lokus/pita ∑ pita poli morfik ∑ pita mono morfik Nilai PIC RUT 1 5’-ccctggacgtctacaat-3’ 16 14 2 24.67% RUT 2 5’-ggtgcgggaa-3’ 17 14 3 39.63% IDT 45 5’-tggcgcagtg-3’ 13 10 3 27.13% IDT 48 5’-acgccagagg-3’ 12 10 2 11.84% Jumlah 58 48 10 26.95%
Lokus-lokus yang terdeteksi pada DNA genom parasitoid dengan keempat
primer tersebut selanjutnya diterjemahkan sebagai data biner (dapat dilihat di lampiran) dalam menganalisis perbedaan dan kemiripan genetik parasitoid. Data biner dimasukkan ke dalam program komputer untuk melakukan penghitungan nilai-nilai heterosigositas (H), indeks fiksasi (Fst), dan laju migrasi (Nm).
Umumnya dari satu telur hama H. armigera akan keluar tiga imago parasitoid yang terdiri dari jantan dan betina, jika yang keluar jantan semua atau betina semua maka parasitoid-parasitoid ini tidak akan digunakan untuk analisis lebih lanjut. Tetapi jika parasitoid yang keluar terdapat betina dan jantan maka betina tersebut dapat digunakan dalam penelitian dengan cara dikawinkan terlebih dahulu dengan jantannya kemudian dipelihara secara individu dan diperbanyak melalui telur-telur inang pengganti. Betina-betina parasitoid ini akan berkembang- biak sampai beberapa generasi dan selanjutnya disebut sebagai female line.
Sampel-sampel female line yang berasal dari satu telur hama dapat dibandingkan untuk melihat ada tidaknya keragaman genetik. Dan pada penelitian
diperoleh empat telur hama masing-masing menghasilkan dua female line yang berasal dari ketiga lokasi. Berdasarkan hasil penghitungan pada tabel di bawah ternyata terdapat keragaman genetik antar female line ini, meskipun nilai keragamannya yang ditunjukkan oleh H’Nei dan H sangat kecil.
Tabel 5 Hasil penghitungan H’Nei, Fst, Nm dan H dengan program komputer
Sumber
Keragaman Sampel H’Nei + sd Fst Nm H
1. Satu telur antar female lines 2. Satu pohon antar telur 3. Satu transek antar pohon 4. Satu lokasi antar transek 5. Setiap lokasi antar sampel 6. Sampel dari 3 lokasi GBII1121& GBII1122. CUG2111& CUG2112. CUG4111& CUG4112. GBI2111& GBI2112. GBII1111, GBII1121, GBII1122 & GBII1131 a) Transek 1 GB II b) Transek 3 GB II c) Transek 3 Cugenang a) Transek GB II b) Transek Cugenang c) Transek GB I Gng Bunder II Cugenang Gng Bunder I GB II + Cugenang + GB I 0.0345 +0.1278 0.069 + 0.1739 0.0603 +0.1643 0.0776 +0.1826 0.1034 +0.1785 0.1434 +0.1912 0.2155 +0.2065 0.1897 +0.2447 0.1852 +0.1724 0.2193 +0.1992 0.0776 +0.1826 0.1852 +0.1724 0.2193 +0.1992 0.0776 ±0.1826 0.2111 +0.1644 0.814 0.685 0.725 0 0,441 0.226 0.397 0.135 0.3949 0.5153 0 0.3949 0.5153 0 0.1921 0.114 0.229 0.189 ~ 0.634 1.71 0.759 3.2 0.7663 0.4703 ~ 0.7663 0.4703 ~ 2.1031 7.7 % 12.5 % 15.38 % 14.5 % 18.75 % 22.74 % 27.78 % 28.75 % 22.4 % 28.26 % 14.5 % 22.4 % 28.26 % 14.5 % 21.9%
armigera sehingga menjadi dasar dalam analisis struktur populasi parasitoid tersebut.
Tidak dapat dipastikan apakah female line-female line yang keluar dari satu telur hama berasal dari satu induk betina parasitoid yang memarasit telur hama tersebut hanya dengan melihat nilai keragaman genetiknya. Untuk lebih memastikan apakah mereka berasal dari satu induk maka pada kegiatan mendatang perlu dilakukan kegiatan sekuensing DNA female line tersebut, misalnya terhadap gen penyandi 18s ribosomal DNA. Urutan basa nukleotida yang diperoleh dari hasil sekuensing dapat disejajarkan (alignment) sehingga diketahui tingkat homologinya, jika tingkat homologinya diatas 90% maka mereka dapat dikatakan berasal dari satu induk.
