• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha bordir di Kudus yang dikelola para pengusaha bordir rata-rata menggunakan rumah sebagai pusat kegiatan usaha bordir serta dikelola oleh keluarga, sehingga peneliti menyebutnya dengan Industri Kecil Bisnis Keluarga (IKBK). Dimana suami atau isteri sebagai pemiliknya dan anggota keluarga yang lain seperti saudara kandung, anak, menantu dan saudara sekampung saling bekerja sama membantu dan mengelola proses produksi bordir, pembelian bahan baku, pekerja membordir sampai pemasarannya.

Bordir sebagai produk sosial-kultural menjadi simbol dan memberi makna, serta mendiskripsikan kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Produk bordir memiliki nilai-nilai filosofi, simbol dan makna dari bentuk disain, kombinasi warna benang dan warna kain, proses pembuatannya, perannya dalam kehidupan sosial, dan sebagai simbol status bagi pemakainya dan cara penggunaannya seperti busana. Menurut sejarah, sejak jaman dahulu hiasan bordir memiliki proses perjalanan panjang dan seni hiasan bordir atau sulam dapat ditemukan di berbagai daerah di seluruh dunia, namun tiap-tiap daerah memiliki ciri khas tersendiri. Pada waktu pertama muncul barang bordir merupakan suatu hiasan barang mewah karena hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu (orang-orang kaya atau raja-raja). Hal ini terjadi pada tahun 330 Sebelum Masehi sampai abad ke-15 di Byzantium telah ditemukan hiasan bordir yang dipadukan dengan ornamen dari emas. Kemudian pada zaman Mesir kuno hiasan bordir sudah ada, ini dibuktikan pada makam raja-raja telah ditemukan lukisan yang berindikasi mengenai keberadaan bordir yang digambarkan dalam hiasan bordir pada pakaian raja-raja, pelapis tempat duduk, gantungan baju bahkan tenda. Demikian pula pada bangsa Yunani kuno sekitar abad ke 7 dan ke 6 Sebelum Masehi sudah mengenal hiasan bordir yang dibuktikan pada lukisan yang terdapat di vas bunga.

Kemudian hiasan bordir berkembang di Asia khususnya di China pada masa Dinasti Tang sekitar tahun 618-907 Sesudah Masehi dan hiasan bordir mencapai puncaknya pada saat Dinasti Cing yang bertahta pada tahun 1644 – 1912 dimana jubah kerajaan yang terbuat dari sutera diramaikan oleh hiasan bordir. Perkembangan di Benua Asia, bordir juga berkembang di India dengan motif hiasan bordir tidak jauh dari berbagai bentuk aneka tumbuhan dan bunga-bunga maupun pepohanan yang sedang berbunga serta barang bordir sudah diperdagangkan sampai masuk ke Eropa (Inggris dan Belanda) pada abad ke-17 dan abad ke-18. Pada abad ke -16 bordir berkembang di Turki telah menciptakan bordir yang memadukan emas dengan sutera berwarna, sampai hiasan bunga tulip. Perkembangan seni bordir juga

tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti di Tasikmalaya, Padang, Palembang, Jawa Timur, Madura, Bali dan Jawa Tengah termasuk Kudus.

Dari uraian tersebut di atas, menimbulkan pertanyaan kapan bordir mulai dikenal di Kudus. Guna mengetahui perkembangan hiasan bordir di Kudus tidak lepas dari era perdagangan yang dikembangkan masa Sunan Kudus, seperti telah diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, karakter Sunan Kudus disamping dikenal sebagai “wali saudagar”. Posisi Sunan Kudus sebagai ”wali saudagar”

menandai bahwa Sunan Kudus memiliki kepekaan keahlian berdagang serta memiliki etos kerja yang tinggi, ini dibuktikan dari kekayaan melimpah namun dipergunakan untuk kepentingan jalan dakwah, dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen dan ragam hias yang terpasang di menara Kudus berupa piring dan mangkok keramik yang berasal dari berbagai negara (Tiongkok, Vietnam, India, Arab, maupun Eropa) disamping itu tentunya yang diperdagangkan bermacam-macam barang, baik hasil bumi pertanian maupun kain sutera dengan berbagai motif antara lain bordir. Kekayaan berupa barang-barang keramik dari berbagai negara termasuk dari Tiongkok tersebut dipasang dan ditempelkan pada bagian tubuh menara Kudus juga sebagai petanda bukti persahabatan antara Sunan Kudus dengan mubalig Tiongkok bernama The Liang Sing yang berasal dari Sun Ging An38, seorang penyebar agama Islam yang mengajar seni ukir dan lukis pada penduduk sekitarnya.

