• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kopi adalah bahan minuman yang terkait dengan aspek kesehatan dan estetika. Sebagai bahan minuman, kopi memiliki ciri yang khas, karena dapat memberikan nilai kepuasan dan kenikmatan bagi yang meminum, yaitu melalui cita rasa, proses fisiologis dan psikologis. Oleh karena itu, aspek mutu, terutama mutu cita rasa sangatlah menentukan.

Budaya minum kopi sebagai penyegar yang telah berlangsung selama berabad-abad di negara konsumen telah mengembangkan bisnis yang nilainya milyaran dolar Amerika, dan kegiatan ini telah memicu sektor lain untuk berperan serta berkreasi guna mendapatkan kenikmatan minum kopi yang optimal. Dalam rangka memperoleh kenikmatan yang optimal ini, budaya minum kopi bahkan telah mendorong berkembangnya industri berbasis teknologi canggih untuk berpacu dalam menemukan peralatan yang sesuai dengan harapan para peminum kopi.

PT. Nestlé Indonesia – Panjang Factory yang merupakan anak perusahaan dari PT. Nestlé menghasilkan dua jenis produk kopi, yaitu kopi instan dan kopi mixes. Pada dasarnya proses produksi kedua jenis produk kopi ini terdiri dari penyangraian, penggilingan, ekstraksi, evaporasi dan pengeringan semprot (spray drying). Namun, perbedaan antara kedua kopi ini terletak pada proses setelah pengeringan semprot. Kopi instan akan mengalami proses dari teknologi aglomerasi, sedangkan proses ini tidak dilakukan pada kopi mixes.

Pada kopi mixes, setelah dikeringkan dengan pengering semprot, bubuk kopi yang dihasilkan akan dicampur dengan bahan-bahan lain/premix sesuai dengan formula yang diinginkan. Pada umumnya bahan-bahan yang dicampurkan terdiri dari gula, krimer, flavor, garam dan bahan lainnya. Proses pencampuran antara kopi bubuk dan premix dilakukan tanpa air sama sekali.

Menurut Sivetz dan Desrosier (1979), pada tahun 1966 hingga 1969, perusahaan General Food dan Nestlé memperkenalkan kopi instan dengan pengeringan beku dan semprot. Sebagian pelanggan tidak menyukai produk

ini dikarenakan harga produk yang sangat mahal. Selain itu, kopi instan dengan pengeringan semprot membutuhkan 20 hingga 40 detik untuk larut dalam air mendidih dan selalu meninggalkan busa pada bagian permukaan kopi.

Nescafe memperkenalkan produk kopi dalam bentuk teraglomerasi. Partikel-partikel berukuran 0,1 mm yang dihasilkan dari pengeringan semprot bergabung menjadi kelompok berukuran 3 mm. Perubahan bentuk ini bertujuan meningkatkan kelarutan kopi dan untuk mengurangi pembentukan busa pada larutan kopi (Sivetz dan Desrosier, 1979). Tujuan utama aglomerasi yang dilakukan di PT. NI-PF adalah untuk memperbaiki warna kopi dan meningkatkan kelarutan kopi instan.

Menurut Clarke dan Macrae (1989), aglomerasi pada kopi instan merupakan bentuk granula yang dihasilkan dari bubuk kopi hasil pengeringan semprot. Rata-rata ukuran granula adalah 1,4 mm. Granula pada umumnya berwarna lebih gelap dari pada bubuk kopi. Aglomerasi kopi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan penghasil kopi instan mempatenkan teknik yang mereka gunakan. Beberapa paten tipe aglomerasi kopi instan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Paten tipe aglomerasi kopi instan

Nomor Paten Tahun Pemilik Paten

USP 2,977,203 USP 3,554,760 USP 3,615,670 USP 3,695,165 1961 1971 1971 1973

General Foods Corporation USP 3,514,300

BP 1,176,320

1970

1967 Nestlé

USP 3,679,416 1972 Chock Full O’Nuts Corporation USP 3,966,975

BP 1,385,192

1974

1974 Niro Atomizer A/S USP 3,6151,669 1971 Procter & Gamble Sumber : Clarke dan Macrae (1989)

Dua tipe mekanisme pengikatan antara partikel-partikel padat dalam proses aglomerasi adalah adhesi partikel tanpa jembatan antar partikel dan adhesi dengan jembatan antar partikel. Mekanisme pengikatan tanpa jembatan antar partikel padat terdiri dari:

1. Gaya Van der Waals yang menyebabkan aglomerasi kering di dalam bubuk kopi.

2. Gaya elektrostatik di antara isolator dan konduktor yang dapat menghasilkan pemisahan muatan yang disebabkan oleh penggilingan kopi. Gaya ini juga menyebabkan aglomerasi kering.

