• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM PERBANKAN D

A. Prinsip-Prinsip Umum dalam Perbankan di Indonesia

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan. Tentu untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai pengertian hukum perbankan tidaklah cukup dengan memberikan rumusan yang demikian.

Untuk mempelajari norma hukum, kita harus mengetahui asas-asas hukumnya. Dengan perkataan lain, norma hukum itu lahir tidak dengan sendirinya. Ia lahir dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofi tertentu. Itulah yang dinamakan dengan asas hukum. Semakin tinggi tingkatannya, asas hukum itu semakin abstrak dan umum sifatnya serta mempunyai jangkauan kerja yang lebih luas untuk menaungi norma hukumnya. Dengan demikian, asas hukum ini merupakan dasar atau ratio legis bagi dibentuknya satu norma hukum; demikian pula sebaliknya, norma hukum itu harus dapat dikembalikan kepada asas hukumnya.36

Dalam melakukan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya bank yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan asas hukum(khusus), yaitu Asas Demokrasi Ekonomi. Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang diubah. Pasal tersebut menyatakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengenai hal ini, Penjelasan Umum Undang-Undang

36

Perbankan 1992 menyatakan antara lain :37

“Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang berasaskan kekeluargaan, perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Salah satu yang mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan masing-masing unsur dari Trilogi pembangunan adalah perbankan. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak”.

Dengan demikian jelaslah, bahwa perbankan dalam menjalankan fungsi dan usahanya harus memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam GBHN ditafsirkan ciri-ciri demokrasi ekonomi yang merupakan dasar pelaksanaan pembangunan. Di sana disebutkan pembangunan ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :38

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara.

c. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

d. Sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan denga pemufakatan lembaga perwakilan rakyat, dan pengawasan terhadap kebijakannya ada pada lembaga perwakilan rakyat pula.

37

Ibid., Hal. 14-15. 38

e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar-daerah dalam satu kesatuan perekonomian nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran serta daerah secara optimal dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

f. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih perkerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. g. Hak milik perseorangan dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan masyarakat.

h. Potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut :39

a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia.

b. Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara beserta aparatur negara bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara.

c. Persaingan tidak sehat pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Peranan perbankan dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah sangat vital layaknya sebuah jantung dalam tubuh manusia. Keduanya saling mempengaruhi dalam arti

39

perbankan dapat mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi sehingga bank yang sehat akan memperkuat kegiatan ekonomi suatu bangsa. Sebaliknya, kegiatan ekonomi yang tidak sehat, lesu atau rapuh juga akan sangat mempengaruhi kesehatan dunia perbankan.40

Dalam menjalankan kegiatan usaha perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah (know how costumer principle).

1. Prinsip Kepercayaan (Fiduciary Principle)

Prinsip kepercayaan adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabah. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah menyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang disimpannya. Pelbagai faktor dapat menyebabkan ketidakpercayaan nasabah terhadap suatu bank.41

Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitor (bank) dan kreditor (nasabah penyimpan dana) yang dilandasi oleh asas kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut Undang-Undang Perbankan hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana

40

Gunarto Suhardi, 2003, Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Kanisius, Yogyakarta, Hal. 5.

41

bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitor dan kreditor yang diliputi oleh asas- asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. Secara eksplisit undang-undang mengakui bahwa hubungan antara bank dan nasabah menyimpan dana adalah hubungan kepercayaan, yang membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan nasabah penyimpan dana.42

Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara bank dan nasabah debitor juga bersifat sebagai hubungan kepercayaan yang membebankan kewajiban-kewajiban kepercayaan (fiducary obligations) kepada bank terhadap nasabahnya. Oleh karena itu, masyarakat bisnis dan perbankan indonesia berpendapat bahwa hubungan antara bank dan nasabah debitor adalah juga hubungan yang berlandaskan kepercayaan.43

2. Prinsip Kerahasiaan (Confidential Principle)

Prinsip kerahasiaan adalah prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank itu sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dengan demikian, bank harus memegang teguh rahasia bank.44

Undang-Undang Perbankan 1992 merahasiakan keadaan keuangan nasabah penyimpan dan penyimpan debitor. Kedua nasabah bank ini dilindungi oleh rahasia bank. Sedangkan Undang-Undang Perbankan yang Diubah membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan dana saja. Pasal 40 Undang-Undang Perbankan yang Diubah 42 Ibid. 43 Ibid., Hal.17. 44 Ibid.

menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu, yakni untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, perkara perdata antara bank dan nasabahmya, tukar-menukar informasi antara bank dan nasabahnya, tukar menukar informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabahnya, tukar- menukar informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasadari penyimpan dana. Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang diubah, tidak seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank dalam fungsinya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat pengelola dana masyarakat.45

Keterikatan bank terhadap ketentuan atau kewajiban merahasiakan keadaan keuangan nasabahnya menunjukkan bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana dilandasi oleh asas kerahasiaan. Oleh karena itu, hubungan antara bank dan nasabah penyimpan adalah hubungan kerahasiaan.46

3. Prinsip Kehati-hatian (Prudential Principle)

Prinsip kehati – hatian atau dikenal juga dengan prudential banking merupakan suatu prinsip yang penting dalam praktek dunia perbankan di Indonesia sehingga wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian47

Prinsip kehati-kehatian adalah suatu prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam 45 Ibid., Hal.18. 46 Ibid. 47

Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, Hal.21.

rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan yang Diubah, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati- hatian. Kemudian disebutkan pula dalam Pasal 29 Undang-Undang Perbankan yang Diubah bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian (ayat (2)) dan bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank (ayat (3)).48

Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.

Dimana bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut maka diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.

Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan seluruh pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, para masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank. Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak perlu mengingatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai :49

a. Tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan

48

Rzchmadi Usman, Op.Cit., Hal. 18-19. 49

ketentuan-ketentuan yang berlaku;

b. Tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.

Dengan kata lain diberlakukannya prinsip kehati-hatian akan menunjang bank yang sehat selalu dalam keadaan likuid dan solvent.

Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

Prinsip kehati-hatian itu harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja. Dengan demikian, prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar dengan memenuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan, agar bank yang bersangkutan selalu dalam keadaan sehat sehingga masyarakat semakin mempercayainya, yang pada gilirannya akan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien, dalam arti sempit dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi nasional. Oleh karena itu, penjelasan umum Undang-Undang Perbankan yang Diubah mengamanatkan prinsip kehati-hatian tersebut dipegang teguh, dan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang bersangkutan dengan penyaluran dana. Untuk itulah dalam beberapa ketentuan perbankan dijabarkan rambu-rambu penerapan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan, yang merupakan suatu kewajiban atau keharusan bagi bank untuk memperhatikan, mengindahkan,

dan melaksanakannya.50

Dengan adanya prinsip kehati-hatian, secara tidak langsung perbankan melindungi kepentingan nasabah. Yaitu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiataan usaha yang dilakukan oleh bank. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang bersangkutan.

4. Prinsip Mengenal Nasabah ( know how costumer principle )

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.

Dalam menilai para nasabahnya di Bank di kenal dengan istilah 5C. 5C adalah kriteria bagi orang Bank dalam menilai para nasabahnya. Bagi orang bank, nasabah yang memenuhi kriteria 5C adalah orang yang sempurna untuk mendapatkan pembiayaan. Bank melihat orang yang mempunyai karakter kuat, kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal yang kuat, dan kondisi perekonomian yang aman bagaikan melihat sebuah mutiara. Orang seperti ini adalah nasabah potensial untuk diajak bekerja sama atau orang yang baik adalah manusia yang ideal, menurut kriteria orang baik.

50

Dokumen terkait