• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRINSIP IMUNODIAGNOSTIK

Dalam dokumen AUTOIMUN (Halaman 29-39)

Terapi Antialergi

E. PRINSIP IMUNODIAGNOSTIK

Respon imun spesifik secara sederhana dibagi dalam 2 kategori yaitu: respon yang dimediasi oleh sel dan respon yang dimediasi oleh antibodi. Respon imun yang dimediasi oleh sel dibawakan oleh sel limfosit T. Limfosit T berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi beragam sel efektor termasuk sel T helper dan sel T sitotoksik. Sel T sitotoksik secara spesifik menyerang dan membunuh mikroorganismee pada sel hospes yang rusak atau karena terinfeksi patogen. Sel T helper memproduksi sitokin sitokin merangsang pematangan sel B sehingga sel B memproduksi antibodi yang mampu membunuh organisme yang mengifeksi.

Respon imun yang dimediasi oleh antibodi adalah merupakan protein spesifik yang dihasilkan oleh limfosit B. karena protein bersifat menimbulkan reaksi fungsi imunologis dan memiliki struktur globular pada keadaan aktif maka disebut j uga immunoglobulin.

Antibodi disekresikan ke dalam darah atau cairan limpa (kadangkala pada cairan tubuh lainnya) oleh sel B limfosit atau tetap melekat pada permukaan sel limfosit atau sel lain. Karena sel yang terlibat dalam kategori respon imun ini berada dalam sirkulasi darah tipe imunitas seperti ini disebut juga imunitas humoral. Untuk keperluan penentuan antibodi pada pasien yang telah diproduksi ketika proses melawan infeksi serum pasien (atau kadangkala plasma) diperiksa untuk mengetahui adanya antibodi. Mempelajari diagnosa suatu penyakit berdasarkan penentuan kadar antibodi dalam serum disebut serologi.

Karakteristik Antibodi

Secara genetik manusia memilki kemampuan untuk memproduksi secara langsung antibodi spesifik terhadap hampir semua jenis antigen baik melalui kontak selama hidup dan oleh pengenalan tubuh sebagai benda asing. Antigen dapat berupa bagian struktur fisik atau bahan kimia yang diproduksi dan dilepaskan oleh patogen misalnya eksotoksin. Satu patogen dapat mengandung atau memproduksi banyak antigen yang berbeda-beda yang dapat dikenali oleh hospes sebagai benda asing sehingga infeksi oleh satu agent penyakit dapat menimbulkan produksi antibodi yang berbeda-beda. Sebagai tambahan beberapa antigen memiliki sifat tidak dapat dikenali oleh sel hospes apabila antigen tersebut tidak melalui proses perubahan fisik sebagai contoh sebelum bakteri patogen dicerna oleh leukosit polimormonuklear beberapa antigen pada permukaan sel tidak dapat dikenali oleh sistem imun sekali bakteri tersebut pecah antigen inilah yang akan dikenali sehingga terbentuk  antibodi untuk melawan antigen tersebut. Berdasarkan alasan tersebut pasien dapat memproduksi antibodi yang berbeda pada saat infeksi oleh satu jenis penyakit. Respon imun akan semakin matang dengan adanya paparan yang berulang dan antibodi yang terbentuk  akan lebih spesifik dan lebih dapat terikat dengan kuat.

1. Melekat pada permukaan patogen dan membuat patogen lebih dapat diterima oleh sel fagosit (opsonisasi antibodi)

2. Berikatan dan menghalangi reseptor permukaan pada sel hospes (antibodi netralisasi) 3. Melekat pada permukaan sel patogen dan berperan dalam penghancuran dengan aktifitas lisis sistem komplemen (fiksasi komplemen antibodi).

Meskipun metode diagnostik serologi rutin biasanya hanya mengukur dua kelas antibodi yaitu IgM dan IgG terdapat lima kelas antibodi yang berbeda yaitu : IgG IgM IgE IgA dan IgD. Pada struktur antibodi terdapat tempat melekatnya antigen (antigen binding site) yang bersifat spesifik pada setiap antibodi yang terbentuk. Berdasarkan spesifitas antibodi antigen dengan beberapa kesamaan tetapi tidak identik dapat berikatan pula dengan antibodi disebut dengan reaksi silang. Komplemen-binding site terletak ditengah-tengah struktur molekul dan semua sama pada setiap kelas antibodi. IgM merupakan respon pertama untuk beberapa antigen walaupun jumlahnya yang tinggi hanya bersifat sementara. Sehingga dengan adanya IgM menandakan bahwa baru terinfeksi atau permulaan infeksi aktif. Dilain pihak IgG merupakan antibodi yang dapat tetap bertahan lama sampai setelah infeksi hilang. Struktur molekul IgM terdiri dari lima monomer antigen dengan sepuluh antigen binding site.

