• Tidak ada hasil yang ditemukan

← akar primer ← akar sekunder

← akar sekunder

(A) (B)

Gambar 11 Arsitektur Akar. (A) Arsitektur Akar pada Semai yang Berukuran 10 – 35 cm (B) Arsitektur Akar pada Semai yang Berukuran 36 – 60 cm

Hubungan antara Dosis Rootone – F dan jumlah Akar Sekunder

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan dosis Rootone – F diperoleh model persamaan Y = - 0.001X2 + 0.1591X + 26.432 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9989 (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis Rootone – F optimum untuk meningkatkan jumlah

akar sekunder adalah 100 mg/semai. Jika dosis Rootone – F ditingkatkan ( > 100 mg/semai) maka akan berakibat pada pengurangan jumlah akar sekunder.

33 y = -0.001x2 + 0.1591x + 26.432 r = 0.9989 0 10 20 30 40 0 50 100 150 200 Dosis Rootone - F (mg) J u m lah A kar S eku n d er (B ua h)

Gambar 12 Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Jumlah Akar Sekunder Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.

Hubungan antara Dosis Rootone – F dan Berat Kering Akar

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara berat kering akar dan dosis Rootone – F diperoleh model persamaan Y = - 2E-05X2 + 0.039X + 1.293 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.8573 (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa dosis Rootone – F 100 mg/semai merupakan dosis yang paling baik untuk menghasilkan berat kering akar terbesar. Jika dosis Rootone – F ditingkatkan ( > 100 mg/semai) maka akan terjadi penurunan berat kering akar.

y = -2E-05x2 + 0.0039x + 1.293 r = 0.8573 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 0 50 100 150 200 Dosis Rootone - F (mg) B e ra t Ke ri n g A k a r (g )

Gambar 13 Pengaruh Dosis Rootone – F terhadap Berat Kering Akar Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian.

Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Pertambahan Tinggi

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dengan pertambahan tinggi diperoleh model persamaan Y = 2.4957 + 0.4634X dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9897 (Gambar 14). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan pula pertambahan

tinggi semai yang disebabkan oleh peningkatan luas bidang serapan hara dan air. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan pertambahan tinggi. y = 0.4634x + 2.4957 r = 0.9897 0 5 10 15 20 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Jumlah Akar Sekunder (Buah)

Tinggi (cm)

Gambar 14 Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Pertambahan Tinggi Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian

Hubungan antara Jumlah Akar Sekunder dan Berat Kering Total

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total diperoleh model persamaan Y = 0.1461X – 0.0547 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9075 (Gambar 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan berat kering total. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan berat kering total.

y = 0.1461x - 0.0547 r = 0.9075 0 1 2 3 4 5 6 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Jumlah Akar Sekunder (Buah)

Berat Kering Total (g)

Gambar 15 Pengaruh Jumlah Akar Sekunder terhadap Berat Kering Total Semai Cabutan Sentang Umur 4 Bulan di Persemaian

35

Pembahasan

Pengaruh Dosis Rootone – F

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan dosis Rootone – F berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun serta berat kering

pucuk dan berpengaruh nyata terhadap berat basah pucuk dan jumlah akar sekunder.

Akar sebagai organ tanaman tumbuh secara geotropik, selain berfungsi sebagai penegak batang juga berperan sebagai organ penyerap hara dalam mendukung laju pertumbuhan (Hartman et al. 1990). Jumlah akar yang dihasilkan oleh setiap semai cabutan berbeda – beda. Jumlah akar menunjukkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara (Schuurman dan Goedewagen 1971). Seperti terlihat pada Tabel 23, dosis Rootone – F yang menghasilkan jumlah akar sekunder terbanyak (33 buah akar sekunder) diperoleh pada dosis 100 mg/semai. Percabangan akar pada bibit yang berukuran 10 – 35 cm tidak sebanyak percabangan akar yang terjadi pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm (Gambar 11). Semakin banyak percabangan akar maka akan memperluas bidang serapan akar untuk menyerap unsur hara dan air.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rootone – F. Rootone – F adalah salah satu jenis ZPT berbentuk serbuk yang berguna untuk merangsang , memperbanyak dan mempercepat pembentukan akar – akar baru. Rootone – F merupakan ZPT yang mudah diperoleh dan

