Ardani dan Iswara dalam Soekartawi (1990) menyatakan bahwa
perencanaan biasanya mengandung beberapa elemen, antara lain:
a. Perencanaan yang diartikan sebagai pemilihan alternatif
b. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumberdaya
yang tersedia
c. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran, dan
d. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target
sasaran yang dikaitkan dengan waktu masa depan.
Menurut Dalton dalam Jhingan (1999), perencanaan ekonomi dalam
pengertian yang paling luas adalah pengaturan dengan sengaja oleh orang yang berwenang mengenai sumber-sumber kegiatan ekonomi ke arah tujuan yang
ditetapkan. Selanjutnya Lewis dalam Jhingan (1999) mengartikan perencanaan
ekonomi sebagai suatu rencana pengorganisasian perekonomian di mana pabrik, perusahaan, dan industri yang terpisah-pisah dianggap sebagai unit-unit terpadu dari satu sistem tunggal dalam rangka memanfaatkan sumber yang tersedia untuk mencapai kepuasan maksimum kebutuhan rakyat dalam waktu yang telah ditentukan.
Dalam perencanaan pembangunan regional terdapat beberapa teknik analisis regional yang dapat dipergunakan untuk menentukan atau memilih aktivitas ekonomi yang dikembangkan dalam suatu daerah atau menentukan lokasi yang sesuai dengan aktivitas ekonomi. Teknik-teknik yang dimaksud ini antara lain Basis Ekonomi, Multiplier Regional, Model Gravitasi, Analisis Titik Pertumbuhan dan Analisis Input-Output (Richardson, 1972).
Analisis dan Model Tabel Input-Output Pendekatan
Analisis input-output untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930 yang didasarkan pada pendekatan bahwa hubungan interdependensi antara suatu sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian adalah sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan dalam rangkaian persamaan linier. Sedangkan keadaan struktur perekonomian terlihat pada besarnya nilai-nilai ketergantungan antarsektor tersebut. Tujuan utama dari model input-output
adalah untuk menjelaskan besarnya arus antarindustri atau antar sektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Untuk itu diperlukan beberapa asumsi dasar yaitu :
1. Tiap komoditas (kelompok komoditas) dihasilkan oleh suatu industri
atau sektor produksi saja.
2. Input yang dibeli atau digunakan oleh tiap sektor merupakan suatu
fungsi linier dari tingkat output sektor bersangkutan.
3. Efek total dari pelaksanaan berbagai tipe produksi merupakan jumlah
masing-masing sektor secara terpisah. Hal yang demikian ini juga disebut sebagai asumsi additivitas yang mengabaikan faktor-faktor luar. Fungsi utama dari model input-output Leontief adalah dapat memberikan dasar bagi eksplorasi empiris di dalam wahana interaksi interindustri. Model ini memberikan kerangka yang konsisten dalam pengumpulan data, walaupun dalam pengujian asumsinya masih menunjukkan formulasi teoritis yang komplek. Model-model komplek seperti ini dibutuhkan data yang banyak dengan tetap menggunakan prinsip dasar model analisis interindustri.
Lebih lanjut Glasson (1977) menyatakan model input-output dapat digunakan untuk meramalkan pengaruh pengganda output, pengganda pendapatan dan pengaruh pengganda tenaga kerja bagi setiap sektor ekonomi suatu wilayah. Apabila suatu target telah ditetapkan, misalnya maksimalisasi pendapatan wilayah atau tenaga kerja, maka analisis input-output dapat digunakan untuk menentukan sektor-sektor yang perlu mendapat injeksi investasi.
Model tabel
Miernyk (1969) menyatakan bahwa pada dasarnya sistem analisis Leonitief merupakan tabel transaksi input-output, yang penyusunannya mempunyai fleksibilitas pengklasifikasian penentuan sektor-sektor dalam tabel input-output tersebut. Sektor industri ataupun sektor-sektor lainnya dapat dipecahkan ke suatu tingkat detail sesuai dengan yang diinginkan dalam batas data yang tersedia.
