• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP METODE REASURANSI TREATY EXCESS OF LOSS REASURANSI TREATY EXCESS OF LOSS

TINJAUAN TEORITIS PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH DAN REASURANSI SYARIAH

C. Reasuransi Syariah

2. Prinsip Reasuransi

Oleh karena reasuransi syariah adalah asuransi syariah yang diasuransikan kembali, maka logislah jika prinsip-prinsip yang berlaku dalam asuransi syariah juga berlaku dalam reasuransi syariah. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan daripada penerapan prinsip-prinsip asuransi adalah untuk melindungi para penanggung dari kerugian-kerugian yang tidak semestinya mereka terima. Demikian juga dalam hubungan reasuransi dimana para reasuradur dapat melindungi dirinya dengan prinsip-prinsip reasuransi terhadap kemungkinan kerugian yang tidak seharusnya mereka pikul.

a. Prinsip Berserah Diri dan Ikhtiar

Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan. Ia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinya. Kalimat tauhid laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain Allah) juga mengandung pengerian, tidak ada pemilik mutlak atas seluruh ciptaan kecuali Allah.

Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya pula untuk memberikannnya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya atau merenggutnya dari siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allahlah pula yang memutuskan seorang menjadi miskin.

Atas sumber daya yang dititipkan oleh allah kepadanya, manusia dilarang untuk mengambil risiko yang melebihi kemampuan yang wajar untuk mengatasi risiko tersebut . walaupun risiko tersebut mempunyai probabilita untuk membawa

manfaat, namun bila probabilitas untuk membawa kerugian lebih besar dari kemampuan menanggung kerugian tersebut, maka tindakan usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan yang lebih dari keperluan sehingga harus dihindari.

Pengambilan risiko yang melebihi kemampuan untuk menanggulangi adalah tidak sama dengan menghadapi ketidakpastian. Karena pada dasarnya tidak ada seorang manusia pun yang dapat dengan pasti mengetahui apa yang akan terjadi. Sehingga, semua aspek kehidupan di dunia ini pada dasarnya adalah ketidakpastian bagi manusia. Namun, kemampuan yang dikembangkan manusia dapat membantu manusia dalam menghadapi ketidakpastian atau risiko tersebut dengan memperkirakan kemungkinan terjadinya hal-hal yang merugikan, tentunya dalam batas-batas kemampuan manusia. Sehingga, secara umum dapat dikatakan bahwa manusia dapat berusaha untuk menghindari pengambilan risiko yang melebihi kemampuan yang wajar untuk menanggulanginya.

b. Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)

Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip tolong menolong baik untuk life insurance atau general insurance. Ini adalah bentuk solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolong menolong atau dalam bahasa Al‟Qur‟an disebut ta‟awun adalah inti dari semua prinsip dalam asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam menegakkan konsep asuransi syariah.

Dari prinsip ta‟awun tolong-menolong ini muncullah beberapa prinsip-prinsip lain yang melandasi operasional asuransi syariah.

c. Prinsip Saling Bertanggung Jawab

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab satu sama lain. Memikul tanggung jawab dengan niat ihklas adalah ibadah. Rasa tanggung jawab terhadap sesama insan. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, saling mencintai, saling mambantu, dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, takwa, dan harmonis.

Dalam banyak hal, Rasulullah menegaskan kewajiban individu dan masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab social, dasar penetapannya ialah karena kemaslahatan umum. Asuransi syariah bertujuan untuk melaksanakan masalah ini. Kalau rasa ini tidak lagi hidup dikalangan masyarakat Islam, berarti kehilangan suatu ruh agama yang menjadikan umat Islam baik kuat baik secara individu maupun secara kemasyarakatan.

Seandainya masyarakat miskin tidak mampu untuk membayarkan ta‟awun atau tabarru‟, maka orang kaya berkewajiban untuk membayarkan iuran ini untuk mereka.

d. Prinsip Saling Kerja Sama dan Bantu-Membantu

Salah satu keutamaan umat Islam adalah saling membantu sesamanya dalam kebajikan. Karena, bantu-membantu itu merupakan gambaran sifat kerja sama

sebagai aplikasi dari ketakwaan kepada Allah. Di antara cerminan ketakwaan itu ialah sebagai berikut.

1) Melaksanakan fungsi harta dengan betul, di antaranya untuk kebajikan social. 2) Menepati janji.

