• Tidak ada hasil yang ditemukan

ﺪﻫﺎﺸﻳ /yusyāhidu/ dia

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Beberapa Istilah Kitabah ( Menulis )

2.4.2 Prinsip-Prinsip Umum dalam Nahwu dan Sharaf

Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa yangada di dunia tentu memiliki unsur kespesifikan, misalnya dalam system gramatikanya. Oleh sebab itu tentunya iamemiliki kaidah tersendiri tentangsistem gramatikanya. Sistem gramatika dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah nahwu dansharaf.

1. Sharaf

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kaidah-kaidah sharafterfokus pada struktur kata dan semua aspek perubahannya baik denganpenambahan maupun dengan pengurangan.

Para linguis Arab telah sepakat bahwa kata dalam bahasa Arab

Fushhasecara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu isim, fi’il dan harf.Isim

adalahsesuatu yang menunjukkan makna yang diacunya dan tidak terikat oleh waktuseperti ﺪﻤﺤﻣ, ﺏﺎﺘﻛ, ﻞﺟﺭ dan sebagainya. Sedangkan fi’il adalah sesuatu yangmenunjukkan makna yang independen akan tetapi terikat oleh waktu,

sepertiﻰﻜﺑ,ﺐﺘﻛ dan sebagainya. Adapun harf adalah sesuatu yang menunjukkansuatu makna yang tidak dapat berdiri sendiri, seperti ﻞﻫ, ﻲﻓ.

TammamHassan memiliki klasifikasi tersendiri tentang pembagian kata dalam bahasaArab.Ia membaginya menjadi tujuh, yaitu isim, shifah, fi’il, dhamir,

khâlifah, zharaf dan adât.

a) Isim (Nomina)

Tamam Hassan membagi isim menjadi lima (1) isim mu’ayyan, yaituisim yang menunjukkan zat tertentu seperti ﻞﺟﺭ, ﺏﺎﺘﻛ, ﺖﻴﺑ dan sebagainya,(2) isim

hadats atau isim ma’na, seperti isim mashdar, isim marrah dan isimhaiah, (3) isim jinsi, seperti kata 4) , ﺏﺮﻋ, ﻞﺑﺇ, ءﺎﺴﻧ ) isim musytaq yangdidahului oleh mim zaidah seperti isim zaman, isim makan dan isim alat. Olehkarena huruf mim maka dinamakan “mimiyyat”, (5) isim mubham, yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang belum jelas. Oleh karena itu untuk kejelasanmaknanya diperlukan kata yang lain baik dengan sifat, idhafah maupun tamyiz.Seperti kata-kata yang menunjukkan bilangan, timbangan, takaran, ukuran, arahdan waktu.

Secara terperinci Tammam Hassan memberikan ciri spesifik isimsebagai berikut, di antaranya yaitu: dari segi i’rab, isim menerima jar secaralafzhy, sementara jenis kata lainnya tidak menerima jar seperti fi’il, khawalif,dan adawât kecuali shifah. Sedangkan dlamir dan zharaf yang di-jar-kanadalah posisnya atau dalam bahasa Arab disebut mahal i’rab-nya, karena semuadlamir dan zharaf adalah mabniy kecuali bentuk mutsanna dari isim isyarahdan maushûl.

Dari penjelasan tersebut tampak jelas bahwa atas dasar inilah TamamHassan memilah dhamir dari isim.

Dari segi bentuk kata atau shighah, isim memiliki bentuk yang khasseperti bentuk mashdar, isim marrah dan haiah, isim zaman, isim makan danisim alat, sebagaimana halnya kata sifah dengan lima bentuknya (fâ’il, maf’ûl,shifah

musyabbahah, mubâlaghah dan tafdhil ) yang masing-masing memilikibentuk

tersendiri.Karena ciri inilah Tammam Hassan membedakan bentukisim dari bentuk shifah.