Demikian juga untuk sektor-sektor pembayaran (payment sectors) atau komponen
permintaan akhir (final demand) dapat dipecahkan ke dalam sektor yang
13 Sehubungan dengan ketentuan teoritis, O'Connor dan Henry (1975) menyatakan bahwa tabel input-output harus disusun berdasarkan perlakuan impor secara kompetitif dan berdasarkan perlakuan impor secara non-kompetitif. Tabel input-output yang disusun berdasarkan perlakuan impor secara kompetitif, nilai impor dimasukkan ke dalam kolom khusus dengan tanda negatif dan ditempatkan di sebelah kanan dari kuadran permintaan akhir. Disamping itu, dalam tabel ini, arus transaksi antar industri dalam tabel terdiri atas komoditas, baik yang berasal dari sumber domestik maupun yang berasal dari impor.
Tabel yang disusun berdasarkan impor secara non-kompetitif, maka nilai impor tersebut ditempatkan dalam baris tersendiri di dalam kuadran input primer. Selain model yang lain lagi yaitu model statis, model regional dan model interegional. Pada tabel input-output model statis disusun berdasarkan data yang terjadi pada saat tertentu sehingga koefisien-koefisien yang diperoleh juga bersifat disusun untuk tujuan analisis suatu daerah tertentu dan penyusunannya didasarkan pada data daerah yang bersangkutan. Untuk model interegional, tabel input-output disusun untuk tujuan analisis antar daerah. Oleh karena untuk kepentingan antar daerah, maka dalam penyusunannya harus didasarkan pada pengelompokkan sektor-sektor kegiatan ekonomi menurut daerah. Hal demikian dimaksudkan untuk dapat melihat hubungan transaksi baik antarsektor maupun antar daerah.
Peranan Analisis Input-Output
Menurut Miernyk ( 1969), bahwa penggunaan analisis input-output pada dasarnya ditujukan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah untuk mengetahui :
Struktur perekonomian
Tabel input-output secara simultan menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran pada tingkat keseimbangan. Dimana dalam kondisi struktur perekonomian yang seimbang ini maka baik interaksi maupun interdependensi antar segenap struktur ekonomi bisa diketahui pola dan kecenderungan perkembangannya.
Peramalan ekonomi
Hubungan antara permintaan akhir dengan tingkat output terdapat hubungan yang bersifat linier. Atas dasar hubungan yang demikian ini, dengan melalui perlakuan (menentukan nilai permintaan akhir sedemikian rupa sesuai dengan nilai yang diprediksi akan terjadi di masa mendatang), maka akan dapat dilihat pengaruhnya terhadap tingkat output (pertumbuhan ekonomi) di masa yang akan datang.
Sehubungan dengan peramalan ekonomi, Stone ( 1966) menyatakan bahwa dengan melalui metode RAS terhadap tabel input-output maka informasi perekonomian dimasa mendatang dapat diketahui. RAS tersebut diartikan sebagai suatu perkalian antara R sebagai pengali pengganti yang beroperasi di sepanjang baris, A sebagai matriks koefisien input antara dan S sebagai pengali fabrikasi yang beroperasi di sepanjang kolom.
Akibat dari permintaan akhir
Melalui proses pengolahan data maka dari tabel input-output dapat dihasilkan berbagai jenis nilai koefisien, yang masing-masing mempunyai fungsi analisis sesuai dengan aspek perekonomian yang dikaji. Atas dasar fungsi- fungsinya tersebut maka melalui tabel input-output dapat diketahui dampak dari suatu injeksi investasi, seperti halnya terhadap pendapatan, penyerapan tenaga kerja, keterkaitan antar sektor, kepekaan sektoral, multiplier dan sebagainya. Kelayakan dan kepekaan sektoral
Tabel input-output juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi pengembangan sektoral sekaligus derajat kepekaan sektoral. Oleh karena itu maka dapat diketahui pula mengenai sektor yang secara nyata mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah.
