• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT BERMASALAH

D. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali (terlunasi). Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit. Dalam melakukan penilaian kriteria- kriteria serta aspek penilaian tetap sama.

Jaminan kredit yang diberikan nasabah kepada bank hanyalah merupakan tambahan, terutama untuk melindungi kredit yang macet akibat suatu musibah. Akan tetapi apabila suatu kredit diberikan telah dilakukan penelitian secara mendalam, sehingga nasabah sudah dikatakan layak untuk memperoleh kredit, maka fungsi jaminan kredit hanyalah untuk berjaga-jaga. Oleh karena itu dalam pemberian kreditnya bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar24 Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan sudah menjadi standar setiap bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan prinsip 5C dan 7P serta asas 3R.

Proses pemberian kredit, bank harus memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang benar. Artinya sebelum fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin terlebih dahulu bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan nasabahnya, seperti melalui prosedur yang benar dan sungguh-sungguh.

      

24 http://iskagokiel.blogspot.co.id/2014/06/analisis-manajemen-kredit-bank- pengantar.html (diakses tanggal 1 Mei 2015)

Beberapa prinsip-prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5C dan 7P. Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut:25 1. Character

Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang- orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, baik yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan dan jiwa sosial.

2. Capacity

Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dari penilaian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. Capacity sering juga disebut dengan nama Capability.

3. Capital

Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis capital juga harus menganalisis sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal

      

yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, berapa modal sendiri dan berapa modal pinjaman.

4. Condition

Menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

5. Collateral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

Penilaian kredit dengan menggunakan 7P adalah sebagai berikut:26 1. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun kepribadiannya masa lalu. Penilaian personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaikannya.

       26Ibid., hal 119

2. Party

Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifiasi tertentu atau golongan- golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Purpose

Mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam sesuai kebutuhan.

4. Prospect

Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh usaha lainnya.

6. Profitability

Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Serta penilaian kredit dengan prinsip 3R yaitu:27 a. Returns

Penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjamannya dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon debitur bersangkutan maka kredit diberikan. Akan tetapi, jika sebaliknya maka kredit jangan diberikan.

b. Repayment

Memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan.

c. Risk Bearing Ability

Memperhitungkan besarnya kemampuan perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitur risikonya besar atau kecil. Kemampuan perusahaan menghadapi risiko ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk bearing ability perusahaan kecil maka kredit akan diberikan.

       27Ibid., hal 120

LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberadaan tanah tidak dapat dilepaskan dari segala aktifitas manusia baik dalam pergerakan ekonomi, sosial, politik dan budaya seseorang maupun suatu komunitas masyarakat. Hal ini disebabkan karena tanah memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi setiap manusia dalam menjalankan aktifitas dan melanjutkan kehidupannya sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak manusia dilahirkan, hidup bahkan sampai matipun erat kaitannya dengan tanah. Kedudukan tanah dalam era pembangunan ini juga demikian, dimana setiap kegiatan pembangunan senantiasa memerlukan tanah sehingga keinginan masyarakat untuk memiliki sebidang tanah pun semakin meningkat. 1

Mengingat pentingnya peranan tanah bagi kehidupan manusia, maka penguasaan atas tanah dan kekayaan alam di negara sebesar Indonesia sangat menarik untuk dikaji. Sejak era reformasi, masalah tanah menjadi isu sentral dalam pergerakan sosial di Indonesia. Terjadinya perubahan-perubahan dalam bidang pertanahan baik itu penguasaan tanah antar Pemerintah Daerah, antar       

1Ni Made Irpiana Prahandari, Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing Dengan Akta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (Studi Kasus), Program Magister Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar 2014, hal 1.

Pemerintah dengan masyarakat, maupun antar masyarakat itu sendiri menyebabkan hampir setiap hari di media massa banyak memberitakan mengenai sengketa-sengketa tanah sebagai hasil dari perubahan-perubahan yang berlangsung terlalu cepat.

Untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) tersebut, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tidak memberikan pengertian agraria, hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasanya. Ruang lingkup agrarian menurut UUPA meliputi Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya (BARAKA).2 Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah

hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur mengenai agraria. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA) pada dasarnya menentukan jenis-jenis hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh subjek hukum. Beberapa diantaranya yaitu: Hak Milik, Hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang

      

sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA. Namun lebih lanjut yang akan di bahas adalah mengenai Hak Milik atas tanah.

Di dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, (selanjutnya disebut UUHT) diatur bahwa hak atas tanah dapat pula dibebani hak tanggungan ketika dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit di suatu bank. Hak Guna Usaha dalam Pasal 28 UUPA adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Menurut Pasal 29 pada undang-undang yang sama Hak Guna Usaha diberikan waktu paling lama 25 tahun atau untuk perusahaan tertentu dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.3 Luas tanah Hak Guna Usaha adalah untuk

perseorangan luas minimalnya 5 hektar dan maksimalnya 25 hektar. Sedangkan untuk badan hukum, luas minimalnya 5 hektar dam maksimalnya ditetapkan oleh kepala Badan Pertanahan Nasional (Pasal 28 ayat (2) UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 Tahun 1996).4

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu produk yang diberikan oleh Bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat mendukung pertumbuhan ekonomi. Begitu pula debitur didalam memperoleh fasilitas kredit       

3 Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya. Hak-hak atas tanah, Kencana Prenada Media

group, Jakarta, 2007, hal 9

tersebut hendaknya debitur memberikan kepastian hukum kepada kreditur sehingga diberikanya jaminan hak milik atas tanah kepada kreditur selama masa kredit tersebut berjalan. Pemberian jaminan kredit oleh debitur kepada bank biasanya diikuti dengan pemberian hak tanggungan hak atas tanah yang dijadikan sebagai jaminan tersebut.

Kredit adalah sebuah kepercayaan (trust), dengan demikian pemberian fasilitas kredit haruslah berdasarkan suatu kepercayaan, yaitu fasilitas yang diberikan tersebut digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan permohonan calon debitur. Bagi bank (kreditur), pemberian fasilitas kredit tersebut dapat kembali dengan aman dan menguntungkan.5 Kredit yang baik adalah kredit yang diberikan

sesuai dengan kebutuhan riil debitur, sehingga dapat memperbaiki/meningkatkan kinerja usaha debitur dan kredit dapat dikembalikan kepada bank dengan tepat waktu dan menguntungkan bank. Pemberian fasilitas kredit mengandung risiko sehingga bank dalam memberikan fasilitas kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang diperjanjikan seperti yang diatur dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan).

Bank terlebih dahulu melakukan penelitian dan apabila dianggap cukup sesuai standar kelayakan pemberian kredit dengan kriteria bank, kemudian pihak bank dan pemilik tanah datang ke Kantor Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah       

5Try Widiyono, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009,hal.2-3

(selanjutnya disebut PPAT) yang wewenangnya meliputi daerah dimana tanah tersebut terletak, untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT). Pemberian Hak Tanggungan itu dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi hak tanggungan, pemegang Hak Tanggungan yaitu pihak bank, dua orang saksi, dan PPAT sendiri. Selanjutnya APHT ini wajib didaftarkan pada kantor pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah tempat dimana tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu terletak disertai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Benda yang paling umum dipergunakan sebagai jaminan dalam fasilitas pemberian kredit berupa tanah, sebab tanah pada umumnya mudah dijual dan secara ekonomis harganya terus meningkat dibandingkan dengan benda jaminan yang bukan tanah, dan tanah dapat dibebani dengan hak tanggungan.

Berkenaan dengan perjanjian kredit tidaks sedikit debitur yang belum atau tidak mengetahui hukum perjanjian dan hukum perkreditan, sehingga pada waktu menghadapi kontrak yang demikian dan setelah dibacakan isinya dan apabila sesuai langsung menyetujui dan menandatanganinya. Kata sepakat sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian, dalam Pasal 1320 KUHPerdata dipandang telah terpenuhi.