3) Sabat ketika mengalami bencana

Firman Allah dalam QS al-Maidah :2

























Artinya : “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Islam adalah agama jama‟I, artinya banyak hal mesti dikerjakan secara bersama. Tanpa kebersamaan, sangat tipis kemungkinan diraihnnya kesuksesan. Asuransi merupakan bagian dari usaha untuk dapatnya umat Islam bekerja sama membesarkan dana, guna saling membantu di antara umat Islam kalau terjadi suatu perisitiwa yang merugikan harta dan jiwa umat Islam. Sekaligus ia berfungsi untuk mengumpulkan dana guna diinvestasikan pada berbagai sektor.

e. Prinsip Saling Melindungi dari Berbagai Kesusahan

Para pesera asuransi Islam setuju untuk saling melindungi dari kesusahan, bencana, dan sebagainya. Kenapa saling melindungi? Karena keselamatan dan keamanan merupakan keperluan azas untuk semua orang, maka semua orang perlu

dilindungi. Masalahnya, apakah perusahaan asuransi mampu mengemban tugas yang berat ini. Tentu saja tidak mungkin ia akan laksanakan secara sempurna. Namun, dengan aturan yang jelas, sebagian prinsip di atas tentu akan dapat dijalankan oleh perusahaan.

f. Prinsip Kepentingan Terasuransikan (Insurable Interest)

Untuk dapat mengasuransikan barangnya, tertanggung harus mempunyai suatu kepentingan dalam barang tersebut. Dalam asuransi tanggung gugat, kepentingan yang diasuransikan ialah kekayaan tertanggung. Risikonya adalah terkenanya kekayaan tersebut oleh kewajiban membayar ganti rugi karena suatu kejadian atau perbuatan yang merugikan pihak ketiga, untuk mana ia bertanggung gugat.

Jadi yang dimaksudkan dengan kepentingan terasuransikan adalah pihak yang ingin mengasuransikan suatu objek pertanggungan seperti rumah tinggal, stok barang dagangan, atau lainnya harus mempunyai kepentingan atas objek tersebut. Kepentingan tersebut harus diakui secara hukum. Jika kepentingan itu tidak ada, maka harus dikategorikan sebagai kegiatan perjudian. Sementara perjudian diharamkan dalam syariat Islam.

Karena itu, pengakuan terhadap hak milik dan tanggung jawab atas hak milik seseorang yang dikuasakan kepada kita, diatur dan diakui dalam Islam. Kepemilikan manusia atas harta adalah kepemilikan yang bersifat perwalian (amanat). Islam mengakui hak-hak individu manusia atas kekayaan yang dianugerahkan Allah kepada

mereka. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk berusaha mendapatkan harta, memeliharanya, menyelamatkannya, menggunakannya, memanfaatkannya, serta mempertanggungjawabkannya di hadapan pemilik mutlak-Nya, Allah. Karena itulah, kita memiliki tanggung jawab untuk melindunginya. Kita mempunyai kepentingan untuk sharing of risk dengan pihak lain agar harta tadi dapat terpelihara. Dengan demikian, kepentingan terasuransikan (insurable interest) secara syar‟I dapat dipertanggungjawabkan bahwa ia adalah salah satu prinsip asuransiyang baik dan

maslahah di mana pada saat yang sama ia juga tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’.

g. Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)

Dalam kontrak asuransi, untuk pelaksanaan polis, pihak-pihak yang terlibat harus memiliki niat baik. Oleh karena itu, tidak adanya pengungkapan fakta penting, keterlibatan tindakan penipuan, kesalahpahaman atau pernyataan salah adalah semua elemen yang dapat membuat tidak berlakunya polis asuransi.

Kedua belah pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik pihak yang mengajukan objek untuk dipertanggungkan (peserta) maupun perusahaan asuransi (pengelola), harus menerapkan prinsip itikad yang baik yang direpresentasikan dengan keterbukaan atas semua informasi mengenai pertanggungan. Pihak tertanggung (peserta) harus memberikan semua informasi yang material, baik diminta maupun tidak. Informasi tersebut ialah mengenai objek pertanggungan yang akan mempengaruhi opini penanggung. Yaitu, apakah akan menerima atau tidak objek

pertanggungan, dan jika pertanggungan diterima dengan kondisi tertentu. Hal ini berbeda dengan prinsip jual beli, dimana penjual hanya memberikan informasi jika diminta oleh pembeli.

Karena itu, hal yang sangat penting bagi kedua belah pihak dalam prinsip

utmost good faith ini adalah adanya informasi yang benar dari masing-masing pihak. Artinya, informasi yang diberikan tidak mengandung unsur kebohongan, penipuan, dan kecurangan. Dalam transaksi muamalah, adanya salah satu pihak yang mengingkari perjanjian dapat mengakibatkan batalnya kontrak tersebut.

h. Prinsip Ganti Rugi (indemnity)

Fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. Oleh karena itu, besarnya ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya.

