• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA DEPOK ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 MENURUT LAPANGAN USAHA (DALAM JUTA RUPIAH)

DAFTAR PUSTAKA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA DEPOK ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 MENURUT LAPANGAN USAHA (DALAM JUTA RUPIAH)

(Lanjutan) No. LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 8 BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA 180.689,28 192.688,45 198.084,51 216.184,33 225.750,03 8.1 Bank 12.486,50 15.032,62 13.352,43 17.258,28 18.400,64 8.2 Lembaga Keuangan Bukan Bank 671,29 704,85 737,27 787,90 822,57 8.3 Sewa Bangunan 146.451,66 155.238,76 161.631,22 174.304,89 181.311,95 8.4 asa Perusahaan 21.079,83 21.712,22 22.363,59 23.833,26 25.214,87 9 JASA-JASA 342.927,92 356.430,25 385.097,91 399.999,46 434.548,53 9.1 Pemerintahan Umum 168.235,35 176.647,12 193.050,57 193.225,62 213.359,73 9.2 Swasta 174.692,57 179.783,13 192.047,34 206.773,84 221.188,80 9.2.1 Sosial Kemasyarakatan 53.223,56 55.884,74 60.481,82 64.884,91 68.953,19 9.2.2 Hiburan dan Rekreasi 3.982,09 4.061,73 4.326,55 4.455,54 4.744,84 9.2.3 Perorangan dan Rumah Tangga 117.486,92 119.836,66 127.238,97 137.433,39 147.490,77 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 4.440.876,83 4.750.034,10 5.066.129,06 5.422.760,39 5.770.827,64

Lampiran 3

PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 (Juta Rupiah)

Wilayah Pertanian Pertamba- ngan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdaganga n, Hotel dan Restoran Pengang- kutan dan Komuni- kasi Keuangan, persewaan dan Jasa Prsh. Jasa-Jasa Total PDRB Jakarta Selatan 67.513,9 0,0 1.139.183,5 376.643,3 7.411.978,3 11.070.895,0 2.471.852,3 26.602.991,2 7.580.365,5 56.721.422,8 Jakarta Utara 108.212,2 0,0 24.958.655,7 535.055,3 388.526,5 7.970.309,1 4.999.431,9 2.923.169,6 2.538.181,5 44.421.541,7 Jakarta Barat 49.455,0 0,0 3.267.834,5 505.213,1 2.684.841,8 11.290.475,1 3.324.386,9 11.384.342,6 5.803.716,1 38.310.265,0 Jakarta Timur 49.715,1 0,0 14.204.109,2 516.518,5 3.205.069,6 10.638.074,1 3.151.899,0 6.055.673,0 6.807.269,5 44.628.327,9 Jakarta Pusat 10.886,9 0,0 277.640,9 497.700,5 10.574.854,6 10.613.253,9 2.047.399,5 33.740.989,4 6.213.206,3 63.975.932,0 Kota Bogor 11.094,8 0,0 827.318,7 91.743,0 234.466,6 950.189,3 282.798,8 356.505,5 232.720,7 2.986.837,4 Kab. Bogor 1.450.571,0 314.219,5 11.927.589,3 752.534,8 644.563,2 3.037.945,2 540.192,2 350.715,0 763.936,1 19.782.266,3 Kota Depok 149.731,7 0,0 1.559.431,5 131.126,7 254.911,1 1.153.513,4 210.548,5 148.777,2 312.192,2 3.920.232,3 Kab. Bekasi 780.411,5 497.863,0 27.151.769,5 440.298,5 349.113,5 3.070.184,1 436.182,0 315.924,5 665.920,1 33.707.666,7 Kota Bekasi 117.398,0 0,0 4.792.376,0 210.286,0 363.520,0 2.932.529,0 757.297,0 353.143,0 648.749,0 10.175.298,0 Kota Tangerang 38.549,5 0,0 10.202.427,3 259.891,3 329.523,0 4.639.617,9 1.981.267,6 54.341,1 382.639,0 17.888.256,7 Kab. Tangerang 1.325.768,1 11.180,8 7.629.597,0 826.570,5 246.700,0 1.667.879,9 910.544,8 319.541,55 549.201,9 13.486.984,5 Jumlah 4.159.307,7 823.263,2 107.937.932,9 5.143.581,5 26.688.068,0 69.034.866,0 21.113.800,4 82.606.113,8 32.498.097,7 350.005.031,2