Respon imun humoral yang bermanfaat dalam pengujian diagnostik

Sistem imun manusia mampu memproduksi baik antibodi IgM atau IgG dalam hampir semua patogen. Pada kebanyakan kasus IgM diproduksi oleh pasien hanya setelah interaksi pertama dengan patogen dan tidak lagi terdeteksi setelahnya dalam waktu singkat. Untuk  kepentingan diagnosa secara serologis perbedaan yang penting dari IgM dan IgG adalah IgM tidak dapat menembus plasenta dari ibu hamil sehingga apabila IgM terdeteksi pada serum bayi baru lahir pasti telah dibuat oleh bayi itu sendiri. Dengan molekul yang besar dan jumlah antigen-binding site IgM dapat membantu mempercepat melenyapkan patogen.

IgG merupakan antibodi yang lebih spesifik terhadap antigen walaupun IgG hanya memiliki dua antigen binding site tapi dapat pula terikat pada komplemen. Ketika IgG terikat pada antigen dasar molekul akan melekat dan terikat pada membran sel fagosit meningkatkan kemampuan menelan dan penghancuran patogen oleh sel hospes. Pertemuan kedua dengan antigen yang sama biasanya hanya menimbulkan respon IgG. Karena sel B limfosit menyimpan sel memori dari patogen tersebut sehingga dapat lebih cepat merespon dan lebih banyak dihasilkan antibodi dibandingkan dengan interaksi pertama. Respon cepat tersebut dinamakan respon anamnestik. Karena sel B memori tidak sempurna kadangkala kelompok  sel memori akan distimulasi oleh antigen yang mirip tapi tidak sama seperti antigen asal yang

menimbulkan respon anamnestik poliklonal dan tidak spesifik. Sebagai contoh infeksi ulang cytomegalovirus akan menstimulasi sel B memori untuk memproduksi antibodi terhadap virus Eipstein-Barr (family virus herpes lainnya).

Interpretasi pada Pemeriksaan Serologi

Pemahaman umum dari konsep serologi adalah terjadinya peningkatan titer. Titer antibodi sebanding dengan pengenceran tertinggi serum pasien dimana antibodi masih dapat terdeteksi. Pasien dengan jumlah antibodi yang tinggi karena antibodi masih dapat terdeteksi pada pengenceran tertinggi serum yang digunakan untuk penentuan titer antibodi harus diambil selama fase akut dari penyakit (ketika pertama kali diketahui atau masih tersangka) dan diulangi selama masa penyembuhan (biasanya dua minggu kemudian). Specimennya disebut serum akut dan serum konvalesen. Untuk beberapa infeksi seperti penyakit legionnaires dan hepatitis titer dapat tidak meningkat sampai beberapa bulan setelah infeksi akut atau dapat tidak pernah meningkat sama sekali. Untuk kebanyakan patogen peningkatan titer dari pengenceran empat kalinya (yaitu dari positif pada titer 1/8 menjadi 1/32 pada serum berpasangan (akut dan konvalesen) dapat dipertimbangkan didiagnosa sebagai infeksi baru. Hasil yang akurat untuk diagnosa penyakit infeksi ini akan didapatkan hanya ketika serum akut dan konvalesen diperiksa bersama-sama dalam sistem pengujian yang sama.

Prinsip-Prinsip Pemeriksaan Metode Serologis

Penentuan antibodi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam beberapa kasus antibodi terhadap satu jenis antigen dapat diperiksa dengan lebih dari satu cara tetapi metode penentuan antibodi yang berbeda terhadap satu antigen boleh jadi mengukur antibodi yang berbeda. Berdasarkan alasan tersebut adanya antibodi terhadap patogen tertentu yang dideteksi oleh satu metode mungkin saja tidak berhubungan dengan adanya antibodi terhadap antigen yang sama tapi dengan metode yang berbeda. Kemudian pula setiap metode pemeriksaan memiliki derajat sensitifitas yang bervariasi dalam mendeteksi adanya antibodi. Walaupun demikian karena IgM biasanya diproduksi hanya pada pasien dengan infeksi pertama kali terhadap agent infeksi penentuan IgM dapat membantu klinisi dalam penentuan diagnosa sehingga kebanyakan metode serologis didasarkan kepada analisa IgM.

