• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Teori Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Terdapat berbagai macam fungsi produksi yang bisa digunakan sebagai alternatif dalam melakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output), diantaranya adalah: fungsi produksi linier, kuadratik, polinominal akar pangkat dua, eksponensial, CES (Constant Elasticity of Substitution) dan translog. Memilih fungsi produksi apa yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan banyak pertimbangan, karena masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003), juga menganjurkan tindakan berikut dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi masalah secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut kemudian harus dilanjutkan dengan studi pustaka untuk melihat apakah identifikasi masalah sesuai dengan teori yang benar yang dikombinasikan dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukantrial and error untuk menguatkan model yang dipakai.

Fungsi produksi eksponensial yang biasanya disebut juga dengan fungsi Cobb-Douglas adalah fungsi yang sering dipakai sebagai model analisis produksi dalam penelitian usahatani, karena penggunaannya yang lebih

sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-output. Menurut Debertin (1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan, penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan: (1) secara metodologis lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan misalnya, karena variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, datacross section akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan elastisitas produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat diturunkan fungsi permintaan input.

Soekartawi (2003), menyebutkan ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1) penyelesaiannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaranreturn to scale.

Terlepas dari kelebihan tertentu yang dimiliki fungsi produksi Cobb-Douglas jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, bukan berarti fungsi tersebut sempurna. Kesulitan umum yang dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas atau kelemahan dan keterbatasan fungsi ini adalah: (1) spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang

dipakai, masalah ini sering terjadi dalam pendugaan menggunakan metode kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap variabel manajemen karena kadang-kadang sulit diukur dan dipakai sebagai variabel independen dalam pendugaan karena erat hubungannya dengan variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, seperti misalnya asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinyaintercept boleh berbeda, tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa sampel dianggapprice takers (Soekartawi, 2003).

3.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan input tetap. Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = (X1, X2, X3, ...Xn/Zn) ...(1) dimana:

Q = Output atau produksi

Zn = Input tetap ke-n

Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Gambar 4 menggambarkan keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan Y, dengan faktor produksi yang digunakan (X). Keterkaitan tersebut bisa dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan Produk Rata-rata (PR).

Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu proses produksi. Produk Marginal (PM) menunjukkan perubahan produksi yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi variabel, sedangkan Produk Rata-rata (PR) menunjukkan besarnya rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi. Berdasarkan Gambar 4 terlihat apabila faktor produksi X terus-menerus ditambah jumlahnya, pada mulanya pertambahan PT akan semakin banyak, tetapi ketika mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif.

Keadaan yang menyebabkan pertambahan produksi yang semakin melambat sebelum akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun dikenal dengan hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law of deminishing marginal return). Hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik hingga PR maksimum di titik B, (2) daerah II yang dimulai dari saat PR

maksimum di titik B sampai hingga PT maksimum di titik C, dan (3) daerah III adalah daerah saat PT menurun mulai dari titik C.

Sumber: Doll dan Orazem, 1984

Gambar 4. Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga Tahapan Produksi

Daerah I dikatakan irrational region karena penggunaan input masih menaikkan PT sehingga pendapatan masih dapat terus diperbesar. Daerah II adalah rational region karena pada daerah ini dimungkinkan pencapaian pendapatan maksimum, pada daerah ini pula PT maksimum tercapai, sedangkan daerah III adalah irrational region karena PT telah menurun. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada model fungsi produksi komoditas gambir berada padarational region.

A

B

3.1.2. Analisis Efisiensi Produksi

Istilah efisiensi dikenal dalam teori produksi. Tersedianya faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang sangat penting. Menurut Nicholson (2002), konsep efisiensi bisa dibedakan atas efisiensi teknis, efisiensi ekonomi dan efisiensi alokasi. Menurutnya alokasi sumberdaya disebut efisien secara teknis (technically efficient) jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu pengalokasian sumberdaya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi barang-barang lainnya.