Tanda lainnya adalah bahwa isim secara ortografi menerima tanwin dantanwin tersebut menunjukkan makna sesuatu yang masih umum (indifinite).Disamping menerima tanwin isim menerima imbuhan (lawashiq), seperti adat al- ta’rif, ta’ ta’nits, ‘alamat tatsniyah dan jama’).Hal ini berlaku juga untukbentuk shifah.Sisi lain yang membedakan isim dari shifah adalah dari segi makna yangditunjukkannnya, isim selalu merujuk kepada nama yang ditunjuknya(musamma). Misalnya isim al-jinsi musamma-nya adalah jenis, isim

mubhammusamma-nya adalah sesuatu yang belum jelas.

Sedangkan bentuk shifah tidakmenunjukkan kepada musamma, akan tetapi ia menunjukkan sesuatu yangdisifatinya (maushuf), demikian juga halnya fi’il, ia tidak menunjukkan kepadayang musamma akan tetapi ia menunjukkan adanya keterkaitan antara kejadiandengan waktu, sedangkan dhamir menunjukkan secara mutlak kepada yang“hadir atau yang gaib”, zharaf menunjukkan kepada ruang dan waktusedangkan adat menunjukkan adanya relasi.

Yang di maksud adalah ‘alâqat isnad, takhshish, nisbah dan

taba’iyyah.Darisisi isnad, isim selalu menempati posisi musnad ilaih kecuali mashdar yangkadang-kadang dapat menempati posisi musnad.Dari segi takhshish, isim dapatmengungkapkan adanya makna gramatikal, ketika isim dalam keadaan manshubiadapat menunjukkan maknataukid, hal, tamyiz dan sebagainya. Adapun

dari segi nisbah isim dapat di-jar-kan yang menunjukkan adanya hubungan maknabaik dengan huruf jar maupun dengan idhafah.

b) Shifah (Ajektiva)

Kata Shifah atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata sifatadalah kata yang menerangkan sifat atau keadaan kata yang disifatinya(maushuf). Dengan kata lain shifah adalah kata yang tidak menunjukkan suatunama. Dalam bahasa Arab shifah terdiri dari lima yaitu: shifah fa’il, shifahmaf’ul, mubalaghah, shifah musyabbahah dan shifah al-tafdhil.

Kelima jenis shifah tersebut masing-masing berbeda bentuk danmaknanya.Dari segi bentuknya masing-masing memiliki wazan (pola)

katasendiri demikian juga halnya dari segi makna. Shifah fa’il dan al-maf’ulmenunjukkan bahwa sifat yang melekat pada maushuf (yang disifati) tidakterjadi terus menerus atau terputus-putus (inqitha’), shifah al-mubalagahmenunjukkan bahwa sifat atau keadaan maushuf berlebihan,

shifahmusyabbahah menunjukkan makna sifat yang tetap dan terjadi terus

menerus,sedangkan shifah al-tafdhil menunjukkan suatu sifat atau keadaan yang lebihsetelah dilakukan perbandingan dengan yang lain. Meskipun dalam beberapa hal terdapat persamaan ciri antara shifahdengan isim.

Dari sisi i’rab, sebagaimana pada isim, shifah menerima jar secaralafzhy. Tentu saja hal ini berbeda dengan dhamir dan zharaf ia menerima jartidak secara lafzhy akan tetapi hanya menempati posisi jar saja (mahal jar).(Tamam Hassan, 98 -99).

c) Fi’il (Verba)

Fi’il adalah kata yang menyatakan suatu perbuatan dan zaman

(kala).115Makna perbuatan tersebut berlaku pula untuk semua bentuk derivasinya(isytiqaq).Adapun makna zaman (kala) dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisisharfy melalui shighah (bentuk kata) dan sisi nahwy melalui siyaq (kontekskalimat).Zaman (kala) dalam tataran sharfy merupakan tugas dari

shighah, sedangkan dalam tataran nahwy, zaman (kala) merupakan tugas dari siyaq(konteks kalimat).Fi’il madhi meskipun berdasarkan

shighah-nyamenunjukkan zaman (kala) lampau, kadang-kadang dapat menunjukkan suatuperbuatan pada zaman (kala) kini atau mendatang.Demikian sebaliknyakadang-kadang fi’il mudhari’ (verba kini dan mendatang) juga dapatmenunjukkan suatu perbuatan pada zaman (kala) lampau.