3. Serta permukaan kasar partikel yang mampu mengikat partikel lain. Selain itu, mekanisme-mekanisme adhesi partikel dengan jembatan antar partikel padat terdiri atas:

1. Sinter bridge yang terbentuk ketika substansi dipanaskan hingga 60% dari suhu leleh.

2. Jembatan cairan terkristalisasi terbentuk karena penambahan pelarut yang selanjutnya diberi pengeringan.

3. Jembatan cairan terbentuk akibat penambahan cairan pengikat.

4. Kapiler-kapiler berisi cairan terbentuk ketika ditambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang signifikan.

Prinsip-prinsip dalam aglomerasi yang menggunakan uap panas/steam dapat dideskripsikan dalam lima tahap. Partikel kering/bubuk yang merupakan hasil dari pengeringan semprot akan masuk ke dalam zona aglomerasi dengan cara jatuh bebas/free fall. Selanjutnya permukaan partikel dibasahi oleh uap panas kondensasi. Kemudian terdapat pemutusan komponen-komponen terlarut. Lalu terjadi aglomerasi partikel-partikel dan pembentukan jembatan cairan. Pada tahap akhir, partikel tersebut akan dikeringkan sehingga terbentuk jembatan padat/solid bridges dan didapatkan partikel kopi teraglomerasi. Produk PT. NI-PF yang merupakan kopi teraglomerasi adalah ”Nescafe original” dan ”Nescafe classic”.

B. KEBIJAKAN PT. NESTLE INDONESIA – PANJANG FACTORY

Good Food, Good Life” merupakan slogan Nestlé yang menggambarkan komitmen Nestlé sebagai produsen makanan yang peduli akan kesehatan umat manusia dengan menghasilkan makanan yang sehat, bermutu, aman, berkualitas, bergizi, dan menyenangkan untuk dikonsumsi, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Seperti perusahaan lain, PT. NI-PF juga memiliki visi, nilai-nilai, tujuan bersama, serta motto. Visi PT. NI-PF adalah meningkatkan nutrisi, kesehatan, dan keafiatan konsumen Indonesia. Nilai-nilai yang dipegang adalah kejujuran dan integritas, kepercayaan dan rasa hormat, kepemimpinan dan kesempurnaan, serta kualitas dan keselamatan. Tujuan PT. NI-PF adalah 1) meraih kepercayaan konsumen dan menjadi perusahaan makanan, nutrisi, kesehatan dan keafiatan yang paling terkemuka di Indonesia, 2) melalui pelayanan konsumen yang meningkatkan kualitas hidup mereka, maka kepastian laba, kesinambungan, dan pertumbuhan modal yang efisien dalam jangka panjang akan terjamin dalam jangka panjang, 3) berjuang menjadi pemimpin pasar atau posisi kuat nomor dua dalam semua kategori di pasar tempat kita beroperasi. Motto PT. NI-PF yaitu Passion For Our Consumer (semangat demi konsumen kita) (Nestle, 2007).

Nestlé meringkas kebijakan yang dimilikinya menjadi suatu logo yang menggambarkan keseluruhan kebijakan sehingga dapat dengan mudah dihafal dan dipahami oleh seluruh karyawan. Logo tersebut berupa tangan kanan yang menggenggam keempat jari selain ibu jari. Pada ibu jari terdapat tulisan “ZERO”, sedangkan pada keempat jari berturut-turut tertulis “accident, defect, complaint, waste”. Agar kebijakan ini dapat menyentuh seluruh tingkatan karyawan, maka logo ini disosialisasikan diantaranya dengan cara menempelkan logo pada bagian punggung baju seragam kerja karyawan, menjadikannya sebagai wallpaper di seluruh komputer dan seluruh user, serta mencatumkan logo ini pada handbook, logbook, logsheet, spanduk, surat, dll.