Pada dasarnya bordir merupakan seni sulam-menyulam yang identik dengan seni lukis yang dituangkan dalam media serat, benang, dan kain. Bordir atau sering dikenal dengan sulaman merupakan bentuk hiasan yang dibuat di atas kain atau bahan-bahan lain dengan menggunakan jarum jahit dan benang. Istilah bordir lebih dikenal dari pada sulam, sehingga orang mendefinisikan bordir sebagai salah satu kerajinan ragam hias (aksesoris berbagai busana) yang menitikberatkan pada keindahan dan komposisi warna benang pada media berbagai kain dengan teknik tusukan.

Ada 4 (empat) jenis teknik bordir yaitu (1) Bordir tangan yaitu bordir yang proses pembuatannya dikerjakan dengan tangan. Pada bordir tangan menggunakan jenis tusuk yang dipakai sangat bervariasi yaitu tusuk balik/tusuk tilam, tusuk batang/tangkai, tusuk rumani (untuk membuat daun dan bunga-bunga), tusuk veston (buat bunga, lubang kancing, memperkuat dan menghias tepi kain), tusuk bunga, tusuk rantai (membuat garis pembatas, dahan dan ranting), tusuk datar (membuat bentuk bunga, daun, dan mengisi bidang), tusuk flane

(membuat hiasan tepi dan garis pembatas), tusuk daun (membuat berbagai bentuk daun), tusuk bullion (membuat bunga kecil dan hiasan bulir-buliran), tusuk lurus (membuat bunga dan rumput), tusuk satin (membuat helai daun dan bentuk bebas), dan tusuk jelujur (membuat garis dan menjelujur sambungan dan lipatan kain. (2) Bordir mesin manual, yaitu bordir yang proses pembuatannya dikerjakan dengan mesin jahit biasa (manual), yang jika akan dipakai untuk membordir maka mesin ini harus dilepas “sepatu” dan “gigi” mesinnya.

Jenis tusuk bordir mesin pada dasarnya ada 2 (dua) yaitu

Pertama, tusuk lurus, biasanya digunakan untuk membuat kerangka motif sebelum dibordir, untuk membuat isian pada motif, untuk mengisi bidang yang lebar dan untuk membuat motif yang berupa garis lurus maupun melengkung. Kedua, tusuk zig-zag yang digunakan untuk berbagai bentuk motif, baik berupa garis, bentuk geometris, bentuk flora dan fauna, dan sebagainya. (3) Bordir mesin listrik/dinamo listrik, yaitu mesin yang proses kerjanya digerakkan dengan motor/dinamo dan jenis tusuk bordir mesin jahit listrik/dinamo prinsipnya sama dengan teknik mesin jahit manual, dan (4) Bordir mesin komputer mulai yang berkepala satu, tiga, enam, sepuluh sampai berkepala dua belas dan bahkan bisa lebih banyak lagi, proses kerjanya diatur sesuai program untuk mendapatkan bentuk-bentuk motif yang diinginkan, sehingga proses membordir tidak membutuhkan kelincahan tangan manusia sebagaimana pada bordir manual. File gambar yang dapat dibaca oleh mesin bordir komputer hanyalah file gambar yang memiliki alur urutan gerakan benang dalam proses membordir. File gambar itu harus dibuat menggunakan software

khusus untuk mesin bordir komputer, dan yang paling umum dipakai adalah Software Wilcom, mesin bordir komputer banyak dipakai oleh para pengusaha di Kudus yang berasal dari China, Korea Selatan, dan Jepang. Gambar 4.3, berbagai jenis mesin border:

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014

Gambar 4.3

Mesin Bordir Listrik Merk Juki dan Mesin Bordir Komputer

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014. Gambar 4.4 Mesin Jahit Bordir Manual

Sedangkan bahan bordir, selain benang dari wol, linen, dan sutra, bordir modern menggunakan benang sulam dari katun atau rayon. Akibat berbagai kemajuan jaman dan perkembangan mode, hiasan untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti potongan logam, pita, mutiara, manik-manik, bulu burung, dan payet. Demikian pula, aplikasi bordir berkembang sesuai dengan

perkembangan dalam dunia mode, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang lebih baik dengan daya kreatifitas yang tinggi tidak hanya untuk hiasan busana, tetapi juga untuk perlengkapan seperti taplak, sarung bantal, seprei, saputangan, dasi, tutup TV, tutup almari es, alas perangkat minum, maupun diterapkan dalam hiasan interior dan eksterior rumah.