Dengan demikian zaman(kala) dalam tataran nahwu bergantung kepada

qarinah-nya.Dalam literatur linguistik Arab fi’il telah banyak dibahas, bahkan

dapatdikatakan bahwa hampir seluruh buku gramatika bahasa Arab memasukkan

fi’il Zaman (kala) pada dasarnya adalah gejala bahasa yang sifatnya universal

pada masing-masingbahasa. Tidak seperti dalam bahasa lainnya, dalam bahasa Arab unsur zaman (kala)melekat pada fi’il (verba). (Tammam Hassan: 104).

Sebagai bagian dari bahasannya yang temasuk di dalamnya adalah sistem zamanatau yang dalam bahasa Inggris sering disebut tenses. Fi’il berdasarkan bentuksharfy-nya terdiri dari tiga bentuk yaitu madhi, mudhari’ dan

amr.Ketigabentuk fi’il tersebut masing-masing memiliki bentuk dan makna yang

berbeda.Tamam Hassan memberikan ciri-ciri spesifik fi’il, di antaranya dapat dilihatsebagaimana berikut ini:

1) Berdasarkan i’rab: Secara khusus fi’il khususnya mudhari’ menerimajazm. Pada fi’il mudhari’ pun meskipun secara lafzhy tidak menerimatidak menerima

jazm, pada dasarnya ia juga dapat menempati posisi(mahal) jazm ketika ia

menjadi syarth (didahului ﺍﺫﺇ ). Hal ini tidakberlaku pada fi’il amr.

2) Berdasarkan Shighah: Fi’il memiliki wazan (pola kata) tersendiri.Misalnya fi’il

tsulatsi memiliki wazan sendiri yang terdiri dari enam.Demikian wazan untuk fi’il tsulatsi, sedangkan untuk selain tsulatsimasing-masing memiliki wazan

sendiri.Darishigahtersebut, maka bentuk fi’ildapat dibedakan dari bentuk kata lainnya.

3) Berdasarkan ilshaq (imbuhan): Dalam hal ini fi’il menerima dhamirmuttashil,

lam amr, huruf mudhara’ah dan ta’ ta’nits.

4) Berdasarkan al-tadham (sanding kata): Berdasarkan hal ini fi’il dapatdisandingkan dengan ﺪﻗ, ﻑﻮﺳ, ﻢﻟ, ﻦﻟ, ﺔﻴﻫﺎﻨﻟﺍﻻ . Untuk fi’il lazim(intransitif) agar menjadi transitif dapat disandingkan dengan huruf jar.Misalnya: kata ﻡﺎﻗ yang berarti berdiri adalah fi’il lazim, ketikadisandingkan dengan huruf jar seperti ﺏ

sehingga menjadi ﺐﻣﺎﻗ makaartinya menjadi transitif yaitu “melaksanakan”.

5) Berdasarkan dalalah-nya: fi’il mengandung dua dalalah yaitudalalah“perbuatan” dan “zaman”. Kedua dalalah tersebut terkandungsecara implisit dalam fi’il.

6) Berdasarkan ta’liq: fi’il selalu menempati posisi musnad dan hal inilah salah satu yang membedakannya dari bentuk kata lainnya seperti isimyang hanya menjadi musnad ilaih.

d) Dlamir (pronomina)

Dlamir adalah kata yang mengandung makna “hadir” dan “gaib”.Karena

tidak memiliki bentuk khusus, Tamam Hassan memisahkanpembahasannya dari bentuk kata lainnya.Dlamir yang mengandung makna “hadir” adalah ﺎﻧﺃ untuk orangpertama tunggal (mutakallim wahdah) dan ﻦﺤﻧ untuk orang pertama jamak(mutakallim ma’a al-ghair).Adapun untuk orang kedua (mukhathab)adalah,ﺎﻤﺘﻧﺃ, ﻢﺘﻧﺃ, ﻦﺘﻧﺃ , sedangkan untuk orang ketiga (ghaib)adalah ﻮﻫ ,

ﻲﻫ, ﺎﻤﻫ, ﻢﻫ, ﻦﻫ . Dlamir-dlamir tersebut termasuk ke dalamdlamir munfashil yaitu

dlamir yang dapat berdiri sendiri.