Metode Pemeriksaan Antibodi A. Metode Aglutinasi

Reaksi aglutinasi (direk atau pasif) banyak digunakan sebagai contoh penentuan tipe eritrosit dalam penggolongan darah diagnosis imunologi pada penyakit hemolitik seperti anemia hemolitik yang diinduksi obat tes rheumatoid faktor (IgM dan IgG) tes untuk syphilis dan aglutinasi untuk tes kehamilan.

Pada reaksi aglutinasi bakteriologis dasar pemeriksaan penentuan antibodi adalah pengukuran antibodi yang terbentuk yang merupakan respon terhadap antigen. Antibodi spesifik melekat pada permukaan bakteri dalam suspensi yang kental sehingga menyebabkan bakteri berkumpul membentuk agregat. Antibodi yang demikian disebut dengan aglutinin dan pemeriksaannya disebut aglutinasi bakteri. Reaksi aglutinasi biasa dilakukan untuk infeksi bakteri yang sulit dilakukan pembiakan secara in vitro. Bakteri yang menggunakan teknik ini diantaranya: tetanus yersiniosis leptospirosis brucellosis dan tularemia. Demam thypoid agglutinin test (Widal test) sudah jarang digunakan karena biasa bereaksi positif pada pasien dengan infeksi bakteri lain atau reaksi silang antibodi atau karena pernah imunisasi thypoid. Pemeriksaan yang paling sesuai untuk pasien tersangka demam thypoid adalah dengan pembiakan dan identifikasi adanya bakteri Salmonella. Sel parasit Plasmodium Leismania atau Toxoplasma gondii juga telah menggunakan metode aglutinasi langsung untuk deteksi antibodi. Banyak pasien yang terinfeksi ricketsia memproduksi antibodi yang dapat menyebabkan aglutinasi non spesifik terhadap bakteri proteus. Tes Weil-Felix dapat digunakan untuk mendeteksi reaksi silang tersebut tetapi telah tersedia metode pemeriksaan infeksi ricketsia yang baru yang lebih spesifik sehingga tes Weil-Felix tidak dipergunakan lagi.

B. Tes Aglutinasi Partikel

Teknik pemeriksaan serologis yang mendeteksi antibodi melalui aglutinasi dari partikel pembawa (carrier) tiruan dimana antigen terikat pada partikel tersebut. Carrier yang biasa digunakan partikel lateks atau sel darah merah yang telah di olah atau biologic carrier seperti sel bakteri yang dapat membawa antigen pada permukaannya dan dapat berikatan dengan antibodi yang diproduksi sebagai respon dari sel hospes. Ukuran partikel pembawa memungkinkan reaksi aglutinasi dapat terlihat. Contohnya untuk antigen cryptococcal digunakan lateks bead yang dilekati antibodi spesifik pada metode lateks agglutination.

Sel darah merah binatang biasa juga digunakan sebagai carrier antigen pada tes aglutinasi tes ini disebut dengan haemaglutinasi untuk mendeteksi adanya partikel virus berdasarkan sifat mengaglutinasikan eritrosit yang terlihat secara makroskopis dan indirect haemaglutinasi

atau haemaglutinasi pasif karena bukan merupakan antigen sel darah merah itu sendiri tetapi sebagai sel pembawa antigen secara pasif yang akan diikat oleh antibodi. Yang digunakan secara luas dari metode ini dan telah tersedia secara komersial adalah Mikrohaemaglutinasi untuk antibodi Treponema pallidum (MHA-TP) Haemaglutinasi treponemal untuk syphilis (HATTS) haemaglutinasi pasif untuk antibodi terhadap antigen ekstraseluler steptococcus dan tes indirek haemaglutinasi untuk antibodi virus Rubella eritrosit diolah dengan penambahan formaldehid-piruvat aldehid sehingga virus rubella dapat terabsorpsi pada membran permukaan eritrosit . Pedoman laboratorium terpercaya seperti Center for Disease Control and Prevention (CDC) juga menyelenggarakan pemeriksaan indirek haemaglutinasi untuk tes antibodi terhadap beberapa clostridia Burkholderia psudomallei Bacillus anthracis Corynebacterium diphtheria Leptospira dan beberapa agen virus dan parasit.

