• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI SUMATERA BARAT

RONI AFRIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis

saya yang berjudul:

ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR

DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PROVINSI SUMATERA BARAT

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan

Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, September 2009

(3)

RONI AFRIZAL. Analysis of Gambier Production and Marketing in Kabupaten

Lima Puluh Kota West Sumatera Province (HENY K.S. DARYANTO as a

Chairman and DEDI BUDIMAN HAKIM as a Member of the Advisory

Committee).

Gambier is one of West Sumatera export commodities which has been

planted by many farmers in Kabupaten Lima Puluh Kota. As an export

commodity, this product has not yet contributed adequately to the improvement of

farmer’s welfare. The purposes of this current work are to analyze the allocative

efficiency of the use of production factors in gambier plantation, the market

integration, the marketing efficiency and the interrelation between production and

marketing activities of gambier commodity both of which are connected by a

marketing system of agricultural product in Kabupaten Lima Puluh Kota. The

analysis employed the Cobb-Douglas production function model and the

structure-conduct-performance approach. Factors significantly affecting gambier

production are labor, land size, a number of productive gambier trees, the plant’s

age, the use of pesticide, farmer’s experience, cultivation frequency and planting

procedure. The use of labor, fertilizer and pesticide were to increase due to their

inefficient allocation. Gambier market in Kabupaten Lima Puluh Kota suffers

from a weak oligopsony market structure and the gambier marketing activity

seems not yet efficient.

Keywords: gambier, cobb-douglas production function, allocative efficiency,

structure-conduct-performance, oligopsony

(4)

RONI AFRIZAL. Analisis Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima

Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat (HENY K.S. DARYANTO sebagai Ketua

dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sumatera Barat merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini

termasuk tanaman khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar

dan potensi pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku

dalam berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani

perkebunan rakyat di Sumatera Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota adalah salah

satu daerah sentra produksi gambir di Sumatera Barat. Pengembangan komoditas

gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, masih sangat prospektif bila

dilihat dari potensi produksi dan pemasaran pada pasar domestik dan ekspor.

Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar

negeri, belum dibarengi dengan peningkatan produktivitas maupun pendapatan

petani, meskipun sudah ada peningkatan luas areal maupun produksi. Agar

produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat diperbaiki yang

memungkinkan akses ke pasar menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan

penelitian mengenai aspek produksi dan pemasaran gambir.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi dalam usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (2)

menganalisis efisiensi pemasaran gambir dengan menilai kinerja partisipan yang

terlibat dalam pasar gambir menggunakan pendekatan

structure-conduct-performance

(SCP) serta keterpaduan pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh

Kota. Penelitian dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pertimbangan

bahwa daerah ini merupakan sentra produksi gambir yang memberikan kontribusi

terbesar, baik dari segi luas lahan maupun produksi gambir bagi provinsi

Sumatera Barat. Selanjutnya dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipilih lagi tiga

kecamatan secara sengaja (

purposive

) yang menjadi sentra produksi gambir yaitu

Kecamatan Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau. Penelitian ini

menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk

data

cross section

yang

akan digunakan untuk analisis efisiensi produksi dan pemasaran, serta data

time

series

yang dipakai untuk kelengkapan analisis kinerja pemasaran gambir mulai

tahun 1994 - 2007. Data

cross section

bersumber dari responden penelitian yaitu

petani dan pedagang gambir. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

wawancara langsung terhadap sampel petani dan pedagang gambir yang terpilih.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan dalam

kuisioner terstruktur yang telah disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Model

fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menjawab tujuan penelitian

pertama. Sedangkan untuk analisis efisiensi pemasaran menggunakan pendekatan

SCP. Pengolahan data untuk analisis produksi gambir dengan model fungsi

produksi Cobb-Douglas menggunakan metode

Ordinary Least Squares

(OLS).

Data diolah dengan menggunakan program SAS 9.1.

(5)

berusahatani gambir, frekwensi panen dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat

produksi gambir secara nyata. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap

tingkat produksi gambir, kecuali luas lahan dan pengalaman petani dalam

berusahatani gambir. Pengalokasian faktor produksi tenaga kerja, terutama pupuk

dan pestisida dalam usahatani gambir belum efisien. Pemakaian kedua input

tersebut masih bisa ditingkatkan atau ditambah penggunaannya guna

memaksimalkan keuntungan dalam usahatani gambir. Input tetap luas lahan,

dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi.

Kinerja pasar gambir berdasarkan indikator margin pemasaran dari lembaga

yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir relatif adil dan seimbang dalam

pendistribusiannya dan rasio harga yang diterima petani relatif tinggi. Beberapa

indikator lainnya memperlihatkan bahwa kinerja pemasaran gambir di Kabupaten

Lima Puluh Kota belum efisien. Pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

berada pada kondisi

weak oligopsony market structure

atau pasar persaingan tidak

sempurna. Hal ini ditandai oleh sangat tidak seimbangnya rasio petani dan

pedagang yang ditunjukkan oleh tingginya derajat konsentrasi pasar dan ada

indikasi relatif tingginya hambatan untuk masuk pasar bagi pedagang baru yang

tergambar dari tingginya nilai MES. Perilaku pasar terlihat bahwa petani tersebar

di berbagai wilayah dengan waktu panen yang sangat beragam, tempat penjualan

tersebar dan tidak serentak, jumlah yang dipanen masing-masing petani relatif

sedikit, produk yang dihasilkan beragam, sedangkan pasar akhir gambir atau

konsumen akhir sebagian besar berada di tempat yang sangat jauh dari sentra

produksi, sehingga daya tawar petani menjadi rendah. Pasar di tingkat petani dan

eksportir belum terintegrasi dengan baik. Kondisi di atas mengakibatkan tidak ada

harga terbaik yang berlaku bagi petani, yang akhirnya hal tersebut berdampak

pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

(7)

PROVINSI SUMATERA BARAT

RONI AFRIZAL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS

(Dosen Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)

Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang:

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro

(9)

Nama Mahasiswa : Roni Afrizal

Nomor Pokok

: H353070091

Mayor

: Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)
(11)

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul ”Analisis

Produksi dan Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi

Sumatera Barat”. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto,

MEc dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku Komisi Pembimbing yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang

sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis

sampaikan kepada:

1.

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi

Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam

proses pembelajaran selama penulis kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian.

2.

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Prof. Dr. Ir.

Kuntjoro sebagai Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan

Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan bagi

perbaikan tesis ini.

3.

Seluruh staf Mayor EPN, Mba Ruby, Mba Yani, Mba Aam, Ibu Kokom, Ibu

Siti dan Pak Husen yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk

membantu penulis selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan studi.

4.

Keluarga besarku di Padang Balimbiang, Lareh dan Koto Nan Ampek.

Teristimewa untuk kedua orang tuaku terkasih, Almarhum Ayahanda M.