Acara-acara khusus dan lokasi-lokasi yang strategis merupakan upaya yang ditempuh dalam menerapkan integrated management system (IMS) dan memastikan pemahaman karyawan akan IMS. Acara yang dilakukan khusus untuk IMS champions berupa meeting rutin yang dilaksanakan seminggu sekali (selama proyek IMS berlangsung), sedangkan acara untuk karyawan selain IMS champions berupa training yang dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun. Kehadiran pada meeting rutin maupun training akan dicatat dalam meeting record dan training record. Selain itu juga dilakukan IMS kick off yang dihadiri oleh seluruh karyawan PT. NI–PF.

Kebijakan mutu, K3 dan lingkungan, visi, value, motto, dan slogan diletakkan di tempat-tempat strategis. Upaya ini diharapkan agar karyawan maupun tamu dapat mengetahui bahkan memahami khususnya kebijakan dan visi Nestlé. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya adalah ruang tunggu tamu, meeting room, learning room, kantin, koridor DOR, line produksi, dll. Kebijakan dan logo PT. Nestlé Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

C. INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM

Menurut Whitelaw (2004), integrated management system adalah suatu sistem manajemen yang terdiri dari ISO 14001 ditambah paling tidak satu sistem manajemen lain. Baik kedua (atau lebih) sistem manajemen tersebut harus berjalan bersamaan dengan sistem manajemen lain dan dapat diaudit oleh suatu badan eksternal.

IMS merupakan gabungan dari tiga sistem manajemen yang diterapkan secara bersamaan, yaitu ISO 9001 (sistem manajemen mutu), ISO 14001 (sistem manajemen lingkungan), dan OHSAS 18001 (sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja). Sistem manajemen tersebut dibuat oleh suatu organisasi independen, yaitu ISO (International Organization for Standardization) untuk ISO 9001 & 14001, dan BSI (British Standards Intitution) untuk OHSAS 18001. Ketiga sistem manajemen ini diakui secara internasional dan telah diadopsi, baik oleh institusi pemerintah, swasta, dll.

PT. NI-PF hingga saat ini memiliki sistem manajemen internal mengenai mutu, lingkungan, dan K3. Sistem manajemen internal tersebut adalah Nestlé Quality System (NQS) yang ekuivalen dengan ISO 9001, Nestlé Environmental Management System (NEMS) yang ekuivalen dengan ISO 14001, serta Operational Safety, Health, and Risk Management System (OSHRMS) yang ekuivalen dengan OHSAS 18001.

Hingga saat ini NQS adalah panduan mutu bagi Nestlé yang menunjukkan cara pencapaian mutu dari sudut pandang Nestlé. Nestlé selalu menganggap bahwa sukses dibangun dari mutu. Lebih lanjut, mutu adalah keuntungan kompetitif dalam pemuasan kebutuhan konsumen. Mutu tersebut

melingkupi perencanaan hingga pelaksanaan yang dilaksanakan oleh semua pihak dengan usaha bersama.

NQS juga menggambarkan organisasi dan tanggung jawabnya dalam seluruh jajaran Nestlé, mulai dari pusat, daerah, divisi bisnis hingga pabrik, serta dalam hubungannya dengan pemasok. NQS digunakan untuk semua produk yang dijual menggunakan nama grup Nestlé. Tidak hanya itu, NQS juga digunakan oleh seluruh partner bisnis yang terlibat dalam produk-produk Nestlé. Sistem ini terdiri dari 36 elemen yang setaraf dengan klausul-klausul yang terdapat di dalam ISO 9001. Elemen-elemen NQS dapat dilihat pada Lampiran 3.

Panduan dalam implementasi NQS terbagi menjadi dua, yaitu tingkat prioritas utama (First Priority Level), yaitu keamanan pangan, dan Advanced Level, yaitu konsistensi produk dan preferensi konsumen. Prioritas utama berupa persyaratan minimum absolut untuk menjamin kemanan pangan. Elemen-elemen dalam sistem mutu yang harus diimplementasikan secara menyeluruh, dipertahankan secara konstan, dan tidak dapat ditawar lagi, yaitu GMP, HACCP, pengawasan terhadap patogen pada lingkungan produksi, Quality Monitoring Scheme (QMS), kalibrasi instrumen, identifikasi lot, pengkodean, recall, dsb.

Sebagai salah satu produsen makanan terkemuka, PT. Nestlé Indonesia memberikan perhatian yang sangat serius terhadap masalah keamanan dari produk yang dihasilkan. Keamanan pangan adalah aspek mutu yang tidak bisa ditawar. PT. Nestlé Indonesia memberikan jaminan bahwa semua produk yang dihasilkan tidak akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi konsumen. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam seluruh proses produksi dari seluruh produk yang dihasilkan.