harganya relatif murah. Bahan yang terkandung dalam Rootone – F yaitu

1 Naphathalene acetamide (0.067 %), 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetic acid

(0.033 %), 2 Methyl – 1 – Naphathalene acetamide (0.013 %), Indole – 3 – Butyricacid (IBA) (0.057 %) dan Thiram (4.000 %). Soemomarto (1975) menjelaskan bahwa tiga senyawa yang memiliki inti Naphathalene berfungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran sedangkan satu senyawa aktif yang mengandung indole bermanfaat untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu, Thiram berfungsi sebagai fungisida.

IBA tergolong dalam kelompok auksin sintetik yang berperan dalam perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, juga

pembentukan akar (Wattimena et al. 1992). Menurut Rochiman dan Harjadi (1973), IBA dan NAA bersifat lebih baik dan efektif daripada IAA, karena IBA dan NAA lebih unggul dalam aktivitas perakaran. Hal ini dikarenakan kandungan kimia IBA dan NAA lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama daripada IAA serta memberikan kemungkinan lebih berhasilnya pembentukan akar.

Penggunaan ZPT pada tanaman akan efektif pada jumlah atau dosis yang tepat dan dalam jumlah yang sedikit. Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak bagian yang terluka berupa pembelahan sel dan kalus yang berlebihan dan mencegah tunas dan akar, sedangkan konsentrasi di bawah optimum menjadi tidak efektif (Wudianto 1993), sehingga pembentukan primordia akar menjadi lebih lambat. Jumlah dan konsentrasi Rootone – F yang diberikan pada semai harus tepat agar waktu perakaran cepat dan menghasilkan sistem perakaran yang baik.

Rootone – F yang digunakan pada semai cabutan Sentang sangat bermanfaat terutama dalam meningkatkan jumlah akar sekunder dan berat akar. Kemampuan suatu senyawa Rootone – F yang diberikan untuk merangsang pembentukan akar memiliki kekuatan untuk menembus dinding sel dan mempengaruhi kemampuan semai berakar. Apabila senyawa Rootone – F dapat memasuki dinding sel dengan baik maka proses pembentukan primordia akar dan akar berlangsung cepat (Prawiranata et al. 1981). Kandungan hormon endogen yang terdapat dalam bahan tanaman juga banyak membantu dalam proses pembentukan akar. Dalam hal ini, penambahan hormon eksogen untuk meningkatkan kinerja hormon endogen.

Periodesitas pertumbuhan akar ditentukan oleh aktivitas tajuk dan kondisi tanah. Jika kedua kondisi tersebut baik, maka sistem akar dapat berkembang sepanjang tahun. Dalam kira – kira seminggu pembentukannya, akar menjadi berwarna coklat yang disebabkan oleh lapisan gabus yang biasanya diduga menghambat penyerapan dan kehilangan air. Ujung – ujung akar yang muncul dari akar yang berwarna coklat dan lebih tua biasanya berwarna putih tetapi mungkin juga merah berkilauan sampai berwarna kekuningan atau gelap. Warna akar tidak selalu menjadi ciri jenis, karena tergantung pada status hara semai (Hacskaylo 1962 dalam Daniel et al. 1987).