(12)

serta keluarga besar Mess Universitas Andalas di Bogor, Edi Syafri dan

anggota Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Sumatera Barat (IMPACS).

5.

Al Hendri dan keluarga besar Bapak Zulfahmi di Lambuak-Halaban, keluarga

besar Mas Sugiman di Solok Bio-bio Harau dan keluarga besar Uda Bakar di

Trans-Koto Bangun Kapur IX, yang telah bersedia menampung penulis

selama pengambilan data lapangan. Jazaakumullaahu khairan katsiiran atas

keikhlasan dan ketulusan bantuan serta jalinan persaudaraannya.

6.

Istriku Resa Yulita dan yang tersayang anakku Atikah dan Hafizh.

Jazaakumullaahu khairan katsiiran atas doa dan pengorbanannya.

Teman-teman EPN angkatan 2007, Dian, Mba Wiwiek, Mba Desi, Wanti,

Mba Asri, Fitri, Mba Ries, Mas Ambar, Mas Fer, Pak Narta, Pak Zul, Pak

Suryadi, Pak Adi, Non Dewi dan Uni Aida untuk kebersamaan selama

perkuliahan dan proses penulisan tesis ini, juga pada pihak-pihak lain yang

namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak

memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB.

Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai

pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak

yang membutuhkannya.

Bogor, September 2009

(13)

Penulis dilahirkan di Desa Pakan Rabaa Kecamatan Lareh Sago Halaban,

Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 April 1977 dari Ayah M. Husnan

Kamil (Almarhum) dan Ibu Syamsudiar. Bungsu dari lima bersaudara.

Tahun 1996 lulus dari SMA Negeri 1 Luhak dan diterima sebagai

mahasiswa S1 pada Jurusan Manajemen, dengan pilihan konsentrasi Manajemen

Pemasaran di Fakultas Ekonomi, Universitas Andalas di Padang melalui jalur

Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Tamat April 2001. Penulis

melanjutkan studi S2 tahun 2007 pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu

Ekonomi Pertanian, dengan pilihan konsentrasi Pemasaran dan Perdagangan

Pertanian, di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa

Program Pascasarjana (BPPS) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Pertanian Universitas

Andalas sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang. Mata kuliah yang pernah

diasuh diantaranya adalah Manajemen Pemasaran, Manajemen Finansial dan Riset

Operasi. Bidang ilmu yang menjadi konsentrasi adalah Manajemen Pemasaran.

Penulis menetap di Kota Payakumbuh, menikah tahun 2003 dengan Resa

Yulita binti Emris Jakfar dan telah dikaruniai dua orang anak, Atikah

(14)

Halaman

DAFTAR

TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR……….……...

xviii

DAFTAR

LAMPIRAN………...……….……… xix

I. PENDAHULUAN……….……….…..…..…

1

1.1. Latar Belakang……….…….…………..

1

1.2. Perumusan Masalah………...………..

4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...………….….………...

9

1.4. Ruang Lingkup Penelitian...

10

1.5. Keterbatasan Penelitian…………...

11

II. TINJAUAN PUSTAKA...

12

2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir...

12

2.2. Penelitian Efisiensi Produksi pada Berbagai Usahatani

Komoditas Pertanian...

14

2.3. Penelitian Efisiensi Pemasaran pada Berbagai Usahatani

Komoditas Pertanian...

16

III. KERANGKA PEMIKIRAN...

20

3.1. Teori Produksi...

20

3.1.1. Fungsi Produksi...

22

3.1.2. Analisis Efisiensi Produksi...

25

3.2. Teori Pemasaran Komoditas Pertanian...

29

3.2.1. Pendekatan dalam Studi Pemasaran...

32

3.2.2. Konsep Efisiensi Pemasaran...

34

3.2.2.1. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar...

36

3.2.2.2. Margin Pemasaran...

41

3.2.2.3. Bagian Harga yang Diterima Petani...

44

(15)

3.3. Tahapan Penelitian...

48

IV. METODE PENELITIAN...

51

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian...

51

4.2. Jenis dan Sumber Data...

52

4.3. Metode Pengambilan Sampel...

53

4.4. Metode Pengumpulan Data...

56

4.5.

Model

Analisis...

56

4.5.1. Analisis Produksi...

56

4.5.2. Analisis Pemasaran...

62

4.5.2.1. Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar...

63

4.5.2.2. Margin Pemasaran...

65

4.5.2.3. Bagian Harga yang Diterima Petani...

66

4.5.2.4. Keterpaduan Pasar...

67

4.6. Definisi Operasional...

69

4.7. Pengolahan Data...

70

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN

KERAGAAN USAHATANI GAMBIR...

71

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Lima Puluh Kota...

71

5.1.1. Letak Geografis, Topografi dan Iklim...

71

5.1.2. Wilayah dan Penduduk...

72

5.1.3. Penggunaan Lahan dan Perkembangan Pertanian...

73

5.1.4. Potensi Pengembangan Gambir...

74

5.2. Keragaan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota....

76

5.2.1. Karakteristik Responden...

76

5.2.2. Keragaan Penerapan Teknologi Usahatani Gambir...

77

5.2.3. Karakteristik Usahatani Gambir...

85

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...

88

6.1. Analisis Produksi Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota...

88

(16)

Gambir...

88

6.1.2. Pengujian Fungsi Produksi Gambir...

93

6.1.3. Analisis Efisiensi Alokatif Produksi Gambir...

103

6.2. Analisis Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota...

106

6.2.1. Struktur Pasar Gambir...

106

6.2.1.1. Jumlah Partisipan dan Derajat Konsentrasi Pasar

106

6.2.1.2. Hambatan Keluar Masuk Pasar...

109

6.2.1.3. Kondisi dan Keadaan Produk...

110

6.2.1.4. Lembaga Pemasaran...

111

6.2.2. Perilaku Pasar Gambir...

125

6.2.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan...

125

6.2.2.2. Proses Pembentukan Harga...

128

6.2.2.3. Kerjasama Antarlembaga Pemasaran...

130

6.2.3. Kinerja Pasar Gambir...

131

6.2.3.1. Bagian Harga yang Diterima Petani...

131

6.2.3.2. Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi

Harga...

133

6.3. Implikasi Kebijakan...

139

VII. KESIMPULAN DAN SARAN...

142

7.1.

Kesimpulan... 142

7.2.

Saran... 144

DAFTAR

PUSTAKA... 145

LAMPIRAN... 150

(17)

Nomor

Halaman

1.

Perbandingan Luas Semua Kecamatan dan Jumlah Nagari di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009...

72

2.

Perkembangan Produksi Beberapa Komoditas Tanaman

Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2004 –

2007... 73

3.

Perkembangan Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2004 – 2007....

74

4.

Perbandingan Luas Areal Tanam dan Produksi Gambir di

Semua Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

2007... 75

5.

Karakteristik Responden Petani Gambir di Kabupaten Lima

Puluh Kota Tahun 2009...

76

6.

