tidak samadengan kesetaraan dalam status kesehatan, status kesenjangan dalam individu dan populasi konsekuensi yang tak terelakkan dari perbedaan genetik, kondisi yang berbeda sosial dan ekonomi, atau akibat dari pilihan gaya hidup pribadi. Ketidakadilan terjadi sebagai akibat dari perbedan dalam kesempatan yang mengakibatkan, misalnya dalam akses terhadap pelayanan kesehatan, makanan bergizi, perumahan yang layak dan sebagainya.Dalam ketidaksetaraan status kesehatan sehingga timbul ketidakadilan didalam status kehidupan.

b. Model dan Teori Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan di Bidang Kesehatan

Model merupakan perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual, karena model tidak bisa menceritakan perincian atau detail kenyataan tersebut, melainkan hanya porsi atau bagian-bagian tertentu yang penting saja, atau yang merupakan sosok kunci atau key features (Amirin, 2011; Eriyatno, 2003; Simatupang, 1995). Oleh karena itu,

(15)

commit to user

ukuran keberhasilan pembuatan model bukanlah ditinjau dari besar dan rumitnya model, tetapi berdasarkan kecukupan jawaban terhadap permasalahan yang dianalisis (Boland, 2004).

Berikut ini merupakan tabel tentang model promosi kesehatan:

Tabel 2.1 Teori dan Model Promosi Kesehatan

No Teori /Model Ringkasan Konsep kunci

Level Interpersonal

1 Pembelajara sosial/ teori kognitif sosial

(social learning/ social cognitive theory)

Perubahan perilaku

kesehatan adalah hasil dari

hubungan timbal balik antara lingkungan, faktor pribadi, dan atribut dari perilaku itu sendiri. Self- efficacyadalah salah satu

karakteristik yang paling

pentingyang menentukan perubahan perilaku

• Efikasi diri (self-efficacy)

• Determinisme timbal balik (reciprocal determinism)

• Kemampuan tingkah laku (behavioral capability)

• Harapan hasil (outcome expectations)

• Pembelajaran

observasi(observational learning)

2 Teori tindakan beralasan (theory ofreasoned action)

Untuk perilaku yang ada dalam kontrol diri seseorang, niat perilaku memprediksi aktual

tingkah laku. Niat ditentukan oleh dua - faktor-sikap terhadap perilaku dankeyakinan tentang dukungan orang lain

• Sikap terhadap perilaku

• Ekspektasi hasil(outcome expectations)

• Nilai hasilharapan (value of outcome expectations)

• Norma subjektif (subjective norms)

• Keyakinan orang lain (beliefs of others)

• Keinginan untuk mematuhi lainnya (desire to comply with others)

(16)

commit to user

No Teori /Model Ringkasan Konsep kunci

terhadap perilaku 3 Teori perilaku yang

direncanakan (theory of planned behavior)

Kontrol yang dirasakan orang terhadappeluang, sumber daya, dan keterampilan yang

dibutuhkanuntuk melakukan perilaku

memengaruhi niat perilaku, seperti halnya dua faktor dalamteori tindakan

beralasan (theory of reasoned action).

• Sikap terhadap tingkah laku

• Hasil ekspektasi

• Nilai hasil harapan

• Norma subyektif

• Keyakinan orang lain

• Keinginan untuk mematuhi lainnya

• Persepsi kendali perilaku (perceived behavioral kontrol)

4 Dukungan sosial (social Support)

Sering

dimasukkan ke dalam intervensi promosi

kesehatan, dukungan sosial dapat menjadi instrumental, informasi, emosional, ataumenilai (memberikan umpan balik danpenguatan perilaku baru)

• Dukungan instrumental (instrumental support)

• Dukungan informasi (informational support)

• Bantuan emosional (emotional support)

• Dukungan penilaian (appraisal support)

Tingkat Komunitas 5 Model

pengorganisasianmasyarakat (community

organization model)

Petugas kesehatan masyarakat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah

kesehatan dan sosial, dan

• Perencanaan sosial (social planning)

• Pengembangan lokalitas (Locality development)

• Aksi sosial (social action)

(17)

commit to user

No Teori /Model Ringkasan Konsep kunci

merencanakan serta menerapkan strategi

mengatasi masalah tersebut Komunitas aktif partisipasi sangat penting

6 Pendekatan ekologis

(ecological approaches) Intervensi yang efektif harus memengaruhi beberapa tingkat karena kesehatan dibentuk oleh banyak subsistem lingkungan, termasukkeluarga, komunitas,

tempat kerja, kepercayaan dan tradisi, ekonomi, fisik dan

lingkungan sosial

Beberapa tingkat mempengaruhi :

• Intrapersonal

• Interpersonal

• Kelembagaan

• Masyarakat

• Kebijakan publik

7 Teori perubahan organisasi (organizational change theory)

Proses dan strategi tertentu dapat

meningkatkan kemungkinan bahwa kebijakan dan program yang sehatakan

diadopsi

dandipertahankan dalam organisasi formal.

