• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Ekstraksi

2.6.2. Prinsip Ekstraksi

2.6.2.2. Prinsip Perkolasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3 jam, kemudian sampel dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel sampel yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

2.6.2.3. Prinsip Sokletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam sampel dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

2.6.2.4. Prinsip Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

2.6.2.5. Prinsip Destilasi Uap Air

Penyarian minyak menguap dengan cara sampel dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam sampel, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.

2.6.2.6. Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.

2.6.2.7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.

2.6.2.8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

2.6.2.9. Prinsip Penampakan Noda

a. Pada UV 254 nm

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.

b. Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.

c. Pereaksi Semprot H2SO4 10%

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata. (Sudjadi, 1986 dan http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html)

2.7. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara- cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography) dan jika zat cair maka kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi (partition chromatography).

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami; caranya beragam, mulai dari cara yang sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja

dan peralatan, dan metode ini dapat dipakai untuk setiap jenis senyawa. (Sastrohamidjojo,H.,1996)

2.7.1. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.

Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl

dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. (Sudjadi, 1986)

Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair- cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut.

2.7.1.1. Pembuatan Lapisan Tipis

Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal (0,5 – 2,0 mm) digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.(Sastrohamidjojo, 2001)

Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :

1. Silika gel

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu : a. Silika gel G

Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium sulfat sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1.

b. Silika gel H

Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.

c. Silika gel PF

Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek.

2. Alumina

Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi.

(Keese,R. dkk, 1982)

3. Kieselguhr

Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. (Adnan, M., 1997)

Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu :

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom

c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi

2.7.2. Kromatografi Kolom

Sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang- kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fasa gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.(Gritter,R.J,1991)

2.7.2.1. Pengisian Kolom

Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger (pemadat). Selain itu dapat juga

dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan (slurry) dan

partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi

pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah (dasar) dan atas dari isian kolom diberi wol kaca (glass wool) atau sintered glass

disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan

cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. (Adnan,M., 1997)

2.7.3. Kromatografi Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis

preparatif (KLTP). Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudian, tertdapat banyak masalah pada KLTP.

¾ Penyerap

Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu 0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil.

¾ Penotolan Cuplikan

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiri/organik (heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%.

¾ Pemilihan Fase Gerak

Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat.

¾ Isolasi senyawa yang sudah terpisah

Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator

menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam asetat.

Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a). Menyemprot dengan air

b). Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot

c). Menambahkan senyawa pembanding. (Hostettman,K.,1995)

2.7.4. Harga Rf ( Retension factor)

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas.

Dapat didefenisikan sbb : Harga Rf adalah =

Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :

1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap

4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap

6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu

8). Kesetimbangan

2.8. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).

Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus- gugus atom tertentu memberikan penambahan pita- pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apa pun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas. ( Silverstain, 1986)

2.8.1. Spektroskopi Infra Merah (IR)

Spektroskopi infra merah digunakan untuk menentukan spektrum infra merah suatu senyawa hingga memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik. Hal ini terjadi bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa diserap. Jika digambarkan antara

persen adsorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah.

Penggunaan spektroskopi infra merah pada bidang kimia organik hampir menggunakan daerah 650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut infra merah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1, disebut infra merah dekat. Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak. Infra merah jauh mengandung sedikit serapan yang bermanfaat bagi orang organik dan serapan tersebit dikaitkan dengan perubahan-perubahan rotasi dalam molekul. Infra merah dekat terutama menunjukkan serapan-serapan harmonik overtone dari vibrasi pokok yang terdapat pada daerah normal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer infra merah.(Sastrohamidjojo, 1996)

Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm-1. Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spektra serapan zat murni.

a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah :

1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm-1.

• 3.700 – 3.100 cm-1, serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H.

Serapan oleh vibrasi lentur O-H biasanya terdapat pada bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H.

• 3.200 – 2.850 cm-1, daerah vibrasi regang C-H alifatik. 2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 – 1.850 cm-1

Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat.

3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 – 1.550 cm-1 Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu :

• - C = C , - C = N -, 1690 – 1600 cm-1

• 1.650 – 1.450 cm-1, puncak serapan dalam daerah ini memberi

keterangan yang penting mengenai cincin aromatik. 4. Daerah sidik jari “finger print”, 1.500 – 700 cm-1

Beberapa frekuensi gugusan (group frequency) juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini : C-O-C (vibrasi regang) dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm-1 dan

vibrasi regang C-Cl pada 700 – 800 cm-1 . Pada bilangan gelombang dibawah

1.200 cm-1 terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat.

b. Vibrasi kerangka suatu molekul (skeletal vibrations)

Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm-1. Kelompik-kelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm-1 adalah :

a. Vibrasi regang (stretching) ikatan ganda yang tidak mengandung atom C b. Vibrasi regang ikatan tunggal

c. Vibrasi-vibrasi lentur (bending) (Noerdin, 1985)

2.8.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton ( 1H-NMR )

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. (Cresswell, 1982,).

Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara

magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam molekul (Sudjadi,1985).

Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut (Harbone, 1987).

Dengan spektrometer resonansi magnetik inti proton dapat ditentukan banyaknya jenis lingkungan atom hidrogen yang berbeda yang ada dalam molekul, beberapa hidrogen pada masing-masing jenis lingkungan hidrogen, serta berapa banyak atom hidrogen yang ada pada atom karbon tetangga. Pada spektrometer resonansi magnetik inti proton, kebanyakan proton pada spektra

NMR proton menunjukkan adsorpsi antara 0 – 10 ppm (δ) di bawah TMS, hanya

beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan puncak diluar jangka ini.

Kegunaan yang besar dari resonansi magnetik inti adalah karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton yang lain. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron yang mengelilinginya. Di dalam medan magnet, perputaran medan magnet valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Sehingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang mengenainya, besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan yang melawan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Senyawa standar yang umum

digunakan adalah tetrametilsilan, (CH3)4Si, juga disebut TMS yang proton-protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa-senyawa yang diketahui. (Silverstein, 1988)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. (Silverstein, 1986).

Si CH3 H3C CH3 CH3 Tetrametilsilana

Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. (Muldja, 1955)

Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan.

Dokumen terkait