Lampiran 4

PDRB Jabodetabek Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 (Juta Rupiah)

Wilayah Pertanian Pertamba- ngan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdaga- ngan, Hotel dan Restoran Pengang- kutan dan Komuni- kasi Keuangan, persewaan dan Jasa Prsh. Jasa-Jasa Total PDRB Jakarta Selatan 59.835,1 0,0 1.416.373,4 228.118,6 12.095.763,8 16.490.401,5 6.813.116,4 32.518.558,2 9.375.295,6 78.997.462,6 Jakarta Utara 90.476,2 0,0 29.781.009,8 994.337,5 6.036.745,1 12.230.836,5 8.945.082,2 3.629.363,0 4.827.791,1 66.535.641,4 Jakarta Barat 46.286,1 0,0 4.646.682,2 427.645,2 5.989.879,7 14.798.423,4 6.950.215,5 13.565.136,2 6.311.273,8 52.735.542,0 Jakarta Timur 48.835,0 0,0 20.543.517,0 389.060,0 5.422.955,0 12.139.123,0 7.555.104,9 7.977.461,6 6.047.924,0 60.123.980,5 Jakarta Pusat 17.432,8 0,0 1.259.441,7 328.654,8 8.140.134,8 17.531.798,8 5.932.789,9 45.437.788,2 12.580.624,5 91.228.665,3 Kota Bogor 13.121,6 56,5 1.197.768,0 136.829,6 299.804,2 1.267.582,2 422.723,3 602.517,9 312.418,6 4.252.821,8 Kab. Bogor 1.485.678,1 336.661,8 18.537.991,3 1.125.555,4 908.267,5 4.756.635,8 852.011,2 515.371,8 1.202.729,1 29.720.902,0 Kota Depok 167.197,8 0,0 2.344.941,5 175.447,7 352.950,2 1.771.811,3 298.180,7 225.750,0 434.548,5 5.770.827,6 Kab. Bekasi 935.339,1 655.916,1 39.067.967,0 876.877,5 624.126,6 4.774.815,6 739.028,6 532.336,5 1.096.077,6 49.302.484,6 Kota Bekasi 131.568,5 0,00 6.388.657,8 512.610,3 529.219,5 3.882.989,4 1.170.570,5 563.669,3 863.119,2 14.042.404,2 Kota Tangerang 43.929,6 0,0 13.229.926,7 253.759,3 481.079,4 7.498.129,6 3.119.501,5 880.174,7 560.491,9 26.066.992,5 Kab. Tangerang 1.732.204,3 15.441,5 10.184.152,0 940.798,0 405.648,2 2.703.420,3 1.587.810,0 637.867,8 1.019.824,0 19.227.166,1 Jumlah 4.771.904,0 1.008.076,0 148.598.428,3 6.389.693,9 41.286.573,9 99.845.967,3 44.386.134,4 107.085.995,2 44.632.117,7 498.004.890,6

Lampiran 5

Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Utama di Kota Depok Tahun 2002

Kecamatan

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kota Depok Tahun 2002

Tani Tamb Ind Ligas Kons Dag Angk Keu Jasa Lainnya Total Sawangan 6.515 329 2.551 327 2.006 6.862 4.371 430 5.636 1.136 30.163 Pancoran Mas 4.541 516 14.429 1.396 1.529 8.007 2.680 4.646 4.941 26.335 69.020 Sukmajaya 575 0 15.116 135 1.222 2.552 2.715 327 108.446 4.252 135.340 Cimanggis 1.781 169 13.244 860 7.440 17.805 8.515 5.720 21.244 - 76.778 Beji 338 0 2.695 1.475 1.271 10.468 2.911 15.215 9.979 3.344 47.696 Limo 1.546 10 516 100 252 5.183 2.732 7.915 12.658 17.889 48.801 JUMLAH 15.296 1.024 48.551 4.293 13.720 50.877 23.924 34.253 162.904 52.956 407.798 Lampiran 6

Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan Utama di Kota Depok Tahun 2008 Kecamatan

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Utama di Kota Depok Tahun 2008 Tani Tamb Ind Ligas Kons Dag Angk Keu Jasa Lainnya Total Sawangan 15.426 0 4.853 49 175 7.172 1.413 13 1.908 17.453 48.462 Pancoran Mas 1.000 568 12.072 1.441 1.527 8.087 2.057 1.650 7.687 11.670 47.759 Sukmajaya 0 0 12.692 133 1.207 8.448 2.967 179 102.889 4.313 132.828 Cimanggis 8.909 2.247 26.936 1.727 5.771 59.660 6.493 7.521 44.379 44.520 208.163 Beji 21.494 0 1.228 698 12.003 18.129 2.085 10.016 9.086 19.879 94.618 Limo 4.881 5.865 2.060 2.625 1.611 10.180 10.070 9.429 5.503 72.697 124.921 JUMLAH 51.710 8.680 59.841 6.673 22.294 111.676 25.085 28.808 171.452 170.532 656.751

Pembangunan Berdasarkan Potensi dan Tingkat Perkembangan Kecamatan di Kota Depok. Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS and DIDIT OKTA PRIBADI.

Salah satu ciri pembangunan wilayah adalah upaya untuk mencapai pembangunan yang berimbang, yang artinya terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah yang beragam (Rustiadi et al. 2009). Dalam perencanaan pembangunan wilayah, kita perlu memahami kondisi wilayah saat ini (tingkat perkembangannya), potensi dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, yang dijadikan dasar pertimbangan dalam penentuan prioritas pembangunan guna mengarahkan dan mengoptimalkan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan dana dan sumberdaya yang ada. Dengan demikian, keterbatasan sumberdaya bukan lagi menjadi faktor kendala dalam pemanfaatan potensi daerah tersebut.

Kota Depok memiliki tingkat perkembangan yang baik, terlihat dari laju pertumbuhan PDRB yang meningkat, namun secara mikro, terkena “penyakit” paradoks pertumbuhan ekonomi, yaitu kurang meratanya distribusi pendapatan masyarakat pada tiap kecamatan (ketimpangan antar kecamatan). Untuk itu perlu diupayakan peningkatan ekonomi masyarakat yang berimbang dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat menuju konsep pengembangan ekonomi berdasarkan potensi lokal. Selain masalah ketimpangan pembangunan, Kota Depok, sebagai hinterland langsung dari DKI Jakarta, terkena dampak suburbanisasi yang tinggi dimana banyak lahan yang terkonversi menjadi lahan terbangun seperti perumahan, industri, dan perdagangan sehingga membentuk pola ruang menyebar berserakan karena penggunaan lahan yang tak terencana (urban sprawl) dan berpengaruh terhadap struktur tata ruang Kota Depok baik secara fisik, kependudukan dan ekonomi. Memperhatikan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan tujuan : (1) Menganalisis karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam lingkup Kawasan Jabodetabek, (2) Menganalisis karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara meso, (3) Menganalisis potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota Depok, (4) Menentukan tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan, dan (5) Merumuskan prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan.

Data yang digunakan adalah data sekunder berupa Kabupaten/Kota Dalam Angka di Kawasan Jabodetabek, Peta Administrasi Kota Depok, Kota Depok Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok, PDRB Kota Depok, PODES Kota Depok, Indeks Pembangunan Manusi (IPM) Kota Depok, dan Indeks Kesejahteraan Masyarakat (Inkesra) Kota Depok. Untuk mencapai tujuan penelitian, metode analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan

Shift Share Analysis (SSA), Skalogram, Indeks Entropi, statistika deskriptif, deskriptif, dan Principle Components Analysis (PCA).

