• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Kredit

5. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Adapun penjelasan untuk analisis 5 C menurut Kasmir adalah sebagai berikut :

a. Character

Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar

belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobby dan social standingnya.

b. Capacity

Untuk melihat kemampuan nasabah dalam bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.

c. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba).

d. Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan baiknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan.

e. Condition of Economy

Dalam melihat kredit hendaknya juga dinilai dari kondisi ekonomi sekarang dan kemungkinan untuk masa mendatang sesuai sektor masing-masing serta dikaitkan dengan prospek usaha dari sektor yang dijalankan.

Menurut Kasmir, prinsip-prinsip pemberian kredit berdasarkan analisis 7P adalah sebagai berikut :

22

a. Personality

Yaitu mengenai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Berdasarkan golongan-golongan tersebut tentu akan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula dari bank. Kredit untuk pengusaha lemah sangat berbeda dengan kredit untuk pengusaha yang modalnya kuat baik dari segi jumlah, bunga, dan persyaratan lainnya.

c. Purpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit termasuk kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam apakah tujuan untuk konsumtif atau tujuan produktif atau untuk tujuan perdagangan.

d. Prospect

Yaitu untuk menilai nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek bukan hanya bank yang rugi akan tetapi nasabah juga.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit yang diperolehnya. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik, sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability

Untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya dari bank.

g. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.

C. Non Performing Loan (NPL)

Penilaian asset harus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank indonesia. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan

24

menentukan kolektibilitasnya, yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan atau bahkan macet.

Penilaian tingkat kesehatan aktiva produktif didasarkan pada penilaian terhadap kualitas aktiva produktif yang dikuantifikasikan dan didasarkan pada dua rasio yaitu rasio perbandingan aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap jumlah seluruh aktiva produktif dan rasio perbandingan cadangan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva yang diklasifikasikan.

Aktiva produktif berfungsi untuk memperoleh pendapatan utama bank.

Sebagai sumber utama, asset ini juga terdapat risiko besar. Potensi kerugian yang diakibatkan oleh tingkat kolektibilitas yang buruk pada asset ini dapat membawa kebangkrutan bank, oleh karena itu bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna menutupi risiko kemungkinan kerugian tersebut.

Rasio yang digunakan mewakili aspek kualitas asset adalah Non Performing loan. Non Performing Loan (NPL) menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain (Luciana &

Winny).

Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan pencadangan yang lebih besar, sehingga pada akhirnya modal bank ikut terkikis. Padahal besaran

modal sangat mempengaruhi besarnya ekspansi kredit. Besarnya NPL menjadi salah satu penyebab sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit.

Salah satu resiko yang dihadapi oleh bank adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada debitur atau disebut dengan resiko kredit.

Kredit bermasalah merupakan kredit yang mengalami kesulitan di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank, dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya, pembayaran bunga, pembayaran ongkos-ongkos bank yang menjadi beban nasabah yang bersangkutan (Rivai).

Resiko kredit merupakan suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan atau dijadwalkan (Siamat).

Resiko kredit di dalamnya termasuk Non Performing Loan. Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang bermasalah dimana debitur tidak dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.

Dalam Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (revisi 2000) yang menyebutkan bahwa Non Performing Loan (NPL) pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok/atau bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan.

Kredit bermasalah/problem loan dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur (Siamat)

26

Non performing loan merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.

Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet (Almilia dan Herdiningtyas).

Menurut Riyadi, risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila peminjam tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dan bunga yang harus dibayarnya.

Menurut Kuncoro dan Suharjono : “Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian.

Menurut Dendawijaya Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari 1 (satu) tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan. Kredit bermasalah (Non Performing Loan) dapat diartikan juga sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan debitur yang dapat diukur dari kolektibilitas.

Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga. Penilaian kolektibilitas berdasarkan

ketentuan Bank Indonesia No.31 / 147 / Kep / DIR Tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif pasal 6 ayat 1,adalah sebagai berikut :

1. Kredit Lancar

Adalah kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga. Adapun kriteria dari kredit lancar, yakni :

a. Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat waktu b. Memiliki mutasi rekening yang aktif

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.