Analisis Input-Output
Melalui mekanisme perhitungan rumus-rumus yang berlaku di dalamnya maka tabel input-output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah sesuai dengan aspek kepentingan analisis. Aspek-
15 aspek yang mempunyai fungsi dan kedudukan penting di dalam analisis perekonomian suatu wilayah di antaranya adalah :
Efek pengganda
Telah dinyatakan oleh Kadariah (1978) bahwa peningkatan aktivitas
pemimpin sektor (leading sektor) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya
akan berpengaruh terhadap meningkatnya arus pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi, meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhirnya akan meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain yang belum sempat menjadi pemimpin sektor. Demikian pula bahwa apabila terjadi mekanisme yang sebaliknya maka akan terjadi pengaruh yang sebaliknya pula. Efisiensi teknis
Mengingat bahwa sistem perekonomian makro suatu daerah pada dasarnya juga merupakan suatu aktivitas produksi atau aktivitas ekonomi maka sehubungan dengan tersedianya faktor produksi yang terbatas, perlu dikaji mengenai kemampuan efisiensi ekonominya. Aktivitas perekonomian suatu daerah dikategorikan sebagai aktivitas produksi yang efisien apabila dalam menghasilkan output daerahnya mampu menciptakan proporsi nilai tambah bruto (NTB) yang lebih besar dari pada kebutuhan input antara.
Sebaliknya bahwa apabila proporsi NTB yang diciptakannya lebih kecil dari pada proporsi input antara yang dibutuhkan, maka hal demikian berarti menunjukkan kemampuan produksi daerah yang bersangkutan tidak efisien. Hal demikian ini pada dasamya juga menunjukkan bahwa aktivitas produksi daerah yang bersangkutan terlalu menggantungkan pada faktor sumberdaya lingkungan setempat dari pada mementingkan pertumbuhan ekonomi.
Keterkaitan antar sektor ekonomi
Pada dasarnya upaya pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan upaya menghidupkan segenap sektor perekonomian sebagai satu kesatuan, tetapi menjadi persoalan adalah bagaimana tingkat keterkaitan antar sektornya masing- masing, karena tidak semua sektor dalam suatu daerah perekonomian mempunyai nilai keterkaitan antarsektor yang sama.
Di dalam pembangunan ekonomi, suatu program dikategorikan efektif apabila injeksi investasi yang dilakukan lebih cenderung ditujukan kepada sektor- sektor yang mempunyai derajat keterkaitan yang tinggi. Karena hal demikian pada dasarnya menunjukkan bahwa nilai keterkaitan antara sektor suatu sistem perekonomian daerah yang tinggi, juga menunjukkan kemampuan di dalam menciptakan kekokohan ekonomi daerah. Mengingat kondisi yang demikian ini berarti mempunyai kedudukan interaksi antarsektor yang kondusif.
Derajat penyebaran antar sektor
Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi
apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan
analisis input-output disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai backward
spread tinggi. Di samping mampu menarik, maka suatu sektor dalam perkembangannya mampu menciptakan kepekaan terhadap perkembangan sektor- sektor lainnya. Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan selama 6 bulan pada bulan Oktober 2004 – Maret 2005 di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada sebaran luasan hutan rakyat dan sebaran jenis kayu jati dan mahoni di Kabupaten Sumedang. Penelitian dilakukan di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jatigede, Darmaraja dan Tomo.
Pendekatan
Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pendekatan yang dipergunakan adalah :
Pendekatan intersektoral dengan analisis input-output
Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat peran dan potensi sektor-sektor dalam merangsang pengembangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Melalui analisis keterkaitan antar sektor dalam tabel transaksi input-output dapat diketahui pengaruh masing-masing sektor terhadap sektor-sektor lainnya. Identifikasi daerah
Identifikasi daerah dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai situasi daerah dengan penekanan pada aspek fisik, penggunaan lahan dan kependudukan. Di samping itu, dimaksudkan untuk melihat masalah-masalah daerah yang perlu mendapat prioritas penyelesaian dalam rangka pengembangan pengusahaan hutan rakyat.
Jenis Data
Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan sebagai bahan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumedang dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu diperlukan pula data primer yang mencakup informasi karakteristik petani, karakteristik komoditas hutan rakyat beserta outputnya, jenis kegiatan usaha lainnya diluar hutan rakyat, aspek biaya dan penerimaan dari pengusahaan hutan rakyat, serta aspek lembaga pemasaran
dan lembaga lainnya yang berperan atau terkait pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Sumedang.