Hasil analisis LQ dan SSA menetapkan bahwa Kota Depok secara makro memiliki sektor unggulan pada sektor industri, ligas, dan perdagangan hotel dan restoran. Sementara pada level meso, kebijakan pembangunan di Kota Depok

Lingkungan, artinya bahwa pengembangan sektor perekonomian di Kota Depok ke depannya diarahkan pada pengembangan sektor tersier yang didukung oleh sektor primer. Pada level mikro, setiap kecamatan memiliki sektor potensial yang beragam, yaitu sektor industri di Sawangan; ligas, industri, dan angkutan di Pancoran Mas; jasa dan industri di Sukmajaya; perdagangan hotel restoran dan industri di Cimanggis; konstruksi dan pertanian di Beji; pertambangan dan penggalian, ligas, angkutan, dan lembaga keuangan di Limo. Sedangkan berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan kecamatan dengan metode PCA, maka tergambar tipologi kecamatan di Kota Depok, yaitu Kawasan CBD pada Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji; Kawasan Tertinggal pada Kecamatan Sawangan, Beji dan Pancoran Mas; serta Kawasan Permukiman pada Kecamatan Pancoran Mas, Limo, dan Beji. Kecamatan Cimanggis memiliki kecenderungan mengarah ke Kawasan CBD.

Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa secara umum sektor yang berkembang di Kota Depok adalah sektor sekunder dan tersier, terlihat dari hasil analisis tingkat perkembangan wilayah pada level makro dan mikro. Ini mengindikasikan bahwa sektor sekunder dan tersier memiliki peluang untuk berkembang. Namun, jika kita perhatikan pada level meso, maka kebijakan pembangunan di Kota Depok cenderung mengakomodir pada pengembangan sektor tersier yang didukung oleh pengembangan sektor primer. Artinya bahwa pengembangan sektor perekonomian di Kota Depok ke depannya diarahkan pada pengembangan sektor tersier yang didukung oleh sektor primer, sedangkan pengembangan sektor sekunder kurang menjadi fokus pengembangan wilayah.

Ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan belum sepenuhnya

mengakomodir pengembangan semua elemen pada sektor perekonomian di Kota Depok. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah Kota Depok mengingat sektor sekunder masih menjadi salah satu sektor potensial hampir di semua kecamatan. Jika sektor potensial ini tidak diperhatikan dan tidak dikembangkan, maka keberadaan pembangunan ke depannya akan hanya terfokus pada pengembangan sektor tersier dan primer, sedangkan sektor sekunder akan cenderung tersingkirkan, artinya potensi-potensi lokal di tiap kecamatan akan dapat semakin termarjinalkan, sehingga konsep pembangunan berimbang, yang menekankan pada pembangunan wilayah berdasarkan potensi dan kapasitas di tiap wilayah tidak akan tercapai dan ketimpangan pembangunan antar kecamatan akan sulit teratasi.

Berdasarkan kondisi di atas, maka dalam penetapan prioritas pembangunan di Kota Depok hendaknya mempertimbangkan keterkaitan hasil analisis secara makro, meso, dan mikro sehingga ada sinergi dan sinkronisasi antara kebijakan pembangunan di Kota Depok dengan memperhatikan potensi lokal di tiap kecamatan, dan juga keberadaan Kota Depok dalam cakupan Kawasan Jabodetabek, sehingga pembangunan berimbang di tiap kecamatan dapat terlaksana.

Prioritas pembangunan yang perlu dilaksanakan di tiap kecamatan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangannya antara lain adalah pengembangan agroindustri di Kecamatan Sawangan, perbaikan fasilitas dan

perkotaan di Kecamatan Beji, pengaturan dan pengendalian tata ruang khususnya pembangunan kawasan permukiman di Kecamatan Limo.

Proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan berkesinambungan untuk mencapai keadaan yang dapat memberikan beberapa alternatif bagi pencapaian aspirasi dan tujuan setiap warga negara yang humanistik (Rustiadi et al. 2009). Pembangunan harus mencerminkan perubahan total dalam masyarakat, baik itu ekonomi, sosial, politik dan lain-lain. Pendekatan pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah dalam pembangunan itu sendiri, yaitu semakin melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi antar wilayah, terjadi kerusakan lingkungan dan semakin besarnya ketergantungan kita akan peranan luar negeri dalam memberikan bantuan modal pembangunan.

Menurut Rustiadi et al. (2009), salah satu ciri pembangunan wilayah adalah upaya untuk mencapai pembangunan yang berimbang (balanced development) yang artinya terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah yang beragam (potensi lokal). Pengembangan wilayah dapat dimulai dengan memahami kondisi wilayah saat ini (tingkat perkembangannya), potensi dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, yang selanjutnya dijadikan dasar pertimbangan dalam penentuan prioritas pembangunan. Dengan penggalian dan pengembangan potensi yang ada di daerah tersebut, maka secara langsung ataupun tidak langsung akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) serta mengurangi ketergantungan bantuan dari luar wilayah (eksternal). Prioritas pembangunan pada dasarnya diperlukan dalam rangka mengarahkan dan mengoptimalkan pencapaian sasaran pembangunan sesuai dengan dana dan sumberdaya yang ada, sedangkan aspek dan kegiatan lainnya merupakan faktor penunjang dalam pembangunan. Dengan demikian, keterbatasan sumberdaya bukan lagi menjadi faktor kendala dalam pemanfaatan potensi daerah tersebut.

Kota Depok, bagian dari Kota Metropolitan Jabodetabek, selain merupakan kota yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk Kota

Pemukiman, Kota Pendidikan, Pusat Pelayanan Perdagangan dan Jasa, Kota Pariwisata dan sebagai Kota Resapan Air. Ada empat faktor yang memicu perkembangan wilayah Kota Depok, yaitu kedekatan geografis dengan Ibukota Negara, adanya Universitas Indonesia, daya tarik sebagai tempat bermukim, dan otonomi daerah. Keempat faktor ini bekerja simultan mendongkrak ekonomi Kota Depok seperti sekarang. Secara mikro, beberapa komoditas lokal juga ikut berkembang, seperti agribisnis (belimbing, tanaman hias, ikan hias, pengolahan hasil pertanian), produk kerajinan, konveksi, dan lain sebagainya.

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat perkembangan ekonomi suatu daerah adalah dengan mengukur laju pertumbuhan PDRB. Indikator ini menunjukkan naik tidaknya produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi daerah tersebut. Selama periode 2008, PDRB Kota Depok yang dihitung atas harga konstan tahun 2000, mengalami peningkatan sebesar 6,42 persen dari Rp 5.422.760,39 juta tahun 2007 menjadi Rp 5.770.827,64 juta di tahun 2008.

Sebagai hinterland langsung dari DKI Jakarta, Kota Depok merasakan dampak urbanisasi dan suburbanisasi dalam pengembangan wilayahnya, yang menyebabkan munculnya kawasan-kawasan industri di pinggiran wilayah Jabodetabek, dan salah satunya terjadi di Kota Depok, sehingga mempengaruhi perkembangan kawasan perkotaan. Dalam skala yang lebih lama, maka keadaan ini akan menimbulkan kesembrautan wilayah (urban sprawl) atau peluberan kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran, yang berpengaruh terhadap struktur tata ruang Kota Depok, dan menimbulkan permasalahan baik dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan demikian, perlu dilihat bagaimana perkembangan Kota Depok dalam lingkup Kawasan Jabodetabek, yang nantinya akan berpengaruh dalam penentuan arahan dan prioritas pembangunan di Kota Depok. Selain itu, dalam tahap pengembangan wilayah, Kota Depok juga menghadapi masalah dalam hal pemerataan pembangunan antar kecamatan. Sumber ketimpangan diperkirakan karena ketidakmerataan jumlah dan kepadatan penduduk, perbedaan kecepatan perkembangan ekonomi di tiap wilayah, perbedaan tingkat SDM dan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menunjang perekonomian serta kurangnya perhatian pemerintah dalam mengoptimalkan potensi lokal di setiap kecamatan. Untuk itu, sangat penting

dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah, sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal dan efisien guna penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan wilayah lain.

Perumusan Masalah

Secara meso, terlihat bahwa Kota Depok telah mengalami tingkat perkembangan yang baik, terlihat dari laju pertumbuhan PDRB yang meningkat dan berkembangnya sektor sekunder dan tersier, namun secara mikro, terkena “penyakit” paradoks pertumbuhan ekonomi, yaitu kurang meratanya distribusi pendapatan masyarakat pada tiap kecamatan (ketimpangan antar kecamatan). Berdasarkan data BPS 2008 Kota Depok, terdapat jumlah yang cukup besar penduduk yang berpendapatan per kapita di bawah Rp. 400 ribu per bulan, yang mencirikan masih tingginya angka kemiskinan di Kota Depok (berdasarkan Kriteria Kemiskinan Pemkot Depok). Jumlah penduduk miskin Kota Depok juga mengalami peningkatan dari tahun 2003 sebesar 56.300 jiwa menjadi 78.976 jiwa pada tahun 2004, selanjutnya meningkat lagi pada tahun 2005 menjadi 107.492 jiwa, dan terus meningkat pada tahun 2006 menjadi 128.340, bahkan hasil pendataan terakhir pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 137.551 (12,4 persen dari penduduk Kota Depok). Berdasarkan hasil penelitian Fristoto (2009) diketahui bahwa tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di Kecamatan Sawangan (16,06 persen) dan Kecamatan Cimanggis (14,54 persen), sedangkan kemiskinan sedang pada Kecamatan Pancoran Mas (14,23 persen) dan Kecamatan Sukmajaya (12,71 persen), sementara Kecamatan Beji (12,04 persen) dan Kecamatan Limo (9,40 persen) tingkat kemiskinannya paling rendah. Angka pengangguran pun masih memprihatinkan, sebagai dampak multifaktor dari urbanisasi, suburbanisasi, kurangnya akses transportasi, kurangnya pendidikan dan keterampilan, etos kerja yang lemah, dan lainnya. Selain itu, masih ada wilayah yang masih tertinggal dan tingkat kesejahteraannya yang masih rendah, khususnya wilayah yang letaknya jauh dari pusat kota dan di daerah perbatasan Kota Depok (misalnya Kecamatan Sawangan). Atas dasar itulah, perlu terus dicari solusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat yang berimbang. Salah satu upaya yang terus dikembangkan oleh Pemkot Depok adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat menuju konsep

pengembangan ekonomi berdasarkan potensi lokal. Untuk itu perlu dilakukan analisa tingkat perkembangan dan pengenalan potensi-potensi di tiap kecamatan.