Karakteristik Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh

Kota Tahun 2009...

85

7.

Keragaan Produksi Gambir Berdasarkan Perlakuan Sampel di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009...

86

8.

Kelayakan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

per Hektar...

87

9.

Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi

Komoditas Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima

Puluh Kota Tahun 2009...

96

10.

Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi pada

Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

2009... 104

11.

Perbandingan Jumlah Partisipan Pasar Gambir di Kabupaten

Lima Puluh Kota Tahun 2009...

107

12.

Klasifikasi dan

Market Share

Sampel Pedagang Gambir di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009...

107

13.

Fungsi-Fungsi yang Dilakukan Lembaga Pemasaran Gambir

(18)

15.

Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Gambir di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009...

122

16.

Farmer’s Share

Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh

Kota Tahun 2009...

132

17.

Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009...

135

18.

Tingkat Hubungan Integrasi Pasar dalam Analisis Korelasi ....

137

(19)

Nomor

Halaman

1.

Perkembangan Luas Areal Tanam Gambir di Sumatera Barat

dan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007...

2

2.

Perbandingan Produksi Gambir Sumatera Barat dengan

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007...

3

3.

Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

1996 – 2007...

5

4.

Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga

Tahapan Produksi...

24

5.

Kurva Permintaan Asal, Permintaan Turunan, Penawaran

Asal dan Penawaran Turunan...

43

6.

Tahapan Analisis Produksi dan Pemasaran Komoditas

Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota...

49

7.

Saluran Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota

Tahun 2009...

113

(20)

Nomor

Halaman

1.

Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi

Komoditas Gambir dengan Uji Statistik F dan Uji t...

151

2.

Hasil Uji Asumsi OLS pada Model Fungsi Produksi

Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota...

153

3.

Hasil Pengujian Skala Usahatani pada Model Fungsi Produksi

Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota...

155

4.

Hasil Analisis Keterpaduan Pasar

Komoditas Gambir di

Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 1994 – 2007...

156

5.

Data untuk Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di

Kabupaten

Lima

Puluh Kota Tahun 1994 – 2007...

158

6.

Data Primer untuk Analisis Produksi Usahatani Gambir

Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun

2009... 159

(21)

1.1. Latar Belakang

Sumatera Barat adalah barometer produksi gambir Indonesia karena

merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas

daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar dan potensi

pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam

berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan

rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama

provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera

Barat, disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di

provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera

Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al.

2007). Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani gambir juga merupakan

mata pencaharian bagi lebih kurang 125 000 kepala keluarga petani atau sekitar

15 persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati, 2004).

Luas areal dan produksi gambir di Sumatera Barat (Sumbar) menurut data

Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar, untuk tahun 2005 adalah 19 658 hektar

dengan produksi total mencapai 13 249 ton. Daerah penghasil utama tanaman ini

adalah Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat 11 daerah tingkat dua, dari 19

kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumbar, yang memproduksi gambir.

Gambar 1 memperlihatkan perkembangan luas areal tanam gambir di Sumbar dan

(22)

Total luas tanaman gambir di Sumbar cenderung mengalami peningkatan,

walaupun pada tahun 2003 mengalami penurunan 10.93 persen dibandingkan

tahun 2002. Menurut Dinas Perkebunan Sumbar hal ini disebabkan banyaknya

lahan baru untuk penanaman gambir pada tahun 2002 namun mengalami

kegagalan, sehingga luas areal tanaman gambir mengalami penurunan pada tahun

2003 (Gambar 1). Sedangkan dari Gambar 2, terlihat bahwa produksi gambir

Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikan produksi

dari tahun 2001 ke tahun 2007 sebesar 23.91 persen.

21812 16811 19350 19121 19851,75 19457 19427 16145

12612 13286 13306

13749,75 13156 13261 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun Hektar

Luas areal gambir Sumbar Luas areal gambir 50 Kota

Sumber: BPS, 2007b

Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Tanam Gambir di Sumatera Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007

Tahun 2006 produksi gambir Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai 9 181

ton atau naik 4.08 persen dari tahun 2005 dengan luas areal tanam gambir

mencapai 13 156 ha. Luas areal perkebunan gambir di Kabupaten Lima Puluh

Kota pada tahun 2007 mencapai 13 261 ha atau 68.53 persen dari total luas areal

(23)

gambir Sumbar yang mencapai 13 115 ton, sekitar 70.45 persennya atau sebanyak

9 240 ton merupakan hasil produksi gambir dari kabupaten ini.

10584 10729

12346 12436

13249 12973 13115

9240 9181 8821 8451 8443 8505 8444 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000 14000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun Ton

Produksi gambir Sumbar Produksi gambir 50 Kota

Sumber: BPS, 2007b

Gambar 2. Perbandingan Produksi Gambir Sumatera Barat dengan Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007

Gambir yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagai salah satu daerah

tingkat dua penghasil gambir yang ada di Sumbar, memiliki karakteristik yang

relatif sama dengan gambir yang diproduksi di daerah tingkat dua lainnya.

Karakteristik yang dimaksud meliputi produk, pola usahatani yang dilakukan oleh

petani produsen, proses budidaya, pengolahan serta kegiatan panen dan

pascapanen. Perkebunan gambir yang ada di Sumbar semuanya merupakan

perkebunan rakyat, yang tahap proses produksinya mulai dari budidaya dan

pengolahan dilakukan dengan cara tradisional. Teknologi produksi dan

pengolahan gambir yang digunakan masih sangat sederhana dan dengan

keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun antargenerasi, menyebabkan

tingginya variasi gambir kering yang dihasilkan petani, bervariasi dari segi bentuk

(24)

Produk gambir yang dijual petani masih dalam bentuk gambir mentah

karena belum memiliki standar kualitas yang jelas, baik standar menurut pasar

atau pun standar menurut orientasi kegunaan dan pemakaiannya. Belum ada

investor yang mencoba mengelola potensi usaha perkebunan gambir maupun

pengolahan pascapanennya. Oleh karena itu, meskipun gambir merupakan salah

satu komoditas perkebunan rakyat yang menjadi produk andalan Kabupaten Lima

Puluh Kota dan sekaligus sebagai daerah sentra produksi untuk Sumbar, namun

industri gambir masih tergolong dalam industri rumahtangga yang dikelola secara

tradisional. Produksi gambir yang dilakukan petani produsen dengan

menggunakan teknologi dan peralatan sederhana ini menyebabkan produktivitas,

mutu serta pendapatan petani masih rendah.

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan komoditas gambir di Indonesia dan Kabupaten Lima Puluh

Kota khususnya, masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan

pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Sejalan dengan berkembangnya

jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku dari gambir, maka kebutuhan

akan gambir dalam industri akan semakin meningkat pula. Sebagai contoh, India

membutuhkan 6 000 ton gambir kering setiap tahunnya (Tinambunan, 2007).

