• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK

C. Prinsip Perlindungan Hak-Hak Anak

Sebagai negara yang Pancasilais, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan, Indonesia memiliki banyak peraturan yang secara tegas memberikan upaya perlindungan anak. Dalam konstitusi UUD 1945, disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”, kemudian juga perlindungan spesifik hak anak sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia, masuk dalam Pasal 28B ayat (2), bahwa “setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Selanjutnya perlindungan hak anak di Indonesia dapat dilihat dalam Undang- Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang bersamaan dengan penetapan tahun 1979 sebagai “Tahun Anak Internasional”, selanjutnya Indonesia aktif terlibat dalam pembahasan Konvensi Hak Anak tahun 1989, yang kemudian diratifikasi melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak-Hak Anak ( Convention on the Rights of the Child ).

Pada Tahun 2002, disahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang secara tidak langsung mengakomodir prinsip-prinsip hak anak sebagaimana diatur dalam Konvensi Hak Anak. Salah satu implementasinya adalah dengan pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Undang-Undang Perlindungan Anak ini kemudian dilengkapi dengan memasukkan prinsip-prinsip hak anak pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Keppres RI No. 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, Keppres RI No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak,

Keppres RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak.24

Dalam konteks perlindungan anak sebagai implementasi hak-hak anak, Irwanto menyebutkan beberapa prinsip perlindungan anak, yaitu :25

1) Anak Tidak dapat Berjuang Sendiri

Anak sebagai generasi penerus dan modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa dan keluarga sehingga hak-haknya harus dilindungi. Ironisnya bahwa ternyata anak tidak dapat melindungi hak-haknya secara sendirian begitu saja. Banyak pihak yang terlalu berkuasa yang harus dilawannya sendiri. Karena negara dan masyarakat berkepentingan akan mutu dan warganya, maka dengan demikian negara harus ikut campur dalam urusan perlindungan hak-hak anak.

2) Kepentingan Terbaik Anak (the Best Interest of the Child)

Agar perlindungan anak terselenggara dengan baik maka perlu dianut sebuah prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai of paramount importance (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap keputusan yang menyangkut anak. Prinsip the best Interest of the child digunakan karena dalam banyak hal anak adalah “korban”, termasuk korban ketidaktahuan (Ignorance) karena usia perkembangannya. Selain itu, tidak ada kekuatan yang dapat menghentikan tumbuh kembang anak. Jika prinsip ini diabaikan, maka

24Ibid. hal. 27-28.

25 Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 106-108.

masyarakat akan menciptakan monster-monster yang lebih buruk dikemudian hari.

3) Ancangan Daur Kehidupan (Life-circle Approach)

Perlindungan terhadap anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan harus dimulai sejak dini dan terus menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu dilindungi dengan gizi, termasuk yodium dan kalsium yang baik bagi ibunya. Jika ia telah lahir maka diperlukan air susu ibu dan pelayanan kesehatan primer yang memberikannya pelayanan imunisasi dan lain-lain sehingga anak terbebas dari berbagai kemungkinan penyakit. Masa-masa prasekolah dan sekolah diperlukan keluarga, lembaga pendidikan dan lembaga sosial, keagamaan yang bermutu. Inilah periode kritis dalam pembentukan kepribadian seseorang. Anak harus memperoleh kesempatan belajar yang baik, waktu istirahat dan bermain yang cukup, dan ikut menentukan nasibnya sendiri. Pada saat anak berumur 15-18 tahun, dia memasuki masa transisi ke dalam dunia dewasa. Periode pendek ini memang penuh risiko karena secara kultural seseorang akan dianggap dewasa dan secara fisik memang telah cukup sempurna untuk menjalankan fungsi reproduksinya. Pengetahuan yang benar tentang reproduksi dan perlindungan dari berbagai diskriminasi dan perlakuan salah sehingga dapat memasuki perannya sebagai orang dewasa yang berbudi dan bertanggung jawab. Perlindungan hak-hak mendasar bagi para dewasa juga diperlukan agar generasi penerus mereka tetap bermutu. Orang tua yang terdidik akan mementingkan sekolah anak-anak mereka.

Orang tua yang sehat jasmani dan rohaninya akan selalu menjaga tingkah laku kebutuhan fisik maupun emosional anak-anak mereka.

4) Lintas Sektoral

Seperti diuraikan di atas, nasib anak bergantung dari berbagai faktor yang makro maupun mikro yang langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan, perencanaan kota dan segala penggusuran yang terjadi, sistem pendidikan yang menekankan hapalan dan bahan-bahan yang tidak relevan, komunitas yang penuh dengan ketidakadilan, dan sebagiannya tidak dapat ditangani sektor, terlebih keluarga atau anak itu sendiri. Perlindungan terhadap anak adalah perjuangan yang membutuhkan sumbangan semua orang di semua tingkatan.

Berdasarkan Konvensi Hak Anak yang kemudian diadopsi dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada empat prinsip umum perlindungan anak yang menjadi dasar bagi setiap negara dalam menyelenggarakan perlindungan anak, antara lain :26

1. Prinsip Non diskriminasi

Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini ada dalam Pasal 2 Konvensi Hak Anak ayat (1), “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa

26 M. Nasir, op.cit., hal. 29-31.

memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal usul kebangsaan, etnik atau sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik dari si anak sendiri atau dari orang tua walinya yang sah.” Ayat (2) : “Negara-negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, walinya yang sah atau anggota keluarganya.”

2. Prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak (Best Interest of The Child)

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak : “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.”

Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggaraan perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah penghancuran masa depan anak.

3. Prinsip Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan (The Rights of Life, Survial and Development)

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Hak Anak ayat (1) : “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan.” Ayat (2) : “Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak.”

Pesan dari prinsip ini sangat jelas bahwa negara harus memastikan setiap anak akan terjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara atau orang perorang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan dasar. Berkaitan dengan prinsip ini, telah juga dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya berkaitan dengan hak-hak anak.

4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak (Respect for the views of The Child)

Prinsip ini ada dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak Anak : “Negara- negara pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh, menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak.”

Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kepribadian. Oleh sebab itu, dia tidak bisa hanya dipandang dalam posisi yang lemah, menerima, dan pasif, tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu sama dengan orang dewasa.

Perspektif perlindungan anak adalah cara pandang terhadap semua persoalan dengan menempatkan posisi anak sebagai yang pertama dan utama. Implementasinya cara pandang demikian adalah ketika kita selalu menempatkan urusan anak sebagai hal yang paling utama.

Dokumen terkait