• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

4. Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (1997), pembelajaran berbasi masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran, yang mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berfikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 213).

Problem based learning adalah suatu model pembelajaran, yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat stundent centered (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 215-216). Stepien dan Gallagher (Nurjanah, 2004: 2) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan untuk membantu siswa agar memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dan keterampilan.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau berperan serta dalam diskusi, tetapi

siswa juga menghabiskan waktunya diperpustakaan, di situs web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurut Dewey, sekolah merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah dalam kehidupan nyata, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk menyelediki lingkungan mereka dan membangun secara pribadi pengetahuannya (Rusmono, 2012: 74).

Pembelajaran dengan PBL memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dan keterampilan mengatasi masalah dengan terlibat di berbagai situasi kehidupan nyata. Ini memberikan makna bahwa sebagian besar konsep atau generalisasi dapat diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah. Program khusus dalam pembelajaran seperti itu memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendekatan pembelajaran lainnya (Arends, 1997: 42).

Pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut panen dalam buku (Rusmono, 2012: 74) bahwa dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL), siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, pengumpulan data, dan menggunakan data tersebut untuk memecahkan masalah.

Dalam PBL, guru tidak lagi berdiri di depan kelas sebagai ahli dan satu-satunya sumber yang siap untuk memberikan pelajaran. Guru dalam kelas PBL berfungsi sebagai fasilitator yang kadang disebut tutor karena proses diskusi kelompok disebut tutorial. Peran dan tanggung jawab tutor

bukanlah orang yang otoriter. Tutor harus cakap memfasilitasi kelompok dan bukan hanya cakap dalam mentransfer pengetahuan.

Ciri-ciri strategi PBL, menurut baron (Rusmono, 2012: 74) yaitu: a. Menggunakan permasalahan dunia nyata

b. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah c. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa

d. Guru berperan sebagai fasilitator

Kemudian “masalah” yang digunakan menurutnya harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik berdasarkan informasi yang luas, terbentuknya secara konsisten dengan masalah lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan keterlibatan siswa meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiata-kegiatan:

a. Membaca kasus

b. Menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran.

c. Membuat rumusan masalah d. Membuat hipotesis

e. Mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas.

f. Melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas.

Sedangkan ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (1997: 349) model PBL memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin

Meskipun pembelajaran berdasarkann masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar- benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik

Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereja harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan.

d. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

e. Kolaborasi

Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama dengan yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembbangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

Untuk mencapai kelompok yang efektif, menurut barbara (Rusmono, 2012: 75-76) yang perlu dilakukan adalah:

a. Memulai kelompok

Kelompok dibentuk pada hari pertama dimulainya pelajaran dengan aktivitas: (1) menuliskan biografi kelompok (seperti asal, cita-cita, dan mata pelajaran yang disukai), (2) memberikan tes singkat untuk perorangan setelah itu tes kepada kelompok, agar siswa menyadari hasil tes kelompok lebih baik dari hasil tes perorangan, (3) mengisi instrumen cara belajar yang baik, untuk bahan diskusi kelompok, dan (4) mengadakan permainan mental yang memerlukan keahlian menggunakan kelompok untuk mennunjukkan perbedaan antara lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dan yang berpusat pada guru.

b. Memonitor kelompok

Untuk kelas yang sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor, dan setiap tutor memandu sebuah kelompok siswa. Interaksi antar kelompok memungkinkan intervensi spontan dan informal yang sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan, memastikan partisipasi yang merata akan menjaga kelompok untuk terus maju dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan membantu kelompok mempelajari bagaimana mengerahkan belajarnya sendiri. Untuk kelas yang banyak kelompok, para tutor harus mengembangkan strateginya, yang meliputi: (1) mengembangkan aktivitas kelompok yang

terdefinisi dengan baik, (2) menggunakan masalah yang memungkinkan intervensi struktur pada titik-titik penting untuk melibatkan kelas dalam diskusi dan atau klarifiksi. Dan (3) tutor berjalan disekitar kelas untuk membantu kelompok yan gmemiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan lain-lain.

c. Peranan kelompok

Salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya. Strategi umum yang digunakan adalah dengan memberikan tugas-tugas secara bergantian setiap minggu untuk setiap masalah atau tugas. Kondisi ini akan menghidarkan siswa dari keterikatan terhadap tugas yang mudah dan memberi kesempatan terhadap tugas-tugas yang lebih menantang.

d. Evaluasi

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan umpan balik yang membangun secara verbal dan tertulis terhadap individu maupun kelompok merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap positif kelompok dan memaksimalkan tanggung jawab individu. Umpan balik perlu dilakukan setiap selesai satu tugas atau setidaknya dua-tiga kali dalam satu semester.beberapa guru juga meminta siswa untuk menilai sendiri sejauh mana kontribusi individual (dari anggota lain) untuk kelompok dengan menggunakan formulir evaluasi tertulis.

