• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.2 Identifikasi Masalah

2.1.3 Prinsip-prinsip Belajar

Burton (1952) dalam Hamalik (2015: 31) menyimpulkan uraiannya tentang prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar menurut Burton antara lain sebagai berikut:

(1) Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui.

(2) Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.

(3) Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid. (4) Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri

yang mendorong motivasi yang kontinu.

(6) Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid.

(7) Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid. (8) Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan. (9) Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. (10) Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat

didiskusikan secara terpisah.

(11) Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.

(12) Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian- pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan.

(13) Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.

(14) Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman- pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik. (15) Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan

kecepatan yang berbeda-beda.

Berdasarkan penjelasan mengenai prinsip-prinsip belajar, peneliti dapat menjadikannya sebagai petunjuk umum tentang belajar, terutama dalam pelaksanaan penelitian pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal. Selain itu, beberapa prinsip-prinsip belajar tersebut, dapat menambah keyakinan peneliti dalam

melaksanakan pembelajaran sehingga penelitian yang dilaksanakan berjalan dengan lancar dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.

2.1.4 Hakikat Pembelajaran

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian tersebut, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran sebagai pemberdayaan pelajar yang dilakukan melalui interaksi perilaku pengajar dan perilaku pelajar, baik di dalam maupun di luar kelas.

Menurut Corey (1986) dalam Ruminiati (2007: 1.14), pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang dikelola secara disengaja untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam kondisi- kondisi khusus akan menghasilkan respons terhadap situasi tertentu juga. Mulyasa (2007) dalam Ahmad (2012: 8) merumuskan pembelajaran sebagai proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Hosnan, 2014: 18). Keempat

komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan media, metode, strategi, dan pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Sagala (2007) dalam Sumantri (2015: 2) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pengertian pembelajaran menurut Usman (2006), adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Ahmad, 2012: 8). Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru, dan siswa. Interaksi komunikasi ini dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, dan sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan.

Berdasarkan berbagai pengertian pembelajaran menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memperoleh informasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui penelitian ini, penggunaan model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal diharapkan dapat membantu guru dalam memperkaya model-model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.5 Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Hakikat pembelajaran pada dasarnya adalah segala upaya yang dilakukan seseorang untuk membuat orang lain (peserta didik) mengalami perubahan

tingkah laku, dari tingkah laku negatif ke positif (Ahmad, 2012: 8). Pembelajaran yang tidak mampu membuat peserta didik belajar pada hakikatnya belum bisa disebut pembelajaran, tetapi mungkin baru menyampaikan materi pelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru merupakan pihak yang sangat berpengaruh. Guru harus mampu mengarahkan siswanya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

Menurut Gagne (1977) dalam Siregar dan Nara (2011: 16) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut:

(1) Menarik perhatian (gainning attention), hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks. (2) Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives),

memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti pelajaran.

(3) Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulatting recall or prior learning), merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru. (4) Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus), menyampaikan

materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.

(5) Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance), memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.

(6) Memperoleh kinerja/penampilan siswa (elicitting performance), siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.

(7) Memberikan balikan (providing feedback), memberitahu seberapa jauh ketepatan performance siswa.

(8) Menilai hasil belajar (assessing performance), memberikan tes/tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.

(9) Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer), merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikan apa yang telah dipelajari.

Penerapan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut dapat menciptakan suatu pembelajaran yang efektif. Pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian pembelajaran PKn dengan model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal.

2.1.6 Efektifitas Pembelajaran

Pengertian efektifitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan (Sumantri, 2015: 1). Menurut Kenneth (1998) dalam Sumantri (2015: 1) menjelaskan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai, atau makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. Hal ini dapat dipadankan dalam pembelajaran, seberapa jauh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan capaian kualitas, kuantitas, dan waktu sesuai harapan.

Dune & Wragg (1996) dalam bukunya Effective Teaching, menyatakan bahwa pembelajaran efektif (effective teaching) adalah jantung sekolah efektif atau sekolah yang berhasil mencapai tujuannya (Ahmad, 2012: 12). Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mendidik, yang secara serentak dapat mencapai dua sisi penting dari tujuan pendidikan di sekolah, yakni (1) memiliki/menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS); dan (2) membangun diri pribadi sebagai penanggung eksistensi manusia (Abimanyu, 2008: 8-14). Pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran tersebut mampu memberikan pemahaman yang baik, dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan peserta didik.

Pembelajaran yang efektif dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran dianggap efektif jika siswa terlibat secara aktif melaksanakan tahapan-tahapan prosedur pembelajaran. Dari segi hasil, dianggap efektif jika tujuan pembelajaran dikuasai siswa secara tuntas. Bentuk perubahan dari hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan keterampilan atau kemampuan yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut; (2) aspek efektif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan, dan kesadaran; (3) aspek psikomotor, meliputi perubahan- perubahan dalam bentuk tindakan motorik.

