• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Fair Trade di Apikri

Prinsip Definisi/ Tuntutan Organisasi

Pelaksanaan Kesulitan Usaha yang dilakukan

Opportunities for koperasi untuk terlibat dalam fair trade.

Apikri mempromosikan hasil karya pengrajin (UKM) lewat fair trade kepada masyarakat LN, sehingga terjadi peningkatan kuantitas pesanan dan

pendapatan yang diterima oleh UKM.

Keterbatasan SDM yang dimiliki untuk terus menerus

mempromosikan produk UKM ke calon buyer di luar negeri.

Apikri, bekerjasama dengan FFTI dan buyer untuk membantu mempromosikan bisnis yang harus dijalani, sistem fair trade, modal awal, bantuan dan ide design kepada UKM

Apikri masih kesulitan untuk menterjemahkan kehendak dari para buyer secara sederhana agar dapat dipahami oleh UKM.

Apikri bekerjaama dengan perwakilan dari FFTI dan buyer untuk membantu menjelaskan tuntutan mereka kepada UKM dengan cara datang ke lapangan secara rutin.

Fair Trade Practices

Organisasi dituntut untuk selalu memegang komitmen dan tanggung jawab sebagai organisasi pelaksana fair trade

Apikri mampu menjaga dan memastikan semua produk yang dikirim serta setiap proses bisnis yang dilakukan sesuai dengan tuntutan fair trade secara keseluruhan.

Apikri sering kesulitan mengontrol para UKM agar memenuhi syarat yang dituntut oleh fair trade.

Apikri melibatkan FFTI dan buyer untuk ikut memantau proses produksi yang

dilakukan oleh UKM apakah memenuhi prinsip fair trade.

Fair Payment Organisasi dituntut untuk memastikan anggotanya selalu membayar upah yang layak dan sesuai kepada pekerjanya

Apikri melakukan pengecekan secara rutin sejauh mana UKM telah memberikan upah yang layak kepada para pekerjanya.

Ada beberapa UKM pada kriteria tertentu yang belum mampu menerapkan upah sesuai UMR dikarenakan minimnya pendapatan UKM

Apikri dan perwakilan FFTI melakukan survey ke UKM secara rutin dan memberikan arahan kepada UKM

15 paksa dan tenaga kerja anak

Apikri secara rutin melakukan peninjauan lapangan untuk memastikan bahwa UKM tidak mempekerjakan tenaga kerja paksa dan tenaga kerja anak.

- - dll berdasarkan ras, agama kasta, dll

Apikri secara rutin melakukan peninjauan lapangan ke UKM untuk memastikan mereka tidak melanggar prinsip ini. kerja yang aman dan sehat bagi karyawan atau anggota

Apikri memastikan UKM mempunyai tempat kerja serta gudang penyimpanan yang layak, sehat, aman, dan nyaman bagi pekerjanya.

Masih ada beberapa UKM pada kriteria tertentu yang belum mempunyai tempat kerja layak dikarenakan minimnya pendapatan UKM.

Apikri, FFTI, dan buyer bekerja sama agar mereka dapat memberikan bantuan kepada UKM yang belum mempunyai tempat kerja layak.

Capacity Building Organisasi membantu anggota atau produsen kecil untuk meningkatkan dampak perkembangan positif melalui fair trade

Apikri memberikan pelatihan (manajemen, keuangan, pemasaran, dll) kepada UKM agar mereka ke depannya dapat bergerak secara mandiri.

Apikri masih belum mampu memberikan pelatihan secara rutin serta masih ada UKM yang malas-malasan untuk mengikuti program Apikri.

Apikri bekerja sama dengan buyer, FFTI, dan dinas setempat untuk membantu yang baik kepada anggota dan buyer

Apikri mempromosikan produk UKM mereka ke masyarakat LN serta ikut serta dalam beberapa event promosi di daerah.

Keterbatasan SDM untuk mencari pasar yang baru serta keengganan Apikri untuk terlibat dalam pemasaran lokal.

Apikri dan buyer bekerjasama untuk memasarkan dan menyebarluaskan produk fair trade

16

Sumber : terjemahan WFTO (2017) dan hasil analisis peneliti dari data primer (2017) Respect for the

Enviroment

Organisasi dituntut untuk selalu melestarikan keseimbangan lingkungan dalam setiap proses bisnis yang dilakukan oleh anggotanya.