• Definisi masalah (tahap kesadaran, awareness stage)

• Inisiasi tindakan (initiation of action)(tahap adopsi, adoption stage)

• Implementasi perubahan (implementation of change)

• Pelembagaan

perubahan(institutionalizati on of

• change) 8 Teori difusi inovasi

(diffusion of innovations theory)

Orang, organisasi, atau masyarakat mengadopsi ide, produk, atau perilaku baru di tingkat yang berbeda, dan

• Keuntungan relatif (relative advantage)

• Kesesuaian (compatibility)

• Kompleksitas (complexity)

• Keterujian (trialability)

• Keteramatan (observability)

(18)

commit to user

No Teori /Model Ringkasan Konsep kunci

tingkat adopsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat diprediksi

Sumber: Rowan Frost, CHES, MPH Mel & Enid Zuckerman College of Public Health University ofArizona (2008)

Studi ini mengadopsi teori tentang model promosi kesehatan Model Perencanaan dan Evaluasi Program dari Green dan Kreuter (1999). Health Believe Model (Becker, 1998) Teori of Planned Behaviour, (Ajzen, 1991) dan Theory Social Cognitif, Bandura (1986).

a. Model Perencanaan dan Evaluasi ProgramPromosi Kesehatan (Green dan Kreuter, 1999)

Gambar 2.1Model Perencanaan dan Evaluasi Program (Sumber: Health Promotion Planning, 3rd ed., Mayfield, 1999)

Berdasarkan model tersebut dapat ditelaah bahwa perilaku manusia dari tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu: faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk oleh tiga faktor:

(19)

commit to user

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, terwujud dalam pendidikan, umur, paritas, pengetahuan ibu, Body Mass Index. Menurut World Health Organization Commission on Social Determinants of Health (2005 cit. Keleher et al.,2009) terdapat lima kunci penentu kesehatan salah satunya adalahpendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat memacu pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain, kuantitas ANC di Puskesmas, kualitas ANC di Puskesmas, penggunaan ANC ibu hamil, deteksi dini, dan tindakan segera.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, antara lain modal sosial (jejaring sosial, kepercayaan, normatimbal balik), dukungan sosial (finansial, instrumental, emosional, dan informasional).

b. Health Believe Model

1) Sejarah Health Belief Model

Pada tahun 1950-an peneliti kesehatan publik Amerika Serikat mulai mengembangkan suatu model yang memiliki target indikasi untuk program edukasi kesehatan. (Hochbaum 1958; Rosenstock 1966). Tapi psikolog sosial Amerika Serikat ini mendapati masalah dengan sedikit orang yang berpartisipasi dalam program pencegahan dan deteksi penyakit.

Penelitian yang terus berkembang melahirkan model kepercayaan sehat atau Health Belief Model. Irwin Rosenstock (1974) adalah tokoh yang mencentuskan Health Belief Model untuk pertama kali bersama Hochbaum (1958). Mereka mengembangkan dengan menggunakan kerentanan yang dirasakan untuk penyakit TB. Kegels (1963) menunjukkan hal yang serupa mengenai kerentanan yang dirasakan untuk masalah gigi yang parah dan perhatian untuk mengunjungi dokter gigi menjadi tindakan preventif sebagai salah satu solusi masalah gigi.

(20)

commit to user

Dalam model pengembangan ini digunakan untuk mengatasi faktor- faktor yang menjadi prediktor dan respons seseorang terhadap gejala penyakit. Pada tahun 1974, Becker memperluas model tersebutdalam usaha untuk mempelajari perilaku seseorang terhadap diagnosis yang ditegakkan, khususnya kepatuhan (compliance) dengan regimen pengobatan. HBM juga merupakan model yang sering digunakan untuk memperjelas perilaku pencegahan penyakit (preventive health behaviour). Pada tahun 1952, Hochbaum mencari faktor pendorong dan faktor penghambat dari masyarakat untuk datang memeriksakan diri pada program skrining TBC yang disebabkan secara cuma-cuma di daerah tersebut dengan menggunakan mobile X-ray unit, yang mencangkup keyakinan bahwa mereka rentan terhadap TBC, serta keyakinan mereka ada manfaat menjadi deteksi dini.