Berdasarkan data ekspor impor Sumbar untuk tahun 2006 dan 2007, ekspor

gambir kering dari pelabuhan Teluk Bayur berturut-turut mencapai 36 003 ton

dan 471 000 ton dengan nilai transaksi USD 48 738 dan USD 829 565 (BPS,

2008d). Ini belum termasuk jumlah produksi gambir asal Sumatera Barat yang di

(25)

Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai sentra utama tanaman gambir di

Sumatera Barat, belum mampu memberikan sumbangan atau pendapatan yang

berarti, baik bagi daerah maupun bagi petaninya sendiri. Nazir (2000),

mengemukakan bahwa sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi

dalam pengembangan gambir yaitu dari segi teknologi bercocok tanam,

pengolahan pascapanen, perencanaan bisnis dan pemasaran, serta aspek sosial

ekonomi budaya. Hal ini terlihat jelas dari cara bercocok tanam petani yang masih

tradisional, jenis dan mutu produk tidak banyak mengalami perubahan dari waktu

ke waktu. Agar produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat

diperbaiki yang memungkinkan akses ke pasar menjadi lebih baik, diperlukan

kegiatan identifikasi, analisis permasalahan gambir dan sistem usahatani gambir

di lapangan.

Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar

negeri, belum diikuti oleh peningkatan produktivitas maupun pendapatan petani,

meskipun sudah ada peningkatan luas areal maupun produksi.

0,674 0,523 0,723 0,702 0,642 0,635 0,635 0,674 0,632 0,478 0,618 0,505 0,400 0,450 0,500 0,550 0,600 0,650 0,700 0,750

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Ta hun

(ton/ha )

Sumber: BPS, Diolah dari Data Produksi Gambir Tahun 1996– 2007

(26)

Gambar 3 memperlihatkan tingkat produktivitas gambir di Lima Puluh Kota

yang diolah dari data BPS dari tahun 1996 – 2007. Produktivitas gambir daerah

ini masih dibawah rata-rata produktivitas yang seharusnya, seperti hasil penelitian

yang dikemukakan Ermiati (2004). Tingkat produktivitas panen untuk gambir

kering mencapai 0.75 ton per hektar untuk petani yang memanen kurang dari 3

kali setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gambir di daerah ini masih

memiliki potensi untuk ditingkatkan.

Salah satu indikator dari efisiensi adalah respon jumlah produksi terhadap

perubahan jumlah faktor produksi. Jika dalam kegiatan produksi persentase

tambahan jumlah produksi lebih besar daripada persentase tambahan faktor

produksi yang digunakan, maka kegiatan produksi yang demikian akan menuju

pada produksi yang efisien, begitu juga sebaliknya. Dari permasalahan di atas

muncul pertanyaan yang perlu dijawab yaitu apakah pengalokasian faktor-faktor

produksi dalam usahatani gambir sudah efisien.

Perkembangan areal tanam dan produksi gambir telah menarik banyak pihak

untuk terlibat dalam proses pemasarannya. Ada banyak pedagang, lembaga

pemasaran maupun pemerintah, dengan kepentingannya masing-masing ikut

berperan dalam pemasaran gambir. Sementara mutu gambir yang dihasilkan

petani belum memiliki standar yang jelas. Hal ini akan mempengaruhi proses

pemasarannya karena mekanisme pembentukan harga komoditas gambir di pasar

akan berdampak langsung pada perilaku partisipan yang terlibat dalam

perdagangan komoditas ini. Eksportir, pedagang lokal, pedagang pengumpul dan

petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga. Seberapa besar

(27)

pada kekuatan masing-masing pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran

gambir itu sendiri.

Keadaan pasar gambir seperti yang digambarkan di atas berpotensi

menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani produsen. Pola pemasaran yang

terjadi akan cenderung tidak terorganisir karena melibatkan pelaku pemasaran

yang banyak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Pola pemasaran gambir

yang ada sekarang adalah melalui pedagang pengumpul, pedagang besar dan

eksportir, merupakan pola pemasaran gambir yang secara tradisional masih tetap

bertahan sampai saat ini.

Daya tawar petani juga cenderung rendah karena jumlah petani sangat

banyak dan tersebar di berbagai wilayah, belum adanya koordinasi dan kerjasama

antarpetani, persaingan pasar yang semakin kompetitif, lokasi konsumen akhir

gambir yang jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai

distribusi yang jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku gambir,

ditambah lagi dengan masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di

atas. Petani tidak akan menjadi penentu harga. Perilaku harga akan cenderung

didominasi oleh kepentingan pedagang besar dan eksportir.

Jumlah petani gambir di wilayah Lima Puluh Kota mencapai 9 056

rumahtangga petani (BPS, 2003), yang tersebar di beberapa kecamatan dengan

pola usahatani tradisional berskala rumahtangga, berhadapan dengan pedagang

dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran gambir yang jumlahnya

jauh lebih sedikit. Hal tersebut mengindikasi bahwa pasar gambir bersifat

oligopsoni. Selama ini hasil panen hanya ditampung oleh pedagang besar atau

(28)

memperdagangkan gambir keluar wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota atau ke

pasar luar negeri. Saluran pemasaran gambir yang terbentuk cenderung dikuasai

oleh pedagang pengumpul. Dengan pola distribusi yang demikian, dimana

informasi harga di tingkat eksportir/importir tidak diketahui dengan jelas, harga

gambir bisa berubah dengan cepat dan cenderung fluktuatif yang menimbulkan

ketidakpastian bagi petani. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang muncul yang

perlu dijawab adalah bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir,

apakah kegiatan pemasaran gambir sudah efisien.

Analisis dengan menggunakan pendekatan SCP (

Structure-Conduct-Performance) bisa memberikan alternatif solusi bagi permasalahan di atas, yang

terjadi dalam pasar gambir. Pemahaman yang menyeluruh tentang bagaimana

struktur pasar mempengaruhi mekanisme pembentukan harga dan perilaku

partisipan dalam pasar gambir serta pengaruhnya pada kinerja pasar gambir akan

didapatkan dengan pendekatan analisis ini.

Permasalahan dalam penelitian ini dengan demikian bisa disimpulkan

sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi

gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, apakah pengalokasian faktor-faktor

produksi dalam usahatani gambir sudah efisien ?

2. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir di Kabupaten Lima

Puluh Kota, bagaimana tingkat keterpaduan pasar gambir dan apakah kegiatan

pemasaran gambir sudah efisien ?

Berdasarkan uraian di atas, serta terbukanya prospek pengembangan gambir

(29)

produksi dan pemasaran gambir. Bagaimana keterkaitan antara kegiatan produksi

gambir di tingkat usahatani (on farm) dengan pemasaran gambir sebagai

komoditas pertanian (off farm) yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem

pemasaran, serta bagaimana peranannya dalam mempengaruhi dan menentukan

harga gambir yang merupakan sinyal bagi produsen dan konsumen. Sehingga

dengan adanya penelitian ini diperoleh informasi mengenai keragaan produksi dan

pemasaran usahatani gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, sekaligus

sebagai gambaran usahatani gambir di Provinsi Sumatera Barat.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Mengacu pada permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini secara

umum adalah untuk menganalisis aspek produksi dan pemasaran komoditas

gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara spesifik tujuan penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis efisiensi alokatif penggunaan faktor-faktor produksi dalam

usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota.