Di samping ituterdapat juga dlamir muttashil yaitu yang tidak dapat berdiri sendiri. Dlamirmuttashil terdiri atas sembilan yaitu: .ﺕ, ﺎﻧ, ﻭ, ﺍ, ﻥ, ﻙ, ﻱ, ﻩ, ﺎﻫ.Dari

sisi ta’liq, dlamirmemiliki peranan penting dalam mengikat bagian-bagian dari kalimat.Misalnya dlamir mengikat mubtada dengan khabar, antara hal dan

shahibal-hal dan shilah dengan maushul.(Tammam Hassan :106 -107).

e) Khawalif

Khawalif adalah kata yang digunakan untuk mengekspresikansesuatu hal

yang bersifat emosional. Dalam bahasa Arab khawalif terdiriatas empat jenis, yaitu: (a) isim fi’il: seperti ﺕﺎﻬﻴﻫ, ﻪﺻ ; (b) isim shaut:seperti ﺄﻫﺄﻫ (ha ha) untuk bunyi tertawa; (c) shighah ta’ajjub: memilikidua wazan yaitu ﻞﻌﻓﺃﺎﻣ dan ﻪﺒﻠﻌﻓﺃ

seperti ﻦﺴﺣﺃﺎﻣ ; (d) madah (memuji)dan dzam (mencela), seperti ﻢﻌﻧ dan .ﺲﺌﺑKhawalif merupakan kata yang digunakan untuk mengekspresikansesuatu,

dalam bahasa tulis biasanya ditandai dengan tanda seru (!).Khawalif pada dasarnya adalah idiom, oleh sebab itu urutan katanya tidak boleh dipisahkan.Dari segi ta’liq, khawalif berperan sebagai musnad.Maka tidaklah salah jika para ulama nahwu banyak yang menganggapnyasebagai fi’il.

f) Zharaf (Adverbia)

Secara sederhana zharaf adalah kata yang menunjukkan keteranganwaktu dan tempat.Para ulama nahwu memaknai zharaf secara lebih luasbaik dari aspek bentuk kata maupun maknanya. (Tammam Hassan :108).

g) Adât (Partikel)

Adât adalah kata yang tidak memiliki makna sendiri, kecuali

jikadihubungkan dengan kata yang lain dan ia menunjukkan adanya ta’liq ataukaitan antar unsur dalam kalimat. Adât terbagi menjadi dua yaitu adât yang asli (al- adât al-ashliyyah)seperti huruf jar dan huruf ‘athf dan adât yang telah berubah (al- adât almuhawwalah)seperti berubahnya kata ﻦﻣ dan ﺎﻣ menjadi makna syarth (Tammam Hassan:119) dan istifham. Ta’liq dengan menggunakan

adât dalam bahasa Arabsangatlah masyhur karena sebagian besar jumlah

(kalimat) baik jumlahkhabariyyahmaupun insyaiyyah banyak bergantung kepadanya kecualipada jumlah yang mutsbat seperti: ﻲﻠﻌﻣﺎﻗ dan amr seperti

ﻢﻗ.Misalnyapada jumlah insyaiyyah thalabiyyah seperti nida menggunakan adât nida,nahyi menggunakan adât nahyi, dan istifham mengunakan adât istifham.Jika

dibandingkan dengan bentuk kata lainnya, adât memilikikarakteristik sendiri. Dari segi rutbah (urutan kata), adât merupakanawalan, seperti huruf jar mendahului majrur, huruf ‘athaf mendahuluima’thuf-nya, huruf istitsna mendahului mustatsna. Selain itu adât jugamembutuhkan kata lainnya karena tanpa kata lain adat tidak akan memilikimakna, misalnya huruf jar tidak akan bermakna kecuali disandingkandengan majrur. Oleh karena itu adât tidak memiliki makna leksikal.

2) Nahwu

Semua bahasa di dunia memiliki sistem gramatika sendiri dengankarakteristiknya masing-masing tidak terkecuali dalam hal ini bahasa Arab.Nahwu merupakan bagian dari sistem gramatika bahasa Arab yangberkaitan dengan struktur kalimat di samping sharafyang berkaitan denganstruktur kata.

