• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Produksi Tanaman Kedelai

Berbunga merupakan fase awal reproduktif. Fase reproduktif tanaman kedelai ditandai dengan muncul dan membuka bunga pada salah satu buku batang utama. Dilanjutkan dengan fase bunga penuh yang ditandai dengan terbukanya bunga yang terletak pada salah satu dari dua buku teratas pada batang utama, dengan daun terbuka penuh (Tjitrosoepomo, 2003).

Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rata-rata umur berbunga tanaman kedelai berpengaruh pada perlakuan jenis fungi pelarut fosfat, dosis pupuk P dan kombinasi jenis fungi – dosis pupuk P (Lampiran 16). Menurut Rinsema (1983) dalam Mujib dkk (2002), peran dari fungi yang didukung oleh pupuk SP36 yang mempunyai sifat mudah larut dalam air sehingga dapat

mempercepat waktu berbunga.

38 a 37 36 35 ab ab ab ab ab bc c c c c c 34 33 32

Kombinas i je nis fungi - dos is pupuk P

Gambar 3. Diagram Rata-rata Umur Berbunga Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05)

Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5 g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1g

M3 : Fungi PH5-5F

Umur berbunga atau munculnya bunga pertama berkisar antara 35-37 hst. Widianto (2002) juga mengatakan bahwa tanaman kedelai varietas Slamet berbunga pada umur 37 hst. Gambar 3 menunjukkan bahwa penginokulasian fungi yang dikombinasikan dengan pupuk P pada umumnya mempercepat waktu berbunga, yaitu pada 35 hst. Waktu berbunga tercepat terdapat pada perlakuan M1P1, M2P0, M2P2, M3P1 dan M3P2 dibandingkan dengan M0P0 (kontrol) yang berbunga pada 37 hst. Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa fosfat sangat berperan dalam pembentukan komponen produksi, seperti pembentukan bunga, buah dan biji. Perbedaan di antara pengaruh jenis isolat fungi, dosis pupuk P serta kombinasinya menunjukkan adanya perbedaan jumlah fosfat yang digunakan untuk menginisiasi pembentukan bunga oleh tanaman kedelai varietas Slamet.

Hasil uji Duncan terhadap umur berbunga dengan variasi jenis isolat fungi (Lampiran 16) memperlihatkan semua perlakuan inokulasi isolat fungi PH1-3F, PH1-4F dan PH5-5F memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan kontrol. Hasil uji Duncan terhadap umur berbunga dengan variasi dosis pupuk P (Lampiran 16) menunjukkan dosis pupuk P sebanyak 0,5 g (P1) dan dosis pupuk P sebanyak 1 g (P2) berbeda dibandingkan dengan kontrol.

4.2.2. Jumlah Bunga

Tanaman kedelai varietas Slamet memiliki beberapa bunga dalam satu tanaman. Bunga biasanya terdapat dalam ketiak-ketiak daun dan ujung cabang.

Tanaman kedelai varietas ini memiliki warna bunga ungu. Rata-rata jumlah bunga tanaman kedelai pada semua perlakuan berkisar antara 15,5 – 35 buah.

Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rara-rata jumlah bunga tidak berpengaruh pada perlakuan jenis isolat fungi pelarut fosfat, dosis pupuk P dan kombinasi keduanya (lampiran 17). Hal ini menunjukkan bahwa fosfat yang diserap oleh tanaman kedelai varietas Slamet hanya berperan dalam menginisiasi pembentukan bunga, tetapi tidak mempengaruhi jumlah bunga sampai terbentuk polong.

Andrianto dan Indarto (2004) menyatakan bahwa bunga yang tumbuh biasanya 3-15 kuntum bunga, tetapi hanya 50 % yang dapat membentuk polong. Penghitungan jumlah bunga dilakukan pada saat bunga telah membentuk polong.

4.2.3. Umur Panen

Umur panen merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan produktivitas kedelai. Waktu panen tanaman kedelai ditandai dengan adanya perubahan warna polong, dari kehijauan menjadi coklat kekuningan. Panen dilakukan bila lebih dari 95% polong kedelai sudah berwarna coklat kekuningan dan jumlah daun tersisa pada tanaman hanya sekitar 5-10% (Adisarwanto, 2006).

Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rata-rata umur panen tidak berpengaruh pada perlakuan jenis isolat fungi dan dosis pupuk P. Sedangkan perlakuan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P berpengaruh terhadap rata- rata umur panen (Lampiran 18).

