• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORITIS

2.3. Good Corporate Governance (GCG)

2.3.2. Prinsip dasar Good Corporate Governance

Implementasi good corporate governance akan berhasil jika memiliki sejumlah prinip. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, GCG memiliki prinsip sebagai berikut : transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan dengan cara yang mudah diakses serta dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. Traparansi meliputi (1) penyediaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. (2) mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan (3) investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.

b. Akuntabilitas (accountability).

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Akuntabilitas merupakan prasyaratan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Akuntabilitas adalah fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organisasi perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas meliputi pengertian bahwa (1) Anggota dewan komisaris harus bertindak mawakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham (2) memiliki komisaris yang bersifat independent terlepas dari manajemen (3) praktek audit internal yang efektif.

Pertanggungjawaban perusahaan (responsibility) adalah kesesuaian (kepatuhan) dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen. Pertanggungjawaban meliputi (1) Menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, (2) lewat prinsip responsibility diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

d. Independensi (independency)

Independensi (independency) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-pinsip korporasi yang sehat. Indepedensi meliputi proses pengambilan keputusan seharusnya berpihak pada kepentingan perusahaan.

e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness)

Kewajaran dan kesetaraan (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stockeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness meliputi (1) kejelasan bagi seluruh hak pemegang saham (2) perlakuan yang sama bagi

para pemegang saham (3) asset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati).

2.3.3. Struktur GoodCorporate Governance

Agar pelaksanaan good corporate governance mudah untuk dilaksanakan diperlukan struktur good corporate governance. Ada dua pola corporate governance yang digunakan untuk membedakan mekanisme pengawasan.

1. Sistem satu tingkat atau one tier system.

One tier system disebut juga sistem satu tingkat (single board system). Sistem ini digunakan oleh negara Anglo-Saxon seperti Amerika dan Inggris. Dalam sistem ini struktur corporate governance hanya ada satu badan dibawah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu Board of Director. Ada dua jabatan dalam Board of Director yaitu Chairman of the Board dan Chief Executive officier dan dua jabatan ini biasanya dirangkap satu orang. Pada model ini single-board system ini memiliki struktur corporate governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris serta dewan direksi dan anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi. Kedua dewan ini disebut Board of Director.

Gambar 2.1. Struktur Board Of Dorictor Dalam One Tier System

Dewan Dereksi

Direktur Eksekutif Direktur Non-Eksekutif Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

2. Sistem dua tingkat atau Two Tiers System.

Sistem dua tingkat berasal darisitem hukum Kontinental Eropa (Continental Europe). Pada sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah yaitu, dewan pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Dewan Direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Dewan Direksi juga menjawab hal- hal yang menyangkut perusahaan yang diajukan Dewan Komisaris.

Gambar 2.2. Struktur Board Of Dorictor Dalam Two Tier System

Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Dewan Direksi serta memastikan apakah pelaksanaan good corporate governance telah dilaksanakan sesuai peraturan. Dewan Komisaris tidak mempunyai wewenang untuk menangani operasional perusahaan. Wewenang operasional sepenuhnya dilaksanakan oleh Dewan Direksi. Sistem ini banyak digunakan di negara Eropa seperti Belanda dan Jerman. Indonesia menganut Two Tiers System yang dimodifikasi dimana kedudukan Dewan Komisaris tidak secara langsung diatas Dewan Direksi. Pertanggungjawaban Dewan Direksi langsung kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), bukan kepada Dewan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dewan Komisi

Komisaris. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Perseroan Terbatas tahun 1995 yang menyatakan bahwa anggota Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS ( pasal 80 ayat 1), dan anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 95 ayat 1 pasal 101 ayat 1).

2.3.4. Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia.

Beberapa alasan mendasar yang mendorong di terapkannya corporate governance. Becht et.al. (2002) dalam solihin (2009) antara lain;1) munculnya gelombang privatisasi di seluruh dunia; 2) Terjadinya reformasi dana pensiun; 3) Adanya merger dan pengambilalihan perusahaan ;;4) Adanya deregulasi dan integrasi pasar modal;5) Krisis ekonomi Asia Timur, Rusia dan Brazil; 6) Berbagai skandal yang menimpa perusahaan besar. Perkembangan corporate governance di Indonesi tidak lepas dari faktor – faktor diatas. Kejadian yang paling mendorong diterapkannya corporate governance adalah terjadinya krisis yang melanda Asia. Menurut kajian Asia Develovment Bank (ADB) yang dikutip Kaihatu (2006) dalam Warjanto (2010) terdapat beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris ; ketiga inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal, dan kelima, ketidakmemadainya pengawasan oleh para kreditur.

Pemerintah Indonesia melalui Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (NKKCG) yang dibentuk berdasarkan keputusan Menko Ekuin pada

tahun 1999 mengeluarkan surat edaran KEP/31/M.EKUIN/08/1999 .Keputusan tersebut telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir tahun tahun 2001. Kebutuhan akan penerapan prinsip-prinsip corporate governance juga dirasakan oleh sektor perbankan. Peraturan Bank Indonesia No.2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember tentang Bank Umum dimana didalamnya diatur kriteria yang wajib dipenuhi calon anggota Direksi dan Komisaris Bank Umum, serta batasan transaksi yang diperbolehkan atau dilarang oleh pengurus bank.

Selain itu bagi perusahaan BUMN di atur melalui Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara dan menjadikan prinsip good corporate governance sebagai landasan operasionanya. Penerapan Good Corporate Governance didukung juga oleh sektor swasta melalui mekanisme pasar modal seperti PT. BEI dan Bapepem-LK mengeluarkan regulasi-regulasi guna mendukung implementasi Good corporate Governance di Indonesia (Taridi, 2009).

a. Tahun 2000, BEJ (sekarang BEI) memberlakukan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 perihal Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi untuk mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan.

b. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-63/PM/1996 yang kemudian diperjelas dalam Peraturan Nomor IX-14 tentang pembentukan sekretaris perusahaan.

c. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi imbauan perlunya Komite Audit dimiliki setiap Emiten. d. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-40/PM/2003 yang dijelaskan

dalam peraturan Nomor VIII.6.11 tentang tanggung jawab direksi atas laporan keuangan.

e. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-07/PM/2004 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.15 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit.

f. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-45/PM/2004 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.1.6 tentang Direksi dan Komisaris pada Emiten dan perusahaan go publik.

g. Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor KEP-134?BL/2006 yang dijelaskan dalam peraturan Nomor X.K.6 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan tahunan bagi perusahaan publik.

Selain peraturan diatas, penerapan good corporate governance didukung dengan munculnya beberapa organisasi independen, seperti Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Dengan adanya lembaga tersebut diharapkan implementasi good corporate governance. semakin berkembang dan dapat bermanfaat bagi perusahaan diIndonesia.

2.3.5 Hubungan mekanisme Good Corporate Governance dan Corporate

Dokumen terkait