37

Akar muda mempunyai empat zone karakteristik anatomis berbeda : (1) penutup ujung akar, sel – sel parenkim seperti lendir berdinding tebal yang merupakan lapisan pelindung; (2) Meristem sub apikal yang merupakan titik tumbuh yang menghasilkan sel – sel semua jaringan akar primer lain; (3) zone pemanjangan; dan (4) zone pendewasaan, yang berkembang menjadi jaringan akar

permanen yaitu epidermis, korteks dan stele (Kuntz 1973 dalam Daniel

et al.1987). Akar – akar rambut terbentuk terus menerus dibelakang ujung akar dan berkembang menjadi sangat penting dalam penyerapan air. Ribuan akar rambut berkembang pada semai yang hanya berumur beberapa minggu dan terus menerus mengelupas dengan berkembangnya sistem akar (Karizumi 1974 dalam Daniel et al. 1987). Akar rambut terbentuk dari sel epidermis yang tumbuh memanjang menjadi akar semu yang berfungsi untuk menyerap unsur hara.

Kemampuan semai untuk memproduksi akar baru tergantung pada kondisi iklim di persemaian, karakteristik genetis jenis, perlakuan pada semai sebelum dipindahkan, kondisi penyimpanan dan transportasi semai, kehati – hatian dalam penanaman dan lingkungan lokasi penanaman. Adapun faktor – faktor lingkungan tanah yang berpengaruh terhadap perkembangan akar yaitu (Daniel et al. 1987) :

1 Suhu

Suhu rendah menghambat pertumbuhan metabolisme dan pendewasaan akar. Penyerapan air dan hara akan berkurang dan mungkin tidak mencukupi kebutuhan pucuk. Pada suhu rendah, air menjadi lebih pekat dan jaringan menjadi kurang permeabel. Pada suhu tinggi kecepatan respirasi yang naik mengurangi pertumbuhan akar. Aktivitas akar yang tidak efisien sebagai konsekuensi suhu tanah rendah biasanya dapat menjadi sebab kegagalan suatu jenis tumbuh sesudah penanaman.

2 Oksigen

Derajat aerasi tanah adalah penting karena akar – akar semua pohon mulai bernafas secara anaerob pada saat konsentrasi oksigen menjadi minimal, yang menimbulkan produksi toksin seperti karbondioksida dan ethanol, penghentian pertumbuhan akar dan kematian akar.

3 Kesuburan

Semakin subur tanah, perkembangan akar semakin besar dalam arti masa per unit volume, dan juga semakin tinggi penetrasi akar.

4 Rintangan mekanis

Pertumbuhan akar dihalangi oleh tanah yang padat karena hambatan fisik langsung, aerasi lebih rendah dan kurang perkolasi air.

Pengaruh Ukuran Bibit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran bibit berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder. Ukuran bibit yang menghasilkan pertumbuhan dan biomassa terbaik yaitu bibit yang berukuran 36 – 60 cm. Pada uji coba penanaman bibit Shorea leprosula Miq pada alang –alang rapat ternyata bibit dengan ukuran 10 – 25 cm memiliki pertambahan tinggi dan diameter yang lebih kecil dibandingkan bibit yang berukuran 25 – 40 cm dan 40 – 60 cm (Kosasih 1984). Pengalaman di Filipina, bibit Casuarina equisetifolia yang tingginya antara 50 – 150 cm sangat mudah ditanam sebagai cabutan (Munez dan Nagpala 1983).

Pertumbuhan diameter berpengaruh sangat nyata pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm (Tabel 6) yang menghasilkan pertumbuhan diameter sebesar 0.07 cm atau meningkat 40 % dibandingkan dengan kontrol. Seluruh pertumbuhan batang terjadi selama 15 – 20 minggu, sampai musim panas dan karenanya sangat dipengaruhi oleh lingkaran dan produksi fotosintesa tahun yang berjalan (Daniel et al. 1987).

Banyaknya jumlah daun pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm dibandingkan dengan bibit yang berukuran 10 – 35 cm (Tabel 8) berhubungan dengan produktivitas fotosintesis yang terjadi pada organ tanaman ini. Semakin banyak dan luas permukaan daun maka produksi fotosintesis akan semakin besar. Selain tumbuhnya daun baru pada setiap semai, terjadi kerontokan daun tua pada bibit yang berukuran 36 – 60 cm. Hidayat (1995) menjelaskan bahwa daun – daun baru yang dibentuk akan menggantikan daun – daun yang sudah tua dan kapasitas fotosintesis dapat bertambah tergantung kepada alokasi bahan yang digunakan untuk membentuk organ ini.