Menurut Tammam Hassan yang menjadi tema sentral dari system gramatika bahasa Arab dalam tataran nahwu adalah al-ta’liq.SecaraUrutan dalamadatadalah urutan yang permanen dan tidak dapat diubah-ubah,karena ia membatasi makna yang dimaksud. Maknanya akan jelas jika dikaitkan dengan kata lain, terperinci ia membahas al-ta’liq dari dua sisi yaitu lafzhy dan ma’nawy.

Dalam hal ini terdapat dua istilah yang dikemukakannya yaitu

al-‘alâqahal-siyâqiyyahyang kemudian disebutnya sebagai al-qarâin alma’nawiyyahdan yang kedua ia sebut dengan istilah al-qarâin allafzhiyyah.Al-qarâin al-ma’nawiyyah terdiri dari lima, yaitu: 1) al-isnâd,seperti relasi antara mubtada’ dengan khabar, antara fi’il dengan fâ’il ataudengan nâib fâ’il; 2) takhshish, seperti makna yang terdapat dalam maf’ulbih, hal, tamyîz, istitsnâ’ dan ikhtishâsh; 3) nisbah, makna yang terdapatdalam idhafah dan makna yang

dikandung dalam huruf jar. Misalnya ﻦﻣmengandung makna “memulai” dan ﻰﺘﺣ

“mengakhiri”; 4) taba’iyyah,seperti dalam badal, ‘athaf, na’at dan taukid dan 5)

maqam.Qarinah iniberlaku untuk semua ta’bir.

Dari limaqarinah tersebut takhshish-lah yang maknanya lebih luasdi antaranya adalah ia memiliki relasi makna:ta’addiyah (maf’ul bih),ghaiyyah

(maf’ul li ajlih, mudhari’ yang manshub), ma’iyyah (maf’ulma’ah), zharfiyyah (maf’ul fih), taukid (maf’ul muthlaq), mulâbasah (hal),tafsir (tamyiz), ikhrâj(istitsnâ), mukhâlafah (ikhtishâsh).Sedangkan al-qarain al-lafzhiyyah terdiri

dari delapan yaitu : (a) al-‘alâmah al-i’râbiyyah (tanda i’rab;(b) al-rutbah (urutan kata); (c) shighah (bentuk). (d) al-muthâbaqah (persesuaian); (e) al-rabthu

(relasi antarkata);(f) tadlâmm (sanding kata);(g) adât (partikel); dan (h) al-naghmah(intonasi).(Mukawwinâtuhâ, Anwâ’uhâ, Tahîlluhâ: 6)

(a) I’rab

I’rab 127 merupakan aspek dari sistem gramatika bahasa Arabyang cukup

mendapat perhatian dari para ahli nahwu. I’rab tidakdapat dipisahkan dari makna, oleh karena itu ia merupakan bagianintegral dari makna, seperti dalam maf’ul terkandung maknamaf’uliyyah.

(b) Rutbah (urutan kata/word order)

Rutbah atau urutan kata tidak hanya merupakan bagian daripembahasan

nahwu akan tetapi ia juga merupakan bagian daripembahasan ilmu balaghah dalam pembahasan taqdim-ta’khir. Yangmembedakan adalah rutbah dalam balaghah untuk tujuan gaya bahasasebuah struktur sedangkan dalam nahwu untuk struktur itu sendiri.

Dalam nahwu rutbah tersebut terdiri atas dua yaitu rutbah mahfuzhahdan

ghair mahfuzhah. Rutbah mahfuzhah adalah urutan kata yang permanen dan tidak

dapat dipindah-pindahkan karena akan merusakmakna, seperti maushul mendahului shilah, maushuf mendahului shifah,taukid setelah muakkad dan beberapa partikel dalam uslub syarth,istifham, huruf jar dan sebagainya. Sedangkan rutbah ghair mahfuzhahadalah rutbah yang elastis dan dapat berubah-ubah urutannya, sepertimubtada, fa’il, maf’ul bih dan sebagainya. (Tammam Hassan:205)

I’rab adalah perubahan harakat akhir kata karena kedudukan posisinya dalamkalimat.Hanya bahasa Arab yang memiliki sistem I’rab, oleh karena itu tidaklah salah jika I’rab dipandang sebagai ciri khas atau karakteristik dari bahasa Arab.(Tammam Hassan:207).

