• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II . URAIAN TEORITIS

2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.3.1 Prinsip Penyusunan APBD

Penyusunan APBD harus memperhatikan prinsip penyusunan APBD sebagai berikut:

a. Partisipasi masyarakat

Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.

b. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan , sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja dan korelasi antara besar anggaran dan manfaat serta hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap penggunaan anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.

c. Disiplin anggaran

Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain: 1.) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara

rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2.) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian

tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/ perubahan APBD;

3.) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.

d. Keadilan Daerah

Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah dapat melakukan perbedaan tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada itu dalam mengalokasikan belanja daerah harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.

e. Efisien dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran dalam perencanaan anggaran perlu memperhatikan:

1.) Tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai;

2.) Penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

f. Taat Azas

APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, memperhatikan:

1.) APBD tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, mengandung arti apabila pendapatan, belanja dan pembiayaan dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai dengan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, atau peraturan/ keputusan/ surat edaran menteri yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih tinggi dimaksud mencakup kebijaksanaan yang berkaitan dengan keuangan daerah.

2.) APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD lebih diarahkan agar mencerminkan keberpihakan dan kepentingan masyarakat dan bukan untuk membebani masyarakat. Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang dapat mengakibatkan ketidakadilan, menghambat kelancaran arus barang dan pertumbuhan ekonomi

ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, dan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

3.) APBD tidak bertentangan dengan peraturan daerah lainnya, mengandung arti bahwa apabila kebijakan dituangkan dalam peraturan daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Sebagai konsekuensinya bahwa rancangan peraturan daerah tersebut harus sejalan dengan pengaturannya tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih dengan peraturan lainnya, seperti Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan sebagainya.

2.3.2. Azas Desentralisasi dan Sumber-sumber Penerimaan Pemerintahan Daerah UU No. 32 tahun 2004 yang mengarah kepada pembiayaan penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi, adalah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) sebagaimana tercantum dalam pasal 155 ayat (1) dan (2). Sedangkan sumber pendapatan daerah tercantum dalam pasal 157 sebagai berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: (a) Hasil pajak daerah,

(b) Hasil retribusi daerah,

(c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (d) Lain-lain PAD yang sah.

2. Dana perimbangan terdiri dari : (a) dana perimbangan, (b) DAU, (c) DAK, dengan penjelasan sebagai berikut :

- Dana bagi hasil bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri, selain dari pajak, dana-dana bagi hasil juga diperoleh dari sumber daya alam yang antara lain berasal dari penerimaan kehutanan, penerimaan pertambangan umum, penerimaan perikanan, peneriman pertambangan minyak, penerimaan pertambangan gas alam dan penerimaan pertambangan gas bumi.

- Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum diberikan kepada daerah ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam Negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90%.

- Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK dialokasikan untuk membantu pembiayaan kebutuhan tertentu yaitu merupakan program nasional atau program/kegiatan yang tidak terdapat di daerah lain.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, kepada pemerintah daerah diberikan hak untuk melakukan pinjaman daerah untuk menutupi “celah fiskal” di APBD. “Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan”. Pinjaman daerah yang dilakukan pemerintah daerah dapat bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Pinjaman dalam negeri dapat bersumber dari pemerintah pusat dan/atau lembaga komersil atau melalui penerbitan obligasi daerah. Pinjaman dalam negeri (tidak termasuk obligasi daerah) dilakukan melalui dana tersedia dalam Rekening Pembangunan Daerah (RPD) yang dikelola departemen keuangan atau melalui pinjaman komersil dari bank-bank pemerintah maupun swasta. Sedangkan obligasi daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Untuk pinjaman luar negeri, menurut UU No. 33 tahun 2004 pasal 55, daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Sumber pinjaman dari luar negeri yang dibutuhkan oleh daerah dilakukan oleh pemerintah pusat atau yang lebih dikenal dengan Subsidary Loan Agreement (SLA), kemudian diteruskan kepada pemerintah daerah.

- Lain-lain Pendapatan

Lain-lain pendapatan terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. Pendapatan Hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat, sumbernya

berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Untuk pendapatan hibah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah pusat. Pendapatan dana darurat dari APBN yang digunakan untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan hanya mengandalkan sumber dana APBD. Bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa, ditetapkan oleh Presiden.

Dokumen terkait