BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN
C. Prinsip Good Corporate Governance Menurut POJK No
43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas POJK No.
73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian
Prinsip Good Corporate Governance yang berlaku bagi perusahaan perasuransian dapat ditinjau dari POJK No. 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Di samping itu penerapan prinsip Good Corporate Governance juga dapat merujuk pada POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, dalam hal aturan-aturan yang tidak diubah atau di hapus sehingga tetap berlaku.
Mengacu pada POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Perusahaan Asuransi wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Prinsip Good Corporate Governance dimaksud meliputi:
a. Keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan mengenai Perusahaan, yang mudah diakses oleh Pemangku Kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perasuransian serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang sehat;
b. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban Organ Perusahaan sehingga kinerja Perusahaan, dapat berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien;
c. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan Perusahaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian dan nilainilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang sehat;
d. Kemandirian (independency), yaitu keadaan Perusahaan yang dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang sehat; dan
e. Kesetaraan dan kewajaran (fairness), yaitu kesetaraan, keseimbangan, dan keadilan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian, ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian, dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang sehat.77
Dalam melaksanakan prinsip tata kelola tersebut diatas, Perusahaan Perasuransian wajib berpedoman pada serangkaian ketentuan dan persyaratan dan
77
pedoman yang terkait dengan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik78. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik bertujuan untuk:
a. Mengoptimalkan nilai Perusahaan Perasuransian bagi Pemangku Kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak memperoleh manfaat;
b. Meningkatkan pengelolaan Perusahaan Perasuransian secara profesional, efektif, dan efisien;
c. Meningkatkan kepatuhan Organ Perusahaan Perasuransian dan DPS serta jajaran dibawahnya agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi pada etika yang tinggi, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan kesadaran atas tanggung jawab sosial Perusahaan Perasuransian terhadap Pemangku Kepentingan maupun kelestarian lingkungan;
d. Mewujudkan Perusahaan Perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif; dan;
e. Meningkatkan kontribusi Perusahaan Perasuransian dalam perekonomian nasional.79
78 Penjelasan Umum Peraturan Ototritas Jasa Keuangan No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian
79
D. Analisis POJK No. 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, pada prinsipnya adalah suatu peraturan yang mengubah peraturan OJK Nomor 73/POJK.07/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Peraturan ini bukan merupakan peraturan baru yang secara langsung menjadi peraturan pelaksana pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian. Kedudukan POJK ini sebagai peraturan perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, menjadi dasar berpikir bagi penulis untuk mengulas peraturan ini dari sudut pandang perubahannya. Dengan kata lain, terhadap peraturan ini akan di tinjau ketentuan-ketentuan yang diubah, sehingga dapat menjawab kebutuhan suatu perusahaan perasuransian sebagai suatu lembaga sektor jasa keuangan untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Sebelum melangkah lebih jauh, maka perlu ditegaskan bahwa adapun peraturan Otoritas jasa keuangan yang mengatur tentang pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian baik POJK Nomor 73/POJK.05/2016, maupun Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019, telah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian. Lahirnya peraturan-peraturan ini merupakan perwujudan amanat pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan
Perasuransian yang pada ayat (1) mengatakan bahwa, perusahaan perasuransian wajib menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. 80 Pada ayat (2) dikatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai prinsip tata kelola perusahaan yang baik di atur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 81 Berdasarkan ketentuan tersebut maka lahirlah peraturan OJK yang mengatur tentang tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian sebagaimana POJK Nomor 73/POJK.05/2016 beserta perubahannya yaitu POJK Nomor 43/POJK.05/2019.
Peraturan perubahan atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 ini, mengatur beberapa perubahan ketentuan pasal-pasalnya. Oleh karenanya, perlu di kaji lebih lanjut, apakah perubahan-perubahan ketentuan tersebut masih tetap sesuai dengan amanat pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian tersebut.
Perubahan yang terjadi atas pasal 7 pada peraturan ini adalah dengan mengubah bunyi ayat (1) dan menghapus ketentuan ayat (2). Pasal 7 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019 mengatakan bahwa, Perusahaan wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian dan peraturan perundang-undangan lain. 82 Hal ini mengubah bunyi pasal 7 ayat (1) Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 yang mengatakan bahwa, Perusahaan wajib memiliki seorang direktur kepatuhan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan OJK ini diundangkan. 83 Melalui perubahan yang terjadi berdasarkan Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05 Tahun 2019, Otoritas Jasa
80 Pasal 11, Ayat 1, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian
81 Ibid., Pasal 11, Ayat 2
82 Pasal 7, Ayat 1, Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05 Tahun 2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian
83
Keuangan memberikan kelonggaran kepada perusahaan dengan mana tidak mewajibkan secara langsung perusahaan perasuransian untuk memiliki Direktur Kepatuhan sebagai wujud pelaksanaan kepatuhan perusahaan. Melalui perubahan tersebut, Otoritas jasa keuangan bahkan tidak lagi menerapkan larangan secara langsung bagi perusahaan perasuransian untuk memiliki Direksi Kepatuhan yang menjalankan fungsi rangkap, dengan dihapusnya ayat (2) pasal 7 yang pada Peraturan sebelumnya mengatakan bahwa Direktur kepatuhan Perusahaan dilarang merangkap fungsi lain.84 Hal ini sejalan dengan diubahnya bunyi ayat (1) yang pada dasarnya mewajibkan adanya direksi kepatuhan bagi perusahaan perasuransian.