Untuk menghitung nilai Fst menggunakan asumsi Hs (heterosigositas
subpopulasi) dan Ht (heterosigositas total), sedangkan nilai Nm diperoleh dengan
melakukan pembagian terhadap Fst. Pada tabel di atas terdapat nilai 0 pada Fst dan
tak berhingga (∼) pada Nm di lokasi GB I. Ini disebabkan oleh sampel female line
yang didapat dari lokasi tersebut hanya dua dan itupun berasal dari satu telur hama maka antara Hs dan Ht sama, sehingga hasil penghitungan nilai Fst 0 dan nilai Nm
menjadi tak berhingga.
Tabel 5 juga menunjukkan nilai-nilai Fst dan Nm yang sama antara sumber
keragaman satu lokasi antar transek (No. 4) dengan sumber keragaman setiap lokasi antar sampel (No. 5), hal ini disebabkan menghitung antar transek dalam satu lokasi sama dengan menghitung semua sampel dari satu lokasi. Karena satu lokasi itu terdiri atas beberapa transek dan semua sampelnya berada pada transek- transek tersebut sehingga nilai kedua sumber keragaman menjadi sama. Setelah diketahui nilai dari setiap lokasi sampel maka dihitung juga nilai gabungan sampel dari ketiga lokasi yaitu sumber keragaman No. 6. Sumber keragaman ini untuk melihat bagaimana struktur populasi keseluruhan sampel.
Struktur Populasi Parasitoid Telur T. armigera dan Pengaruhnya terhadap Ketidaksesuaian Reproduksi
Untuk lebih memudahkan dalam menggambarkan struktur populasi tersebut maka dengan bantuan program komputer dapat dibuat dendrogram kemiripan genetik 19 sampel. Berdasarkan hasil analisis kemiripan genetik melalui
Unweighted Pair Group Method Using Arithmatic (UPGMA) diperoleh pengelompokkan 19 sampel parasitoid telur dalam bentuk pohon filogenetik (dendrogram).
Gambar 11 Dendrogram kemiripan genetik 19 sampel parasitoid T. armigera
berdasarkan 4 primer acak
Keterangan : Nilai bootstrap ditunjukkan oleh angka-angka merah pada percabangan.
Female line yang berwarna sama berasal dari lokasi yang sama GBI biru berasal dari Gunung Bunder I
GBII merah berasal dari Gunung Bunder II CUG hijau berasal dari Cugenang
1000x iterasi kedua kelompok ini mempunyai nilai confident 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian parasitoid ini menjadi dua kelompok utama sudah menunjukkan kelompok yang stabil. Menurut Felsenstein (1985) klaster- klaster yang memiliki nilai bootstrap 95% atau lebih dapat dikatakan sebagai klaster yang benar-benar stabil. Sampel yang berasal dari dua lokasi sampling berbeda tetapi berada pada kelompok yang sama pada dendogram menunjukkan bahwa tidak terjadi pemisahan kelompok berdasarkan lokasi sampling.
Pada dendogram terlihat di lokasi GB II terdapat satu tongkol yang memiliki 3 telur inang, salah satu telur inang menghasilkan 2 female line tetapi kedua
female line tersebut berada pada kelompok yang terpisah bahkan salah satu dari kedua female line tersebut mengelompok dengan female line yang berasal dari telur inang yang lain tetapi masih berada pada satu tongkol. Kedua hal ini menunjukkan adanya 2 kemungkinan yang terjadi di lapang yaitu kemungkinan pertama adalah antara telur inang pertama dan kedua ternyata diparasit oleh induk betina parasitoid yang sama dan kemungkinan kedua adalah female line-female line yang berasal dari telur inang yang sama bukan berasal dari induk betina parasitoid yang sama. Kemungkinan kedua ini sangat mungkin terjadi di alam karena hal ini juga terdapat di lokasi Cugenang, bahkan kelompoknya terpisah jauh antara female line-female line yang berasal dari satu telur inang.