C. Tes Flokulasi

Berbeda dengan pembentukkan agregat ketika partikel antigen berikatan dengan antibodi spesifik interaksi antara antigen terlarut dengan antibodi akan membentuk presipitat pemadatan partikel halus biasanya terlihat hanya jika presipitat tetap stabil berada pada matrik.

Ada dua jenis tes berdasarkan flokulasi: 1. Tes Presipitin

Metode klasik untuk mendeteksi antigen terlarut yaitu antigen dalam suatu larutan adalah Outcherlony double immunodiffusion. Pada metode ini sumur dibuat dalam suatu agar suatu matrik berbentuk gelatin yang memungkinkan partikel berdifusi dalam cawan petri. Metode ini biasanya digunakan untuk mendeteksi eksoantigen yang diproduksi oleh jamur sistemik  untuk konfirmasi keberadaannya dalam pembiakan. Akan tetapi teknik ini terlalu lambat untuk penggunaan secara umum untuk deteksi antigen secara langsung dari specimen serum pasien.

Imunodiffusi

Tes imunodifusi didasarkan pada pembentukkan imunokompleks yang berdasarkan berat molekul yang tinggi presipitat dan bentuk garis presipitasi dapat diamati secara makroskopik. Metode ini untuk mendapatkan hasil diperoleh kurang lebih satu minggu itupun hanya hasil kualitatif. Teknik imunodifusi dapat dilakukan pada cawan petri yang mengandung agar gelatin 1% dalam suasana buffer posfat atau tris buffer. Sumur-sumur dibuat menggunakan perforator untuk menempatkan antigen di sumur dan serum-serum diletakkan mengeliligi antigen. Antigen dan antibodi dalam serum akan berdifusi dalam agar dan ketika bertemu

akan membentuk garis agak kabur yang akan terlihat pada cahaya langsung dan dengan latar belakang gelap. Kontrol positif (standar serum) harus disertakan untuk panduan pembacaan hasil positif dan interpretasi. Teknik imunodifusi selain untuk serum juga dapat digunakan untuk LCS dan urine. Teknik imunodifusi biasa digunakan pula untuk deteksi antibodi terhadap jamur patogen : Histoplasma Blastomyces Coccidioides Paracoccidioides dan beberapa jamur opportunistic yang pemeriksaannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 48 jam bahkan lebih untuk mengembangkan pembentukan pita.

VDRL (Veneral Disease Research Laboratory test)

Merupakan metode yang menggunakan prinsip presipitasi dengan bentuk produk akhir presipitin berkumpul terlihat secara makroskopis dan mikroskopis. Pasien yang terinfeksi treponema pada umumnya Treponema. pallidum penyebab shypilis membentuk antibodi seperti protein dinamakan reagin yang akan berikatan dengan antigen cardiolipin-lecithin-coated cholesterol partikel menyebabkan partikel berflokulasi. Karena reagin bukan merupakan antibodi langsung yang spesifik terhadap antigen T. pallidum tes ini kurang spesifik tetapi baik digunakan untuk skrining tes. VDRL merupakan satu-satunya tes yang paling berguna untuk mendeteksi cairan LCS pasien tersangka Neuroshypilis meskipun kemungkinan terjadi positif palsu. Pelaksanaan tes VDRL memerlukan ketelitian alat gelas yang bersih dan harus memperhatikan rincian secara tepat termasuk kontrol kualitas rutin. Sebagai tambahan reagen yang akan digunakan harus disiapkan baru setiap pelaksanaan tes serum pasien harus diinaktivasi dengan pemanasan selama 30 menit pada 56pC sebelum tes dan hasilnya dibaca menggunakan mikroskop. Untuk semua alasan tersebut banyak  laboratorium klinik menggunakan tes kualitatif tandingan Rapid Plasma Reagin (RPRtest)

RPR (Rapid Plasma Reagin test)