39

Penyediaan karbohidrat oleh daun untuk pembentukan biomassa tanaman harus diimbangi aktivitas akar menyerap air dan unsur hara yang ditentukan oleh kuantitas akar dan efisiensi akar menyerap bahan tanaman tersebut. Unsur hara tersebut akan diangkut ke bagian atas sampai ke daun tanaman bersama dengan aliran transpirasi. Gula yang disintesis dari bagian atas tanaman terutama sukrosa akan disebarkan ke bagian lain tanaman (Sitompul dan Guritno 1995).

Peningkatan berat kering semai menunjukkan bahwa perkembangan sel – sel jaringan berjalan dengan cepat dan memiliki produktivitas yang tinggi. Perkembangan sel – sel jaringan ini berhubungan erat dengan fotosintesis yang terjadi pada kebanyakan tanaman berhijau daun. Menurut Suhariyono (1995), berat kering semai menggambarkan kemampuan semai untuk melakukan fotosintesis selama pertumbuhan dan perakarannya berkembang dengan baik sehingga penyerapan unsur hara berjalan lancar begitu pula proses fotosintesis berjalan baik dan menghasilkan karbohidrat yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan berat kering semai.

Pengaruh Interaksi Dosis Rootone – F dan Ukuran Bibit

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis Rootone – F dan ukuran bibit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap seluruh variabel yang diamati. Tidak nyatanya interaksi menunjukkan bahwa respon dari suatu faktor tidak berubah pada kondisi faktor yang lain. Hal ini karena hormon Rootone – F hanya bekerja di awal untuk induksi akar – akar baru. Pertumbuhan hanya menunjukkan efek dari pertambahan jumlah akar baru yang terbentuk.

Pertumbuhan tinggi terbaik terdapat pada kombinasi perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A2B3) yang menghasilkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 10.43 cm sedangkan pertumbuhan tinggi terendah yaitu 6.39 cm terdapat pada perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dengan dosis Rootone – F 0 mg/semai (Tabel 4). Pucuk bertambah panjang sebagai akibat perkembangan primordia yang biasanya dalam keadaan dorman selama periode dalam kuncup. Pemanjangan kuncup berasal dari pembentukan dan pemanjangan bersama – sama unit batang baru. Jumlah unit batang dapat ditentukan dengan menghitung daun. Sekitar 90 % dari seluruh

pertumbuhan tinggi terjadi selama periode 6 – 9 minggu. Pertumbuhan yang cepat ini tergantung pada jumlah unit batang yang ada dalam kuncup dan luasnya cadangan karbohidrat yang tersimpan. Kondisi musim berpengaruh terhadap penyimpanan karbohidrat, jumlah pembentukan primordia dan pertumbuhan tinggi selanjutnya (Daniel et al. 1987).

Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor penting dalam pertumbuhan yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman (Kramer dan Kozlowski 1960). Nilai NPA mempunyai arti penting dalam evapotranspirasi tanaman. Tanaman dengan nilai NPA besar berarti laju transpirasinya lebih besar dibandingkan kemampuannya akan menyerap air. Pertumbuhan dan kemampuan hidup semai terbaik umumnya terjadi pada nisbah pucuk akar 1 sampai 4 (Baker 1950). Pada penelitian ini NPA terbesar yaitu 2.62 terdapat pada perlakuan ukuran bibit 10 – 35 cm dan dosis Rootone – F 100 mg/semai (A1B3), sedangkan NPA terkecil yaitu 1.99 terdapat pada perlakuan ukuran bibit 36 – 60 cm dan dosis Rootone – F 0 mg/semai (A2B1)