Hak Guna Usaha (selanjutnya disebut HGU) diatur dalam UUPA. Berdasarkan Pasal 29 UU Agraria, HGU dapat diberikan untuk jangka waktu maksimal 25 tahun (untuk perusahaan dengan kebutuhan tertentu, dapat diberikan

dengan jangka waktu maksimal 35 tahun). Setelah habis jangka waktunya, HGU dapat diperpanjang untuk waktu yang paling lama 25 tahun. Pengaturan mengenai HGU selanjutnya dapat ditemui pada Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Menurut Pasal 8 ayat (2) PP No. 40 tahun 1996, setelah perpanjangan jangka waktu sebagaimana diatur dalam UUPA, dapat diberikan pembaruan hak. “Sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.” 6 Subjek Hak Guna Usaha, yaitu Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya. Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas.

PT. Bank Sumut Cabang Medan sebagai lembaga keuangan yang memberikan kredit menurut saluran-saluran formal melayani beberapa jenis kredit, salah satunya adalah kredit dengan jaminan hak guna usaha dalam memberikan pelayanan kredit ini kepada masyarakat harus melalui proses atau tahapan tertentu. PT.Bank Sumut cabang Medan dalam pemberian kredit, mengharapkan kredit tersebut harus dapat dikembalikan dengan jumlah nilai yang ditentukan. Pemberian kredit harus didasarkan pada pertimbangan bahwa nasabah mempunyai kemampuan untuk mengembalikan kredit tersebut. Kegiatan usaha       

nasabah akan tetap berlangsung, baik dalam kondisi ekonomi normal (good times) maupun dalam kondisi ekonomi yang kurang baik (bad times).

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, untuk dapat mengerti lebih mendalam tentang Tinjauan Yuridis Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Yang Objeknya Tanah dengan Status Hak Guna Usaha pada Bank Sumut Cabang Medan.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumusakan permasalahanya sebagai berikut:

1. Bagaimakah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada PT. Bank Sumut Cabang Medan?

2. Apakah kendala dalam pelaksanaan perjanjian kredit menggunakan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan? 3. Bagaimanakah penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit menggunakan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada PT. Bank Sumut Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan perjanjian kredit menggunakan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan

3. Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit menggunakan hak tanggungan yang objeknya hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan.

D. Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Secara teoretis

Untuk menambah ilmu pengetahuan dan cakrawala berpikir dalam bidang Pertanahan, khususnya dalam bidang jaminan hak tanggungan yang objeknya tanah dengan status hak guna usaha

2. Secara praktis

Diharapkan agar penulisan yang dilakukan dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang berkepentingan, khusus pada masyarakat instansi-instansi yang terkait, perbankan.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.7 Penulisan skripsi ini, menggunakan

metodologi penulisan sebagai berikut: 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Maka pendekatan yang yang dilakukan adalah pendekatan peraturan hukum yang berlaku baik itu dalam peraturan peraturan perundang-undangan hukum nasional terutama hukum jaminan. Metode pendekatan yuridis empiris, digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang berlaku.8

2. Sifat penelitian

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan serta menganalisa suatu peraturan hukum.9

      

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, hal. 42. 8Ibid, hal. 45.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya di analisa sesuai yang diharapkan berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Bank Sumut Cabang Medan. Data primer diperoleh dengan wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak Bank Sumut Cabang Medan. Sistem wawancara yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.

b. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi: Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tentang jaminan pemberian kredit. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi:

a. Buku-buku yang membahas tentang hukum perbankan, hukum jaminan, hukum agraria dan masalah Hak Tanggungan.

b. Buku-buku yang membahas tentang penyelesaian kredit macet. c. Hasil penelitian tentang penyelesaian kredit macet.

4. Teknik analisa data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen pada dasarnya merupakan data yang dianalisis secara kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.10

F. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum       

10P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Cetakan Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.hal. 87.

Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang tinjauan yuridis kredit dengan jaminan hak tanggungan yang objeknya tanah dengan Status hak guna usaha pada Bank Sumut Cabang Medan. belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

Siregar, dengan judul penelitian penyelesaian kredit macet yang objek jaminannya hak atas tanah berstatus hak guna usaha (Studi Bank Rakyat Indonesia Cabang Medan Putri Hijau). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah

Dokumen terkait