Berdasarkan dendrogram pula dapat diketahui nilai matriks jarak genetik yang merupakan terjemahan nilai jarak genetik pada dendrogram. Tetapi nilai ini tidak dapat ditampilkan secara langsung pada dendrogram. Nilai matriks jarak genetik merupakan kebalikan dari hubungan kekerabatan/kemiripan genetik parasitoid pada dendrogram dan analisisnya menggunakan program komputer NTSYS-pc versi 2.1. Nilai matriks jarak genetik dapat dilihat selengkapnya pada tabel di lembar berikutnya.
Tabel 6 Matriks jarak genetik 19 sampel T. armigera hasil RAPD-PCR GBI I11 11 GBI I11 21 GBI I11 22 GBI I11 31 GBI I12 11 GBI I21 11 GBI I31 11 GBI I32 11 GBI I33 11 GBI I34 11 GBI I51 11 CUG 2 11 1 CUG 2 11 2 CUG 3 11 1 CUG 3 21 1 CUG 4 11 1 GBII1111 0.00 GBII1121 0.09 0.00 GBII1122 0.05 0.08 0.00 GBII1131 0.29 0.19 0.28 0.00 GBII1211 0.32 0.25 0.35 0.28 0.00 GBII2111 0.19 0.10 0.18 0.21 0.18 0.00 GBII3111 0.19 0.10 0.18 0.25 0.14 0.08 0.00 GBII3211 0.33 0.22 0.32 0.25 0.18 0.23 0.19 0.00 GBII3311 0.22 0.17 0.18 0.30 0.32 0.19 0.22 0.37 0.00 GBII3411 0.35 0.36 0.33 0.45 0.37 0.37 0.33 0.43 0.31 0.00 GBII5111 0.20 0.10 0.19 0.25 0.19 0.12 0.08 0.24 0.19 0.27 0.00 CUG2111 0.21 0.11 0.20 0.27 0.24 0.17 0.12 0.21 0.24 0.28 0.04 0.00 CUG2112 0.32 0.20 0.30 0.23 0.21 0.17 0.17 0.07 0.32 0.46 0.23 0.14 0.00 CUG3111 0.44 0.36 0.47 0.39 0.24 0.33 0.33 0.30 0.45 0.24 0.30 0.36 0.33 0.00 CUG3211 0.48 0.36 0.46 0.38 0.25 0.29 0.29 0.35 0.41 0.40 0.27 0.32 0.38 0.15 0.00 CUG4111 0.42 0.38 0.40 0.33 0.36 0.36 0.36 0.37 0.40 0.24 0.33 0.39 0.40 0.35 0.35 0.00 CUG4112 0.24 0.15 0.23 0.32 0.15 0.16 0.09 0.10 0.23 0.30 0.17 0.18 0.22 0.37 0.33 0.39 GBI2111 0.09 0.08 0.12 0.27 0.25 0.14 0.14 0.30 0.17 0.36 0.14 0.19 0.29 0.36 0.40 0.42 GBI2112 0.22 0.13 0.22 0.31 0.14 0.15 0.07 0.27 0.18 0.29 0.08 0.12 0.25 0.36 0.28 0.38
Keterangan : Nilai 0 (warna kuning) = tidak ada jarak karena merupakan populasi yang sama
Nilai 0.04 (warna pink) = jarak genetik terdekat Nilai 0.48 (warna pink) = jarak genetik terjauh
Nilai jarak genetik ke-19 sampel parasitoid tersebut seperti terlihat pada tabel sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 0.04 - 0.48. Jarak genetik terdekat (0.04) adalah antara parasitoid telur CUG2111 dari Cugenang dengan GBII5111 dari Gunung Bunder II dan jarak genetik (0.48) terjauh adalah antara CUG3211 dari Cugenang dan GBII1111 dari Gunung Bunder II.
Meskipun sudah diketahui jarak genetik terdekat dan terjauh, data ini belum dapat menjelaskan adanya pengaruh yang cukup signifikan dari perbedaan lokasi pengambilan sampel yang mempunyai tipe pertanaman dan letak geografis tertentu terhadap komposisi genetik parasitoid ini. Ditunjukkan dengan parasitoid- parasitoid yang berasal dari satu lokasi dapat memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dan jauh dengan parasitoid-parasitoid yang berasal dari lokasi yang lain. Jadi tidak ada dua lokasi yang memiliki kekerabatan yang dekat saja atau yang jauh saja.