Pada umumnya para informan yang diwawancarai peneliti mengungkapkan, dalam memproduksi bordir, ternyata bordir mesin

manual atau bordir “Icik” yang memiliki keunikan, khas Kudus yang

patut dilestarikan, yaitu membordir dengan menggunakan mesin manual tenaga manusia yang mengayuh dan menimbulkan bunyi “ icik-icik” sehingga membutuhkan proses yang lama, butuh kejelian dan keterampilan dalam membuatnya, namun sekarang ini banyak generasi muda yang enggan untuk memproduksi bordir icik karena generasi muda tidak banyak yang memiliki jiwa telaten dan sabar.

Seperti kata informan Ibu Sa‟adah39 bahwa membutuhkan waktu setahun untuk belajar bordir icik dengan hasil bordir yang halus. Menurut Ibu Sa‟adah dalam pembuatan satu baju bordir icik, berdasarkan pengalaman memerlukan waktu satu minggu sampai 10 hari, tergantung jenis motif dan hasilnya lebih baik dengan harga yang cukup mahal. Harga bordir sendiri sebenarnya ditentukan oleh beberapa hal yaitu: (1) jumlah bahan yang akan dibordir, (2) lama waktu yang diberikan untuk membuat, (3) jumlah stick pada kain, (4) tingkat kerumitan dari disain gambar maupun tulisan, dan (5) jumlah warna yang digunakan.

Selanjutnya informan Ibu Sa‟adah pemilik usaha bordir Dalia

mengungkapkan pada peneliti bahwa:

“awal mulanya, bordir icik hanya terdapat di sekitar Menara Kudus. Produksinya dilakukan oleh para gadis pingitan di daerah sekitar Menara kudus. Kemudian masyarakat sekitar setiap pagi sampai sore hari ikut serta bekerja membuat bordir icik bersama para gadis yang telah dipingit tersebut, akhirnya masyarakat sekitar tersebut menjadi pintar dan ahli membuat bordir icik dan setiap pulang kerja pada malam

harinya mencoba mnerima pesanan bordir icik sebagai tambahan penghasilan, kemudian bordir icik mulai menyebar ke pelosok desa-desa di Kecamatan Kota Kudus,

Gebog, Kaliwungu, dan Bae”.

Sedangkan informan yang lain yaitu Bapak H.Moch Anshori40

mengungkapkan:

“Pada awalnya kejayaan bordir termasuk bordir icik di Desa Janggalan, Langgar Dalam, Kajeksan dan Purwasari, Kecamatan Kota Kudus dan dahulunya warga Padurenan Kecamatan Gebog dan desa-desa sekitar yang lain adalah pekerja bordir di desa-desa tersebut, sambil belajar dan bekerja bordir di desa-desa Kecamatan kota tersebut, dan kemudian setelah pintar tentang teknik bordir mengem-bangkan dan membuka usaha bordir sendiri di Desa Padurenan tempat tinggal mereka, karena keuletan, telaten dan sabar lama-kelamaan usaha maju dan berkembang, sementara di desa Janggalan, Kajeksan, Langgar Dalam dan Purwasari sebagai central bordir di Kecamatan Kota justru mengalami kemunduran dan bahkan banyak yang usaha bordir bangkrut (gulung tikar) sebab banyak ditinggalkan karyawannya yang mayoritas dari luar Kecamatan Kota, sedangkan bagi Desa Padurenan Kecamatan Gebog usaha

bordir berkembang sampai sekarang”.

Khusus bordir Kudus memiliki keunikan yang berbeda dengan daerah lain (Tasikmalaya, Padang, Palembang, maupun Pekalongan) dan merupakan karya asli nenek moyang Kudus yang mempunyai nilai seni yang sesuai dengan nilai Gus-ji-gang dan memiliki nilai komersial

yang tinggi yaitu “bordir icik” yang menurut informan Ibu Islahiyah41

maupun informan lain menyampaikan kepada peneliti bahwa ciri-ciri bordir icik yang proses pengerjaanya menggunakan mesin jahit biasa, dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan hasilnya mempunyai nilai seni yang tinggi dan eksklusif.

