• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Konservasi terhadap Tumbuhan dan Hewan

ETIKA LINGKUNGAN DALAM ISLAM (ISLAMIC DEEP ECOLOGY)

D. Akhlak Terhadap Lingkungan Hidup 1. Ciri-ciri Akhlak

7. Prinsip Konservasi terhadap Tumbuhan dan Hewan

Salah satu anugerah terbesar terbesar yang diberikan Allah kepada manusia adalah menjadikan bumi ini siap dihuni dengan kesatuan ekosistem yang ada di dalamnya, yaitu tumbuhan dan hewan (an-Najjar, 2007). Semenjak al-Qur’an diwahyukan berpuluh-puluh abad silam, Rasulullah sudah berbicara tentang daur ulang lingkungan yang sehat lewat angin, gumpalan awan, air, hewan, tumbuh-tumbuhan, proses penyerbukan bunga, buah-buahan yang saling terkait dalam satu kesatuan ekosistem.

Salah satu konsep pelestarian lingkungan yang tidak lepas dari perhatian Islam adalah penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Allah SWT dalam QS. Al-An’am: 99, berfirman, yang artinya:

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”

Rasulullah menggolongkan orang-orang yang menanam pohon sebagai orang yang bersedekah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah SAW, yang artinya:

“…. Rasulullah saw bersabda: tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari

dan Muslim dari Anas).

Seorang Muslim yang menanam tak akan pernah rugi di sisi Allah SWT sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal maupun jalan haram, maka penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita. Rasulullah SAW bersabda,

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya.” [HR. Muslim].

Sementara itu, dalam hubungannya dengan hewan, seorang muslim beranggapan bahwa kebanyakan hewan adalah makhluk mulia. Maka dari itu ia menyayanginya karena Allah sayang kepada mereka dan ia selalu berpegang teguh kepada etika dan adab. Rasulullah SAW

mencontohkan bahwa tidak membolehkan buang air kecil di sebuah lubang, kecuali memang dibuat untuk buang air. Hal ini karena di dalam lubang tersebut terdapat hewan-hewan kecil yang menghuninya. Jauh sebelum muncul organisasi pencinta hewan yang menyerukan hak-hak untuk binatang, jauh sebelum ada suaka margasatwa dan perlindungan atau penangkaran hewan langka umat Islam telah diberi panduan cara memperlakukan hewan dengan semestinya. Umat Islam harus memberdayakan mereka sesuai fitrahnya dan tidak mengeksploitasi mereka kelewat batas.

Menurut Mangunjaya (2005), Islam memberikan pandangan yang lugas bahwa binatang pun dihormati hak azazinya. Negara berhak dan bertanggung jawab untuk melaksanakan hak-hak hukum binatang sekaligus menegakkannya. Ahli hukum Islam (fuqaha) Izz al-din Abd al-Salam yang sangat terkenal pada abad ketiga belas menetapkan hak-hak binatang menjadi salah satu unsur syariah, hal ini dirumuskannya dalam kitab Qawaid al Ahkam antara lain bahwa manusia 1) harus menyediakan makan bagi mereka, 2) harus menyediakan makanan walaupun binatang itu sudah tua atau sakit sehingga dianggap tidak menguntungkan bagi pemiliknya, 3) tidak boleh membebani binatang itu melebihi kemampuannya, 4) dilarang menempatkan binatang bersama dengan segala sesuatu yang dapat melukai, 5) harus memotong (menjagal) dengan cara atau adab yang baik, 6) tidak boleh membunuh anak-anaknya di depan matanya dengan cara memisahkannya 7) harus memberi kenyamanan pada tempat istirahat dan tempat minum hewan tersebut, 8) harus menempatkan jantan dan betina bersama pada musim kawin, 9) tidak boleh membuang kemudian mengganggapnya sebagai binatang buruan, dan 10) tidak boleh menembak mereka dengan apa saja yang membuat tulangnya patah atau menghancurkan tubuhnya, atau memperlakukan mereka dengan apa saja yang membuat daging mereka tidak sah untuk dimakan.

Latihan

1. Ekologi Dalam (Deep Ecology) telah jelas memandang bahwa kesadaran ekologis harus didasari oleh nilai-nilai spiritual/religius manusia tidak akan pernah terlepas dari penciptanya. Lalu, mengapa kita juga harus mempelajari dan menginternalisasi Islamic Deep

2. Uraikan bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat dalam mengimplementasikan ajaran agama yang berkaitan dengan lingkungan! Masih layakkah langkah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat itu kita amalkan dalam kehidupan saat ini?

3. “Ekologi Dalam hampir tidak memiliki potensi transformasi sosial karena hanya tertarik pada perubahan visi dan nilai individu”. Bagaimana mana Anda memaknai pernyataan ini? Jelaskan!

Rangkuman

• Islam adalah petunjuk jalan hidup yang lengkap, memiliki prinsip etika yang efisien, holistik, dan komprehensif untuk memitigasi krisis lingkungan saat ini. Islam memandang lingkungan sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan manusia terhadap Allah SWT.

• Asas-asas Islamic Deep Ecology, yaitu (1) Asas Integrasi: Ekologi Islam menawarkan dan mengakomodasi dimensi-dimensi lingkungan secara terpadu tanpa harus saling meniadakan seperti yang terjadi pada madzhab-madzhab ekologi lainnya. (2) Asas Proporsionalitas: berarti “segala sesuatu diletakkan pada tempat yang sesuai dengan tingkat eksistensinya”, berarti Ekologi Islam menerima dan mengakui keberadaan suatu prinsip yang penting selama tidak meniadakan prinsip yang lain yang juga penting. (3) Asas realisme: IPTEK yang ditemukan masyarakat Islam berkembang sangat pesat tetapi dilandasi oleh visi dan pemikiran spiritual yang sangat tinggi, termasuk dalam hubungannya dengan lingkungan.

• Terdapat 750 ayat atau sekitar seperdelapan dari semua ayat al-Quran yang mendorong kaum beriman untuk menelaah, merenungkan, dan menyelidiki alam. Islam menegaskan bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan sebuah tugas penting umat Islam.

• Terdapat tujuh asas terkait dengan akhlak perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam Islam, yaitu (1) Asas 1, semesta

adalah holistik dan memiliki keterkaitan langsung ataupun tidak. (1) Asas 2, biodiversitas adalah anugerah Allah yang nilainya sungguh tak bisa dihitung dengan nalar manusia, sehingga perlu dilestarikan. (3) Asas 3, bumi memiliki sebuah siklus sumberdaya (ekosistem) yang saling berhubungan satu sama lain. (4) Asas 4, segala sesuatu di alam memiliki batasasan terkait kemampuannya mendukung komponen lainnya, baik dalam hal jumlah maupun kualitas. (5) Asas 5, setiap komponen (misalnya individu/jenis) mempunyai kekurangan maupun kelebihan. (6) Asas 6, ekosistem memiliki “daya dukung atau kapasitas dukung”. Manusia sebagai komponen integral paling berpotensi merusak atau melanggar kesetimbangan ekosistem itu. (7) Asas 7, sejatinya ekosistem bumi telah disempurnakan (tersusun semakin kompleks) dalam kurun waktu cukup lama. Apabila kesempurnaan itu dihancurkan maka akan memunculkan goncangan (biasanya bermanifestasi menjadi bencana).

Bab VI