• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pretreatment Lignoselulosa

Struktur lignoselulosa yang tersusun atas matriks selulosa dan lignin yang berikatan melalui rantai hemiselulosa, harus dipecah sehingga lebih mudah dihancurkan oleh enzim selama proses hidrolisis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan enzim menghidrolisis bahan lignoselulosa diantaranya kandungan lignin dan hemiselulosa dan tingkat kekristalan selulosa. Oleh karena itu pretreatment diperlukan untuk (1) menghilangkan lignin, (2) menurunkan tingkat kekristalan selulosa sehingga meningkatkan fraksi amorf selulosa, dan (3) meningkatkan porositas material [23]. Proses pretreatment lignoselolosa dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Proses pretreatment lignoselulosa [23]

Beberapa teknologi pretreatment yang telah banyak digunakan dan dikembangkan antara lain (1) secara fisika (mekanik dan pirolisis) (2) fisika-kimia

(steam explosion, liquid hot water, dan explosion), (3) kimia (alkali, larutan

asam, pelarut organik), (4) biologi (jamur), dan (5) kombinasi dari proses-proses di atas. Perkembangan teknologi pretreatment dewasa ini mengarah kepada teknologi yang efektif, hemat energi, dan hemat biaya. Salah satu teknologi yang

13

ditawarkan adalah perendaman dalam cairan ionik, merupakan pretreatment

secara kimia [23].

Penggunaan cairan ionik sebagai pelarut ternyata memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion yang digunakan dan juga tergantung pada kation yang digunakan [7]. Reaksi pemutusan ikatan lignoselulosa dengan ChCl dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

2.6 SELULOSA

Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan beta 1,4 atau 1,4 beta glukosidase. Molekul lurus dengan unit glukosa rata- rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawan menurut satu sumbu. Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap struktur tanaman [8].

Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf [8]. Adapun struktur selulosa dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.5 Struktur Selulosa [8]

2.7 HEMISELULOSA

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Derajat polimerisasi hemiselulosa dapat mencapai 200. [8]

14

Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Ikatan di dalam rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu berkaitan dengan gugus hidroksil , , dan dari molekul yang lain. Hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi struktur larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya [8]. Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar 2.6, yaitu :

Gambar 2.6 Struktur Hemiselulosa [8]

2.8 LIGNIN

Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000. Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan ester (C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon. [8]

Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya bersifat kaku (rigrid). Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanilin [8]. Rumus struktur molekul lignin dapat dilihat pada gambar 2.7, yaitu :

15

;

Gambar 2.7 Struktur molekul lignin [8]

Mekanisme pemutusan senyawa lignin yaitu dimana gugus basa dari larutan pemasak (NaOH) mendegradasi atau menyerang alfa dan beta lignin. Lignoselulosa terdegradasi tersebut tidak stabil, sehingga memicu terjadinya kondensasi yang menyebabkan putusnya ikatan lignin dari hemiselulosa dan selulosa [22].

2.9 CAIRAN IONIK (IONIC LIQUID)

Cairan ionik (ionic liquid) adalah garam yang berwujud cair pada suhu kamar atau di bawah suhu kamar dan bentuk lelehannya secara keseluruhan tersusun dari ion-ion, terdiri dari kation organik dan anion organik atau anorganik [8]. Sebagai spesi ionik (kation dan anion), cairan ionik tidak mengandung molekul atau spesi netral dan memiliki titik leleh relatif rendah, umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik memiliki kriteria yang diharapkan sebagai material yang ramah lingkungan. Cairan ionik pada awalnya dikembangkan oleh para elektrokimiawan untuk digunakan sebagai elektrolit pada baterai atau untuk logam. Cairan ionik menjadi material penting dan menarik karena memiliki karakteristik tertentu, seperti tekanan uap dapat diabaikan, tidak mudah terbakar, stabilitas termal yang tinggi, titik leleh yang rendah, cairan yang memberikan rentang temperatur yang luas, dapat mengontrol daya campur senyawa-senyawa organik. Cairan ionik telah digunakan pada berbagai bidang diantaranya sebagai elektrolit pada sel surya, biokatalis, elektrolit/sel bahan bakar [18].

16

Disebut cairan ionik karena didalamnya spesi ioniknya sangat dominan dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan cairan ionik yang bervariasi. Yang paling populer adalah garam alkilimidazolium, mungkin karena kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis. [9]

2.9.1 Sifat fisika dan kimia

Sifat fisika dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan kation, anion, dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air bisa diatur dengan gugus alkil R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan menurunkan kelarutan dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya, seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat, heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida [18].

Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya, viskositas dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500 cP dalam suhu ruang. Garam dengan anion bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas terendah dalam rentang tadi. Cairan ionik merupakan fluida Newtonian [18]. Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu, cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400 °C sehingga bisa diaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik [18].

Cairan ionik berbeda dengan garam cair (molten salts) yang memiliki titik leleh dan viskositas tinggi, umumnya berwujud cair pada suhu kamar, mempunyai viskositas relatif lebih rendah dan relatif tidak bersifat korosif. Seperti juga garam cair, cairan ionik seluruhnya terdiri atas ion-ion (kation dan anion) dengan titik leleh relatif rendah di bawah 100 °C, walaupun umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik mempunyai rentang cair sangat lebar; tidak menguap (non volatile); tidak terbakar (non flammable); stabilitas panas, kimia, dan elektrokimia tinggi

17

(dalam bebarapa kasus mempunyai stabilitas termal sampai 400 °C); nilai tekanan uap yang dapat diabaikan; kemampuan melarutkan senyawa organik dan anorganik relatif tinggi [5].

2.9.2 Aplikasi Cairan Ionik

Aplikasi cairan ionik sangat luas di antaranya dalam bidang elektrokimia, bidang teknik, dan sintesis senyawa kimia. Pada bidang teknik proses, cairan ionik digunakan sebagai fluida teknik seperti sebagai cairan pengemban panas, pelumas, surfaktan, dan kristal cair. Cairan ionik yang terdiri dari kation anion juga berpotensi sebagai inhibitor korosi karena berpotensi sebagai penguat adsorpsi dengan gaya elektrostatiknya. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah inhibisi korosi baja lunak oleh cairan ionik alkilimidazolium dalam media HCl yang dilakukan oleh Zhang, dan Hua, pada tahun 2008 [5].

2.9.3 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride)

Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin klorida dapat dibuat dengan metilasi dimethylethanolamine dengan metil klorida [20]. Kolin Klorida adalah cairan yang digunakan untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa. Keuntungan kolin klorida dibandingkan pelarut lainnya yaitu lebih mudah larut, harganya ekonomis, dan biodegradable [20]. Struktur kolin klorida dapat dilihat pada gambar 2.9, yaitu :

18

BAB III

METODOLOGI

Dokumen terkait