2. Menganalisis efisiensi pemasaran gambir dengan menilai kinerja partisipan

yang terlibat dalam pasar gambir menggunakan pendekatan struktur, perilaku

dan keragaan pasar, serta menilai keterpaduan pasar gambir di Kabupaten

Lima Puluh Kota.

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka kegunaan atau

kontribusi penelitian yang diharapkan adalah:

1. Pada tataran ilmu pengetahuan, dengan memadukan analisis kegiatan

(30)

menjadikan Lima Puluh Kota sebagai daerah penelitian, diperoleh gambaran

dan informasi yang menyeluruh mengenai kegiatan produksi, memberikan

acuan model teoritis mengenai determinan efisiensi alokatif pada usahatani

gambir perkebunan rakyat, serta gambaran mengenai struktur pasar dan

perilaku partisipan yang dibandingkan dengan kinerja pasar yang terjadi, akan

memberikan informasi yang lengkap bagi pengambil kebijakan dalam

mengelola dan memperbaiki pasar gambir sebagai satu kesatuan dalam sistem

yang utuh, mulai dari sisi petani produsen serta dari sisi pemasaran gambir

oleh lembaga yang terlibat.

2. Sebagai landasan dan rujukan bagi pemerintah daerah dalam membuat

kebijakan guna mendorong produktivitas usahatani gambir secara

berkelanjutan, dalam rangka memperluas kesempatan kerja, peningkatan

dayasaing, serta peningkatan pendapatan petani.

3. Bagi petani sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola dan

mengembangkan usahataninya, juga sebagai masukan dan bahan

pertimbangan bagi pelaku ekonomi atau investor swasta.

4. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi kalangan akademisi dan

peneliti untuk penelitian lebih lanjut secara lebih mendalam dalam

pengembangan metodologi maupun pengembangan introduksi teknologi

gambir yang tepat guna.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi analisis produksi dan pemasaran gambir,

(31)

menggunakan regresi linear berganda dan dilanjutkan dengan uji efisiensi alokatif.

Sedangkan pendekatan struktur, perilaku dan keragaan pasar digunakan untuk

menganalisis efisiensi pemasaran gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data cross section. Fakta yang digambarkan

merupakan kegiatan dan keadaan pada saat penelitian dilakukan, selanjutnya

berdasarkan fakta tersebut dilakukan penyimpulan mengenai masalah-masalah

penelitian yang ingin dibuktikan atau dicari hubungannya. Harga input dan harga

output yang digunakan dalam analisis adalah harga yang berlaku pada saat

penelitian berlangsung, walaupun pada kenyataannya harga input dan harga

output sangat bervariasi sepanjang tahun.

Gambir merupakan tanaman perkebunanan tahunan. Gambir yang dianalisis

dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah gambir yang telah melalui proses

pengolahan menjadi produk gambir kering sehingga tidak menjelaskan hasil

produksi gambir seutuhnya yang langsung dihasilkan dari tanaman gambir. Nilai

variabel yang diuji telah disetarakan untuk satu tahun produksi, karena pada saat

penelitian berlangsung proses produksi yang dilakukan petani responden sedang

berjalan dan belum sampai satu tahun berproduksi.

Perhitungan faktor produksi, jumlah produksi dan biaya hanya diambil

untuk satu tahun sehingga biaya yang tidak dikeluarkan dalam tahun tersebut tidak

diperhitungkan sebagai biaya. Biaya bibit tidak diperhitungkan karena umur

produksi gambir lebih dari 20 tahun, sedangkan gambaran produksi gambir dari

(32)

2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir

Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati

(2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

waktu, serta tujuan penelitian yang berbeda, tapi menyimpulkan hal yang sama

tentang usahatani gambir. Bahwa masalah utama dalam pengelolaan usahatani

gambir adalah produksi, produktivitas serta mutu yang rendah. Teknologi

budidaya dan pengolahan yang dilakukan petani masih bersifat tradisional

sehingga mutu rendemen dan pendapatan petani rendah.

Yuhono (2004), meneliti pendapatan usahatani gambir di Desa Manggilang

Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat,

sebagai daerah sampel yang dipilih secara sengaja karena merupakan desa sentra

produksi gambir. Keragaan usahatani dianalisis secara deskriptif, pendapatan

usahatani dianalisis melalui analisis pendapatan. Penelitian komoditas gambir

yang dilakukan oleh Ermiati (2004), juga mengambil satu desa sebagai sampel

yaitu Desa Solok Bio-bio di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota.

Penelitiannya tentang budidaya, pengolahan hasil dan kelayakan usahatani

gambir. Beberapa hal yang dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian

keduanya adalah: (1) adopsi teknologi yang dilakukan petani masih rendah, (2)

usahatani yang dilakukan petani tergolong tidak intensif, (3) kegiatan pemupukan

dan pemberantasan hama dan penyakit belum pernah dilakukan, (4) pemeliharaan

hanya berupa penyiangan, (5) keterampilan usahatani umumnya diperoleh secara

(33)

kemampuan managerial dan kewiraswastaan juga rendah, (7) pembaharuan dan

alih teknologi sulit dilakukan, dan (8) biaya usahatani yang terbesar adalah biaya

panen dan pengolahan hasil.

Tinambunan (2007), yang melakukan penelitian tentang analisis pendapatan

usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, mengungkapkan hal yang

relatif sama dengan yang disimpulkan oleh Yuhono dan Ermiati. Bahwa walaupun

gambir termasuk salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pakpak Bharat, tetapi

prospek yang baik terhadap permintaan gambir di dalam maupun di luar negeri

belum disertai dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini

disebabkan antara lain karena terbatasnya informasi pasar, masalah pengolahan

dan modal untuk pengembangan usahatani gambir, disamping teknik budidaya

yang diterapkan belum sesuai dengan teknologi anjuran. Penelitiannya mengambil

tiga kecamatan sebagai daerah studi yang ditetapkan secara sengaja yaitu

Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kerajaan dan Tinada. Hal yang berdeda dalam

usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat adalah, produk yang dijual oleh petani di

daerah ini selain dalam bentuk gambir kering, juga dalam bentuk daun dan ranting

muda (tanpa pengolahan) dan getah basah (bubur gambir yang belum dicetak dan

dikeringkan). Hasil analisis pendapatan dari ketiga bentuk output yang dijual

petani, bentuk produk gambir kering lebih menguntungkan meskipun ada

tambahan biaya dan waktu pengolahan.