Dalam studi ini, Hochbaum mendapat korelasi dengan derajat kemaknaan yang tinggi antara tindakan menjalani skrining dengan dua hal di antara yaitu:

a) Persepsi mereka rentang kerentanan terhadap penyakit.

b) Persepsi mereka tentang manfaat yang akan diperoleh bila menjalani suatu tindakan tertentu.

Dari dua faktor tersebut ternyata persepsi tentang manfaat yang diperoleh Hochbaum juga berpendapat bahwa kesediaan untuk melakukan deteksi dini penyakit juga berpengaruh oleh faktor lain, khususnya oleh “cues to action” seperti kegiatan yang secara fisik terlihat, atau publikasi secara media.Teori Health Belief Model ini didasari oleh teori Kurt Lewin. Conner: 2003 dalam bukunya menuliskan bahwa hubungan antara prinsip hidup sehat yang benar dengan perilaku sehat ini mengikuti terminiologi konsep (1951) mengenai valensi yang menyambungkan bahwa perilaku dapat berubah lebih atraktif atau kurang atraktif.

2) Definisi Health Belief Model

Dewasa ini banyak ditemui berbagai macam penyakit yang tidak diketahui sebabnya, masyarakat merasa sehat namun pada dasarnya jiwanya sakit. Konsep asli yang mendasari HBM adalah bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh keyakinan pribadi atau persepsi tentang penyakit atau

(21)

commit to user

strategiyang tersedia untuk mengurangi terjadinya penyakit (Hochbaum, 1958). Persepsi pribadi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan intrapersonal.

Health Belief Model (Teori Model Kepercayaan Kesehatan) adalah suatu perubahan perilaku kesehatan dari model psikologis. Munculnya teori health model ini didasarkan pada pemahaman kenyataan bahwa problem seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan.

Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, adalah:

a) Kesiapan individu untuk mengubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

b) Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.

c) Perilaku itu sendiri

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku dapat memberikan keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasi perubahan perilaku, dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa.

Health Belief Model dapat dihipotesiskan dengan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan, kesemuanya ini tergantung atas terjadinya faktor motivasi yang cukup mengenai isu penting yang relevan mengenai kesehatan, suatu kondisi yang diyakini individu terhadap suatu penyakit atau kondisi tertentu yang dianggap sebagai ancaman, serta keyakinan individu dalam mengikuti rekomendasi kesehatan yang bermanfaat baginya dalam mengurangi ancaman dan dengan biaya yang subjectif (Irwin, et al 1988).

Teori Health BeliefModel didasarkan pada pemahaman bahwa seseorang akan mengambil tindakan yang akan berhubungan dengan kesehatan. Teori ini dituangkan dalam enam segi pemikiran dalam individu, yang mempengaruhi upaya dalam diri individu untuk

(22)

commit to user

menentukan apa yang baik bagi dirinya, yaitu perceived susceptibility (kerentanan yang dirasakan/ diketahui), perceived severity (bahaya/

kesakitan yang dirasakan), perceived benefit of action (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang diambil), perceived barrier to action (hambatan yang dirasakan akan tindakan yang diambil), cues to action (isyarat untuk melakukan tindakan). Hal tersebut dilakukan dengan tujuan self efficacy atau upaya diri sendiri untuk menentukan yang baik bagi dirinya.

Gambar 2.2 Health Belief Model

(Sumber :Rosenstock, Strecher, & Becker, 1998) Keenam komponen Health Belief Model tersebut ialah:

Perceived susceptibility (merasa rentan), adalah kepercayaan seseorang dengan menganggap dirinya menderita penyakit adalah hasil dari melakukan perilaku terentu. Perceived susceptibility juga diartikan sebagai perceived vulnerability yang berarti kerentanan yang dirasakan yang merujuk pada kemungkinan seseorang dapat terkena suatu penyakit. Perceived susceptibility ini memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat. Jika

Faktor Sosiodemografi ( Misalnya, pendidikan , usia, jenis kelamin , ras, etnis)

Ancaman Dirasakan kerentanan (atau penerimaan diagnosis)

Dirasakan keparahan Kondisi kesehatan yang buruk

Harapan

* Manfaat yang dirasakan tindakan (minus)

* Persepsi hambatan untuk bertindak

* Perceived self-efficacy untuk melakukan tindakan

Isyarat untuk tindakan

* Media

* Pengaruh Pribadi

* Pengingat

Perilaku

untuk mengurangi ancaman

berdasarkan harapan

(23)

commit to user

persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi.