Struktur populasi yang dapat dilihat sebagai hasil penghitungan beberapa sumber keragaman ditambah dengan adanya dendrogram perlu diuji apakah ada hubungan atau pengaruh struktur populasi tersebut dengan aspek biologi parasitoid terutama pada aspek reproduksi. Oleh karena itu dilakukan uji ketidaksesuaian reproduksi diantara populasi-populasi sampel parasitoid.
Sampel parasitoid yang mampu bertahan hidup sampai dengan dilakukan uji ini ternyata sangat sedikit sehingga kombinasi pasangan kawin juga sedikit, ini ditunjukkan dengan lebih banyak daerah yang kosong berarti tidak dilakukan uji tersebut dibandingkan dengan tanda (+) dan (-). Uji ini dilakukan masing-masing empat ulangan untuk setiap pasang dan data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tanda (+) jika terjadi kesesuaian reproduksi dan tanda (-) jika terjadi ketidaksesuaian reproduksi.
Dengan sedikitnya female line yang hidup maka pada saat uji ini lebih difokuskan untuk melakukan klarifikasi yaitu dengan melakukan perkawinan antara jantan dan betina dari dua female line yang berbeda kemudian setelah berhasil dilakukan kembali perkawinan antara pasangan tersebut tetapi antara jantan dan betinanya dibalik. Hasil dari kedua jenis perkawinan ini dapat dilihat pada tanda (+ dan -) yang masing-masing dipisahkan oleh kotak abu-abu dengan huruf K pada tabel berikut ini.
Tabel 7 Data uji ketidaksesuaian reproduksi
♀ X
♂
GBII1111 GBII1122 GBII1211 GBII2111 GBII3111 GBII3311 GBII3411 GBII5111 CU
G2111 C U G3111 C U G4111 C U G4112 GBI2112 GBII1111 K + + + GBII1122 + K + + - - GBII1211 + K + + GBII2111 + K + + - - GBII3111 + + K GBII3311 + K + GBII3411 + K + GBII5111 + K + CUG2111 - K + CUG3111 - K + CUG4111 - - + + + K + CUG4112 + K GBI2112 + + + K
Keterangan : Kosong = tidak dilakukan uji perkawinan
K = kontrol, terjadi kesesuaian reproduksi pada pembiakan massal + = terjadi kesesuaian reproduksi
- = terjadi ketidaksesuaian reproduksi
Pengujian ketidaksesuaian reproduksi parasitoid T. armigera dilakukan di laboratorium dengan mengawinkan female line parasitoid yang masih hidup secara acak. Setelah diperoleh data hasil pengujian ketidaksesuaian reproduksi, kemampuan kopulasinya dihubungkan dengan nilai matriks jarak genetik masing- masing sampel parasitoid (Tabel 6) sehingga bisa ditelusuri kembali apakah parasitoid-parasitoid yang memiliki jarak genetik yang jauh akan lebih sulit untuk saling berkopulasi dibandingkan dengan parasitoid-parasitoid yang memiliki jarak genetik yang dekat atau ada fenomena lain yang mempengaruhi kopulasi ini.
Hasil uji ketidaksesuaian reproduksi yang dilakukan akan menunjukkan adanya pengaruh struktur populasi parasitoid yang terbentuk terhadap salah satu aspek biologi parasitoid tersebut yaitu aspek reproduksinya. Dengan adanya
PEMBAHASAN
Sampling T. armigera dan persebaran H. Armigera
Survei lokasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dilakukan sebelum sampling untuk mendapatkan lokasi pertanaman jagung yang tepat dan mendukung dalam menemukan telur H. armigera yang terparasit oleh parasitoid. Peluang untuk mendapatkan H. armigera yang terparasit ini sangat didukung oleh tipe agroekosistem tanaman jagung, lansekap di sekitarnya dan letak lokasinya secara geografis (Swift et al. 1996). Oleh karena itu sebelum melakukan sampling dilakukan beberapa kali survei lokasi untuk mendapatkan lokasi sampling yang tepat. Dari sekian kali survei diperoleh lima lokasi sampling dimana hasil samplingnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 hasil penelitian.