Kesimpulan mengenai kinerja usahatani gambir perkebunan rakyat, secara

umum belum diusahakan secara intensif tetapi tetap menguntungkan serta layak

untuk dikembangkan. Nilai Investasi Sekarang (Net Present Value/NPV) dari

(34)

discount factor 15 persen. Titik impas investasi (Break Even Point/BEP) 3.27

tahun dengan nilai investasi Rp 3 282 500 per hektar serta nilai R/C

(Revenue/Cost Ratio) 1.61 (Ermiati, 2004). Yuhono (2004), yang juga melakukan

penelitian usahatani gambir memperoleh R/C rasio 1.69 terhadap biaya total dan

2.11 terhadap biaya tunai, serta margin harga yang diterima petani sebesar 67

persen. Sedangkan menurut Tinambunan (2007), usahatani gambir juga layak

untuk diusahakan, dengan perolehan pendapatan bersih petani Rp 11 476 200 jika

panen dalam bentuk daun dan ranting muda, Rp 14 073 200 untuk output getah

basah, serta Rp 15 129 200 untuk menjual dalam bentuk gambir kering.

2.2. Penelitian Efisiensi Produksi pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian

Harsoyo (1999), meneliti tentang kinerja produksi dan mengukur perbedaan

efisiensi kinerja produksi salak pondoh antarpetani berdasarkan perbedaan skala

pengusahaan dan letak geografis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian

dilakukan di empat desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Pendekatan

analisis adalah model biaya dan keuntungan translog. Ia juga melakukan

pembandingan antarskala pengusahaan dan antardesa untuk memperoleh efisiensi

ekonomi relatif. Hasil analisis fungsi biaya translog menghasilkan kesimpulan

yang konsisten dengan hasil analisis fungsi keuntungan translog, bahwa kondisi

usaha dan produksi salak pondoh adalah increasing return to scale, artinya

persentase tambahan produk lebih besar daripada persentase tambahan

faktor-faktor produksi. Pengusahaan dalam skala lebih dari seribu rumpun lebih efisien

dan produksi di Desa Girikerto dan Wonokerto lebih efisien dibandingkan dua

(35)

Slameto (2003), meneliti efisiensi produksi usahatani kakao untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao di Provinsi

Lampung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yang mencakup tiga kabupaten

sebagai daerah sampel. Analisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas.

Produksi kakao rakyat sangat dipengaruhi oleh input tenaga kerja, pupuk kandang,

pestisida, luas lahan, jumlah dan umur tanaman kakao, serta penggunaan klon

unggul, seluruhnya memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Penggunaan

input produksi dapat meningkatkan produksi kakao rakyat dengan proporsi yang

sama yang ditunjukkan oleh ekonomi skala usaha yang cenderung pada kondisi

constant return to scale.

Pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas relatif sering dipakai dalam

penelitian efisiensi produksi pada berbagai usahatani komoditas pertanian. Berikut

hasil ulasan singkat beberapa penelitian menyangkut efisiensi produksi usahatani

berbagai komoditas pertanian, yaitu: (1) enam penelitian menyangkut efisiensi

produksi pada komoditas tanaman perkebunan tahunan, yaitu: salak pondoh

(Harsoyo, 1999), kakao (Slameto, 2003; Sahara et al. 2006), sawit (Hasiholan,

2005), lada (Sahara et al. 2004; Sahara dan Sahardi, 2005), (2) lima penelitian

menyangkut efisiensi produksi pada komoditas tanaman musiman, yaitu: cabai

merah (Sukiyono, 2005), ubi kayu (Asnawi, 2003), bawang merah (Suciaty,

2004), padi (Jauhari, 1999; Sahara dan Idris, 2005), melon (Yekti, 2004), dan (3)

dari sebelas penelitian tersebut hanya satu penelitian yang memakai pendekatan

(36)

2.3. Penelitian Efisiensi Pemasaran pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian

Tinambunan (2007), meneliti efisiensi pemasaran gambir di Kabupaten

Pakpak Bharat, Sumatera Utara, sedangkan Yuhono (2004), menganalisis

pemasaran gambir di Desa Manggilang, Kecamatan Pangkalan Kotobaru,

Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Keduanya sama-sama

menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share sebagai alat

analisis efisiensi pemasaran. Tinambunan menjelaskan bahwa margin pemasaran

yang terbentuk pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran

tiga macam output gambir (daun/ranting muda, bubur gambir dan gambir kering)

sudah cukup seimbang dan efisien, sedangkan bagian harga yang diterima petani

juga lebih dari 75 persen. Yuhono dengan menggunakan pendekatan yang sama,

menyebutkan bahwa saluran pemasaran gambir cukup pendek dan sederhana,

yaitu dari petani ke pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul ke

eksportir. Pendeknya rantai pemasaran membuat marjin pemasaran yang terjadi

cukup seimbang dan cukup efisien. Keduanya lebih lanjut menyebutkan,

meskipun usahatani gambir sudah menguntungkan dan layak untuk diusahakan,

serta saluran pemasaran gambir sudah efisien, akan tetapi semuanya belum tentu

dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani.

Harsoyo (1999), meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh

perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di

tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta

bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah

(37)

farmer’s share. Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah

efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa

perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat

petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis

margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta

bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen.

Hukama (2003), Kurniawan (2003) dan Slameto (2003), menggunakan

pendekatan yang lebih menyeluruh jika dibandingkan dengan Harsoyo,

Tinambunan dan Yuhono. Pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance)

digunakan dalam menganalisis efisiensi pemasaran. Hukama (2003), menganalisis

pemasaran jambu mete dengan daerah sampel dua kecamatan di Kabupaten Buton

dan satu kecamatan di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendekatan

SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang

terbentuk dan perilaku pasar, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan

keterpaduan pasar kacang mete. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah

pemasaran jambu mete belum efisien karena saluran pemasaran untuk

gelondongan maupun kacang mete masih panjang dan melibatkan banyak pelaku

pemasaran. Struktur pasar mengarah ke oligopsoni, praktek pencampuran jenis

mutu super dengan non super masih terjadi di pasar kacang mete. Keuntungan

pemasaran sebagian besar masih dinikmati oleh pedagang.Farmer’s share belum

adil jika ditinjau dari aspek resiko karena resiko paling besar ditanggung petani.

Jika ditinjau dari hasil analisis keterpaduan pasar kacang mete, dominasi

pedagang besar dalam menetapkan harga menempatkan petani sebagai penerima

(38)

Kurniawan (2003), yang meneliti kelembagaan pemasaran gaharu di

Kalimantan Timur, menggunakan pendekatan SCP untuk menganalisis perilaku

usaha pengumpul dan pedagang gaharu. Sedangkan untuk mengetahui

karakteristik kelembagaan pemasaran gaharu, dianalisis secara deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaan yang

diterapkan dalam kelembagaan pemasaran gaharu adalah sistem patron-klien,

struktur pasar gaharu baik di tingkat kelembagaan pengumpul (desa), maupun

pedagang gaharu (kota) adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah

tidak seluruh patron (pedagang) dapat mengambil keuntungan dalam pemasaran

gaharu. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien

yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada

patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard dalam kelembagaan

gaharu.