Metode Pengambilan Contoh
Populasi contoh dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang mengusahakan hutan rakyat, pedagang, industri pengolah kayu hasil hutan rakyat, serta beberapa instansi daerah yang terkait dalam pembangunan hutan rakyat. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode pengambilan contoh tingkat tiga (three stage sampling). Satuan contoh tingkat pertama adalah kecamatan, satuan contoh tingkat kedua adalah desa, dan satuan contoh tingkat ketiga adalah rumah tangga. Dalam penelitian ini diambil 3 kecamatan contoh, yaitu di Kecamatan Darmaraja, Jatigede dan Tomo dimana dari masing-masing kecamatan diambil 2 desa contoh yaitu Desa Ciranggem dan Karedok mewakili Kecamatan Jatigede, Desa Karangpakuan dan Neglasari mewakili Kecamatan Darmaraja, Desa Darmawangi dan Jembarwangi mewakili Kecamatan Tomo. Penentuan kecamatan
terpilih dilakukan secara purposive sampling atau contoh yang diarahkan dengan
memperhatikan besar luasan hutan rakyat dan sebaran jenis kayu jati dan mahoni di wilayah kecamatan tersebut.
Sedangkan contoh tingkat desa dipilih berdasarkan kriteria sedikitnya 50 persen dari seluruh rumah tangganya adalah petani yang memiliki lahan yang potensial untuk pengusahaan hutan rakyat. Selanjutnya dari masing-masing desa tersebut diambil sebanyak 10-15 rumah tangga petani contoh yang dipilih secara acak. Rumah tangga petani contoh ini adalah para petani hutan rakyat yang mengelola hutan rakyat jenis jati dan mahoni baik secara monokultur maupun campuran. Untuk pedagang, pengambilan sampel dilakukan terhadap pedagang kecil (pedagang dalam desa) maupun pedagang besar (pedagang antar kecamatan maupun antar kabupaten).
Batasan dan Pengertian (Terminologi)
1. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik yang terdiri dari
tanaman berkayu dengan berbagai pola tanam baik secara monokultur (murni) maupun campuran, yang ditanam atas usaha sendiri maupun dengan bantuan pemerintah.
19
2. Hutan rakyat murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-
kayuan sejenis.
3. Hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan dua
jenis atau lebih tanaman kayu-kayuan.
4. Kayu rakyat adalah komoditas kayu yang berasal dari hutan rakyat yang
ditanam oleh pemiliknya atau tumbuh secara alami.
5. Pendapatan pengusahaan hutan rakyat adalah pendapatan yang diperoleh dari
penjualan kayu rakyat.
6. Pemasaran kayu rakyat adalah penjualan kayu rakyat dalam bentuk tertentu
(pohon berdiri, kayu bulat, kayu olahan)
7. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada hutan rakyat dengan jenis kayu
mahoni (Swietenia macrophylla) dan kayu jati (Tectona grandis). Oleh karena
itu penyebutan hutan rakyat dalam penelitian ini mengandung pengertian hutan rakyat dengan jenis kayu mahoni dan kayu jati.
Analisis Deskriptif Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat
Untuk mengetahui gambaran umum praktek pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksud disini adalah meliputi pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama penanaman/pengusahaan hutan rakyat, sistem penguasaan lahan (misal: tanah milik yang meliputi tanah warisan atau tanah hasil jual beli, tanah gadean, tanah sewa), penggunaan/penyerapan tenaga kerja dari dalam maupun luar rumah tangga petani, sistem permodalan, sumber bibit jati dan mahoni, pemeliharaan, pemanenan hasil, waktu menebang/ menjual, perhatian terhadap perkembangan harga kayu, keanggotaan dalam kelompok tani. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat yang mendukung terhadap pembangunan dan pengembangan pengusahaan hutan rakyat.