Direktur kepatuhan sebagaimana di amanatkan melalui pasal 7 peraturan-peraturan ini, tidak lagi wajib memiliki fungsi tersendiri berdasarkan ketentuan pasal 8 Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019 yang pada ayat (1) mengatakan bahwa, Untuk memastikan kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Perusahaan wajib menunjuk 1 (satu) orang anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan.85 Berdasarkan redaksi ayat tersebut, Otoritas Jasa Keuangan melalui peraturan tersebut membuka kemungkinan bagi perusahaan asuransi untuk memanfaatkan direksi yang telah ada sebelumnya untuk membawahi fungsi kepatuhan. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 8 ayat (2) Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019 yang mengatakan bahwa Anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
84 Ibid., Pasal 7, Ayat 2
85 Pasal 8, Ayat 1, Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
(1) tidak dapat dirangkap oleh anggota Direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsi keuangan, atau fungsi pemasaran.86
Adanya ketentuan yang mengatur tentang anggota direksi yang tidak dapat membawahi fungsi kepatuhan tersebut, mengandung pemahaman bahwa ada anggota direksi yang membawahi fungsi selain dari yang telah disebutkan pada ayat 2 tersebut yang dapat menjalankan/membawahi fungsi kepatuhan. Hal ini juga telah dipertegas melalui ayat (3) yang mengatakan bahwa Berdasarkan hasil pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Perusahaan untuk menunjuk anggota Direksi yang hanya membawahkan fungsi kepatuhan.87 Berdasarkan fakta hukum tersebut, Otoritas Jasa Keuangan hanya akan mewajibkan perusahaan asuransi untuk memiliki direksi yang hanya membawahi fungsi kepatuhan didasarkan pada hasil pengawasannya.
Perubahan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05 Tahun 2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian melalui Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, pada intinya adalah memberikan kelonggaran dalam melaksanakan fungsi kepatuhan bagi perusahaan asuransi. Diberikannya kelonggaran bagi perusahaan perasuransian untuk melaksanakan fungsi kepatuhan tersebut, dapat berpengaruh pada konsentrasi perusahaan asuransi untuk menjalankan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Sebab Peraturan OJK Nomor 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan
86
Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian memiliki ketentuan yang berpotensi memperlemah pelaksanaan fungsi kepatuhan yang merupakan salah satu dari pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik oleh perusahaan asuransi.
Terbukanya kemungkinan bagi perusahaan asuransi untuk melakukan rangkap fungsi terhadap anggota direksinya, tentu akan dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi dalam rangka menyederhanakan jabatan-jabatan yang ada didalamnya.
Berdasarkan pada ketentuan yang diubah tersebut, perusahaan asuransi hanya perlu mengupayakan agar pelaksanaan fungsi kepatuhan oleh direksi yang kedudukannya merangkap tersebut dapat dilakukan dengan baik. Ketentuan yang mengatur bahwa OJK mewajibkan direksi yang melaksanakan fungsi kepatuhan adalah direksi yang tidak merangkap fungsinya berdasarkan pengawasan, menunjukkan bahwa pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik secara maksimal itu bersifat represif. Dengan kata lain, bahwa prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian dapat dilaksanakan secara maksimal melalui pemisahan direksi yang membawahi fungsi kepatuhan tersebut hanya wajib dilakukan apabila dalam pengawasannya Otoritas Jasa Keuangan menemukan adanya hal-hal yang menyimpangi prinsip tata kelola perusahaan yang baik tersebut.