Slameto (2003), menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran kakao rakyat

di Lampung dengan pendekatan SCP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

struktur pasar cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar cenderung

terjadi transaksi pada pedagang yang sama. Harga ditentukan pedagang dan belum

dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik

dimana hubungan antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (eksportir)

kurang padu, sehingga harga yang terjadi tidak ditransmisikan secara sempurna ke

petani dan saluran pemasaran yang efisien adalah petani - pedagang pengumpul

tingkat kecamatan - eksportir.

Kesimpulan dari studi literatur menyangkut efisiensi produksi dan

(39)

yang menggabungkan sekaligus analisis produksi dan pemasaran dalam satu

penelitian, yaitu penelitian tentang komoditas salak pondoh yang dilakukan

Harsoyo (1999) dan kakao yang diteliti oleh Slameto (2003). Seperti halnya

gambir, kedua komoditas tanaman perkebunan tahunan di atas juga didominasi

oleh perkebunan rakyat yang dalam proses produksi sampai pemasarannya

dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana struktur pasar dan mekanisme

pembentukan harga yang terjadi cenderung merugikan petani produsen. Karena

itu penggabungan analisis kedua aspek (produksi dan pemasaran) dalam satu

kajian, bertujuan agar dapat memberikan alternatif solusi yang lebih menyeluruh

menyangkut semua partisipan dalam pasar, mulai dari petani, lembaga pemasaran

(40)

3.1. Teori Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi.

Terdapat berbagai macam fungsi produksi yang bisa digunakan sebagai

alternatif dalam melakukan analisis untuk mengetahui hubungan antara faktor

produksi (input) dan produksi (output), diantaranya adalah: fungsi produksi

linier, kuadratik, polinominal akar pangkat dua, eksponensial, CES (Constant

Elasticity of Substitution) dan translog. Memilih fungsi produksi apa yang

akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan banyak pertimbangan,

karena masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan keterbatasan.

Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang digunakan

dan tujuan analisis, Soekartawi (2003), juga menganjurkan tindakan berikut

dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi

masalah secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai

penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut

kemudian harus dilanjutkan dengan studi pustaka untuk melihat apakah

identifikasi masalah sesuai dengan teori yang benar yang dikombinasikan

dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3)

melakukantrial and error untuk menguatkan model yang dipakai.

Fungsi produksi eksponensial yang biasanya disebut juga dengan fungsi

Cobb-Douglas adalah fungsi yang sering dipakai sebagai model analisis

(41)

sederhana dan mudah untuk melihat hubungan input-output. Menurut Debertin

(1986), walaupun memiliki beberapa keterbatasan, penggunaan fungsi

produksi Cobb-Douglas didasarkan atas pertimbangan: (1) secara metodologis

lebih representatif dibandingkan dengan fungsi keuntungan misalnya, karena

variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, datacross section

akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi

keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih

mudah karena nilai parameter dugaan sekaligus juga menunjukkan elastisitas

produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat

diturunkan fungsi permintaan input.

Soekartawi (2003), menyebutkan ada tiga alasan pokok mengapa fungsi

Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu: (1)

penyelesaiannya relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi

yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil

pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga

menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) besaran elastisitas tersebut sekaligus

menunjukkan tingkat besaranreturn to scale.

Terlepas dari kelebihan tertentu yang dimiliki fungsi produksi

Cobb-Douglas jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, bukan berarti

fungsi tersebut sempurna. Kesulitan umum yang dijumpai dalam penggunaan

fungsi produksi Cobb-Douglas atau kelemahan dan keterbatasan fungsi ini

adalah: (1) spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas

produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga

(42)

dipakai, masalah ini sering terjadi dalam pendugaan menggunakan metode

kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada

validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap

variabel manajemen karena kadang-kadang sulit diukur dan dipakai sebagai

variabel independen dalam pendugaan karena erat hubungannya dengan

variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi

yang perlu diikuti dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, seperti misalnya

asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinyaintercept boleh berbeda,

tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa

sampel dianggapprice takers (Soekartawi, 2003).

3.1.1. Fungsi Produksi

Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat

dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi

tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan

input tetap. Menurut Debertin (1986), fungsi produksi menerangkan hubungan

teknis yang mentransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau

komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu

fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor

produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per

satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = (X1, X2, X3, ...Xn/Zn) ...(1)

dimana:

Q = Output atau produksi

(43)

Zn = Input tetap ke-n

Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berfikir

bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin

untuk memperoleh produksi yang maksimum. Gambar 4 menggambarkan

keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan

Y, dengan faktor produksi yang digunakan (X). Keterkaitan tersebut bisa

dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan

Produk Rata-rata (PR).

Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu

proses produksi. Produk Marginal (PM) menunjukkan perubahan produksi

yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan faktor produksi

variabel, sedangkan Produk Rata-rata (PR) menunjukkan besarnya rata-rata

produksi yang dihasilkan oleh setiap penggunaan faktor produksi. Berdasarkan

Gambar 4 terlihat apabila faktor produksi X terus-menerus ditambah

jumlahnya, pada mulanya pertambahan PT akan semakin banyak, tetapi ketika

mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan

semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif.

Keadaan yang menyebabkan pertambahan produksi yang semakin

melambat sebelum akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian

menurun dikenal dengan hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang

(the law of deminishing marginal return). Hubungan antara tingkat produksi

dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga

tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik

(44)

maksimum di titik B sampai hingga PT maksimum di titik C, dan (3) daerah

III adalah daerah saat PT menurun mulai dari titik C.

Sumber: Doll dan Orazem, 1984

Gambar 4. Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan Tiga Tahapan Produksi

Daerah I dikatakan irrational region karena penggunaan input masih

menaikkan PT sehingga pendapatan masih dapat terus diperbesar. Daerah II

adalah rational region karena pada daerah ini dimungkinkan pencapaian

pendapatan maksimum, pada daerah ini pula PT maksimum tercapai,

sedangkan daerah III adalah irrational region karena PT telah menurun.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada

model fungsi produksi komoditas gambir berada padarational region. A

B

[image:44.612.187.472.159.463.2]
(45)

3.1.2. Analisis Efisiensi Produksi

Istilah efisiensi dikenal dalam teori produksi. Tersedianya faktor

produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi.

Bagaimana petani melakukan usahanya secara efisien adalah upaya yang

sangat penting. Menurut Nicholson (2002), konsep efisiensi bisa dibedakan

atas efisiensi teknis, efisiensi ekonomi dan efisiensi alokasi. Menurutnya

alokasi sumberdaya disebut efisien secara teknis (technically efficient) jika

alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu produk tanpa

menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu

pengalokasian sumberdaya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk

memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi

barang-barang lainnya.