Perceived severity (merasa berat), adalah kepercayaan seseorang tentang kondisi bagaimana menyebarnya suatu penyakit serius dan seberapa berbahayanya penyakit sehingga menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Hal ini berarti perceived severity berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima individu. Perceived severity juga memiliki hubungan yang positif dengan perilaku sehat. Jika persepsi keparahan individu tinggi, maka ia akan berperilaku sehat.

Perceived benefits (merasakan manfaat), adalah kepercayaan terhadap kemanjuran atau keampuhan dari metode yang disarankan untuk mengurangi risiko penyakit dari dampak yang serius. Perceived benefits secara ringkas berarti persepsi keuntungan yang memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat. Individu yang sadar akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin.

Perceived barriers (merasakan rintangan), adalah kepercayaan seseorang tentang kenyataan mengenai harga dari perilaku yang dilakukan. Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan atau persepsi menurunnya kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat. Hubungan Perceived barriers dengan perilaku sehat adalah negatif. Jika persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka periaku sehat tidak akan dilakukan.

Cues to action (pedoman untuk bertindak), adalah strategi untuk memacu

“keadaan siap” seseorang dalam mempercepat tindakan yang membuat seseorang merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action juga berarti dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat.Berupa saran dokter atau rekomendasi yang telah ditemukan.

Perceived self efficacy (kemampuan diri), adalah kepercayaan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri. Self efficacy berguna dalam menjaga proteksi kesehatan. Hal ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting sebagai

(24)

commit to user

kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self efficcay dibagi menjadi dua yaitu outcome expectancy seperti menerima respon yang baik dan outcome value seperti menerima nilai sosial.

c. Theory of Planned Behaviour/ Teori Perilaku Terencana (TPB)

Theory of Planned Behaviour dikembangkan oleh Ajzen (1987) mengungkapkan bahwa niat perilaku selain dipengaruhi oleh variabel sikap (attitude toward behaviour) dan norma-norma subjektif (subjective norms), juga dipengaruhi oleh variabel kontrol keperilakuan yang dirasakan (perceived behavioral control). Teori ini dikemukakannya karena teori yang ada sebelumnya, yaitu theory of reasoned action (teori perilaku yang beralasan) menurutnya hanya menekankan pada rasionalitas perilaku seseorang dan bahwa tindakan yang ditargetkan berada dalam control kesadaran orang tersebut, sebagai contoh “Saya tahu saya dapat berhenti merokok, jika saya memang menghendakinya” namun dalam kenyataannya, beberapa perilaku tidak dalam kontrol kesadaran yang penuh dari orang tersebut. Berdasarkan argumen di atas, maka sebenarnya Ajzen melalui teorinya itu termasuk untuk menyempurnakan model dasar yang ada pada teori theory of reasoned action (teori perilaku yang beralasan) tersebut dengan cara memperluas atau menambahkan variabel baru untuk memberikan perhatian pada konsep kemauan sendiri. Disamping itu, kemunculan teorinya ini dimasudkan sebagai suatu alternatif untuk memprediksi perilaku secara lebih akurat. Dengan demikian, teori perilaku terencana (theory of planned behaviour). Itu merupakan pengembangan dari teori perilaku yang beralasan (theory of reasoned action).

Selanjutnya, untuk lebih memudahkan dalam memahami teori perilaku terencana (theory of planned behaviour) tersebut, di bawah ini akan dijelaskan secara lebih terperinci beberapa unsur (komponen) yang membentuk teori tersebut. Penjelasan ini akan meliputi uraian dari tiap-tiap

(25)

commit to user

unsur (komponen), dari hubungan dengan aspek-aspek lain maupun hubungan yang terjadi antar komponen tersebut.

Gambar 2.3 Theory of Planned Behaviour (Sumber: Ajzen, 1991, 2002) 1) Sikap

Para ahli psikologi sosial sudah sejak lama memberikan difinisi sikap (attitude), seperti Thomas dan Znanieeke (1918), Waaston (1930), Thurston (1931), Allport (1935), Fishbein dan Ajzen (1975), Himmelfarb dan Eagly (1974), Guire (1986) dan masih banyak lagi yang lainnya.

Menurut Thurstone, yang menggunakan pendekatan satu komponen, sikap dipandang sebagai “affect” bagi atau melawan suatu objek psikologis.

Sementara, definisi sikap yang diberikan Allport masih banyak dipakai dan tetap relevan sampai sekarang.

Menurut, Allport yang menggunakan pendekatan dua komponen, sikap didefinisikan sebagai suatu kondisi mental dan natural tentang kesiapan, terorganisasi melalui pengalaman, mengupayakan suatu pengaruh yang terarah dan dinamis pada respon individu terhadap semua objek dan situasi yang terkait. Sikap dapat dipandang sebagai keseluruhan evaluasi (Engel,Blackwell dan Miniard, 1995). Sifat yang penting dari sikap adalah kepercayaan. Sikap yang didorong oleh kepercayaan biasanya lebih bisa diandalkan untuk membimbing perilaku.