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran efektif menurut para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang tidak hanya terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun juga mampu membuat perubahan yang baik pada perilaku peserta didik. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menciptakan pembelajaran efektif adalah dengan menerapkan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal.

2.1.7 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Objek dari aktivitas belajar di dalam kelas adalah siswa, sebab siswa merupakan pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Montessori (1982) dalam Sardiman (2014: 96) menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk diri. Guru akan berperan membimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak didiknya. Kegiatan mendengarkan penjelasan guru sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Namun, barangkali kadarnya perlu ditingkatkan dengan menggunakan metode-metode mengajar yang lain (Anitah, dkk. 2009: 1.12).

Ada banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah, tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat saja. Diedrich (1950) dalam Hamalik (2015: 172-173) membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok, sebagai berikut: (1) Kegiatan-kegiatan visual, misalnya membaca, memperhatikan gambar

demonstrasi, mengamati orang lain bekerja, percobaan;

(2) Kegiatan-kegiatan lisan, misalnya mengemukakan suatu fakta atau prinsip, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat;

(3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, misalnya mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok,

(4) Kegiatan-kegiatan menulis, misalnya menulis cerita, laporan, karangan, rangkuman;

(5) Kegiatan-kegiatan menggambar, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram;

(6) Kegiatan-kegiatan metrik, misalnya melakukan percobaan, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun;

(7) Kegiatan-kegiatan mental, misalnya merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, mengambil keputusan;

(8) Kegiatan-kegiatan emosional, misalnya minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Berdasarkan uraian mengenai aktivitas belajar dan macam-macam kegiatannya, dapat disimpulkan bahwa belajar tidak akan terjadi apabila tidak ada aktivitas. Aktivitas harus selalu ada dalam kegiatan pembelajaran, sehingga guru harus merancang pembelajaran yang dapat membuat siswa untuk aktif. Model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal dapat mengefektifkan aktivitas belajar siswa. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat melakukan aktivitas belajar, seperti mendengarkan, membaca, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, dan merasa bersemangat.

2.1.8 Hasil Belajar

Menurut Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) dalam Susanto (2015: 5), menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Winkel (1996) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Purwanto, 2014: 45). Menurut Suprijono (2015: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.

Hasil belajar yaitu, perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar (Susanto, 2015: 5). Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar (Anitah, dkk., 2009: 2.19). Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku yang baru dari siswa. Romizoswki (1982) dalam Anitah, dkk. (2009: 2.19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil belajar yaitu: (1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; (2) keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual; (3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control; (4) keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan.

Pendapat yang dikemukakan oleh Wasliman (2007) dalam Susanto (2015: 12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi

antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajarnya. Faktor eksternal ini meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Menurut Gagne (1984) dalam Suprijono (2015: 5-6), hasil belajar berupa (1) informasi verbal; (2) keterampilan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) keterampilan motorik; dan (5) sikap. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep, dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. Sikap yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Dari pengertian hasil belajar dari para ahli, secara sederhana yang dimaksud hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik berkirim salam dan soal, diharapkan penerapan model pembelajaran ini efektif terhadap hasil belajar siswa.

2.1.9 Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sebuah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan strategi dan aktivitas prinsip pembelajaran/paradigma belajar dari pola lama bergeser menuju ke pola baru (Hosnan, 2014: 181).

Menurut Joyce dan Weil (1980) mendefinisikan pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

pembelajaran (Sumantri, 2015: 37). Sukamto, dkk dalam Nurulwati (2010) dalam Trianto (2011: 5) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Pengertian model pembelajaran menurut Winataputra (2001) dalam Sugiyanto (2010: 3) adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar. Menurut Suprijono (2015: 46) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Menurut Kardi dan Nur (1998) dalam Trianto (2011: 23) model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai model pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang dirancang oleh guru dan dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga siswa akan mencapai hasil belajar yang lebih baik.

2.1.10 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sagala (2007) dalam Sumantri (2015: 49) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait, diantaranya (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual; dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (Sugiyanto, 2010: 5).

Slavin (2014: 4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Di dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Pembelajaran kooperatif menurut Roger, dkk (1992)

dalam Huda (2014: 29) merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Hendriani (2007) dalam Sumantri (2015: 50) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesama. Tujuan yang paling penting dari pelaksanaan pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi (Slavin, 2014: 33).

Arends (1997: 111) dalam Trianto (2011: 47) menyatakan bahwa pelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar; (2) kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (3) bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan (4) penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat, seperti yang dikemukakan oleh Sadker dan Sadker (1997) dalam Huda (2014: 66) sebagai berikut:

(1) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;

(2) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar;

(3) Siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya, dan akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti;

(4) Meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokkan, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda. Berdasarkan penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk lebih memahami materi yang diajarkan.

Dokumen terkait