Analisis Kelayakan Pengusahaan Komoditas Hutan Rakyat
Untuk menentukan kelayakan usaha dari komoditas hutan rakyat jenis jati dan mahoni di tingkat petani dilakukan dengan pendekatan analisis BCR, NPV
dan IRR. BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan perbandingan antara total
pendapatan terdiskon dengan total biaya terdiskon, NPV (Net Present Value)
merupakan nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini, dan IRR (Internal Rate
of Return) merupakan tingkat kemampuan pemanfaatan modal usahatani dengan membandingkannya terhadap nilai peluang pemanfaatan modal usaha. Secara matematis ketiga parameter penilai tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
(1) BCR (Benefit-Cost Ratio) BCR =
∑
∑
= = + + n t n t n t n t i C i B 0 0 ) 1 /( ) 1 /( ………..(1)(2) Net Present Value (NPV)
∑
= + − = n t n i Ct Bt NPV 0 (1 ) ) ( ……… ………….(2)(3) Internal rate and Return (IRR), yaitu niai i pada saat nilai keuntungan bersih saat ini sama dengan 0.
0 ) 1 ( 0 = + −
∑
= n t n i Ct Bt ………...…………(3) dimana:Bt : Benefit tahun ke-t
Ct : Cost tahun ke-t
n : Lama waktu dalam tahun
t : Tahun ke-…
i : Discount rate (dalam desimal)
Kriteria kelayakan pengusahaan komoditas hutan rakyat dalam penelitian ini dianggap layak jika:
(1)BCR lebih besar dari 1
(2)NPV positif (> 0)
21 Analisis Pemasaran Komoditas Hutan Rakyat
Untuk melihat peranan masing-masing pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat di daerah penelitian maka dilakukan analisis saluran pemasaran secara deskriptif.
Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
bi si ji P P M = − , atau i ti ji b M = +π , atau ti ji i =M −b π ……….. (4)
Total margin pemasaran (M) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
∑
= = n i ij j M M 1 atau Mj =Pr−Pf …...…(5) Dimana:Mji : margin lembaga pemasaran tingkat ke-i
Psi : harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Pbi : harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i
bti : biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i
πi : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
Mj : total margin pemasaran
Pr : harga ditingkat konsumen
Pf : harga ditingkat produsen
Penyusunan Tabel Input-Output
Menurut BPS (2000) tabel input-output (I-O) adalah suatu uraian statistik dalam matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai suatu metode kuantitatif, tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang:
a. Struktur perekonomian wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor.
b. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar
sektor-sektor produksi.
c. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri
maupun barang impor yang berasal dari wilayah lain.
d. Struktur permintaan barang dan jasa baik permintaan oleh berbagai
sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor.
Tabel I-O dibedakan menjadi dua jenis yaitu tabel penyedia dan penggunaan (supply and use table) dan tabel I-O simetris (symetric input-output table). Tabel penyedia dan pengguna biasanya disebut sebagai tabel I-O empat persegi panjang (rectangular input-output table). Tabel I-O simetris biasa disebut tabel I-O bujur sangkar atau tabel I-O model Leontief.
Tabel I-O model bujur sangkar dapat berupa tabel komoditas menurut komoditas atau industri. Tabel I-O yang akan digunakan dalam analisis penelitian ini adalah tabel I-O model Leontief atau tabel I-O bujur sangkar.
Tabel I-O yang disusun dalam penelitian ini, menggunakan model statis dan bersifat terbuka dengan periode observasi satu tahun yaitu selama tahun tabel I-O terakhir disusun. Tabel yang dimaksud adalah Tabel I-O Jawa Barat tahun 2000 dan akan dijadikan sebagai bahan acuan utama dalam penelitian ini.
Klasifikasi Sektor
Dalam penyusunan tabel I-O yang merupakan metode kuantitatif maka masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengidentifikasi secara jelas kegiatan- kegiatan ekonomi yang sangat beragam tersebut untuk memudahkan mengadakan penilaian secara kuantitatif.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka jalan yang ditempuh adalah dengan mengadakan penyederhanaan dimana seluruh kegiatan perekonomian diklasifikasikan ke dalam satuan-satuan sektor ekonomi dan atau sub sektor agar transaksi-transaksi diantaranya dapat lebih mudah diidentifikasi.
