• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Preparasi sampel alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh

Pengambilan simplisia dilakukan di Pantai Drini, Gunung Kidul,

Yogyakarta. Simplisia alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh diperoleh dari petani alga pada tanggal 23 Maret 2007 pada pukul 16.00 – 17.00 WIB. Menurut

petani, saat pengambilan simplisia temperatur air sekitar 27º-30º C, cuaca

mendung dan gerimis. Hal tersebut perlu diketahui sebab menurut Yates dan

Peckol (1993) parameter lingkungan seperti salinitas, ketersediaan nutrisi dan

cahaya, irradiasi UV, dan intensitas herbivora dapat mempengaruhi kadar

phlorotannin (cit., Koivikko, 2005).

Selanjutnya simplisia alga coklat yang didapat diidentifikasi dengan

bantuan dari Laboratorium Sistematika Tumbuhan (Fakultas Biologi UGM,

Yogyakarta). Dengan kesimpulan bahwa simplisia alga coklat termasuk dalam

ordo Fucales, familia Sargassaceae, genus Sargassum, spesies Sargassum cymosum C. Agardh. (lihat lampiran 1).

Simplisia Alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang berupa epifit, pasir

(silikat), dan benda-benda asing yang ikut terbawa saat proses pengambilan

simplisia. Pengotor-pengotor harus dihilangkan sebab dapat mengganggu hasil

analisis. Senyawa silikat dapat membentuk kompleks molibdat yang berupa

H6[SiMo12O40].n H2O dari reagen Folin Ciocalteau dalam suasana asam sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

bila tidak dihilangkan akan mengganggu dalam analisis sampel (Auterhoff dan

Knabe, 1978).

Alga coklat Sargassum tumbuh dalam habitat laut yang terdiri dari bermacam- macam species alga. Maka perlu dilakukan sortasi untuk memisahkan

spesies alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh dari species alga coklat Sargassum yang lain. Pemisahan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik dari alga coklat Sargassum cymocum C. Agardh yaitu thallus pendek berwarna coklat, daun panjang dan bentuk kantung udara yang bergerigi. Sortasi dilanjutkan dengan

membuang bagian akar dengan bantuan pisau atau gunting. Hal ini untuk

menghilangkan materi asing berupa karang yang masih melekat pada akar

tumbuhan alga. Saat sortasi juga ditemukan senyawa kalsium berupa butiran

kapur berwarna putih yang merupakan hasil kalsifikasi tumbuhan alga. Akan

tetapi Ca bukanlah reduktor sehingga tidak dapat mereduksi reagen Folin

Ciocalteau, dan kalsium disini tidak akan mengganggu proses analisis.

Setelah simplisia yang dikumpulkan benar-benar merupakan alga coklat

Sargassum cymosum C. Agardh, maka selanjutnya simplisia diproses dalam autoklaf pada suhu 100º C selama 30 menit untuk menginaktivasi enzim

polimerase yaitu Polyphenol Oxydase (PPO). Menurut Mustapha dan Ghalem (2007), enzim PPO dapat menjadi inaktif dengan direbus dalam air panas pada

100º C selama 1,5 menit.

Enzim PPO mengkatalisis hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol, yang selanjutnya dapat mengkatalisis oksidasi o-difenol menjadi o-kuinon. Polimerasi o-kuinon menghasilkan pigmen berupa senyawa polifenol. Jika enzim PPO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

inaktif maka proses polimerasi fenol akan terhenti dan tidak akan terbentuk

polimer polifenol yang lebih panjang. Proses oksidasi fenol oleh enzim PPO

dapat digambarkan sebagai berikut:

HO HO O O o-quinone HO O O

Enzim PPO Enzim PPO

Gambar 4. Proses oksidasi fenol oleh enzim polifenol oksidase (PPO)

Setelah proses inaktivasi dengan menggunakan autoklaf, simplisia

kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 90º C agar benar-benar kering

sehingga mudah dihancurkan menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Tujuan penyerbukan disini adalah untuk memperluas bidang permukaan butiran

serbuk dan denga n demikian bidang kontak serbuk dengan cairan pengekstraksi

dapat ditingkatkan. Semakin kecil ukuran serbuk maka akan semakin optimal

proses ekstraksi karena banyak terjadi sel-sel yang rusak, yang kandungannya

dapat diambil langsung oleh cairan pengekstrak. Akan tetapi serbuk yang sangat

halus juga tidak menguntungkan, sebab cairan pengekstraksi akan sulit dipisahkan

dengan penyaringan dari sisa yang tertinggal setelah proses ekstraksi selesai.

Maka setelah diblender, serbuk diayak agar memiliki derajad halus 20/30. Proses ini dilakukan supaya pembasahan serbuk dapat baik sehingga penyarian dapat

berjalan dengan optimal.

Selanjutnya serbuk di tetapkan kadar airnya dengan metode Karl Fischer.

Kadar air harus di kontrol di bawah 10% sebagaimana disebutkan dalam Materia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

Medika Indonesia (MMI) untuk simplisia tanaman pada umumnya. Hal ini karena

kandungan air memungkinkan terjadinya kontaminasi mikrobial. Selain itu reaksi

hidrolitik oleh air dapat pula mengakibatkan cepatnya perusakan bahan aktif.

Prinsip penetapan kadar air dengan metode Karl Fischer adalah reaksi kuantitatif

antara larutan anhidrat belerang dioksida dengan iodium dengan adanya dapar

yang bereaksi dengan ion hidrogen. Reaksi ini merupakan reaksi redoks dimana

iod akan mereduksi garam dioksida dan iod sendiri mengalami oksidasi.