Sehingga dapat disimpulkan antara lain bahwa bordir icik

mempunyai ciri: Pertama, warna lembut dan motif kecil-kecil dengan teknik pembuatan butuh kejelian, keterampilan, rumit, teliti, sabar dan membutuhkan proses lama. Kedua, disain dengan cengkok “kluweran”

kerendahan hati) kecil-kecil atau titik-titik yang mengelilingi bentuk bordir yang besar, sebagai “tanda” atau simbol nilai “gus”dan “ji” yang

menggambarkan simbol hubungan manusia yang baik (harmoni, rukun, tulus dan rendah hati) antara mikro kosmos dan makro kosmos.

Ketiga, bordirnya halus, kecil-kecil, tebal dan kuat, sehingga bila dicuci tidak rusak, bahkan saat kainnya sudah rusak tetapi hiasan bordir masih tetap baik. Hal ini dapat dilihat dari contoh berbagai jenis bordir

icik pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5

Berbagai Corak Bordir “Icik” Kudus.

Secara garis besar, tahapan proses produksi dan membuat bordir dengan menggunakan mesin jahit manual dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Persiapkan desain gambar atau tulisan yang diinginkan lalu dicetak 2 kali, yang satu berwarna agar si tukang bordir dapat lebih mengerti desain yang diharapkan dan yang satu lagi hitam putih untuk menjiplakan ke bahan yang akan dibordir.

2. Mempersiapkan mesin jahit yang akan dipakai untuk membordir maka mesin ini harus dilepas “sepatu” dan “gigi” mesinnya dan diganti dengan plat bordir.

3. Kemudian pengrajin bordir akan membuat bordir sesuai dengan disain yang telah dibuat.

4. Proses selanjutnya melubangi dan membersihkan benang-benang yang tidak rapi dengan solder atau gunting kecil.

Sedangkan bordir dengan menggunakan mesin bordir komputer dengan softwareWilcom ada 7 (tujuh) langkah yaitu:

1. Aktifkan software Wilson yang telah ter-install pada komputer dan panggil file gambar penuntun yang akan digunakan dan kemudian menentukan batasan area bordir dengan mengikuti gambar yang diinginkan, maka hasil bordir nanti akan sama dengan gambar yang diinginkan.

2. Pilih gambar yang diinginkan tersebut karena banyak bagian-bagian yang sama sehingga area bordir tertentu sudah dibuat dapat diduplikasi ke tempat lain yang gambarnya sama dengan mengatur putaran dan kemiringannya sesuai gambar.

3. Menentukan batasan area bordir tetapi pada lokasi beda dengan bentuk yang berbeda pula. Setelah ditentukan batasan-batasan area bordirnya, karena kebetulan di lokasi juga ada bentuk-bentuk yang sama, maka tinggal diduplikasikan saja.

4. Menduplikasikan area bordir yang telah dibuat pada langkah tiga, pada lokasi tertentu yang memiliki bentuk sama. Dalam duplikasi dapat dilakukan putaran dan pemiringan gambar sesuai dengan gambar yang sedang dibuat.

5. Tes uji coba untuk menggambarkan bagaimana alur perjalanan benang dalam proses bordir yang dilakukan secara otomatis oleh mesin komputer. Bila benang meloncat ada resiko putus benang, sehingga mesin harus dimatikan sejenak untuk menyambung

benang yang putus tersebut dan bila selamat tidak terjadi putus benang, hasil bordiran akan terdapat loncatan benang yang harus dirapikan (dipotong manual).

6. Mengatur alur perjalanan benang dalam proses bordir otomatis yang akan dilakukan oleh mesin bordir komputer, sehingga dapat ditekan sampai seminimal mungkin terjadinya langkah loncatan benang jarak jauh yang dapat beresiko putus benang.

7. Melubangi hasil bordir dilakukan dengan menggunakan solder atau gunting kecil. Finishing-Setelah proses pelubangan selesai, pola dilepaskan dari hasil bordir dan hasil bordir dirapikan dengan menggunting sisa-sisa benang.

Hasil berbagai produksi bordir dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014 Gambar 4.6

Berbagai Corak Hasil Produksi Border

Pekerjaan membordir, umumnya para pekerja bordir menggunakan mesin jahit manual dan mesin jahit dinamo merek juki.