Keyakinan perilaku

Sikap menjelang tingkah laku

Keyakinan

normatif Norma

subjektif

Keyakinan kontrol

Perilaku control yang

dirasakan

Niat Perilaku

(26)

commit to user

Sikap itu merupakan kecenderungan psikologis dan noural yang terarah dan bersifat dinamis, yang terbentuk oleh pengalaman, dari seorang individu terhadap semua objek dan situasi yang berhubungan (Dharmmesta, 1997). Dalam konteks perilaku masyarakat, sikap merupakan kecenderungan pembelajaran untuk konsisten (suka atau tidak suka) terhadap obyek yang diberikan (Schiffman danKamuk, 1994).

a) Tiga komponen sikap

Menurut Assael (1995), sikap (attitude) terdiri atas tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.

Gambar 2.4 Komponen Sikap (Sumber: Assael, 1995)

Kesadaran manusia (person’s cognition) merupakan pengetahuan dan persepsi yang diperoleh dari pengalaman langsung dengan sikap- objek dan informasi lain dari berbagai sumber (Schiffman dan Kanuk, 1994). Komponen kognitif berupa keyakinan terhadap sistem pelayanan kesehatan penyediaan dan penggunaan pelayanan antenatal. Emosi atau perasaan masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan komponen afektif (Schiffman dan Kanuk, 1994).

Komponen konotatif merupakan kecenderungan masyarakat untuk bertindak terhadap suatu objek tentu. Komponen ini diukur dalam konteks niat masyarakat untuk menggunakan sistem pelayanan kesehatan

b) Norma subyektif

Menurut Mowen (1995; kompilasi pendapat Martin Fishbein), norma-norma subjektif menilai yang diyakini oleh para masyarakat yang seharusnya mereka kerjakan menuntut anggapan. Dengan kata

Komponen kognitifBrand

Beliefs

Komponen afektif Brand Evaluation

Komponen konotatif Intert on to buy

Perilaku

(27)

commit to user

lain, norma-norma subyektif memasukkan pengaruh-pengaruh yang kuat dari kelompok-kelompok penganjur ke dalam perumusan pada perilaku. Dalam kaitannya dengan perilaku, norma-norma subyektif adalah sebagai faktor sosial yang menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau perilaku (Dharmmesta, 1998).

Norma-norma subjektif lebih kuat pengaruhnya terhadap niat pada orang-orang yang berorientasi pada keadaan (state-oriented people) bila dibandingkan dengan orang-orang yang berorientasi pada tindakan (action-oriented people). Hal ini terjadi karena norma-norma subjektif mengandung unsur kognitif yang kuat yang didasarkan pada harapan-harapan yang dipertimbangkan dari orang lain yang dianggap berarti.

c) Kontrol perilaku yang dirasakan

Perilaku yang di rasakan merupakan kondisi di mana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit di lakukan. Ini mencakup juga pengalaman masa lalu disamping rintangan-rintangan yang ada, yang dipertimbangkan oleh orang tersebut (Dharmmesta, 1998). Masalah kontrol keperilakuan (behavior control) hanya dapat terjadi dalam batas-batas tindakan tertentu, dan tindakan lain terjadi karena pengaruh faktor-faktor di luar kontrol seseorang. Dengan demikian, secara terbatas dapat dikatakan bahwa perilaku yang sangat diniati itu merupakan tujuan yang dianggap paling baik yang pencapaiannya bergantung pada suatu tingkat ketidakpastian tertentu, baru kita dapat berbicara tentang perilaku, yaitu unit tujuan, dan niat sebagai rencana tindakan dalam mencapai tujuan keperilakuan tersebut (Ajzen, 1987).

Pengaruh yang kemungkinan muncul dari control keperilakuan yang dirasakan untuk mencapai tujuan-tujuan keperilakuan dimasukkan ke dalam teori perilaku terencana (theory of planned behavior), meskipun besar kontrolnya yang ada dalam situasi tertentu tidak langsung ditunjukkan. Niat terutama mencerminkan kemauan

(28)

commit to user

seseorang untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan control yang dirasakan sangat memperhatikan beberapa kendala realistis yang mungkin ada.

d) Niat

Niat terkait erat dengan sikap dan perilaku. Niat dapat terjadi sebagai reaksi kearah perilaku yang didorong oleh suatu sikap tertentu atau variabel yang lain. Beberapa aspek niat yang patut mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut:

1) Niat dianggap “penangkap“ atau perantara faktor-faktor motivasi yang mempunyai dampak pada suatu perilaku.

