• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut UU No. 28 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undang yang berlaku.

Secara umum, dalam setiap pengelolaan anggaran selalu dikaitkan dengan akuntabilitas publik. Hal ini dapat dilihat dari definisi akuntabilitas yang merupakan hal yang penting untuk menjamin efisiensi dan efektivitas. Keterkaitan atau pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dapat dilihat dari seberapa baik prosedur hukum yang diikuti untuk membentuk keputusan administrasi publik yang harus dihormati oleh para pegawai sipil dan otoritas publik.

Akuntabilitas mencakup eksistensi dari suatu mekanisme yang meyakinkan politisi dan pejabat pemerintahan terhadap aksi perbuatannya dalam penggunaan sumber-sumber publik dan kinerja perilakunya.

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002). Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas merupakan suatu upaya untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai segala aktivitas dan kinerja yang telah dilakukan oleh suatu entitas kepada pihak-pihak yang berkpentingan. Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:

1. akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerinrah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR; dan 2. akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) adalah

pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.

Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.

Akuntabilitas (accountability) merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship.

Tuntutan akuntabilitas mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horisontal (horizontal accountability), bukan hanya prtanggungjawaban vertikal (vertical accountability). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja sektor publik. Menurut Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2002), menjelaskan terdapat lima dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:

1. Akuntabilitas Kejujuran Dan Akuntabilitas Hukum (accountability for probity and legality)

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas Proses (process accountability)

Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

3. Akuntabilitas Program (program accountability)

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

5. Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (publik money) secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.

C. Konsep Pajak 1. Pengertian Pajak

Pajak sebagai kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Smeet dalam Ilyas dan Richard (2004) menyatakan bahwa Pajak adalah “Prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum,dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrak

prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”

Casavera (2009) mengemukakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro dalam Fidel (2011) pajak merupakan “Iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang telah dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi),yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak, antara lain :

1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang 2. Sifatnya dapat dipaksakan

3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat diarasakan oleh pembayar pajak

4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)

5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.

Dokumen terkait