Kelebihan metode Karl Fischer adalah spesifik mengukur kadar air dalam sampel,

jumlah sampel yang digunakan untuk analisis relatif sedikit, dan hasilnya akurat.

H2O + I2 + SO2 2HI + SO3 (3) SO2 I2 N O2S O H2O CH3OH N N HI N H SO4CH3 N O2S O + + + 3 2 + +

Gambar 5. Reaksi penetapan kadar air dengan Karl Fischer (Evans, 2002)

Kadar air yang terukur dari serbuk alga dengan 3 kali replikasi sebesar

3,7%; 3,5%; dan 2,7%. Sehingga hasil penetapan kadar airnya adalah 3,3 ± 0,5 %

dan memenuhi syarat untuk simplisia kering menurut MMI.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

B. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik

Salah satu kandungan mikronutrien dari tumbuhan alga coklat adalah

polifenol yang dikenal sebagai phlorotannin yang berbeda dari polifenol pada tumbuhan terestrial (Burtin, 2003)

Tujuan dilakukannya uji polifenol adalah untuk memperkuat bukti adanya

kandungan polifenol dalam alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh. Adanya polifenol ditunjukkan dengan warna hijau-biru yang terjadi pada filtrat alga

setelah ditetesi pereaksi FeCl3.

Hasil pengamatan sampel serbuk alga coklat Sargassum cymosum C. Agardh menunjukkan hasil positif mengandung senyawa polifenol. Sebelum

penambahan FeCl3 filtrat ekstrak alga coklat berwarna kuning pucat. Warna biru

yang terjadi setelah penambahan FeCl3 dikarenakan terbentuknya kompleks ion

Fe3+ dengan gugus- gugus fenol. Hasil uji polifenol ditunjukkan pada tabel I

berikut:

Tabel I. Hasil uji kandungan senyawa polifenol serbuk alga Sargassum cymosum C. Agardh

Warna sebelum reaksi Warna sesudah reaksi

Kuning pucat biru gelap di bagian tengah (+)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29 HO OH OH FeCl3 HO Fe3+ O H O O OH O OH HO 3 + + 3HCl OH

phloroglucinol kompleks berwarna biru-ungu

Gambar 6. Reaksi pembentukan kompleks gugus fenolik dan FeCl3

Adanya senyawa fenol berupa tannin juga ditunjukkan dengan

terbentuknya endapan setelah penambahan gelatin maupun setelah penambahan

gelatin dan NaCl. Penambahan NaCl dapat meningkatkan kepekaan reaksi

sehingga akan dihasilkan endapan dalam jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan penambahan gelatin saja. Endapan terjadi karena kemampuan tannin

menyamak kulit. Selain itu tanin memiliki afinitas yang kuat terhadap gelatin

sehingga gelatin mengalami presipitasi. Ikatan yang terjadi antara tannin dan

gelatin merupakan ikatan hidrogen dan terdapat interaksi hidrofobik sehingga

endapan yang terbentuk bersifat reversible.

C. Isolasi CrudePhlorotannin

Serbuk alga ditimbang lebih kurang 80 g kemudian diekstraksi dengan

metode soxhletasi dengan cairan penyari metanol. Dipilih metode soxhletasi untuk efisiensi penyari dan phlorotannin masih dapat dipertahankan hingga suhu 170°C dilihat dari sifat fisika-kimia monomernya yaitu phloroglucinol. Metanol

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar. Metanol

memiliki gugus hidroksil sehingga mampu membentuk ikatan hidrogen

intramolekular dengan gugus hidroksil pada senyawa fenolik sehingga polifenol

cenderung larut dalam metanol. Ekstraksi dihentikan sampai cairan penyari

benar-benar jernih untuk memastikan semua senyawa polar telah larut dalam

metanol. Akan tetapi hal tersebut tidak menjamin bahwa seluruh kandungan

phlorotannin telah larut dalam metanol dengan sempurna. Untuk itu sebenarnya perlu dilakukan optimasi terhadap lama waktu soxhletasi. Namun dalam penelitian ini hal tersebut tidak dilakukan dan soxhletasi berlangsung selama 56 jam. Kemudian hasil soxhletasi diuapkan pelarutnya menggunakan vacuum rotary evaporator agar diperoleh ekstrak kental.

Selanjutnya dilakukan fraksinasi terhadap ekstrak metanol kental dengan

menggunakan pelarut kloroform dan air sehingga terjadi pemisahan menjadi 2

lapisan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan berat molekul (BM) dimana fraksi

metanol-air lebih ringan daripada fraksi kloroform. Kloroform merupakan pelarut

yang cenderung non polar dibanding dengan metanol-air, sehingga memiliki

kecenderungan menarik kandungan non polar seperti lipid (Padda, 2006).

Sedangkan metanol-air cenderung menarik kandungan polar karena sifatnya yang

lebih polar dibandingkan kloroform.

Lapisan bawah (fraksi kloroform) dibuang dan lapisan atas (fraksi

metanol-air) difraksinasi kembali dengan etil asetat sebanyak 2 kali. Fraksinasi

dilakukan secara berulang dengan jumlah pelarut sedikit dimaksudkan untuk

mengefektifkan permurnian artinya senyawa yang diinginkan akan didapatkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

dalam jumlah yang lebih banyak. Fraksi etil asetat dikumpulkan dan diuapkan

pelarutnya untuk selanjutnya ditetapkan kadarnya secara kolorimetri dengan

reagen Folin Ciocalteau.

Dokumen terkait