Selain masalah ketimpangan pembangunan antar kecamatan, urbanisasi dan suburbanisasi menjadi hal yang berpengaruh pada tingkat perkembangan Kota Depok. Salah satu kawasan suburban yang dianggap paling ideal menjadi incaran pencari lahan adalah Kota Depok dengan berbagai deretan keistimewaan yang dimilikinya. Cepat atau lambat Kota Depok akhirnya menjadi alternatif kawasan yang diserbu masyarakat yang berkerja di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan. Kondisi ini menjadi alat perangsang ampuh bagi para pengembang untuk menyediakan lahan–lahan baru. Proses munculnya kecenderungan ini tentu diikuti pula dengan masuknya pengusaha mall dan industri lainnya sebagai konsekuensi pelayanan akan kebutuhan. Laju pertumbuhan ini tentu meneteskan aktifitas yang lebih komplek dan makin hari dirasa semakin tidak terprediksi, dan menimbulkan banyak masalah. Di satu sisi, proses ini dipandang sebagai perluasan wilayah urban ke wilayah pinggir kota yang berdampak meluasnya skala manajemen wilayah urban secara riil. Namun disisi lain, ini dipandang sebagai proses yang kontradiktif mengingat prosesnya yang selalu menimbulkan permasalahan dalam cakupan pelayanan prasarana kota, menurunnya luas ruang publik kota baik berupa ruang terbangun maupun ruang terbuka hijau (RTH), meningkatnya konversi lahan, perubahan pola kegiatan ekonomi. Keadaan ini akan membentuk pola ruang menyebar berserakan karena penggunaan lahan yang tak terencana, yang kita kenal sebagai urban sprawl dan berpengaruh terhadap struktur tata ruang Kota Depok baik secara fisik, kependudukan dan ekonomi.

Berdasarkan analisis Revisi RTRTW Kota Depok 2000-2010, telah terjadi peningkatan kawasan terbangun dari tahun 2000 ke tahun 2005 menjadi 10.013,86 ha atau sebesar 3,59 persen dari tahun 2000, dan meningkat lagi menjadi 10.720,59 ha pada tahun 2010 atau sebesar 3,63 persen dari data tahun 2005. Peningkatan ini hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan yang menggeser kebun, tegalan, ladang, sawah dan situ yang kesemuanya merupakan Kawasan RTH. Pada tahun 2005 Kawasan RTH tercatat 10.106,14 ha atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 persen dari data tahun 2000, dan nilai ini

menyusut lagi pada tahun 2010 menjadi 9.399,41 ha atau terjadi penyusutan 3,63 persen dari tahun 2005. Dalam perencanaan pembangunan kota sampai tahun 2010, sasaran porsi RTH hanya 50,12 persen dan sama sekali tidak boleh lebih rendah lagi. Namun sayangnya, angka 50,12 persen itu justru telah tercapai sampai akhir tahun 2002, dan pada tahun 2007 porsi nilai RTH sudah tinggal 50 persen dari luas wilyah Kota Depok 200,29 km2. Ini berarti, untuk masa mendatang sudah tidak diperkenankan lagi adanya pembangunan, baik untuk perumahan maupun properti lain. Ini merupakan masalah dalam proses pembangunan di Depok, karena dikuatirkan pada masa mendatang, tingkat konversi lahan ini akan terus semakin meningkat, dan proses urban sprawl akan semakin parah. Lama kelamaam, Kota Depok akan dapat menjadi „sampah pembangunan‟ Jakarta yang artinya hanya sebagai korban dampak perlintasan atau lokasi pemukiman bagi komuter Jabodetabek, sehingga seolah-olah terjadi peningkatan pembangunan di Kota Depok, namun sebenarnya pembangunan itu sendiri bukan benar-benar terjadi di wilayah tersebut, dan akan mematikan potensi-potensi di wilayah Depok itu sendiri. Bila keadaan ini dibiarkan begitu saja, potensi sumberdaya wilayah Depok dapat menjadi hilang dan Kota Depok akan menjadi kota yang tidak mandiri, dan sangat bergantung dengan keberadaan wilayah lain, khususnya Jakarta. Untuk itu, sangat penting dilakukan identifikasi potensi lokal dan tingkat perkembangan wilayah tiap kecamatan di Kota Depok, sehingga proses pembangunan dapat dilakukan optimal dan efisien guna penciptaan masyarakat yang mandiri dan tidak sepenuhnya bergantung pada bantuan wilayah lain.