Apikri selalu memantau UKM nya untuk memastikan bahwa mereka selalu menjaga keseimbangan lingkungan dengan cara menanam pohon kembali apabila menebang.

Apikri juga melakukan pengecekan terhadap surat identitas bahan baku yang digunakan oleh UKM sehingga tidak menganggu keseimbangan lingkungan. Apikri juga

membatasi penggunaan bahan baku yang langka.

- -

17

Prinsip Opportunities for Disadvantaged Producers secara umum sudah berjalan dengan cukup baik. Namun, kesulitan yang masih dihadapi oleh Apikri adalah keterbatasan SDM di Apikri untuk terus mempromosikan fair trade secara rutin. Jika prinsip ini sudah teratasi dengan baik, maka UKM yang ada akan mendapat jaminan bahwa mereka dapat meningkatkan kualitas hidup mereka di masa mendatang. Transparency and Accountability secara umum juga sudah berjalan dengan cukup baik. Tetapi dikarenakan kehendak buyer yang cukup rumit dan bermacam-macam, Apikri masih kesulitan menjelaskan ke UKM tentang apa yang diinginkan oleh buyer. Dalam penerapan prinsip Fair Trade Practices, Apikri masih kesulitan untuk selalu memastikan produk yang dikirim sudah sesuai dengan fair trade (baik kualitas dan standarnya). Untuk memperbaiki 3 prinsip diatas, Apikri melakukan kerjasama dengan FFTI dan buyer dengan cara memantau pelaksanaannya serta memberikan bantuan dan sosialisasi kepada UKM yang terkait.

Untuk prinsip Fair Payment bisa dibilang belum terlaksana dengan baik. Jika melihat dari kriteria UKM (kecil, menengah dan mapan) tidak semua UKM yang ada dapat memberikan upah yang fair kepada pekerjanya. Untuk UKM mapan dan menengah, mereka sudah mampu untuk memberikan upah yang sesuai dengan UMR daerahnya masing-masing.

Sedangkan untuk UKM kecil, mereka masih kesusahan untuk membayarkan upah sesuai UMR. Apikri sadar akan perbedaan yang ada pada UKM nya. Oleh karena itu, perwakilan Apikri menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memaksa UKM yang tidak mampu tersebut.

Peran Apikri disini adalah memastikan bahwa pekerja yang terdaftar masih mendapatkan upah yang layak serta mendorong UKM tersebut agar memberikan bantuan-bantuan lain yang bersifat sosial sebagai pengganti upah yang belum sesuai.

Prinsip fair trade selanjutnya yaitu No Child Labour; No Forced Labour dan No Discrimination; Gender Equity; Freedom of Association sudah terlaksana dengan baik.

Praktek yang ada sudah tidak ditemukan adanya pekerja anak dan pekerja paksa, juga tidak ada diskriminasi antar gender dan ras. Dengan begitu, maka peran Apikri dalam prinsip ini sudah berjalan dengan baik.

Untuk prinsip Good Working Conditions sudah berjalan dengan baik pada UKM mapan dan menengah. Berdasarkan pengamatan, rumah yang berfungsi sebagai tempat bekerja sudah layak dan juga terpisah dari rumah utama, sehingga tidak ada kasus barang yang tercampur aduk dengan barang pribadi. Ruang tempat penyimpanan bahan baku dan barang jadi juga layak dan mempunyai ventilasi yang baik. Sedangkan pada UKM kecil, rumah dan tempat bekerja berada pada satu ruangan, ventilasi yang ada juga kurang baik sehingga semua barang bercampur aduk menjadi satu sehingga udara dalam ruangan tersebut tidak sehat. Apikri, FFTI, dan buyer setiap secara rutin mengunjungi beberapa UKM untuk melihat seperti apa kondisi mereka secara real. Peran Apikri disini kedepannya tak hanya mengontrol saja, tetapi juga mencari cara untuk mengatasi kondisi diatas. Kondisi ini berkaitan langsung dengan pesanan dan permintaan yang masuk. Semakin banyak permintaan yang masuk ke UKM kecil ini, maka kemampuan mereka untuk dapat mengembangkan kondisi ruang bekerja mereka juga akan semakin besar dan otomatis prinsip ini akan berjalan dengan baik.