Mesin jahit menual dengan digerakan dengan tenaga kaki manusia untuk menjahit bordir icik (halus, kecil-kecil dan tebal), sedangkan mesin jahit merk Juki digunakan untuk bordir sering disebut bordir

Juki. Dalam survei yang dilakukan, hanya ditemukan satu pengusaha yang telah memiliki 2 unit mesin Komputer untuk membordir yaitu Bapak H. Moch Anshori dengan alamat Kelurahan Padurenan RT 1 RW 1 dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Padurenan Jaya memiliki 3 unit mesin bordir komputer dengan 12 “kepala”.

Informan Ketua KSP Padurenan Jaya yaitu Bapak Arif Chuzaimahtum42 mengatakan:

“Keuntungan dari membordir dengan menggunakan mesin

bordir Komputer adalah waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan sekali produksi bisa banyak dengan motif yang sejenis dapat diperoleh dengan hasil yang sama dan pola bordir di buat oleh mesin jahit komputer dengan

menggunakan program komputer “Wilcom”. Sedangkan

membordir dengan menggunakan mesin manual, pola bordir yang merupakan desain motif yang akan dibordir dibuat di kertas untuk ditempelkan ke kain yang akan dibordir. Atau gambar design bordir langsung digambar di kain yang akan dibordir sesuai dengan kombinasi warna yang diharapkan”

Ciri-ciri bordir yang baik, berkualitas dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi menurut informan Ibu Islahiyah, Bapak H.Much Anshori, Ibu Hj.Sri Murni‟ah dan beberapa informan lainnya kalau disimpulkanoleh peneliti yaitu: Kunci membuat bordir yang memiliki kualitas itu ada 3 yaitu: Pertama, membuat desain bordir. Kedua,

mengkombinasikan warna benang dengan dasar warna kain. Ketiga,

keahlian pekerja membordir. Oleh karena itu, menurut Ibu Islahiyah dalam menjaga kualitas mereka awasi sendiri, kalau desain dan mengkombinasikan warna benang rata-rata saya tentukan sendiri dan kerjakan sendiri, sedangkan kalau membordirnya dilakukan oleh karyawan atas arahan saya. Kadang-kadang buatan bordir saya ditiru orang lain pun hasilnya tetap beda sehingga harga jualnya pun akan berbeda.

CATATAN-CATATAN KAKI

1 H.J.de Graaf dan Th.G.Th, Pigeaud, “Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa”, Seri terjemahan Javanologi, (Jakarta: Grafiti Press, 1985). hlm.113.

2 Kapan persisnya orang Cina mulai masuk ke Kudus masih perlu penelusuran lebih lanjut. Namun Kiai The Ling Sing berasal dari Hunan,Tiongkok Selatan. Ia datang bersama teman-teman sekampungnya yaitu Kiai Ageng Wajah, Kiai Ageng Kedangeyan dan Nyi Ageng Klati, karena itu tak mengherankan jika terdapat ukiran burung Hong dan Nagara pada ukiran-ukiran rumah di Kudus. Kudus Kulon masih terdapat perkampungan Cina yang terletak di daerah sekitar pasar bubar, tidak jauh dari kompleks Masjid Menara, terdapat sebuah Klenteng yang dianggap tertua di Kota Kudus. Syafwandi, ”Menara Masjid Kudus dalam Tinjauan Sejarah dan Arsitektur”. (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm 73.

3 Batu prasasti/inskripsi tersebut memberikan landasan dari tabir sejarah kota dan masjid Kudus yang memuat beberapa pokok–pokok mengenai: tahun pendirian masjid, nama tokoh yang mendirikan, nama kota Kudus, nama Masjid Kudus, dan Nama Menara Kudus. Baca, Solichin Salam, Kudus Purbakala Dalam Perjuangan Islam “,(Kudus:Menara Kudus,1977), hal 45. Selanjutnya untuk dibaca juga, Nur Said.”Jejak

Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa”, (Bandung, Brillian

Media Utama, 2010) hlm.110-113.

4 Al Quds yaitu harapan besar agar Kudus benar-benar suci (bersih)- sebagai makna al-Quds, baik dari kemusyikan maupun dari nilai-nilai yang bertentangan dengan sistem Islam. Selanjutnya untuk dibaca Syafwandi, “Menara Masjid Kudus dalam Tinjauan

Sejarah dan Artitektur” (Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1995),hlm.41.