kelompok kecil, (c) memandu siswa untuk mempelajari materi khusus (isi mata pelajaran) menuju mekanisme dan konsep bukan solusi dari masalah, (d) mendukung otonomi siswa dalam belajar, (e) mendukung humanisme melalui kesatuan keilmuan, penghargaan terhadap nlai-nilai empati, (f) menstimulasi motivasi untuk mengarahkan dan mempengaruhi perkembangan siswa, (g) mengevaluasi pembelajaran, dan (h) bekerjasama dengan administrasi program studi, bertindak sebagai mediator antara siswa dan program.

Salah satu kegiatan guru dalam strategi pembelajaran dengan PBL adalah membuat Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP dalam strategi pembelajaran dengan PBL disarankan Mohamad Nur berisi: (a) tujuan; (b) standar (Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar); (c) prosedur yang terdiri atas: (1) mengorganisasikan siswa pada situasi masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk penyelidikan, (3) membantu penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran, (4) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah,dan (e) asesmen pembelajaran siswa. Selanjutnya, untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode pembelajaran Problem Based Learning (Rusmono, 2012: 81) ada lima tahap pembelajaran sebagai berikut.

Tabel 1. Tahapan Pembelajaran dengan metode pembelajaran PBL

Tahapan pembelajaran Perilaku Guru

Tahap 1:

Mengorganisasikan siswa kepada masalah

Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan- kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan maslah yang mereka pilih sendiri

Tahap 2:

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa menentukan dan mengatu tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu Tahap 3:

Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi Tahap 4:

Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka Tahap 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses yang mereka

gunakan (Diadaptasi dari Mohamad Nur, 2006, p. 62,)

Menurut Ibrahim (2003: 15), di dalam kelas PBL, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL antara lain:

1. Mengajukan masalah atau mengorganisasi siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.

3. Memfasilitasi dialog siswa 4. Mendukung belajar siswa

Pemecahan dalam PBL harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian, siswa belajar memecahkan masalah

memberikan pengalaman belajar melakukan kerja melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa.

Uden & Beaumont dalam buku (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 222) menyatakan beberapa keuntungan yang dapat diamati dari siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan PBL yaitu:

a. Mampu mengingatkan dengan lebih baik informasi dan pengetahuannya

b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis, dan keterampilan komunikasi.

c. Mengembangkan basis pengetahuan secara integrasi d. Menikmati belajar

e. Meningkatkan motivasi f. Bagus dalam kerja kelompok g. Mengembangkan strategi belajar

h. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi

Pembelajaran dengan pendekatan masalah (PBL) ini sejalan dengan teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt, bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan. Individu bertindak atas pengaruh di dalam dan di luar individu (Jamil Suprihatiningrum, 2013: 218). Menurut aliran ini seseorang belajar jika ia mendapatkan insight. Insight tersebut diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam sebuah situasi sehingga hubungannya menjadi jelas baginya dan dengan demikian memecahkan masalah. Sementara itu timbulnya insight tergantung pada kesanggupan, kematangan, dan intelegensi individu, pengalaman, sifat atau taraf kompleksitas situasi, latihan, dan trial and

error. Dengan demikian dalam belajar manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan tidak haya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial, dan sebagainya. Pembelajaran juga merupakan proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Selanjutnya pembelajaran hanya berhasil bila tercapai kematangan insight.

PBL mengandung pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif pada hakikatnya merupakan pengalaman filosofis pribadi. Di dalam diskusi kelompok, tiap-tiap individu berperan aktif, saling memberi kontribusi, saling menerima pendapat kawan, saling menghargai kemampuan orang lain. Pembelajaran kolaboratif merupakan metode instruksi, yang mana para siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran secara umum. Para siswa bersama-sama bertanggung jawab sepenuhnya atas proses pembelajaran yang mereka laksanakan. Tujuan pembelajaran harus dijelaskan secara rinci kepada siswa. Dari sebagian kegiatan pembelajaran, para siswa didorong untuk mendiskusikan. Para siswa juga diminta untuk mendengarkan penjelasan kawwannya secara sungguh-sungguh kemudian didorong memberikan komentar atas pendapat/penjelasan kawannya secara kritis. Selanjutnya, hasil diskusi berupa daftar pendapat atau gagasan yang kemudian diterima oleh seluruh anggota kelompok. Kemudian, daftar pendapat dirangkum dalam suatu kalimat efektif yang mencerminkan telah tercapainya tugas akademik yang diberikan kepada kelompok tersebut.

Dokumen terkait