Penerapan HACCP merupakan elemen yang tidak terpisahkan dari penerapan NQS. Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan untuk menjamin keamanan pangan. HACCP

merupakan alat yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit atau luka akibat mengkonsumsi produk.

Pihak manajemen Nestlé sangat berkomitmen untuk menggunakan prinsip-prinsip HACCP Codex Alimentarius. Implementasi Nestlé GMP (NGMP) merupakan prasyarat yang sangat penting di dalam HACCP. HACCP juga merupakan pertimbangan utama dalam rantai suplai produk pangan, dimulai dari desain produk dan sumber bahan baku, termasuk aplikasi proses pada supplier, proses produksi, dan distribusi hingga persiapan dan konsumsi oleh konsumen akhir. Hal ini diistilahkan dengan “From Farm To Table”. Tanggung jawab manajemen adalah untuk menjamin bahwa tiap-tiap pabrik yang beroperasi benar-benar menjalankan HACCP.

Sistem HACCP harus diterapkan oleh seluruh unit Nestlé di seluruh dunia. Dalam penerapannya, PT. Nestlé yang berkedudukan di Swiss telah menyusun panduan untuk menerapkan atau melakukan studi HACCP. Dengan demikian penerapan HACCP dilakukan seragam sesuai dengan standar Nestlé. Hal ini akan sangat berguna untuk mengembangkan sistem HACCP.

Studi terhadap HACCP bertujuan mengevaluasi kemungkinan bahaya keamanan pangan, menghilangkan bahaya tersebut jika memungkinkan atau untuk menemukan cara dalam mengendalikan bahaya sampai pada tingkat yang aman. Studi tersebut merupakan cara untuk menemukan tahap kritis dalam rantai produksi dan distribusi yang harus dikendalikan untuk menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Meskipun terjadi transfer sistem manajemen, yaitu dari sistem manajemen internal menjadi IMS (NQS, NEMS, dan OSHRMS), namun ketiga sistem manajemen internal Nestlé masih tetap berlaku dan menunjang sistem yang baru. Hal ini dikarenakan sistem manajemen internal Nestlé lebih bersifat spesifik, yaitu sesuai dengan ciri khas operasional Nestlé sebagai perusahaan makanan, dibandingkan dengan IMS yang merupakan sistem manajemen yang lebih bersifat umum dan dapat diterapkan di berbagai jenis perusahaan.

Perubahan sistem manajemen dari internal Nestlé menjadi IMS ini disebabkan oleh faktor dari luar dan dari dalam Nestlé sendiri. Faktor dari luar

adalah adanya tuntutan konsumen agar sistem manajemen internal Nestlé diubah menjadi sistem manajemen yang berlaku secara internasional, baik terhadap mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, serta lingkungan. Faktor utama dari dalam diantaranya adalah adanya beragam sistem yang berjalan bersamaan, berbeda area implementasi dan tanggung jawab, serta konflik implementasi, pengendalian, dan pemeliharaan. Dengan demikian IMS diharapkan dapat menjadi pendekatan yang sinergis, menghemat waktu, usaha, dan biaya, mencegah konflik, pengulangan, dan duplikasi, serta memudahkan pemeliharaan dokumen, sehingga akan terbentuk sistem yang terstruktur dan terkendali.

Menurut Whitelaw (2004), alasan pengintegrasian sistem manajemen adalah untuk:

1. Mengurangi biaya dalam bisnis dan memberikan nilai tambah pada proses. Biaya yang dimaksudkan di sini adalah yang berkaitan dengan efisiensi waktu manajemen. Hal ini meliputi waktu oleh auditor (internal auditor dan auditor dari badan sertifikasi). Pengurangan dalam waktu manajemen sangat mempengaruhi keuntungan biaya internal. Pengurangan waktu manajemen ini dapat dikurangi jika elemen dari sistem manajemen dapat dilaksanakan pada waktu yang sama dengan elemen sistem manajemen yang lain.

Alasan lainnya adalah adanya nilai tambah. IMS diharapkan dapat menjamin bahwa aktivitas dan proses-proses operasi suatu manajemen sistem memiliki pengaruh positif dan dapat diukur terhadap keuntungan dan loss account dari suatu bisnis.