23 Sejalan dengan maksud di atas, maka untuk keperluan penyusunan Tabel Input-Output Kabupaten Sumedang, seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha yang ada di kabupaten tersebut diklasifikasikan menjadi 15 sektor yaitu : (1) Tanaman Bahan Makanan, (2) Tanaman Perkebunan, (3) Peternakan, (4) Hutan Rakyat, (5) Hasil Hutan Lainnya, (6) Perikanan, (7) Pertambangan dan Galian (8) Industri Pengolahan, (9) Listrik, Air, dan Gas, (10) Bangunan dan Konstruksi, (11) Perdagangan Besar dan Eceran, (12) Hotel dan Restoran, (13) Transportasi dan Komunikasi, (14) Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, (15) Jasa-jasa. Dasar klasifikasi yang digunakan sesuai dengan konsep satuan ekonomi yang dianut yaitu atas dasar satuan kelompok komoditas dan dasar satuan aktivitas.
Pengolahan Data
Untuk memperoleh tabel I-O Kabupaten Sumedang tahun 2003 data yang tersedia diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer program GRIMP
versi 7.2 (Generation of Regional Input-Output Model Program). Melalui
penggunaan program ini dapat diperoleh data baru sebagai bahan analisis.
Semua proses pengolahan data tabel input-output yang bertujuan untuk menyusun tabel input-output baru, dilakukan melalui metode RAS. Metode RAS ini diartikan sebagai suatu metode yang berupaya memperoleh suatu set multiplier
yang dapat melakukan adjustment terhadap baris maupun kolom sedemikian rupa
sehingga sel-sel dalam matriks dapat sesuai dengan total baris dan total kolom yang telah ditentukan diluar model.
Metode ini pada dasarnya merupakan sebuah rumus matriks yaitu (A) merupakan matriks koefisien input antara pada periode t; (R) merupakan matriks diagonal yang menunjukkan pengganda menurut baris; dan (S) merupakan matriks diagonal yang menunjukkan pengganda menurut kolom.
Asal rumus RAS dapat dijabarkan dengan menggunakan rumus matematika,
yaitu dengan meminimumkan fungsi ZRAS yang telah ditentukan kendalanya,
yaitu:
ZRAS = Min∑ij[aij,t+1{ln aij, t+1/aij}] ……….(6)
Dimana kendalanya adalah: ∑j[aij, t+1Xj, t+1] = ∑jXij, t+1
∑i[aij, t+1Xj, t+1] = ∑iXij, t+1 i,j = 1,2,3,….n
dimana:
aij : Koefisien input antara
Xj : Output sektor j
∑jXij : Total permintaan antara terhadap output sektor j
∑iXij : Total input antara yang ditawarkan oleh sektor i
t dan t+1 : periode waktu
n : banyaknya sektor produksi
Analisis Data
Hasil-hasil yang diperoleh dari analisis program GRIMP yang akan dijelaskan dalam penelitian ini adalah :
Nilai tambah bruto
Dari aspek nilai tambah bruto (NTB) ini dapat diketahui kondisi perekonomian Kabupaten Sumedang yang meliputi :
1. Besarnya masing-masing komponen yang terkandung di dalam NTB
tersebut yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung.
2. Tingkat efisiensi ekonomi daerah, baik terhadap penggunaan segenap
faktor produksi yang tersedia dalam menghasilkan output total daerah maupun terhadap kemampuan dalam menciptakan besarnya NTB itu sendiri.
Permintaan akhir
Melalui permintaan akhir (PA) dapat diketahui masing-masing komponen yang terkandung di dalamnya, yaitu yang meliputi: permintaan konsumsi rumah tangga, pemintaan konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor netto. Disamping itu, juga dapat diketahui interaksi antar komponen itu sendiri baik terhadap masing-masing sektor maupun segenap sektor perekonomian daerah.
25 Khususnya berkenaan dengan ekspor netto maka dapat diketahui kemampuan perekonomian daerah dalam menciptakan nilai surplus ekonomi kegiatan ekspor masing-masing sektor. Dalam nilai yang ditunjukkan oleh