Tingkat perkembangan dan potensi wilayah saling terkait satu sama lain. Secara langsung, tingkat perkembangan suatu wilayah ditentukan oleh hirarki potensi. Wilayah yang memiliki hirarki potensi yang tinggi cenderung akan menjadi pusat pelayanan yang mendukung perkembangan wilayah tersebut. Secara tidak langsung, perkembangan suatu wilayah mempengaruhi hirarki potensi. Semakin berkembang suatu wilayah,biasanya wilayah perkotaan, maka daya tarik (pull faktor) wilayah tersebut akan semakin besar sehingga kecenderungan yang terjadi adalah penduduk ataupun aktifitas ekonomi akan mengalir dan terpusat di sana. Jika ini berlangsung terus maka akan menimbulkan

akumulasi keuntungan di wilayah tersebut dan memperbesar ketimpangan spasial. Untuk itu, perlu dilakukan analisis terkait dengan potensi dan perkembangan wilayah, yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam penyusunan strategi, arahan dan prioritas pembangunan Kota Depok.

Dengan demikian, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam lingkup Kawasan Jabodetabek?

2. Bagaimana karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara meso?

3. Bagaimana potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota Depok?

4. Bagaimana tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan?

5. Apa prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam lingkup Kawasan Jabodetabek.

2. Menganalisis karakteristik perkembangan pembangunan di Kota Depok secara meso.

3. Menganalisis potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota Depok.

4. Menentukan tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan.

5. Merumuskan prioritas pembangunan berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan.

Manfaat dari Penelitian ini adalah dapat memberikan saran, masukan dan informasi bagi perencanaan pembangunan wilayah Kota Depok.

Kerangka Pemikiran

Penetapan prioritas pembangunan di Kota Depok dilakukan dengan menganalisis karakteristik perkembangan Kota Depok secara makro dalam lingkup Kawasan Jabodetabek, memahami perkembangan pembangunan di Kota Depok secara meso dan potensi berdasarkan sektor unggulan tiap kecamatan di Kota Depok, dan selanjutnya adalah penentuan tipologi kecamatan berdasarkan karakteristik dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan. Penetapan potensi di tiap kecamatan dilakukan berdasarkan analisis LQ dan SSA, sedangkan untuk melihat tingkat perkembangan di tiap kecamatan dilakukan dengan analisis skalogram untuk melihat hirarki wilayah, analisis diversitas entropi untuk melihat struktur ekonomi, analisis pembangunan manusia dengan data IPM, analisis rasio

landuse dan kepadatan penduduk. Data hasil analisis tingkat perkembangan ini akan ditransformasi/direduksi ke dalam peubah baru yang tidak saling berkorelasi dengan menggunakan PCA. Dari hasil yang didapatkan ini, maka akan dirumuskan prioritas pembangunan. Secara garis besar kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Perkembangan

Pembangunan

Analisis

PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA DEPOK

MAKRO MIKRO KOTA DEPOK JABOTABEK KECAMATAN MESO Aspek Ekonomi Indikator Pembangunan PRIORITAS PEMBANGUNAN Analisis Tingkat Perkembangan Potensi Kebutuhan Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan

Proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga negara yang paling humanistik. Dengan perkataan lain proses pembangunan merupakan proses memanusiakan manusia (Rustiadi et al. 2009). UNDP juga mendefenisikan pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s

choice), dalam konsep penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhirnya. Ini sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan dalam masyarakat dewasa ini, dimana konsep pembangunan mengalami pergeseran paradigma dari yang berpusat pada produksi ke pembangunan yang berpusat pada manusia/rakyat. Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), pembangunan berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat setempat, selain itu juga risiko atau cost yang akan ditimbulkan oleh upaya pembangunan akan ditanggung oleh masyarakat setempat. Dengan demikian tidak hanya benefit yang harus diketahui semenjak program pembangunan , tetapi juga cost-nya.

Pembangunan berkerakyatan (people centered development/man centered development) memiliki konsep dan kebijakan yang memandang inisiatif kreatif rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan (Korten dan Sjahrir 1988), dimana salah satu konsepnya

Dokumen terkait