2. Mengurangi resiko demi kelangsungan bisnis.

Manajemen dari suatu organisasi harus melakukan analisis resiko dengan baik. Berikut ini tiga komponen utama dalam analisis resiko:

a. Mutu: apa saja resiko dari suplai produk dan jasa yang tidak memenuhi persyaratan konsumen dan yang paling penting adalah tidak up to date dengan perubahan (konsep dari perbaikan berkelanjutan). ISO 9001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini.

b. Lingkungan : apa saja resiko akibat tidak memenuhi perundangan, jika organisasi tidak dapat up to date pada praktek-praktek terbaik terhadap manajemen lingkungan, dan resiko akibat aktivitas yang dapat merugikan publik terhadap nama perusahaan. ISO 14001 adalah alat untuk mengurangi resiko-resiko ini.

c. Kesehatan dan Keselamatan Kerja : apa saja resiko dari aktivitas yang menyebabkan luka yang diakibatkan oleh kelalaian dan praktek-praktek yang out of date. Resiko-resiko ini paling tidak meliputi hilangnya waktu kerja yang mengakibatkan turunnya produktivitas hingga beralih kepada kriminalitas atau berkaitan dengan hukum akibat karyawan yang terluka. OHSAS 18001 adalah alat untuk mengatur resiko-resiko ini.

Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan perbandingan dari klausul-klausul ISO, OHSAS dan NQS yang menunjukkan pendekatan standar dan kesamaan struktur dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pada dasarnya ketiga sistem manajemen dalam IMS ini sangat berbeda, namun ada persyaratan-persyaratan/klausul-klausul yang penerapannya dapat diintegrasikan, yaitu kebijakan; obyektif dan target; tugas dan tanggung jawab; pelatihan dan kompetensi; pengendalian dokumen; pengendalian catatan; tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan; audit; dan tinjauan manajemen.

Proses manajemen di PT. NI-PF dalam pelaksanaan IMS terdiri dari komitmen manajemen, pembuatan kebijakan perusahaan, pengangkatan management representative, melakukan management review, dan audit internal. Manajemen puncak PT. NI-PF telah menyatakan komitmennya untuk menjalankan sistem manajemen mutu sesuai persyaratan ISO 9001:2000, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja OHSAS 18001:1999, dan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004. Selanjutnya sebagai dasar dari IMS perusahaan maka manajemen menentukan kebijakan PT. NI-PF.

OHSAS 18001 Clause 4.4 Implementation and

Operation

Gambar 7. Siklus implementasi terintegrasi untuk perbaikan berkelanjutan (Whitelaw, 2004)

Dalam menjalankan, memelihara, dan meningkatkan sistem manajemen QSHE, manajemen PT. NI-PF juga telah menunjuk perwakilan manajemen sebagai penanggung jawab utama, yang dalam pelaksanaan kerja sehari-hari harus didukung oleh semua karyawan. Pembahasan kinerja IMS PT. NI-PF akan dilakukan di dalam meeting tinjauan manajemen (management review) secara rutin, yang dihadiri oleh Factory Manager dan Head of Department tiap departemen. Tinjauan manajemen ini akan dilaksanakan minimal setiap enam bulan sekali.

OHSAS 18001 Clause 4.6 Management Review ISO 9001 Clause 5.6 Management Review ISO 14001 Clause 4.6 Management Review ISO 9001 Clause 8.0 Measuring Analysis and Improvement ISO 14001 Clause 4.5 Checking and Corrective Action ISO 14001 Clause 4.4 Implementation and Operation ISO 9001 Clause 7.0 Product Realization ISO 14001 Clause 4.1 General Requirements ISO 9001 Clause 4.1 General Requirements OHSAS 18001 Clause 4.1 General Requirements ISO 14001 Clause 4.2 Environmental Policy ISO 9001 Clause 5.1 Management Committment OHSAS 18001 Clause 4.2 OHSAS Policy OHSAS 18001 Clause 4.3 Planning ISO 9001 Clause 5.4 Planning ISO 14001 Clause 4.3 Planning OHSAS 18001 Clause 4.5 Checking and Corrective Action

Pelaksanaan internal audit dilakukan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, untuk mengetahui apakah pelaksanaan IMS, proses, dan produk telah:

1. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan,

2. Sesuai persyaratan ISO 9001:2000, OHSAS 18001:1999 dan ISO 14001:2004

3. Sesuai terhadap persyaratan IMS yang telah ditentukan oleh PT. Nestlé Indonesia Panjang Factory.

4. Sesuai terhadap persyaratan pelanggan dan perundang-undangan yang berlaku

5. Secara efektif diterapkan dan diimplementasikan.

Pelaksanaan IMS, khususnya pada tahap persiapan IMS bukanlah hal yang mudah sehingga dibutuhkan SDM khusus yang mampu menanganinya sehingga IMS dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, penanggung jawab tertinggi IMS adalah Chief Executief IMS, yaitu Factory Manager (FM), yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk memastikan bahwa IMS berjalan efektif. Secara operasional, penerapan IMS di seluruh area pabrik dikoordinir oleh Management Representative (MR), yaitu Head of Department (HOD) QA, dengan dibantu oleh Deputi IMS, yaitu SHE officer, dan seluruh HOD dan Direct Report untuk penerapan di seluruh departemen. Penerapan IMS di masing-masing departemen oleh para HOD akan dibantu oleh koordinator IMS/IMS champions masing-masing departemen. Pengendalian dokumen yang meliputi pengeluaran, pendaftaran, pengesahan, pendistribusian, dan penarikan dokumen dikoordinir oleh Central Document Controller. Pada pelaksanaannya, PT. NI-PF dibantu oleh konsultan dari perusahaan InQuest Consulting.

Tahapan-tahapan dalam penerapan IMS adalah penyusunan dokumen Process Mapping beserta Environmental Aspects (EA) dan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA); pemenuhan persyaratan undang-undang dan persyaratan lainnya; penyusunan dokumen dari level 1 hingga level 4; sosialisasi dan penerapan IMS; internal audit; management review

meeting; serta continual improvement. Siklus plan, do, check, action dari ISO 9001, ISO 14001, dan OHSAS 18001 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Siklus PDCA IMS

Pelaksanaan IMS pada akhirnya berguna untuk memastikan hal-hal yang berkaitan mutu, lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

a. Mutu

Mutu merupakan suatu karakteristik / sifat yang harus dimiliki suatu produk. Karakteristik tersebut harus sesuai dengan keinginan pelanggan, keamanan pangan, serta peraturan dan persyaratan yang berlaku yang dapat dipenuhi pada proses produksi dan penyerahan produk pada pelanggan. Pemastian akan mutu ini dilakukan oleh Nestlé melalui tiga tahapan, yaitu uraian mengenai definisi produk, penyesuaian terhadap regulasi internal maupun eksternal yang berlaku, dan penyesuaian dengan Quality Monitoring Scheme (QMS). Oleh sebab itu, hal-hal yang harus dilakukan terhadap mutu adalah mengetahui QMS yang berlaku di setiap tahapan proses, hanya meneruskan dan melakukan proses atas bahan baku atau Work In Process (WIP) dan atau produk yang memenuhi ketentuan dalam QMS, serta memisahkan WIP atau produk yang tidak memenuhi ketentuan QMS dan melakukan investigasi sebagai tindak lanjut.

b. Lingkungan

Lingkungan merupakan sekeliling dimana PT. NI-PF beroperasi. Nestlé memastikan lingkungan ini dengan beberapa tahap, yaitu pertama-tama mengidentifikasi aspek penting lingkungan, lalu menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, dan pada akhirnya dilaksanakan sesuai dengan prosedur pengelolaan dan pengendalian yang bersesuaian.

Aspek penting lingkungan adalah aspek lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak penting bagi lingkungan. Aspek penting lingkungan diantaranya adalah konsumsi sumber daya (air, listrik, material) yang tinggi, limbah (tidak berbahaya) dalam jumlah yang besar, limbah yang termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya, pencemaran lingkungan akibat aktivitas (kebisingan, getaran, bau, asap, dll), serta pencemar spesifik seperti freon dan gas rumah kaca. Identifikasi terhadap aspek penting lingkungan di tiap proses dilakukan terhadap aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan pencemaran, pemborosan sumber daya alam, serta yang dapat mengakibatkan bencana lingkungan.

c. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Pengelolaan keselamatan harus sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku serta senantiasa mencegah terjadinya kecelakaan. Nestlé melakukannya dengan cara melaksanakan identifikasi terhadap bahaya-bahaya yang beresiko tinggi, kemudian menyesuaikannya dengan peraturan, persyaratan serta norma-norma yang berlaku, lalu dilaksanakan dengan dibantu oleh prosedur pengelolaan yang ada.

Bahaya dengan resiko tinggi adalah bahaya yang frekuensi terjadinya

Dokumen terkait