(c) Shighah (bentuk kata)

Dalam bahasa Arab masing-masing kata memiliki bentuknyamasing-masing seperti fi’il, isim, shifah dan sebagainyafa’il, naib fa’il,mubtada dan sebagainya masing-masing menuntut bentuk kata tertentuyaituisim, tamyiz menuntut isim nakirah, mudhaf dan mudhaf ilaih sertamajrur menuntut bentuk

isim dan sebagainya.

(d) Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)

Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement) adalahpersesuai-an antarkata dalam sebuah struktur.Muthabaqah terjadidalam:

(1) I’rab (rafa’, nashab dan jar) (2) Syakhsh (takallum, khithab, ghaib) (3) ‘Adad (ifrad, tatsniyah, jamak) (4) Nau’ (tadzkir, ta’nits)

(5) Ta’yin (ta’rif, tankir)

Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)dalami’rabberlaku untuk isim dan shifah, muthabaqah syakhsh biasanya dalamdlamir, ‘adad untuk isim

dengan isim, shifah dengan shifah, dlamirdengan dlamir, muthabaqah nau’ dalam

isim, shifah dan dlamir,sedangkan muthabaqah ta’yin hanya berlaku untuk isim.(Tammam Hassan:211– 212).

Muthâbaqah/Tathâbuq (persesuaian/agreement)adalah salah satuqarinah

yang menguatkan hubungan makna antarkata dalam sebuahstruktur kalimat bahasa Arab. Oleh karena itu ia dimasukkan ke dalamqarinah lafzhiyyah.

(e) Rabth (relasi)

Rabth adalah qarinah lafzhiyyah qarinah lafzhiyyah yangmenghubungkan antarkata, yaitu seperti yang terdapat pada maushuldan shilah-nya, mubtada’ dengan khabar ,man’utdengan na’at, syarthdengan jawab-nya dan sebagainya.

Rabth ini dapat dibuat dengandlamir (seperti dalam maushul), huruf (jumlah haliyah), isim isyarah,mengulang kata atau makna (seperti pada taukid) dan

sebagainya.(Tammam Hassan: 215). (f) Tadlâmm (sanding kata)

Tadlâmm adalah bersandingnya dua unsur kata dalam sebuahstruktur

sehingga menjadi satu unsur. Seperti antara jar dengan majrur,huruf ‘athf dengan

ma’thuf, mudlaf dan mudlaf ilaih dan sebagainya.Salah satu unsur tersebut di

antaranya ada yang dapat dihilangkan danada juga yang tidak dapat dihilangkan. Seperti maushuf dapatdihilangkan seperti pada kalimat :ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﻢﻠﻌﺗﺃyang dimaksud adalahﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ. Demikian juga halnya di antara dua unsur tersebut ada yangdapat dipisahkan ada juga yang tidak.Yang tidak boleh dipisahkanseperti pada shifah

dengan maushuf, ‘athif dengan ma’thuf, jar danmajrur dan sebagainya.(Tammam

Hassan: 217 & 223) (g) Adât

Adât dipandang sebagai qarinah lafzhiyyah yang tidak kalahpentingnya

dalam bahasa Arab.Adât ini terdiri dari dua jenis yaitu: a)yang masuk ke dalam

jumlah (adawat nafyi, taukid, istifham, nahyidll.); dan b) yang masuk ke dalam mufrodat (huruf jar, ‘athf, ma’iyyah,ta’ajjubdll.).(Tammam Hassan:226).

(h) Tanghim (intonasi)

Tanghim adalah qarinah lafzhiyyah yang ada dalam bahasa lisandan ia

dapat dipahami memalui konteks kalimat. Oleh karena iadigunakan dalam bahasa lisan maka tidak menjadi qarinah lafzhiyyahdalam bahasa tulisan.Untuk mewakili

tanghim dalam bahasa tulisanbiasanya ditandai dengan tanda baca. Seperti tanda

Dokumen terkait