Pertumbuhan tanaman yang normal dicirikan oleh nilai pucuk akar yang seimbang. Nilai NPA yang tinggi menunjukkan bahwa pada bagian pucuk mempunyai pertumbuhan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan pertumbuhan bagian bawah/akar, karena kelebihan pertumbuhan pada salah satu bagian tanaman akan merugikan tanaman itu sendiri. Tanaman yang memiliki berat kering pucuk jauh lebih tinggi dari berat kering akar, maka tanaman tersebut tampak lemah dan mudah roboh, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, antara batang dan akar harus saling mendukung. Akar berfungsi sebagai pemasok unsur hara sedangkan daun melakukan proses fotosintesis yang hasilnya sama – sama dimanfaatkan oleh seluruh bagian tanaman tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Cleary et al. (1978) dalam Hendromono (1987) yang menyatakan bahwa bibit yang batangnya tinggi, diameternya besar dan nisbah pucuk akarnya rendah mempunyai daya tahan hidup tinggi pada kondisi lapang yang kurang baik.

Semai cabutan yang digunakan dalam penelitian ini telah kehilangan sebagian akarnya karena tertinggal dalam tanah ketika dicabut dan telah dipotong karena akar tersebut rusak atau patah. Semai yang dipotong akarnya cenderung

41

memperlambat pertumbuhan pucuk dan merangsang perkembangan sistem akar yang berserabut lebih lebat. Semai – semai yang direnggut akarnya mengembangkan rasio pucuk akar lebih seimbang yang menaikkan keberhasilan penanaman di lapangan (Daniel et al. 1987).

Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dengan pertambahan tinggi diperoleh model persamaan Y = 2.4957 + 0.4634X dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9897 (Gambar 14). Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan pula pertambahan tinggi semai yang disebabkan oleh peningkatan luas bidang serapan hara dan air. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan pertambahan tinggi.

Hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total mendapatkan model persamaan Y = 0.1461X – 0.0547 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.9075 (Gambar 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah akar sekunder akan meningkatkan berat kering total. Semakin banyak jumlah akar sekunder maka akan diikuti kenaikan berat kering total.

Hasil analisis regresi hubungan antara jumlah akar sekunder dan berat kering total yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) yaitu bahwa semakin banyak akar maka semakin tinggi hasil tanaman. Akar yang telah berkembang dan membentuk percabangan yang lebih banyak dapat mensuplai serapan hara dan air sehingga dapat meningkatkan biomassa. Perakaran yang cenderung lebih banyak diharapkan akan dapat meningkatkan katahanan pertumbuhan semai di lapangan. Untuk penanaman di lapangan, diperlukan tinggi yang cukup agar bibit mendapat sinar matahari untuk fotosintesis. Bibit tersebut juga harus mempunyai diameter yang cukup agar dapat berdiri dengan kokoh, serta mempunyai perakaran yang cukup agar dapat memberikan air dan unsur hara untuk pertumbuhannya (Bunting 1980

Kesimpulan

1 Pemberian Rootone – F pada semai cabutan Sentang (Melia excelsa Jack.) mampu meningkatkan pertumbuhan Sentang terutama terhadap jumlah daun, berat basah pucuk, berat kering pucuk dan jumlah akar sekunder. 2 Semai cabutan Sentang yang berukuran 36 – 60 cm mampu meningkatkan

pertumbuhan terhadap semua variabel yang diamati kecuali jumlah akar primer dan sekunder apabila dibandingkan dengan semai yang berukuran 10 – 35 cm.

3 Semai cabutan Sentang yang berukuran 36 – 60 cm dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai merupakan perlakuan yang paling baik untuk kegiatan produksi bibit Sentang melalui cabutan.

Saran

1 Perlu dilakukan penelitian mengenai penanaman cabutan dengan akar telanjang di lapangan.

2 Untuk kegiatan produksi bibit, disarankan untuk menggunakan bibit yang berukuran besar (36 – 60 cm) dengan dosis Rootone – F 100 mg/semai.

Dokumen terkait