2. Dalam Perhatian Khusus

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari

b. Mutasi rekening aktif

c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan d. Didukung oleh pinjaman baru

3. Kredit kurang lancar

Adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama (3) tiga bulan dari waktu yang diperjanjikan. Adapun kriteria yang memenuhinya, adalah :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melebihi 90 hari

b. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah

c. Terjadinya pelanggaran kontrak yang telah diperjanjikan lebih dari 90 hari

28

d. Terdapat indikator masalah keuangan yang dihadapi debitur e. Dokumentasi pinjaman yang lebih

4. Kredit diragukan

Adalah kredit yang mengembalikan pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan selama 6 (enam) bulan atau dua kali dari jadwal yang diperjanjikan yaitu terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 180 hari. Namun berdasarkan hasil penilaian kreditur, dapat disimpulkan bahwa :

a. Kredit tersebut dapat diselamatkan serta mempunyai jaminan kredit yang nilainya tidak kurang dari 75 % jumlah pinjaman pokok dan bunga yang tertunggak, atau

b. Kredit tersebut tidak dapat diselamatkan, tetapi nilai jaminan kreditnya yang nilainya kurang dari 100 % nilai kredit dan bunga yang tertunggak, atau

c. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari, atau

d. Terjadi cerukan yang permanen

e. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari, atau f. Terjadi kapitalisasi harga, atau

g. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan kredit macet

5. Kredit Macet

Adalah kredit yang mengembalikan pokok pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan lebih dari 1 (satu) tahun sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari.

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru implikasi bagi pihak bank sebagai akibat dari timbulnya kredit bermasalah dapat berupa, anatara lain :

1) Hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi perolehan laba dan pengaruh buruk bagi profitabilitas bank.

2) Rasio kualitas Aktiva Produktif atau yang lebih dikenal Bad Debt Ratio menjadi semakian besar karena menggambarkan kondisi buruk.

3) Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang ada.

Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besarnya modal bank dan akan berpengaruh terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR).

4) Return On Asset (ROA) mengalami penurunan

Menurut Mahmoedin, gejala-gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh :

a. Menurunnya Pendapatan Bersih

30

Turunnya pendapatan bersih dapat disebabkan oleh menurunnya penerimaan atau naiknya biaya.

b. Menurunnya Penjualan Secara Tajam

Turunnya penjualan secara tajam adalah wajar dalam siklus hidup perusahaan, tetapi jika penurunan penjualan secara sangat tajam merupakan tanda perusahaan akan menemui titik kritis.

c. Menurunnya Perputaran Persediaan

Perputaran persediaan yang cepat akan memberikan kelancaran bagi perusahaan. Tetapi jika perputaran tersebut kecepatannya menurun berarti banyak barang yang tidak laku, berarti perusahaan diambang kesulitan.

d. Meningkatnya Penjualan Secara Tajam

Naiknya penjualan secara tajam disebabkan perusahaan ingin mempunyai uang secara cepat guna melakukan penjualan sehingga harga jual dibawah harga pokok.

e. Menurunnya Perputaran Piutang

Perputaran piutang yang cepat juga akan memberikan pengaruh yang besar bagi perusahaan untuk segera melikuiditas. Tetapi jika piutang sulit ditagih akan menimbulkan masalah bagi perusahaan dalam melanjutkan operasionalnya.

f. Menurunnya Modal Lancar

Turunnya modal lancar dapat disebabkan karena melakukan pembelian, membekaknya hutang kepada pihak ketiga dan mungkin karena pemborosan.

g. Nasabah Mulai Ingkar Janji Nasabah Membuat Laporan Fiktif.

h. Nasabah Tidak Terbuka

Dengan merahasiakan sesuatu hal yang erat kaitannya dengan penggunaan kredit.

Suyatno menyebutkan penyebab macetnya kredit dapat berupa hal-hal yang bersifat teknis perusahaan maupun kejadian diluar kemampuan perusahaan (faktor eksternal/forse majure), yaitu sebagai berikut :

a. Faktor Internal 1. Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran merupakan penyebab kesulitan yang sering sulit diatasi. Ada satu ungkapan yang mengatakan “menjual lebih sulit dari pada membuat”. Jadi kurang lakunya produk yang dihasilkan dapat disebabkan karena kondisi perusahaan.

2. Aspek Pengaturan Keuangan

Kebijaksanaan yang kurang serasi dalam mengatur alat likuid perusahaan dan permodalan, khususnya modal pihak ketiga dapat menimbulkan kesulitan yang dapat mengganggu likuiditas ataupun rentabilitas.