RPR merupakan tes yang tersedia secara komersial lengkap dengan konrol positif dan negatif kartu tempat reaksi dan reagen untuk persiapan suspensi antigen. Antigen kardiolipin-lecithin-coated cholesterol dengan cholin klorida dan juga mengandung partikel arang untuk  memperlihatkan flokulasi makroskopis. Serum tanpa pemanasan dan reaksi terjadi pada permukaan kartu tes yang kemudian dibuang. RPR merupakan tes yang dianjurkan untuk  specimen LCS. Seluruh prosedur distandarisasi dan dijelaskan terperinci dalam kit reagen dan harus diikuti dengan tepat. Secara keseluruhan RPR merupakan tes skrining yang lebih sensitif dibandingkan VDRL dan lebih mudah dalam pengerjaannya. Beberapa modifikasi telah dibuat misalnya penggunaan zat warna untuk mempermudah melihat hasil reaksi.

Kondisi dan infeksi lain selain shypilis yang dapat menyebabkan hasil positif pada pemeriksaan VDRL atau RPR disebut biologic false positive tes. Penyakit autoimun seperti lupus erythematosus dan demam reumatik mononucleosis infeksiosa hepatitis kehamilan dan usia tuadapat menyebabkan positif palsu sehingga untuk hasil positif dinyatakan sebagai dugaan dan harus dikonfirmasi dengan tes spesifik treponemal.

2. Counterimmuno electrophoresis

Jenis tes lain yang menggunakan prinsip presipitasi dan penggunaannya secara luas digunakan untuk mendeteksi antibodi dalam jumlah sedikit. Kelebihan tes ini menggunakan muatan listrik yang dialirkan pada antigen-antibodi yang dites pada sistem buffer tertentu. Karena antigen dan antibodi dipertemukan satu sama lainnya dengan bantuan arus listrik pada suatu matriks semisolid untuk bermigrasi sehingga metode ini disebut Counterimmunoelectrophoresis (CIE). CIE merupakan modifikasi metode Ouchterlony yang dipercepat migrasi antigen antibodinya oleh adanya aliran listrik. Dengan pengecualian bakteri Streptococcus pneumonia serotype 7 dan 14 antigen bakteri akan bermuatan negatif  pada suasana sedikit basa sedangkan antibodi bersifat netral. Sifat antigen bakteri inilah yang digunakan pada prinsip metode CIE dimana larutan yang mengandung antibodi dan larutan sampel diletakkan pada lubang sumur agarosa yang diletakkan pada permukaan kaca. Kertas atau fiber bersumbu digunakan untuk menjembatani dua agarosa yang bersebrangan untuk  dilalui buffer yang sedikit alkali. Ketika dialiri arus listrik maka akan terjadi migrasi dari Antigen yang bermuatan negatif akan bermigrasi ke elektoda positif. Antibodi yang bermuatan netral akan terbawa oleh elektroda negative. Perlu disertai control pada setiap pengerjaan CIE merupakan metode yang berdasarkan reaksi presipitasi yang cukup mahal sehingga tidak banyak digunakan lagi dalam imunodiagnostik.

D. Tes Netralisasi

Tes netralisasi pada kultur sel dan pengujian laboratorik menggunakan hewan coba antibodi akan mencegah atau menurunkan virulensi virus. Teknik ini sulit dan membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan sulit untuk dikerjakan akan tetapi kadangkala diperlukan.

E. Tes Fiksasi komplemen

Tes fiksasi komplemen merupakan teknik imunologi yang digunakan untuk menentukan antigen spesifik atau antibodi apabila ada dalam serum pasien. Metode ini sangat umum digunakan untuk membedakan dan menemukan penyebab infeksi. Pada umumnya digunakan

untuk pemeriksaan mikroorganisme yang sulit di identifikasi melalui metode pembiakan. Akan tetapi metode ini telah tergantikan oleh metode serological lainnya dalam dignosa klinik seperti ELISA dan metoda identifikasi patogen yang didasarkan pada DNA khususnya polymerase chain reaction (PCR)

Pada teknik fiksasi komplemen komplemen digunakan ketika antigen bereaksi dengan antibodi. Komplemen dapat ditemukan pada serum babi Guinea. Ketika sel darah merah ditambahkan dengan anti-red-cell-antibodi sel darah merah akan lisis ketika ditambahkan komplemen (hasil tes negatif). Apabila dalam serum mengandung antibodi maka complemen akan menfiksasi ikatan antigen dan antibodi sehingga ketika ditambahkan anti-red-cell antibodi tidak menghasilkan hemolisis sehingga tes menunjukkan hasil positif.