Prinsip Capacity Building adalah prinsip yang bertujuan untuk menguatkan kemampuan pengrajin serta memperlihatkan perkembangan mereka. Penerapan prinsip ini belum berjalan dengan baik, dikarenakan Apikri masih kesulitan untuk memberikan pelatihan

18

secara rutin kepada UKM. Padahal pelatihan-pelatihan ini sangat diperlukan agar mereka dapat berkembang. Untuk mengatasinya, Apikri banyak bekerjasama dengan pihak lain seperti FFTI, buyer, dan dinas setempat agar UKM dapat menerima pelatihan lain diluar Apikri.

Sebagai organisasi yang menjalankan fair trade, Apikri perlu menerapkan berbagai strategi agar UKM yang terdaftar didalamnya terjamin pekerjaan dan kehidupannya. Oleh karena itu, prinsip Promote Fair Trade ini perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Yang mana peran Apikri disini adalah melakukan promosi serta mencari target pasar yang ideal.

Selama melakukan penelitian, UKM mapan dan menengah menjelaskan “Order dari Apikri cukup lancar setiap tahunnya”. Namun mereka menambahkan bahwa Apikri perlu memulai terobosan baru dalam kegiatan pemasarannya agar kedepannya UKM yang ada tidak merasa khawatir di tengah persaingan yang semakin ketat.

Prinsip terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah Respect for the Enviroment.

Prinsip ini adalah prinsip yang fokus pada pelestarian lingkungan. Sebagian besar UKM yang terdaftar di Apikri menggunakan kayu sebagai bahan baku maupun pelengkap. Perwakilan Apikri menjelaskan “konsepnya yaitu begitu tebang langsung ditanam”. Peran Apikri disini juga memastikan bahwa kayu yang ditebang tersebut tidak berlebihan, sehingga tidak mengganggu keseimbangan alam. Selain itu, untuk UKM yang membeli kayu di toko juga berada dalam pantauan Apikri. UKM tersebut perlu menyerahkan surat identitas kayu dari toko agar Apikri dapat mengetahui dan mengontrol jumlah pemakaian agar tidak berlebih.

Selain itu, agar prinsip ini terlaksana lebih baik, UKM mapan menambahkan “kami menggunakan kayu jenis tertentu saja, seperti sengon dan ulin (bukan kayu jati)”. Alasannya karena kayu jati sangat lama pertumbuhannya dan harganya juga sangat mahal. Dengan penggunaan kayu jenis lain (sengon dan ulin) akan memudahkan mereka karena kayu jenis tersebut cepat tumbuh dan harganya yang tidak terlalu mahal. Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa secara umum Apikri sudah dapat melaksanakan prinsip fair trade dengan cukup baik. Walaupun ditemukan bahwa prinsip yang ada belum berjalan dengan baik.

a. Business Process

Setiap tahap bisnis yang ada, mulai dari awal pesanan masuk hingga diterima oleh buyer ditangani dan dipantau oleh Apikri. Apikri disini selalu berkoordinasi dengan buyer serta UKM mereka sehingga proses bisnis ini dapat berjalan lancar dan dapat bertahan sampai sekarang. Berikut penjelasannya:

Gambar 2

Tahapan bisnis di Apikri

(Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017)

19

Pada saat ada pesanan masuk, Apikri akan mencatatnya. Catatan ini berisi jenis produk, jumlah yang diinginkan, dan design tambahan. Setelah itu, Apikri akan berkoordinasi terlebih dahulu kepada pengrajin (UKM tertentu), untuk memastikan apakah mereka sanggup menyelesaikan pesanan yang diinginkan. Setelah mendapatkan konfirmasi yang jelas dari UKM, maka Apikri akan langsung menghubungi buyer bahwa pesanan resmi masuk ke Apikri. Selanjutnya buyer akan mengirim sejumlah uang ke Apikri sebagai pembayaran awal kepada UKM. Setelah pembayaran mereka terima, maka UKM akan dapat langsung memulai proses produksi. Penerimaan pembayaran awal ini diikuti dengan pemberian surat pesanan kepada UKM. Surat ini berisi jenis produk, jumlah, design tambahan dan batas waktu penyelesaian produk (deadline).