32

3. Aspek Dana

Kesulitan keuangan mungkin disebabkan kekurangan dana untuk skala perusahaan tersebut baik dana untuk keperluan modal kerja maupun tambahan investasi.

4. Aspek Teknis

Hal-hal yang menyebabkan kesulitan di dalam kaitan dengan teknis ini dapat merupakan kondisi intern, misalnya : desain model, dan sebagainya yang tidak menarik lagi dan ketuaan mesin. Di samping itu ada pula sebab-sebab ekstern, misalnya : perkembangan teknologi, seperti penciptaan mesin-mesin baru sehingga operasi perusahaan tidak efisien lagi dan produknya sudah ketinggalan dan kesulitan bahan baku.

5. Aspek Manajemen

Kesulitan yang diakibatkan oleh organisasi dan manajemen, antara lain berupa : konflik diantara pimpinan, tenaga yang kurang terampil dan kurang berpengalaman, itikad yang tidak baik, seperti manipulasi dan korupsi serta tidak efisien (pemborosan bahan, kelebihan tenaga kerja dan sebagainya).

b. Faktor Eksternal

1. Kebijakan Pemerintah (devaluasi atau menurunnya nilai rupiah, revaluasi atau naiknya nilai rupiah, kenaikan BBM, kenaikan bahan baku, peraturan pemerintah dalam rangka peremajaan alat-alat).

2. Perkembangan Teknologi 3. Persaingan

4. Bencana Alam

Berikut ini, bagan mengenai kolektibilitas pinjaman dan jumlah PPAP dari masing-masing kategori kredit.

Kolektibilitas Pinjaman Biaya PPAP

Lancar 1 %

Dalam Perhatian Khusus 5 %

Kurang Lancar 15 %

Diragukan 50 %

Macet 100 %

Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau PUPN/BUPLN, atau telah diajukan permintaan ganti rugi perusahaan asuransi kredit bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan kredit yang digolongkan ke dalam kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet”. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

34

Kredit Bermasalah

NPL = x 100 %

Total Kredit

Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL (Non Performing Loan) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL

Rasio Predikat

NPL < 5 % Sehat NPL > 5% Tidak Sehat

Sumber : Bank Indonesia

Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL (Non Performing Loan). Berdasarkan tabel di atas, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.

Adapun beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya kredit bermasalah adalah sebagai berikut (Rivai):

1. Karena Kesalahan Bank

a. Kurang pengecekan terhadap latar belakang calon nasabah

b. Kurang tajam dalam menganalisis terhadap maksud dan tujuan penggunaan kredit dan sumber pembayaran kembali

c. Kurang mahir dalam menganalisis laporan keuangan calon nasabah d. Kurang lengkap mencantumkan syarat-syarat

e. Pemberian kelonggarabn yang terlalu banyak

f. Tidak punya kebijakan perkreditan yang sehat 2. Karena Kesalahan Nasabah

a. Nasabah tidak kompeten b. Nasabah kurang pengalaman c. Nasabah tidak jujur

d. Nasabah serakah 3. Faktor Eksternal

a. Kondisi perekonomian b. Bencana alam

c. Perubahan peraturan.

Gejala dini kredit bermasalah adalah sebagai berikut (Rivai):

1. Ada tunggakan

2. Mengajukan perpanjangan 3. Kondisi keuangan menurun

4. Laporan keuangan terlambat atau yang tadinya selalu diaudit akuntan menjadi tidak.

5. Hubungan semakinrenggang, menghindar setiap kali dihubungi 6. Penurunan nilai/hilangnya jaminan

7. Penggunaan kredit tidak sesuai rencana.

Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan penyelamatan yaitu Dendawijaya :

a. Penjadwalan ulang (Rescheduling)

Rescheduling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur.

36

b. Persyaratan ulang (Reconditioning)

Reconditioning adalah perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

c. Penataan ulang (Restructuring)

Restructuring adalah usaha penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.

d. Eksekusi barang jaminan

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang.

D. Profitabilitas Bank

Laporan keuangan memperlihatkan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran kualitatif. Melihat analisis laporan keuangan tingkat profitabilitas dapat diukur selama periode tertentu.

Riyanto menjelaskan bahwa “Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut”.