Contoh pemeriksaan dengan metode fiksasi komplemen AdenovirusJamur (Blastomyces Coccicioides & Histoplasma) Virus Influenza A & B Parainfluenza 1 2 & 3Poliovirus 1 2 & 3 Respiratory Syncitial Virus (RSV)

F. ELISA (Enzyme linked Immunoassays)/EIA (Enzym Immunoassays)

ELISA digunakan untuk pengukuran konsentrasi antibodi terhadap suatu antigen biasanya digunakan antibodi monoclonal.

Persiapan tes:

1. Antigen dilekatkan pada fase padat misalnya pada permukaan dasar mikroplate

2. Persiapan anti-human antibodi dilabel enzim (contohnya -galaktosida) yang berfungsi sebagai indicator warna dari substrat yang jernih.

Prinsip ELISA Cara kerja :

1. Specimen yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam sumur biasanya mikroplate molekul antibodi akan berikatan dengan antigen yang dilekatkan pada fase padat

2. Anti-human antibodi yang diberi label ditambahkan pada campuran. Antibodi berlabel akan terikat pada ikatan molekul antigen-antibodi yang pertama sehingga terjadi ikatan sandwich antibodi-antigen-antibodi berlabel

3. Setelah proses pencucian molekul yang tidak berikatan ditambahkan substrat

4. Setelah beberapa waktu sesuai dengan standar prosedur ditambahkan reagen untuk  menghentikan reaksi (penambahan NaOH 1N). intensitas warna yang terbentuk  proporsional/ sebanding dengan konsentrasi antigen yang terikat.

Pemeriksaan yang berdasarkan IFA ke dalam analisis serologi dan molekular :

Teknik Fluorescent-antibodi (FA) masih digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi walaupun tidak sebanyak EIA. Teknik fluorescent terdiri dari direct dan indirect metode indirek biasanya digunakan untuk mendeteksi antibodi (IFA) seperti pada EIA sedangkan untuk pemeriksaan antigen digunakan metode direk.

H. Immunoprecipitasi

Imunopresipitasi merupakan metode dimana protein antigen dipresipitasikan dalam larutan menggunakan antibodi spesifik yang berikatan dengan protein antigen tersebut. Metode ini dapat digunakan ketika isolasi dan pemadatan protein spesifik pada bahan pemeriksaan terdiri dari berbagai macam protein dan tidak sejenis. Antibodi harus dilekatkan pada fase padat pada saat yang sama pada teknik pemeriksaan.

J. Immunoblot

Immunoblot disebut juga dengan Western Blot adalah suatu metoda analisa. Mendeteksi protein tertentu yang terdapat pada sampel ekstrak atau jaringan. Pada teknik imunoblot protein didenaturasi rantai panjang polipeptida atau struktrur tiga dimensi protein dengan elektroforesis. Setelah protein dipindahkan ke dalam membran nitroselulosa protein dideteksi dengan penambahan antibodi. Setiap protein akan berikatan dengan antibodi yang digunakan untuk mendeteksi adanya antigen. Sebuah indicator spesifik digunakan untuk melabel antibodi yang akan menimbulkan warna setelah bereaksi dengan streptavidin.

K. Pemeriksaan Biologi Molecular

Misalnya: PAGE atau SDS PAGE (sodium dodecyl sulfate poliacrylamide gel electrophoresis) adalah metode yang biasanya digunakan untuk biokimia forensik genetik  dan biologi molekular. Metode ini menggunakan teknik pemisahan protein berdasarkan kemampuan pergerakan molekul dalam elektroforesis.

L. Teknik Pemeriksaan Lainnya

Protein sequencing dan  X-ray crystallography digunakan untuk analisis protein virus. Sedangkan teknik  Agarose Gels Restriction Analysis Sequencing Southern Blot Northern Blot  PCR atau RT-PCR biasanya digunakan untuk analisa genom virus.

Dalam dokumen AUTOIMUN (Halaman 29-39)

Dokumen terkait