Besar kecilnya jumlah parasitoid yang diperoleh pada saat sampling dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya struktur fisik lokasi sampling dan sumber daya yang tersedia bagi parasitoid tersebut. Walaupun sederhananya struktur fisik lansekap suatu lokasi pertanian, tidak menjamin beberapa spesies parasitoid mau hidup di sana karena kebanyakan spesies parasitoid membutuhkan sumber daya yang tersedia di habitat non pertanian (Landis & Menalled 1998). Selain itu jumlah parasitoid dapat dipengaruhi oleh jumlah perolehan telur inang dari hasil sampling kelima lokasi.
Hal di atas dapat dibuktikan melalui gambar distribusi telur inang dan parasitoid yang ada pada hasil penelitian. Dari gambar terlihat pola distribusi telur inang dalam ruang adalah acak (random). Dimana telur inang menyebar secara acak di seluruh ruang pada lokasi sampling. Pola distribusi telur inang yang acak (random) sesuai dengan aturan sebaran Poison. Oleh karena itu untuk menghitung chi-square-nya maka digunakan rumus pada sebaran Poison.
Hasil penghitungan ditampilkan dalam bentuk tabel dan dapat dilihat pada lampiran. Setelah melihat pola distribusi telur inang maka akan dilihat pola distribusi parasitoidnya dalam hal ini adalah parasitoid telur T. armigera, data parasitoid tidak dapat dihitung karena akan terjadi bias yang sangat besar tetapi yang dapat dilakukan adalah dengan cara memplotkan data pada gambar distribusi telur inang di setiap lokasi sampling. Ternyata hasilnya adalah pola distribusi
parasitoid mengikuti atau sama dengan pola distribusi telur inang terutama di lokasi-lokasi Gunung Bunder I, Gunung Bunder II, Warung Kondang, dan Cugenang. Sedangkan di Cibodas parasitoid yang ditemukan sangat sedikit sehingga tidak memperlihatkan pola distribusinya. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pola distribusi telur inang terhadap pola distribusi parasitoid. Sehingga dapat dibuktikan bahwa struktur populasi inang dapat mempengaruhi struktur populasi parasitoid.
Tipe agroekosistem pertanaman jagung juga mempengaruhi perolehan jumlah parasitoid, ini terbukti pada lokasi sampling di Gunung Bunder II yang mempunyai tipe agroekosistem polikultur memberikan jumlah total female line
dan jumlah total female line yang diekstrak DNA lebih banyak dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang lain. Ini juga menunjukkan bahwa female line yang berasal dari lokasi Gunung Bunder II mempunyai kemampuan bertahan hidup yang sangat tinggi dalam kondisi laboratorium karena mampu beradaptasi pada lingkungan yang heterogen di alam.
Analisis Struktur Populasi Parasitoid Telur T. armigera Berdasarkan Karakter Molekuler
Sebagian besar populasi alami organisme mempunyai variasi genetik yang bermacam-macam. Pada organisme yang mengalami reproduksi secara seksual, sepasang individu atau lebih umumnya berbeda secara genetik, kecuali kembar identik. Ketika suatu lokus genetik dapat diidentifikasi pada tingkat protein, lokus biasanya mengandung 2 atau lebih alel dalam satu populasi. Keberadaan satu atau lebih alel dengan frekuensi yang relatif tinggi dalam satu populasi biasanya lebih dari 1% disebut polimorfisme genetik (Nei & Kumar 2000).
Lokus-lokus RAPD yang dihasilkan pada gel elektroforesis menunjukkan adanya lokus polimorfik dan monomorfik. Gambar gel elektroforesis yang digunakan adalah hasil RAPD-PCR dengan primer RUT2. Pada gel elektroforesis tersebut contoh lokus monomorfik adalah lokus yang berukuran sekitar 1100 bp
monomorfik dan polimorfik Lokus polimorfik inilah yang kemudian dapat memberikan nilai keragaman genetik diantara sampel-sampel parasitoid.
Tingkat polimorfisme suatu primer juga dapat dihitung yaitu sejauh mana suatu primer dapat menghasilkan lokus-lokus polimorfik setelah dilakukan RAPD-PCR. Semakin tinggi tingkat polimorfisme suatu primer maka semakin tepat primer tersebut untuk digunakan dalam analisis keragaman genetik suatu organisme. Hasil penghitungan tingkat polimorfisme (PIC) keempat primer yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa primer RUT2 menghasilkan nilai tertinggi. Sehingga primer RUT2 dapat digunakan dalam penelitian- penelitian parasitoid yang akan datang dengan metode yang sama dengan penelitian ini.