Sedangkan Malayu Hasibuan menjelaskan bahwa “Profiabilitas bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas pada dasarnya adalah laba (rupiah) yang dinyatakan dalam persentase profit”.

Meski ada beragam indikator penilaian profitabilitas yang lazim digunakan oleh bank, peneliti akan menggunakan rasio ROA (Return on Assets), dengan beberapa alasan antara lain :

1. Rasio Return on Assets (ROA) memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitasnya dan manajerial efisiensi secara menyeluruh.

Dendawijaya menjelaskan bahwa :

“Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aktiva”.

2. Penilaian kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilihat dari aspek rentabilitas/profitabilitas dilakukan dengan menggunakan indikator Return on Assets (ROA).

Maksud dan tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan perolehan laba yang dicapai oleh bank

38

yang bersangkutan. Dalam analisis ini akan dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada pada laporan laba rugi dengan pos-pos yang ada pada neraca bank. Dengan demikian melalui analisis profitabilitas dapat diketahui efisiensi dan efektifitas bank selama periode tertentu.

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

Laba Setelah Pajak

ROA = x 100 %

Total Asset

Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio ROA (Return on Assets) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio ROA

Rasio Predikat sangat sehat apabila lebih tinggi dari 1,215%, dikatakan sehat apabila rasio ROA antara 0,99% sampai dengan 1,214%, dikatakan cukup sehat apabila rasio ROA

antara 0,765% sampai dengan 0,98%, dan dikatakan tidak sehat apabila rasio ROA dibawah 0,765%.

E. Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Terhadap Return on Assets (ROA) Kredit adalah sumber pendapatan utama bagi bank, kinerja bank yang baik ditandai dengan lancarnya penyaluran kredit perbankan kepada masyarakat.

Tetapi tingginya penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank akan memberikan resiko yang tinggi pula bagi bank yaitu akan terjadinya kredit bermasalah dan NPL akan tinggi.

Jika debitur tidak dapat membayar kembali pinjaman kredit maka akan menimbulkan resiko kredit bermasalah atau non performing loan. Tingginya rasio NPL yang dimiliki oleh bank akan berpengaruh terhadap nilai asset bank dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba, hal itu akan berdampak pada nilai profitabilitas bank itu sendiri.

NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengukur risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya.

Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya.

Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit. Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu

40

pengukuran dari rasio risiko usaha bank yang menunjukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank.

Akibat dari timbulnya kredit bermasalah dapat berupa (Dendawijaya) :

1. Dengan adanya kredit bermasalah bank akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan berpengaruh buruk bagi profitabilitas atau rentabilitas bank.

2. Return On Assets (ROA) mengalami penurunan.

F. Kerangka Pikir

Telah diketahui bersama bahwa kredit merupakan pendapatan utama dari suatu bank, sehingga menjadikan kegiatan ini selalu menjadi perhatian khusus.

Kondisi perkreditan bank yang berkaitan dengan kolektibilitas kredit mempunyai hubungan erat dengan penyaluran kredit. Pada saat jumlah Non Performing Loan (NPL) meningkat menyebabkan penurunan keuntungan ( profitabilitas).

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka diatas, kerangka pikir yang diajukan pada penelitian ini seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar Kerangka Pikir

G. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Nazrantika Sunarto (2012), dengan judul “Pengaruh Non Performing Loan terhadap Return On Assets Sektor Perbankan Di Indonesia”; dimana Non Performing Loan merupakan variabel bebas, sedangkan Return On Asset merupakan yang merupakan variabel tetap. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dengan menggunakan laporan keuangan pada tahun 2006 sampai tahun 2010 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode kuantitatif dan analisis regresi linear sederhana. Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana diperoleh hasil NPL secara signifikan berpengaruh negatif terhadap ROA.NPL (Non Performing Loan) merupakan rasio yang menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit Non Performing Loan

(NPL)

 KURANG LANCAR

 DIRAGUKAN

 MACET

PROFITABILITAS

42

bermasalah semakin besar, maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini, adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

(SE BI No 3/30 DPNP tgl 14 Desember 2001).

2. Julita, SE, M.Si, dengan judul Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Profitabilitas (ROA) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI”. dimana Non Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio merupakan variabel bebas, sedangkan

2. Julita, SE, M.Si, dengan judul Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Profitabilitas (ROA) Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI”. dimana Non Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio merupakan variabel bebas, sedangkan

Dokumen terkait