5 Wikantari,Ria R. “Safe Guarding A Lifing Heritage A Model for The Architectureal Conservation of an Historic Islamic District of Kudus Indonesia,” Thesis University of Tasmania, Tasmania.Yogyakarta:UGM,1995

6 Nitisemito cikal bakal pengusaha rokok yang dilahirkan awal tahun 1863 sebagai putra bungsu dari dua bersaudara keluarga Haji Soelaeman,seorang Lurah (Kepala Desa) Janggalan, Kecamatan Kota, pada tahun 1906 mulai menjual rokok buatan sendiri yang bahannya dari rajangan tembakau,cengkeh, dan pembungkus daun jagung sehingga disebut rokok kretek karena kalau disulut api berbunyi kretek-kretek dan banyak dinikmati oleh masyarakat luas. Alex Soemadji Nitisemito, “Radja Kretek

Nitisemito”.(Kudus,1980).

7 Pada tahun 1939, derajat keswasembadaan produk rokok dan cerutu menempati posisi nomor 4 dan 5 di Indonesia. The Kian Wee, “Industrialisasi di Indonesia: Beberapa Kajian” (Jakarta:LP3ES,1994),hlm.16.

8 Wawancara dengan Ketua yayasan Masjid,Menara,dan Makam sunan Kudus (YM3SK), Bapak Kyai Haji Najib Hassan, 15 Nopember 2014.

9 Wawancara, 9 Mei 2014 di Kantor Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK)

10 Wawancara dengan Bapak.H.Moch Anshori tanggal 14 Juni 2014.

11 Clifford Geertz, ”Wawancara, 14 Juni 2014.”Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota”.Cetakan pertama (Jakarta:PT Gamedia,1977).

12 Lance Castles.”Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa:Industri Rokok

Kudus‟. Jakarta:Sinar Harapan,1982),hlm.81

13 Ibid., hlm.56

14 Dakwah Walisanga melalui jalan damai dengan strategi rekonsiliasi dengan nilai, kebiasaan dan budaya lokal. “Memahami Metode Dakwah Walisanga” (2009). Online di http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07memahamimetode-dakwah-walisanga/ diakses 4 Nopember 2014)

15 Wawancara dengan Staf Dokumentasi dan Sejarah Yayasan Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) Bapak Denny Nur Hakim, Selasa 4 Nopember 2014

16 Nur Said. ”Tradisi Pendidikan Karakter Dalam Keluarga, Tafsir Rumah Adat Kudus” (Brillian Media Utama,2012),hlm.21.

17 Wawancara tanggal 4 Nopember 2014 di Kantor Pusat YM3SK-Kota Kudus.

18 Clifford Geertz. ”Penjaja dan Raja:Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota”. (Jakarta:PT.Gramedia, 1977).hlm.xx

19 Muhammad Rifqi, Anratiksa, Noviani. “Ruang Sosial Rumah Tradisional Baanjungan

di Banjarnegara” arsitektur e-Journal Volume 7 Nomor 1 Juni 2014

http://www.academia.edu/7651426/ Ruang_SosialRumah_Tradisional_Baanjungan_di _Banjarmasin, diakses Selasa,11 Nopember 2014.

20 Gunawan Tjahyono. “Kata Pengantar”, dalam Revianto Budi Santoso,Omah: Membaca Makna Rumah Jawa, (Yogyakarta: Benteng Budaya,2000) hlm.vii.

21 Arizal Mutahir, “Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu”,Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset, 2011) hlm.63.

22 Richard Harker,Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed). “Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu (ed), (Yogyakarta: Jalasutra, 2004) hlm.7-8.

23 Habitus adalah sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah dan berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur. Dengan kata lain habitus, adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dengan realitas social. Lihat. Richard Harker, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed). ”Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu”, (Yogyakarta:Jalasutra,2004).hlm 9.

24 Ranah adalah sistem relasi obyektif kekuasaan yang terdapat di antara posisi sosial yang berkorespondensi dengan sistem relasi obyektif yang terdapat dalam titik simbolik. Pierre Bourdieu, ”Outline of a Theory of Practise”, (Cambridge: Cambridge University Press,1977),hlm.72.

26 Wawancara dengan Ibu Nurul Hikmah tanggal12 Oktober 2014.

27 Wawancara dengan Ibu Mirah tanggal13 Oktober 2014.

28 Wawancara dengan Bapak H.Hasan tanggal 8 Juli, dan 14 Oktober 2014

29 Wawancara dengan Bapak H.Moch Anshori tanggal 14 Juni,13 Oktober 2014

Dokumen terkait