2) Niat menunjukkan seberapa keras seseorang berani mencoba.

Aspek ini menunjukkan bahwa niat sudah diwujudkan dalam bentuk adanya suatu tindakan perilaku.

3) Niat juga menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk dilakukan.

d. Teori Sosial Kognitif

Teori sosial kognitif merupakan teori tentang perubahan perilaku manusia. Albert Bandura, menyatakan dalam teorinya yaitu, identifikasi perilaku manusia sebagai interaksi dari faktor manusia (person), perilaku (behavior) dan lingkungan (environmental). Interaksi dari ketiga faktor ini saling mempengaruhi antara satu dengan faktor lainnya, secara terus menerus.

Interaksi manusia dan perilakunya melibatkan pengaruh faktor pemikiran dan tindakan seseorang. Sedangkan interaksi antara manusia dengan lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dan kemampuan secara kognitif yang berkembang dari pengaruh lingkungan. Dan terakhir interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia yaitu melibatkan pengaruh perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungan yang saling berkaitan.

(29)

commit to user

Gambar 2.5 Model Konsep Teori Sosial Kognitif ( Sumber : Bandura. A,1986,2004)

Lingkungan mengacu pada faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang terdapat lingkungan sosial dan fisik seperti anggota keluarga, teman dan kolega. Lingkungan fisik adalah ukuran ruangan, suhu atau ketersediaan makanan tertentu. Lingkungan dan situasi membentuk kerangka konsep memahami perilaku. Situasi mengacu pada gambaran mental dan kognitif dari lingkungan yang mungkin mempengaruhi perilaku seseorang. Lingkungan membentuk model untuk perilaku. Bandura mengatakan teori kognitif sosial adalah proses belajar dengan cara menterjemahkan informasi tentang tingkah laku dan lingkungannya ke dalam simbol-simbol untuk mendorong melakukan suatu tindakan nyata.

Dasar teori sosial kognitif adalah bahwa seseorang belajar tidak hanya belajar dari pengalaman mereka sendiri, tetapi juga dengan mengamati tindakan orang lain dari hasil dari tindakan tersebut. Ada enam konsep penting dalam teori SCT, yaitu:

1) Reciproal determinism (determinan timbal balik)

Artinya bahwa perubahan perilaku ditentukan dari interaksi antara manusia dan lingkungannya.

2) Behavioral capability (kemampuan berperilaku)

Artinya jika seseorang akan melakukan suatu perilaku maka dia harus tahu perilaku apa itu dan memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Keluaran ekspektasi Sosial fisik Pembelajaran diri

Keyakinan diri

Tujuan Kemampuan

berperilaku Faktor sosial dan

budaya/kesukaran / halangan / hambatan

(30)

commit to user

a) Symbolising capability: kemampuan manusia dalam memproses pengalaman menjadi simbol-simbol.

b) Forethoughts (pemikiran ke depan): sebagian besar perilaku manusia diatur oleh pemikiran antisipatifnya (cara orang mengantisipasi konsekuensi perbuatannya)

c) Vicarious cavability: proses belajar manusia melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain.

d) Self regulatory cavability (mengatur diri sendiri): kemampuan manusia untuk mengevaluasi perilakunya sendiri sehingga dapat menentukan perilaku selanjutnya.

e) Self reflective cavability (kemampuan refleksi diri): orang dapat menganalisis pengalaman dan menentukan proses berpikirnya sudah memadai atau belum.

3) Ecpectation (harapan)

Harapan merupakan sesuatu yang diharapkan seseorang sebagai hasil dari perubahan perilaku. Dengan kata lain, imbalan yang diinginkan. Harapan merupakan nilai positif dari perilaku yang diinginkan.

4) Reinforcement (dorongan)

Merupakan tanggapan terhadap perilaku seseorang yang dapat meningkatkan kesinambungan perilaku. Dorongan terhadap harapan akan memberikan motivasi untuk melanjutkan program.

5) Self efficacy (keyakinan diri)

Adalah konsep inti dalam pelaksanaan teori kognitif sosial promosi kesehatan. Menurut teori ini, harapan hasil dan keyakinan sangat penting dalam mengubah perilaku. Seseorang dengan self efficacy yang tinggi atau lebih percaya diri terhadap kemampuan mereka dalam melakukan perubahan perilaku akan berusaha melakukannya dengan mudah, dengan intensitas yang lebih besar dan lebih mantap merespon kegagalan awal daripada orang dengan self efficacy yang rendah.