Lamanya proses produksi bermacam-macam, tergantung dari jenis produk dan jumlah yang dipesan. Biasanya proses ini akan memakan waktu antara 1 hingga 2 bulan. Setelah produk selesai diproduksi, UKM akan mengirim produk tersebut ke gudang Apikri. Apikri selanjutnya akan menyeleksi produk yang masuk untuk melihat apakah produk telah benar-benar sesuai dengan keinginan buyer. Apabila ada beberapa produk yang cacat atau belum sesuai dengan pesanan, maka Apikri akan mengembalikan ke UKM guna memperbaiki atau memproses ulang produk. Jika dalam proses ini memakan waktu lebih lama dari deadline, maka Apikri akan menghubungi buyer guna meminta perpanjangan waktu. Apabila tidak ada masalah dengan seleksi akhir maka tugas UKM berhenti dan Apikri dapat memulai proses packaging. Pengiriman (ekspor) dilakukan oleh Apikri sendiri. Setelah produk diterima buyer, maka buyer berkewajiban untuk melakukan pembayaran akhir kepada UKM Apikri. Proses ini berjalan dengan cara yang sama setiap ada pesanan yang masuk ke Apikri

b. Mekanisme hubungan

Dalam hubungan bisnis yang berbasis fair trade ini, ada 3 pihak yang paling sering terlibat, yaitu produsen (UKM), organisasi, dan buyer. Ketiga pihak ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berikut penjelasannya dalam lingkup Apikri:

Gambar 3

Mekanisme Hubungan antara UKM, Apikri dan Buyer (Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017)

20

Gambar diatas menunjukkan bahwa Apikri berfungsi sebagai jembatan antara UKM dan buyer. Walaupun UKM dan buyer tidak kontak secara langsung, tetapi mereka mempunyai hubungan dan saling memberikan keuntungan yang diinginkan masing-masing. Ketiga bagian disini telah menunjukkan perannya sebagai anggota dari sistem fair trade.

c. Pemanfaatan media pemasaran lokal

Apikri mempunyai sebuah showroom yang letaknya berdekatan dengan kantor Apikri. Showroom ini berfungsi untuk menunjukkan karya-karya dari pengrajin (UKM) di Apikri. Showroom tidak dibuka secara resmi untuk umum, tetapi akan dibuka apabila ada buyer yang tertarik dengan produk Apikri dan fair trade. Alasan Apikri tidak membukanya secara umum adalah kekhawatiran akan peniruan produk.

Karena Apikri fokus pada pasar internasional serta permintaan buyer luar yang cukup eksklusif, Apikri tidak ingin ide UKM mereka ditiru secara luas. Apikri mewajibkan untuk setiap UKM yang terdaftar untuk menaruh hasil karya mereka di showroom tersebut. Sistem dari penitipan produk mereka adalah konsinyasi, sehingga uang akan mereka terima apabila ada transaksi.

Perwakilan Apikri menjelaskan bahwa Apikri cukup sering terlibat dalam pameran lokal baik di sekitar Yogyakarta maupun di tempat lain. Akan tetapi tidak semua produk UKM mereka dipamerkan. Alasannya adalah beberapa UKM sudah ada yang terlibat pameran secara mandiri dan rutin. Apikri tidak ingin ada pemaksaan dalam keterlibatannya dan juga Apikri berharap agar UKM tersebut dapat berjalan sendiri di pasar lokal tanpa bantuan dari Apikri. Dalam pameran lokal, Apikri juga memilih produk mana yang tepat untuk dipamerkan. Produk-produk yang merupakan ide atau permintaan buyer luar tidak diikutkan dalam pameran guna menjaga agar produk tersebut tidak ditiru umum.

Manfaat yang diterima Apikri

Berdasarkan keterangan dari Apikri, ada banyak manfaat yang diterima oleh Apikri.

Manfaat ini sifatnya bermacam-macam. Pada saat awal Apikri berdiri, mereka menerima bantuan dana dari Oxfam dan US ID yang digunakan untuk kebutuhan sewa tempat dan pembangunan kantor dan showroom. Selain itu, mereka juga mendapatkan manfaat lain dari instansi-instansi pemerintah, universitas, dan lembaga lain diluar fair trade seperti bantuan pelatihan, buku-buku maupun bantuan keuangan. Manfaat ini merupakan bentuk kerjasama antara kedua belah pihak yang Apikri jalin dari awal berdiri sampai sekarang. Apikri juga menambahkan “kedua pihak saling welcome terhadap kritik dan saran mengenai perdagangan yang humanis”. Sebagai organisasi pelaksana fair trade, Apikri tetap mengambil profit dari setiap pesanan yang masuk, tetapi tidak mengambil fee. Apikri menambahkan”profit digunakan untuk operasional kegiatan Apikri, feedback yang diberikan kepada pengrajin adalah berupa pendampingan, pendidikan dan pelatihan”.