Berproduksi efisien secara teknis yaitu dengan berada pada batas

kemungkinan produksi, jika kita ingin menggambarkan efisiensi teknis secara

grafik. Sedangkan alokasi sumberdaya yang efisien secara ekonomis

(economic efficiency) adalah sebuah alokasi sumberdaya yang efisien secara

teknis dimana kombinasi output yang diproduksi juga mencerminkan

preferensi masyarakat. Agar alokasi sumberdaya menjadi efisien, harga harus

sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar

(efisiensi alokasi).

Lau dan Yotopoulus (1971), mendefinisikan efisiensi teknis sebagai

hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang

diberikan. Efisiensi harga (alokatif) didefinisikan sebagai kemampuan

(46)

produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya,

sedangkan efisiensi ekonomis adalah gabungan antara efisiensi teknis dan

efisiensi harga.

Produsen mengelola usahanya bertujuan untuk meningkatkan produksi

dan pendapatan, yang merupakan faktor penentu bagi produsen dalam

mengambil keputusan untuk usahanya. Produsen akan meningkatkan

produksinya apabila mengetahui bahwa tambahan faktor produksi yang

diberikan memberi tambahan keuntungan. Peningkatan keuntungan itu didapat

bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor

produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat

dilakukan dengan pendekatan maksimalisasi produk dengan pengeluaran biaya

tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga

dengan pendekatan maksimalisasi keuntungan dimana setiap faktor input

harus digunakan pada nilai produk marginal masing-masing faktor sama

dengan harganya.

Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi

produksi yang ada sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Sekalipun

demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi

produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu

dapat dipertanggungjawabkan, (2) bentuk aljabar fungsi produksi itu

mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah

dianalisis, dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al. 1986).

Untuk analisis fungsi produksi dengan menggunakan data survei usahatani

(47)

produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan

ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam

analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2)

sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih

beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang

hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai,

misalnya paling sedikit 40 responden (Soekartawiet al. 1986).

Metode pengukuran efisiensi dengan menggunakan fungsi produksi

yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya

adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara

metematis dituliskan sebagai berikut:

Y =

a

x

x

x

an n a a

,..., 2 1

2 1

0 ...(2)

dimana:

Y = Produksi komoditas pertanian atau output (variabel tidak bebas/dependent variable)

a0 = Konstanta atau intersep

X1, X2, Xn = Faktor produksi atau input ke-1, 2, ..., n (variabel bebas/independent variable)

a1,a2, an = Koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas

ke-1, 2, ..., n

= Gangguan stokhastik/kesalahan (disturbance term)

Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi berpangkat yang

terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel

yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang

menjelaskan X (variabel bebas). Penyelesaian hubungan antara Y dan X

(48)

variasi X (Soekartawi, 2003). Fungsi di atas dapat dilinierkan dengan

mentransformasi variabel tersebut menggunakan logaritma natural sebagai

berikut:

ln Y = lna0 +a1 ln x1 +a2 ln x2 + ... +an ln xn +ε ...……..(3)

dimana:

ln = Logaritma natural

ε = Error termataudisturbance term

Pendekatan yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis tingkat

efektivitas dan efisiensi usahatani melalui fungsi produksi adalah pendekatan

produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah

lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara

analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi

terhadap hasil produksi yang dicapai.

Mubyarto (1989), menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi dalam

usahatani pada umumnya adalah bagaimana mengalokasikan secara tepat

sumber-sumber daya atau faktor-faktor produksi yang terbatas agar dapat

memaksimumkan pendapatan. Berkaitan dengan masalah efisiensi, ada dua

pendekatan yang dapat mengukur efisiensi tersebut yakni: (1) pendekatan

produk marjinal yaitu pendekatan melalui konsep produksi marjinal mencapai

maksimum, dan (2) pendekatan efisiensi ekonomis yaitu pendekatan melalui

konsep keuntungan mencapai maksimum. Kedua pendekatan ini merupakan

cara analisis untuk mendapatkan gambaran tentang efisiensi usahatani dan

apabila efisiensi ini tercapai maka keuntungan maksimum akan tercapai,

(49)

Fungsi produksi merupakan hubungan teknis, maka fungsi produksi

dapat berubah akibat pengaruh penggunaan faktor produksi. Perubahan

tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk

kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya

penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan hasil yang tetap

dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah

artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan hasil yang bertambah

dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil

berkurang artinya penambahan satu satuan korbanan menyebabkan kenaikan

hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin

berkurang. Untuk mengetahui tingkat efisiensi alokatif penggunaan

faktor-faktor produksi pada usahatani gambir dilakukan dengan menghitung rasio

nilai produk marjinal suatu input (NPMx) dengan harga inputnya (Px).

3.2. Teori Pemasaran Komoditas Pertanian

Kegiatan produksi dan pemasaran seperti dua sisi mata uang. Upaya

peningkatan produksi dalam pengembangan suatu komoditas harus diikuti

oleh kegiatan pemasaran yang baik, karena kedua kegiatan ini merupakan satu

kesatuan yang berkaitan dan saling memperkuat. Hasil akhir dari suatu proses

produksi adalah produk atau output yang akan dijual ke konsumen/pasar.

Pemasaran adalah kegiatan yang menjembatani proses pertukaran produk dari

produsen sampai produk tersebut diterima oleh konsumen.

Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan

(50)

pemasaran yang mampu menciptakan kinerja pemasaran yang kondusif dan

efisien, akan memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1)

mendorong adopsi teknologi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta

daya saing komoditas pertanian, (2) meningkatkan kinerja dan efektivitas

kebijakan pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait dengan

program sta

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Tanam Gambir di Sumatera Barat danKabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007
Gambar 2. Perbandingan Produksi Gambir Sumatera Barat dengan KabupatenLima Puluh Kota Tahun 2001 - 2007
Gambar 3. Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 1996 –2007
Gambar 4. Produk Total, Produk Marginal, Produk Rata-Rata dan TigaTahapan Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah dan Persentase dan Persentase Jawaban Responden Terhadap Variabel Tangible Kategori Pelayanan yang Diharapkan ... Jumlah dan Persentase dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang... selaras dengan prinsip HAM yang berlaku universal, juga

Penelitian ini mencoba untuk mengindentifikasi variabel yang mempengaruhi kebijkan Dividen.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan penerapan model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan keterangan berikut:

permasalahan peserta didik kelas X SMA Negeri 1 kota Pontianak ialah pentingnya pemahaman diri mengenai tipe kepribadian dengan berbagai karakteristik kelemahan dan

Seluruh dosen program studi Diploma III Teknik Informatika fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pula rekomendasi penyempurnaan atas peraturan perundang-undangan yang menjadi referensi atau dasar hukum

Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pengangkatan dan