(31)

commit to user 6) Cara manusia belajar berperilaku

Dapat dilakukan dengan dua cara:

a) Observation learning (melalui pengamatan)

Sebagian besar perilaku manusia dan keterampilan kognitif dipelajari melalui pengamatan model. Merupakan kemampuan untuk belajar dengan mengamati orang lain. Dalam melakukan pengamatan seseorang dapat melihat keberhasilan dan kegagalan serta dampak positif dan negatif dari hasil pengamatan.

b) Enactive learning (belajar dari pengalaman)

Orang memerlukan kognisi untuk mengembangkan tindakan yang terampil dengan adanya pengalaman yang positif dan negatif merupakan fasilitas untuk menterjemahkan pengetahuan dari hasil pengamatan menjadi perilaku baru.Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi individu dan grup, mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), karakteristik individu (personal characteristic) saling berinteraksi. Kemudian pengalaman perilaku baru yang terbentuk akan menuntut pribadi tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam aplikasi dari teori ini, faktor-faktor tersebut adalah: (a) Perhatian (anttention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) karakteristik pengamat: kemampuan indera, minat, persepsi, penguatan sebelumnya; (b) Penyimpangan atau proses mengingat (retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan symbol, penguatan motorik;(c) Reproduksi motorik (reproduction), mencakup: kemampuan fisik, kemampuan meniru, kekuatan umpan balik; dan (d) Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (motivation).

(32)

commit to user a. Model Kognitif Sosial

Pratkanis dan Greenwald belum lama ini telah memberikan dorongan kepada penekanan dalam model kognitif sosial, mereka mendefinisikan sikap sebagai evaluasi orang terhadap suatu objek melalui berpikir.

Sikap terhadap objek digambarkan dalam memori dengan:

1) Label objek dan tata cara yang menempel pada label objek tersebut 2) Evaluasi singkat terhadap objek tersebut

3) Struktur pengetahuan yang mendukung evaluasi

Penjelasan memori diri Fungsi

Gambar 2.6 Model sosial kognitif struktur, sikap dan fungsi (Sumber: Pratkanis dan Greenwaid, 1989)

b. Kelebihan Teori Bandura

Teori Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut.

Bandura memandang tingkah lakumanusia bukan semata-mata refleks atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.

Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak-anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak-anak, faktor sosial dan kognitif.

Label untuk objek Evaluasi ringkasan

Pendukung struktur pengetahuan

Membuat perubahan dunia Heuristic- strategi sederhana

untuk menilai objek Menyelenggarakan skema dan guedes memori untuk

acara

(33)

commit to user 5. Variabel Penelitian

a. Preeklamsia

1) Preeklamsia pada Ibu Hamil a) Pengertian preeklamsia

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.

Pembagian preeklamsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab sering kali ditemukan penderita dengan preeklamsiatinggi dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Gambaran klinik preeklamsiabervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sulit untuk menentukan gejala preeklamsia mana yang timbul terlebih dahulu (Main et al, 2001).

Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir protenuira, sehingga dengan gejala- gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeklamsia.

Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling penting. Namun, penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini bila menderita sudah mengeluh dengan adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.

b) Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklamsiabila mempunyai faktor-faktor predisposisi, yaitu: (1) nuli para, (2) kehamilan ganda, (3) Usia < 20 atau > 35 tahun, (4) Riwayat preeklamsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya, (5) riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklamsia, (6) Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes mellitus yang sudah ada sebelum kehamilan, dan (7) Obesitas.

(34)

commit to user c) Faktor risiko yang mungkin berperan

Melalui pendekatan safe motherhood, terdapat peran determinan yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklamsia atau eklamsia yang menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping pendarahan dan infeksi persalinan.Determinan tersebut dapat dilihat melalui determinan proksi/dekat (proximate determinants), determinan antar (intermnediate determinants), dan determinan kontekstual (contextual determinants).

(1) Determinan proksi/dekat

Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi preeklamsiaberat, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut.

(2) Determinan intermediate

Yang berperan dalam determinan intermediate antara lain:

(3) Status reproduksi

Usia 20-30 tahun periode paling aman untuk hamil/ melahirkan, akan terjadi di negara berkembang sekitar 10%-20% bayi dilahirkan dari ibu remaja yang sedikit lebih besar dari anak-anak.

(a)Paritas

Dari kejadian 80% semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3- 8% pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.

(b) Kehamilan ganda

Preeklamsiadan eklamsia tiga kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105 kasus kembar dua didapat 28.6%

preeklamsiadan satu kematian ibu karena eklamsia.

a) Faktor genetika

Terdapat bukti bahwa preeklamsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklamsia atau mempunyai riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarga.