Prinsip ganti rugi dalam fiqih Islam dapat dilihat dalam praktek ad-diyah „ala

al-„aqilah, al-„aqil adalah orang yang membayar denda. Dalam beberapa kasus, Islam membebankan denda asuransi kepada orang lain. Namun di dalam ad-diyah, yang menjadi sebab bukanlah kesengajaan. Para ulama mengatakan, wajib membayar denda (pertanggungan) terhadap sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan, seperti pembunuhan, melukai karena kekeliruan, atau kerusakan karena kelalaian.

Prinsip ganti rugi (indemnity) merupakan hal wajar dalam rangka untuk memelihara hak dan tanggung jawab terhadap harta benda yang dititipkan Allah

kepada hamba-Nya. Karena Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan. Dia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinya.

i. Prinsip Penyebab Dominan (Proximate Cause)

Jika terjadi suatu peristiwa yang bias menimbulkan tuntutan ganti rugi dari pihak tertanggung, kerugian bias dijamin jika penyebab dari kejadian tersebut dijamin atau tidak dikecualikan dengan polis. Prinsip penyebab terdekat mensyaratkan bahwa suatu penyebab bahwa merupakan rantai yang tidak terputus dengan peristiwa yang menimbulkan kerugian. Apabila terjadi penyebab lain yang menyebabkan rantai sebab akibat terputus, dan sebab baru ini dominan terhadap terjadinya kerugian, maka polis akan menganggap penyebab baru ini adalah penyebab terjadinya kerugian.

Islam mengajarkan kepada kita agar memberikan hukuman kepada siapapun yang bersalah sesuai dengan kadar kesalahannya. Dalam hal peristiwa yang termasuk dalam kategori proximate cause penyebab dominan, maka tentu hukuman atau yang bertanggung jawab atas akibat kerugian yang muncul adalah yang paling dominan dalam penyebab terjadinya hal tersebut. Karena itu, di sini dituntut keadilan dan kearifan dalam melihat duduk persoalan suatu peristiwa, harus bisa melihat secara

jernih dan bersikap “tengah-tengah”, dan mampu melihat siapa yang sebenarnya

j. Prinsip Subrogasi (Subrogation)

Merupakan hal yang pantas dan adil dalam hukum jika perusahaan sudah membayar kliam kepada pemegang sertifikatnya dan pihak lain (ketiga) dalam hukum dikenai biaya kerugian, pihak ketiga seharusnya tidak menghindari tanggung jawabnya. Akan menjadi tidak adil jika dia menghindari tanggung jawab finansialnya karena kebijaksanaan peserta dalam mengatur ganti rugi takaful (asuransi syariah). Bentuk keadilan ini berhubungan dengan prinsip subrogasi.

Dengan adanya sobrogasi tersebut, tercegahlah pula bahwa pihak yang bersalah menjadi bebas. Barangsiapa menurut hukum bertanggung jawab atas suatu musibah, tetap terkena sanksinya. Hal tersebut penting bagi ketertiban masyarakat.

Dengan demikian, tidak akan terjadi adanya satu pihak menzalimi pihak lain atau suatu pihak harus memberi ganti rugi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Islam secara tegas melarang sikap saling menzalimi dalam muamalat. k. Prinsip Kontribusi (contribution/al-Musahamah)

Al-Musahamah „kontribusi’ adalah suatu bentuk kerja sama mutual dimana

tiap-tiap peserta memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan peserta tersebut berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut berdasarkan besarnya saham (premi) yang ia miliki (bayarkan)

Polis takaful adalah perjanjian yang mengikat. Karena itu, pemberlakuan pertimbangan dari kedua pihak (peserta dan pengelola) melalui pembayaran

kontribusi (oleh peserta) dan penggantian rugi (oleh pengelola) adalah kewajiban yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, disarankan bahwa dalam polis asuransi syariah jika peserta tidak dapat membayar kontribusi yang disepakati pada waktunya, peserta tidak boleh dikenakan denda atau ketentuan dikurangi kontribusi yang sudah dibayar. Tapi peserta harus diberikan waktu yang diperlukan untuk penyelesaian kontribusi yang belum dibayar dan pemberlakuan polis harus dilanjutkan berdasarkan syarat dan ketentuan yang terdapat dalam sertifikat.

Kontribusi yang sudah dibayar adalah amanah (al-amanah) bagi pengelola, dank arena itu harus diperuntukkan bagi peserta. Hal ini karena berdasarkan hukum Islam, tidak ada justifikasi bagi yang dipercayakan untuk menolak menerjemahkan ketentuan yang disetujui oleh pemilik mereka ketika yang mendepositkan berhak menginginkannya dari yang diberi amanah,

Dokumen terkait