Lokus-lokus yang dihasilkan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam data biner maka dilakukan penghitungan dengan bantuan program-program komputer untuk mengetahui nilai-nilai parameter yang mengarah kepada struktur populasi parasitoid. Nilai-nilai tersebut adalah heterosigositas Nei (H’Nei), heterosigositas (H), indeks fiksasi (Fst) dan laju migrasi (Nm).
Kekurangan dari polimorfisme secara RAPD dalam populasi genetik adalah bahwa mayoritas alel diatas 90% sebagai penanda-penanda dominan. RAPD-PCR menghasilkan fragmen dari alel-alel baik homosigot dan heterosigot tetapi tidak ada fragmen yang dihasilkan dari alel homosigot resesif (Williams et al. 1990) sehingga untuk menghitung nilai H digunakan rumus turunan dari asumsi kesetimbangan Hardy-Weinberg (rumus terdapat pada metode penelitian).
Nilai H dipengaruhi oleh kemunculan lokus-lokus RAPD dan lokus-lokus yang muncul mengandung alel dominan dimana alel-alel dominan ini dapat berupa homosigot dominan atau heterosigot dominan, sehingga nilai H diperoleh dengan melakukan perbandingan terhadap kedua alel tersebut. Nilai H berbeda cara penghitungannya dengan nilai H’Nei dimana nilai H’Nei digunakan untuk menghitung perbedaan kemunculan lokus-lokus RAPD diantara individu, yaitu antara alel dominan dan alel resesif. sehingga yang dihitung adalah perbedaan kedua alel tersebut.
Hasil RAPD-PCR dengan menggunakan empat primer menunjukkan frekuensi lokus resesif (tidak muncul pita) lebih tinggi dibandingkan dengan
frekuensi lokus dominan sehingga nilai H’Nei-nya kecil, yaitu berkisar kurang lebih antara 0.03-0.22. Ini berarti terjadi perbedaan genetik antar sampel berkisar antara 3% - 22%. Nilai ini memang kecil karena hanya membedakan antar individu dari beberapa populasi dalam satu spesies. Jadi nilai H’Nei 3% - 22% menunjukkan keragaman genetik yang terjadi di antara sampel parasitoid telur yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada penghitungan yang berikutnya, berdasarkan lokus dominan yang muncul dapat ditentukan nilai H-nya. Heterosigositas (H) mempunyai nilai maksimal yaitu 0.5 (50%), jika mencapai nilai maksimal tersebut maka antar individu menjadi sangat beragam. Tetapi nilai H yang lebih dari setengah nilai maksimal (> 25%) pun dapat dikatakan tinggi (Jusuf, komunikasi pribadi). Dari hasil penghitungan alel heterosigot dominan diperoleh nilai H yang berkisar antara 7% - 28.75%. Meskipun cukup tinggi tingkat keragaman genetiknya karena dapat mencapai nilai H > 25%, individu-individu parasitoid ini masih sangat riskan karena ada beberapa yang memiliki tingkat homosigositas yang cukup tinggi. Untuk mengurangi homosigositas maka perlu diintroduksi populasi- populasi asing sehingga terjadi percampuran genetik yang dapat meningkatkan aliran gen sehingga banyak gen-gen baru yang akan dimiliki oleh populasi- populasi ini. Dengan tingginya heterosigositas yang dimiliki oleh populasi- populasi parasitoid diharapkan akan lebih mampu bertahan dan beradaptasi dalam kondisi alam yang bagaimanapun juga.
Nilai H’Nei pada sampel female line-female line yang berasal dari satu telur inang adalah kurang dari 10%, hal ini tetap menunjukkan adanya keragaman genetik yang terjadi diantara dua female line yang berasal dari satu telur inang, walaupun tidak dapat dipastikan hubungan kekerabatan antara 2 female line
tersebut. Untuk melihat hubungan antar female line maka dibuat dendogram dan ternyata antara 2 female line tersebut ada yang berada dalam satu kelompok dan ada yang terpisah sehingga dapat dilihat kemungkinan yang terjadi di alam adalah kedua female line tersebut berasal dari dua induk betina parasitoid yang berbeda.