Buyer Apikri juga ada yang memberikan bantuan. Sampai saat ini, buyer akan datang ke Apikri setiap tahunnya untuk memberikan kertas kerja yang berisi contoh design yang akan menjadi trend tahun depan. Sistem produksi di Apikri sendiri adalah tak hanya memproduksi sesuai pesanan saja tetapi juga membuat produk-produk yang diramalkan akan

21

menjadi trend tahun depan. Perwakilan Apikri menambahkan “jadi misalnya pada tahun 2017, pengrajin sudah mulai memproduksi produk yang akan dijual pada tahun 2018”. Tak hanya itu saja, buyer yang datang pun juga ikut serta dalam menyeleksi sampel baru yang dibuat oleh pengrajin dan melakukan quality control produk. Menurut perwakilan Apikri, pada tahun 2006 tepatnya pada saat kota Yogyakarta dilanda gempa bumi ada beberapa buyer yang datang guna membantu pengrajin setempat. Bantuan ini sifatnya tak hanya bantuan dana saja, tetapi juga bantuan sosial yang bertujuan untuk memberikan semangat kepada pengrajin serta memberikan pelatihan-pelatihan lain yang berkaitan dengan pengembangan pasar kerajinan tangan.

Kendala-kendala, faktor penyebab dan upaya mengatasi

Menurut Hardono (2004), pada dasarnya UKM memiliki masalah klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. Dengan bergabung pada fair trade, hambatan-hambatan yang ada dapat berkurang. Namun walaupun sudah bergabung dalam fair trade, masalah kendala belum sepenuhnya dapat menghilang.

Untuk kendala, ada banyak kendala-kendala yang dirasakan oleh Apikri dan UKM nya. Kendala yang paling kerap dialami sampai saat ini adalah permintaan, pengembangan design serta ketidakmampuan produksi. Selain itu, ada juga kendala-kendala lain sifatnya tidak dapat diprediksi. Dari bab sebelumnya, kendala yang dialami oleh para pengrajin fair trade berasal dari internal dan eksternal. Tentang kendala yang berkaitan dengan ketidakmampuan produksi akan dibagi menjadi dua, internal dan eksternal. Hal ini dikarenakan kendala tersebut faktor penyebabnya cukup beragam. Beberapa kendala internal yang peneliti temukan pada pengrajin Apikri adalah pengembangan design, perbedaan skill, ketepatan waktu, dan lain-lain.

Tabel 3

Analisis kendala internal (pendapat Apikri)

Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017 Kendala Internal

Kendala Faktor Penyebab Upaya Mengatasi

Minimnya sample akibat

pengembangan design

Kurangnya kreativitas UKM. Apikri memberikan pelatihan individual tentang design.

Ketepatan waktu Kebiasaan menunda-nunda dan tanggung jawab UKM rendah.

Meminimalisir (memberikan ketegasan) kepada UKM, meminta perpanjangan waktu ke buyer.

Kualitas produk Perbedaan skill pengrajin. Apikri melakukan seleksi dan deteksi dini produk sebelum dieskpor

Laba menurun Rendahnya permintaan akibat kenaikan harga dari UKM.

Apikri melakukan nego dengan buyer tentang kenaikan harga.

22 Tabel 4

Analisis kendala internal (pendapat UKM)

Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017

Tabel 5

Analisis kendala eksternal (pendapat Apikri)

Kendala Eksternal

Kendala Faktor Penyebab Upaya Mengatasi

Penurunan permintaan

Krisis di Eropa dan Amerika

Apikri terus mencoba mencari pasar lain serta

mendorong UKM secara mandiri untuk ke pasar lokal.

Sampai saat ini belum dapat diatasi dengan baik.

Pendapatan menurun

Permintaan menurun Apikri terus mencoba mencari pasar lain serta

mendorong UKM secara mandiri untuk ke pasar lokal.

Sampai saat ini belum dapat diatasi dengan baik.

Persaingan dengan negara lain

Produk Indonesia kalah bersaing

Apikri sebisa mungkin memproduksi barang yang susah ditiru oleh mesin (bernilai seni tinggi).

Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017 Kendala Internal

Kendala Kriteria UKM Faktor Penyebab Upaya Mengatasi Pengembangan individual tentang design, UKM menerima pelatihan dari luar Apikri waktu ke Apikri, UKM mencari mitra lain

Kualitas produk Semua kriteria UKM

Perbedaan skill, keterbatasan waktu, pesanan menumpuk.

UKM melakukan deteksi dini kesalahan produk.

Perpajakan UKM kecil Ketidakmampuan UKM dalam membuat laporan pajak

Apikri dan dinas setempat memberikan bantuan jika ada UKM yang membutuhkan Upah tidak

sesuai UMR

UKM kecil Minimnya pendapatan UKM

UKM hanya mengusahakan pekerjanya mendapatkan upah yang sesuai dengan pekerjaannnya serta memberikan bantuan sosial.

23 Tabel 6

Analisis kendala eksternal (pendapat UKM) Kendala Eksternal

Kendala Kriteria UKM Faktor Penyebab Upaya Mengatasi Penurunan

permintaan

Semua kriteria UKM

Pasar sepi. Apikri terus mencoba mencari pasar lain serta mendorong UKM secara mandiri untuk ke pasar lokal. Sampai saat ini belum dapat diatasi dengan baik.

Apikri terus mencoba mencari pasar lain serta mendorong UKM secara mandiri untuk ke pasar lokal. Sampai saat ini belum dapat diatasi dengan baik. untuk mengeringkan bahan baku (masih susah dilakukan bagi UKM kecil yang tidak punya mesin) Bahan baku UKM kecil dan

menengah

Perubahan harga yang tidak dapat diduga

Berkomunikasi dengan buyer perihal penyesuaian harga produk Sumber : hasil analisis peneliti dari data primer, 2017

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa terdapat variasi jawaban yang diberikan oleh perwakilan Apikri dan UKM. Kendala internal yang pertama terkait dengan design menunjukkan bahwa UKM kecil dan menengah masih kesulitan untuk mengembangkan design yang diberikan buyer. Perwakilan Apikri menilai bahwa hal tersebut terjadi karena kurangnya kreativitas dan kecerdasan dalam menangkap sebuah ide. Saat bertanya dengan UKM menengah, beliau menjelaskan “terkadang saya saking fokusnya sama produksi jadi kurang memperhatikan design”. Serta UKM kecil menambahkan bahwa faktor usia pengrajin juga menjadi salah satu penyebab. Semakin bertambahnya usia pengrajin, maka kemampuan mereka untuk terus mengembangkan design juga semakin berkurang.

Untuk mengatasi kendala diatas, Apikri memberikan pelatihan dan juga penjelasan tentang design. Pelatihan ini dilakukan secara individual, yang bertujuan agar pengrajin lebih fokus dan mengerti tentang design yang diinginkan. Tak hanya Apikri saja, pengrajin juga secara aktif terlibat dalam pelatihan-pelatihan yang diberikan dari luar, seperti dari dinas-dinas pemerintahan setempat. UKM mapan juga menambahkan bahwa “Yang namanya pengrajin ya harus rajin”. Hal tersebut menjelaskan selama pengrajin mempunyai keinginan untuk berkembang, masalah design dan kreativitas bukanlah suatu masalah yang besar.

Kendala internal yang lain adalah ketepatan waktu dalam pengerjaan produk. Kendala ini dirasakan oleh ketiga kategori UKM yang peneliti wawancara. Menurut keterangan perwakilan Apikri, kendala ini disebabkan oleh kebiasaan UKM yang sering menunda-nunda pekerjaan. UKM pun membenarkan pernyataan tersebut, tetapi menurut UKM sebenarnya hal tersebut tidak parah sampai bisa disebut sebagai kebiasaan. UKM kecil menambahkan bahwa kerap menunda-nunda ini disebabkan oleh kehidupan sosial mereka. Beliau menjelaskan

Kendala internal yang lain adalah ketepatan waktu dalam pengerjaan produk. Kendala ini dirasakan oleh ketiga kategori UKM yang peneliti wawancara. Menurut keterangan perwakilan Apikri, kendala ini disebabkan oleh kebiasaan UKM yang sering menunda-nunda pekerjaan. UKM pun membenarkan pernyataan tersebut, tetapi menurut UKM sebenarnya hal tersebut tidak parah sampai bisa disebut sebagai kebiasaan. UKM kecil menambahkan bahwa kerap menunda-nunda ini disebabkan oleh kehidupan sosial mereka. Beliau menjelaskan

Dokumen terkait