(35)

commit to user (1) Status kesehatan

(a) Riwayat preeklamsia

Hasil penelitian Supriandono et al. menyebutkan bahwa terdapat 83 (50.9%) kasus preeklamsia mempunyai riwayat eklamsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7.3%) mempunyai riwayat preeklamsia berat.

(b) Riwayat hipertensi

Salah satu faktor predisposing terjadi preeklamsia atau eklamsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vascular hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial.

(2) Status gizi

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berbeda dalam badan sekitar 15%

dari berat badan, maka makin gemuk seseorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berat makin berat pula fungsi pemompa jantung sehingga dapat menyumbangkn terjadi preeklamsia.

(a) Stres/ cemas

Meskipun di beberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian preeklamsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah.

b) Perilaku sehat

(1) Pemeriksaan antenatal

Preeklamsiadan eklamsia merupakan kompilaksi kehamilan berkelanjutan, oleh karena itu, melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklamsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini sehingga dapat mengurangi kejadian keakitan.

(36)

commit to user (2) Penggunaan alat kontasepsi

Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga mempunyuai kontribusi cukup besar terhadap kematian ibu terkomplikasi, namum perkiraan kontribusi pelayan KB terhadap kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetri lainnya, antara lain eklamsia adalah 20%.

1) Determinan kontekstual a) Tingkat pendidikan

Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proes perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak pendidikan yang didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif. Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan dirinya.

b) Faktor sosial ekonomi

Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi berhubungan dengan angka kenaikan preeklamsia. Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik akan jarang menderita preeklamsia, bahkan setelah faktor ras turut dipertimbangkan. Tanpa memperdulikan hal tersebut preeklamsia yang diderita oleh wanita dari keluarga mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa, seperti halnya eklamsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh.

(37)

commit to user c) Pekerjaan

Aktivitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah. Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Semakin tambahnya usia kehamilan akan berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan.

d) Patofisiologi

Mochtar (1999) menjelaskan bahwa pada pre-eklampsia terjadi pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air.

Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen anteriole sedemikian sempitnya, sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Dengan demikian, jika semua arterioladi dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan naik, sebagai usah untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi, sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.

Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.

e) Tanda dan Gejala

Tanda-tanda preeklamsia biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejala- gejala subyektif, pada preeklamsiaditemukan sakit kepala di daerah frotal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan muntah-muntah (Mumbare and Rege, 2011).

Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul.

(38)

commit to user 1) Preeklamsia ringan

a) Definisi

Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivitas endotel.

b) Diagonis

Diagonis preeklamsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/ atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

(1) Hipertensi: sistolik/ diastolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak digunakan lagi sebagai kriteria preeklamsia.

(2) Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstic.

(3) Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

c) Manajemen untuk preeklamsia ringan

Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan, bagaimana:

1) Sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi medikamentosa.

2) Sikap terhadap kehamilannya, berarti mau diapakan kehamilan ini

a) Apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?

Disebut perawatan kehamilan “konservatif” atau

“ekspektatif”

b) Apakah kehamilan akan di akhiri (diterminasi)?

Disebut perawatan kehamilan “aktif” atau agresif”

Referensi

Dokumen terkait

untuk mendapatkan hasil yang baik dalam belajar sehingga prestasi yang didapat..

Nah, bagi kamu yang berada di kawasan Jakarta, Bogor, Bandung, Purwakarta dan sekitarnya memilih Taman Wisata Matahari sebagai tempat membuat event atau acara besar khusus kelompok

Tanpa disadari kita (manusia/user) telah berinteraksi/berdialog dengan sebuah benda (layar monitor), yaitu dalam bentuk menekan tombol berupa tombol angka dan huruf yang ada

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan subsektor rokok yang listing dan perusahaan delisting tahun 2009 ± 2013 di Bursa Efek Indonesia, serta

Setelah studi perbandingan biaya pada proyek yang dijadikan obyek penelitian, sesuai dengan research question atau rumusan masalah “apa dan bagaimana” pada bab I, maka

Pembelajaran seni budaya yang dapat mengembangkan kreativitas siswa SMA, khususnya melalui seni patung tentunya banyak dimensi yang harus diperhitungkan.Untuk itu

Untuk dapat mengetahi jumlah persediaan barang dengan tepat maka perlu dibangun sebuah perancangan prediksi persediaan barang atau produk, dimana perancangan ini dapat

sedangkan 5 ranking tertinggi Jawa Timur 5 rangking tertinggi adalah Kota Probolinggo, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kota Kediri dan lima