Dengan demikian, maka lahirnya peraturan OJK Nomor 43/POJK.07/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan OJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian dapat mengurangi pelaksanaan pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian yang mewajibkan setiap perusahaan asuransi untuk melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prinsip Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan Yang Baik adalah sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran Direksi, Pemegang Saham, dan Pemangku Kepentingan lainnya agar dapat mengelola dan mengawasi perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Prinsip Good Corporate Governance menentukan 5 prinsip dasar yang menjadi landasan dalam menjabarkan Prinsip Good Corporate Governance, antara lain : Prinsip Keterbukaan (Transparency), Prinsip Akuntabilitas (Accountability), Prinsip Pertanggungjawaban (Responsibility), Prinsip Kemandirian (Independency), dan Prinsip Kesetaraan / Kewajaran (Fairness). Prinsip Good Corporate Governance merupakan landasan yang di gunakan untuk mencapai kesinambungan usaha untuk pencapaian sasaran perusahaan dalam jangka panjang yang berlandaskan peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika. Kemudian dalam penerapan Prinsip Good Corporate Governance di perusahaan umum dan perusahaan asuransi di Indonesia pada dasarnya tetap menerapkan 5 prinsip dasar Good Corporate Governance. Selanjutnya Prinsip Good Corporate Governance pada perusahaan umum menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor. Per-01/MBU/2011
Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. Terdapat beberapa pasal yang merupakan bagian dari implementasi GCG walaupun tidak dijelaskan secara eksplisit sementara pada perusahaan asuransi menggunakan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. Di atur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 menjelaskan bahwa Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
2. Ruang lingkup usaha perasuransian menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian antara lain : Perusahaan Asuransi Umum, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Asuransi Umum Syariah, Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah, Perusahaan Reasuransi Syariah, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. Setiap ruang lingkup yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian memiliki Kewajiban pertama dan utama yang harus dilaksanakan oleh Perusahaan Perasuransian yaitu menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Penerapan Good Corporate Governance pada prinsipnya telah menjadi kewajiban bagi perusahaan asuransi maka sanksi terhadap pelanggaran prinsip-prinsip Good Corporate Governance tersebut juga dapat di temukan pada peraturan-peraturan yang menjadi landasan hukum Perusahaan Perasuransian. Pengaturan mengenai sanksi terhadap Perusahaan Asuransi yang tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance
dijelaskan melalui Pasal 80 ayat (1) POJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian diatur tiga jenis sanksi administratif yaitu peringatan tertulis; pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian/seluruh pembatasan kegiatan usaha untuk sebagian/seluruh kegiatan usaha; atau pencabutan izin usaha. Sanksi administratif tersebut dilakukan secara bertahap.
Selain sanksi administratif tersebut, OJK dapat mengenakan sanksi tambahan berupa larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, pengendali, direksi, dan dewan komisaris, atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah direksi, pada perusahaan perasuransian.
3. Prinsip Good Corporate Governance pada perusahaan asuransi dalam penerapannya berkaitan erat dengan upaya membangun pola perilaku dan standar acuan dalam praktik bisnis yang sesuai dengan standar internasional. Penetapan visi, misi dan nilai-nilai inti perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan dalam penerapan good corporate governance oleh suatu perusahaan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengacu pada POJK No.
73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian menerapkan 5 prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya. Perusahaan Perasuransian wajib berpedoman pada serangkaian ketentuan dan persyaratan dan pedoman yang terkait dengan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang
dimana bertujuan untuk: mengoptimalkan nilai Perusahaan Perasuransian; meningkatkan pengelolaan Perusahaan Perasuransian;
meningkatkan kepatuhan Organ Perusahaan Perasuransian dan DPS serta jajaran dibawahnya; mewujudkan Perusahaan Perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif; serta meningkatkan kontribusi Perusahaan Perasuransian dalam perekonomian nasional.
POJK Nomor 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas POJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian memiliki ketentuan yang berpotensi memperlemah pelaksanaan fungsi kepatuhan yang merupakan salah satu dari pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan yang baik oleh perusahaan asuransi. Terbukanya kemungkinan bagi perusahaan asuransi untuk melakukan rangkap fungsi terhadap anggota direksinya, tentu akan dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi dalam rangka menyederhanakan jabatan-jabatan yang ada didalamnya. Dengan demikian, maka lahirnya POJK Nomor 43/POJK.07/2019 Tentang Perubahan Atas POJK Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian dapat mengurangi pelaksanaan pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perusahaan Perasuransian yang mewajibkan setiap perusahaan asuransi untuk melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
B. Saran
1. Setelah meneliti lebih lanjut terkait persamaan dan perbedaan mengenai Prinsip Good Corporate Governance pada perusahaan umum dengan perusahaan asuransi di Indonesia, sudah seharusnya terdapat pemisahan yang jelas yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga yang memiliki fungsi regulasi atas perusahaan asuransi dalam hubungannya dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik sehingga apa yang menjadi perwujudan prinsip tata kelola perusahaan yang baik tidak bersifat umum. Dengan demikian, maka Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian berfungsi secara khusus sehingga dapat menjadi pedoman yang jelas bagi perusahaan asuransi dalam menerapkan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasutransian disamping apa yang telah di atur secara umum melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
2. Berdasarkan sanksi sebagaimana telah diuraikan dalam penelitian ini maka dapat kita temukan sanksi-sanksi yang masih bersifat umum yang diberlakukan bagi perusahaan asuransi yang tidak menerapkan Good Corporate Governance. Oleh karena itu seharusnya sanksi terhadap pelanggaran dibuat lebih khusus atau setidak tidaknya ada jabaran dari 3 sanksi yang telah disebutkan di dalam pasal 80 POJK No.
73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
3. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di dalam penelitian ini terhadap POJK No. 43/POJK.05/2019 Tentang Perubahan Atas POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian ditemukan bahwa apa yang diubah dari POJK No. 73/POJK.055/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian bukanlah hal-hal yang bersifat substantif, sehingga tidak terlalu mempengaruhi penerapannya. Oleh karena itu maka seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya perlu membuat peraturan pelaksana yang berupa pedoman dalam penerapan prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian sebagaimana telah diatur dalam POJK No. 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.