Berproduksi efisien secara teknis yaitu dengan berada pada batas kemungkinan produksi, jika kita ingin menggambarkan efisiensi teknis secara grafik. Sedangkan alokasi sumberdaya yang efisien secara ekonomis (economic efficiency) adalah sebuah alokasi sumberdaya yang efisien secara teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat. Agar alokasi sumberdaya menjadi efisien, harga harus sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar (efisiensi alokasi).

Lau dan Yotopoulus (1971), mendefinisikan efisiensi teknis sebagai hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang diberikan. Efisiensi harga (alokatif) didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan dengan menyamakan nilai

produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya, sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi harga.

Produsen mengelola usahanya bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan, yang merupakan faktor penentu bagi produsen dalam mengambil keputusan untuk usahanya. Produsen akan meningkatkan produksinya apabila mengetahui bahwa tambahan faktor produksi yang diberikan memberi tambahan keuntungan. Peningkatan keuntungan itu didapat bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat dilakukan dengan pendekatan maksimalisasi produk dengan pengeluaran biaya tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga dengan pendekatan maksimalisasi keuntungan dimana setiap faktor input harus digunakan pada nilai produk marginal masing-masing faktor sama dengan harganya.

Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi produksi yang ada sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Sekalipun demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu dapat dipertanggungjawabkan, (2) bentuk aljabar fungsi produksi itu mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah dianalisis, dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al. 1986). Untuk analisis fungsi produksi dengan menggunakan data survei usahatani yang dirancang secara khusus untuk memperoleh data bagi pendugaan fungsi

produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2) sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai, misalnya paling sedikit 40 responden (Soekartawiet al. 1986).

Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara metematis dituliskan sebagai berikut:

Y =

a x x x

an n a a ,..., 2 1 2 1 0 ...(2) dimana:

Y = Produksi komoditas pertanian atau output (variabel tidak bebas/dependent variable)

a0 = Konstanta atau intersep

X1, X2, Xn = Faktor produksi atau input ke-1, 2, ..., n (variabel bebas/independent variable)

a1,a2, an = Koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas ke-1, 2, ..., n

= Gangguan stokhastik/kesalahan (disturbance term) Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi berpangkat yang terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang menjelaskan X (variabel bebas). Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya adalah dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh

variasi X (Soekartawi, 2003). Fungsi di atas dapat dilinierkan dengan mentransformasi variabel tersebut menggunakan logaritma natural sebagai berikut:

ln Y = lna0 +a1 ln x1 +a2 ln x2 + ... +an ln xn +ε ...……..(3)

dimana:

ln = Logaritma natural

ε = Error termataudisturbance term

Pendekatan yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis tingkat efektivitas dan efisiensi usahatani melalui fungsi produksi adalah pendekatan produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi terhadap hasil produksi yang dicapai.

Mubyarto (1989), menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam usahatani pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang terbatas agar dapat memaksimumkan pendapatan. Berkaitan dengan masalah efisiensi, ada dua pendekatan yang dapat mengukur efisiensi tersebut yakni: (1) pendekatan produk marjinal yaitu pendekatan melalui konsep produksi marjinal mencapai maksimum, dan (2) pendekatan efisiensi ekonomis yaitu pendekatan melalui konsep keuntungan mencapai maksimum. Kedua pendekatan ini merupakan cara analisis untuk mendapatkan gambaran tentang efisiensi usahatani dan apabila efisiensi ini tercapai maka keuntungan maksimum akan tercapai, sehingga pendapatan petani yang lebih tinggi akan tercapai pula.

Fungsi produksi merupakan hubungan teknis, maka fungsi produksi dapat berubah akibat pengaruh penggunaan faktor produksi. Perubahan tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang tetap dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan hasil yang bertambah dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil berkurang artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin berkurang. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani gambir dilakukan dengan menghitung rasio nilai produk marjinal suatu input (NPMx) dengan harga inputnya (Px).

Dokumen terkait