Nilai H’Nei dan H dari sumber keragaman yang lain (No. 2 – No. 6 pada Tabel 5) menunjukkan rata-rata nilai H’Nei dan H lebih tinggi pada lokasi Cugenang dibandingkan dengan lokasi Gunung Bunder II (GB II). Padahal lokasi Cugenang ditanami oleh tanaman pertanian yang monokultur sedangkan GB II adalah polikultur. Semakin beragamnya suatu lahan pertanian, maka beragam pula organisme yang hidup di sana. Jadi secara teoritis dapat diasumsikan bahwa lahan polikultur dapat menghasilkan organisme yang lebih beragam daripada lahan monokultur. Tetapi pada penelitian ini ternyata menunjukkan parasitoid-parasitoid dari Cugenang lebih beragam daripada parasitoid-parasitoid dari GB II yang polikultur. Hal ini mungkin karena dari Cugenang female line yang diperoleh belum mewakili keadaan yang sebenarnya. Jadi dari penelitian belum dapat disimpulkan bahwa lahan monokultur akan menghasilkan individu-individu yang lebih beragam daripada lahan yang polikultur.
Selanjutnya dengan software POPGENE dilakukan penghitungan nilai indeks fiksasi (Fst) dan laju migrasi (Nm). Nilai-nilai ini dapat digunakan untuk
menduga struktur populasi apakah terbagi atas subpopulasi atau tidak. Nilai Fst
menunjukkan adanya variasi dalam frekuensi alel diantara populasi lokal, yaitu berkisar antara 0 yang mengindikasikan adanya aliran genetik (sehingga diduga terjadi perkawinan dengan populasi asing) dan 1 yang berarti tidak ada perkawinan dengan populasi asing sehingga tidak terjadi aliran genetik.
Selain itu nilai Fst juga memiliki banyak interpretasi, salah satunya menurut
Wright (1951) yang menyatakan bahwa nilai Fst menunjukkan besar kecilnya
hambatan dalam melakukan fiksasi genetik. Nilai Fst yang mengarah ke 0 berarti
tidak ada hambatan dalam melakukan fiksasi genetik sehingga aliran gen yang terjadi dapat berkesinambungan, sedang nilai Fst yang mengarah ke 1 berarti
hambatan untuk melakukan fiksasi semakin tinggi, sehingga kemungkinan terjadinya aliran gen kecil.
Nilai Fst digunakan untuk menghitung nilai laju migrasinya (Nm), dimana
nilai Fst berbanding terbalik dengan nilai Nm. Nilai Fst tinggi maka nilai Nm-nya
rendah begitu juga sebaliknya. Dan menurut Wright (1931) jika Nm ≥ 1 maka
terjadi aliran gen yang cukup untuk menghilangkan kemungkinan hanyutnya gen dan jika Nm ≥ 4 maka populasi lokal merupakan populasi panmictic yaitu populasi
dimana perkawinan terjadi secara acak dan berkesinambungan. Sehingga jika nilai Nm rendah atau kurang dari 1 maka migrasi genetik yang terjadi juga rendah
menyebabkan terbentuknya metapopulasi.
Berdasarkan hasil penghitungan nilai Fst pada Tabel 5 sumber keragaman
No. 1 yaitu antara female line-female line yang berasal dari satu telur inang menunjukkan rata-rata lebih dari 0.5 dan nilai Nm-nya rendah atau kurang dari 1,
hal ini mengindikasikan bahwa kedua female line yang berasal dari satu telur inang merupakan sub-subpopulasi karena tidak terjadi migrasi genetik dengan populasi yang lain. Ini dapat terjadi diduga karena parasitoid begitu keluar dari telur inangnya akan langsung kawin dengan jantan yang telah keluar terlebih dahulu dari telur inang yang sama kemudian berkembang biak dengan mencari dan memarasit inang yang ada di dekatnya. Sehingga tidak ada peluang bagi parasitoid tersebut untuk melakukan perkawinan dengan populasi lain akhirnya menjadi sub-subpopulasi. Ini juga didukung oleh nilai heterosigositas (H’Nei dan H) masing-masing rendah (telah dibahas sebelumnya) yang menunjukkan bahwa sangat kecil terjadi perkawinan dengan populasi lain (asing).
Hubungan antara nilai H’Nei, H, Fst dan Nm terhadap struktur populasi
parasitoid adalah jika terdapat hambatan dalam fiksasi genetik yang ditandai dengan nilai Fst yang besar maka kemungkinan terjadi perkawinan dengan
populasi asing sangat kecil sehingga laju migrasi genetik (Nm) yang berbanding