89 88 87 b 86 85 84 83 82 81 80 ab a b a b ab b b b b b

Kombinas i je nis is olat fungi dos is pupuk P

Gambar 4. Diagram Rata-rata Umur Panen Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05) Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P

M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5 g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1g M3 : Fungi PH5-5F

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa hasil uji Duncan rata-rata umur panen pada perlakuan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P pada umumnya tidak berbeda ( =0,05) dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 18). Hal ini berarti penambahan jenis isolat fungi dan dosis pupuk P tidak mempengaruhi umur panen dibandingkan dengan kontrol.

4.2.4. Jumlah Polong

Pembentukan polong ditandai dengan terbentuknya polong sepanjang 5 mm pada salah satu dari tempat buku teratas pada batang. Selanjutnya polong akan penuh dengan ditandai adanya polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari

a

ab ab

b

tempat buku teratas pada batang utama (Pitojo, 2002). Rata-rata jumlah polong berkisar antara 6,7 – 21,2 buah (Lampiran 7).

Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rata-rata jumlah polong tidak berpengaruh pada perlakuan kombinasi jenis isolat fungi dan dosis pupuk P. Perlakuan jenis isolat fungi berpengaruh terhadap jumlah polong, hal ini berarti fosfat yang diuraikan oleh fungi dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman dalam pembentukan polong (Lampiran 19).

20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 kontrol PH1-3F PH1-4F PH5-5F

Je nis Is olat Fungi

Gambar 5. Diagram Rata-rata Jumlah Polong Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05) Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P

M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5 g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1 g M3 : Fungi PH5-5F

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa hasil uji Duncan rata-rata jumlah polong pada semua perlakuan isolat fungi PH1-3F, PH1-4F dan PH5-5F berbeda dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 18). Rata-rata jumlah polong yang

dihasilkan paling banyak diperoleh dari perlakuan inokulasi isolat fungi PH1-4F (Penicillium sp.). Hal ini menunjukkan dugaan bahwa Penicillium sp. lebih banyak dapat melarutkan fosfat yang tersedia di dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk memproduksi polong. Menurut Alexander (1997) mikroorganisme pelarut fosfat seperti fungi jenis Penicillium sp. dapat menghasilkan asam organik yang akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ dan Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan dapat diserap oleh tanaman kedelai untuk memproduksi jumlah polong.

4.2.5. Jumlah Biji

Fase mulai berbiji ditandai dengan terbentuknya biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu buku teratas dengan daun terbuka penuh. Kemudian dilanjutkan pada tahap berbiji penuh yang ditandai oleh terisinya rongga polong dengan satu biji yang berwarna hijau, pada salah satu dari empat buku batang utama teratas dengan daun terbuka penuh (Pitojo, 2002). Rata-rata jumlah biji berkisar antara 11- 35,5 buah (Lampiran 7)

Berdasarkan analisis variansi ( =0,05) rata-rata jumlah biji tidak berpengaruh pada perlakuan dosis pupuk P dan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P, Perlakuan jenis isolat fungi berpengaruh terhadap rata-rata jumlah biji (Lampiran 20). Ini membuktikan bahwa penginokulasian fungi mampu mengambil fosfat yang kurang tersedia di dalam tanah menjadi tersedia di dalam tanah, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman kedelai varietas Slamet untuk

a

a a

b

pembentukan biji dan pekembangan biji hingga masak. Menurut Sujito (1989), Fungi dapat meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47 % di tanah masam.

Hasil uji Duncan (Gambar 6) memperlihatkan bahwa pada perlakuan fungi PH1-3F, PH1-4F dan PH5-5F berbeda dibandingkan kontrol (Lampiran 20). Rata- rata jumlah biji tertinggi adalah isolat PH1-4F (Penicilium sp.), walaupun tidak berbeda nyata dengan PH1-3F dan PH5-5F. Penicilium sp. menunjukkan pengaruhnya dalam pembentukan biji. Menurut Dasumiati (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fosfat yang dilarutkan fungi juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman dalam pengisian polong atau pembentukan biji. 35 30 25 20 15 10 5 0 kontrol PH1-3F PH1-4F PH5-5F

Je nis Is olat Fungi

Gambar 6. Diagram Rata-rata Jumlah Biji Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05)

Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1g M3 : Fungi PH5-5F

4.2.6. Bobot 100 Biji

Bobot 100 biji tanaman kontrol dan tanaman yang diberi perlakuan jenis isolat fungi pelarut fosfat dan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P berkisar antara 7,1–11,6 g/100 biji (Lampiran 7). Menurut Sunarto (1995) ukuran biji kedelai varietas Slamet berkisar 12,5 g/100 biji.

Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rata-rata bobot 100 biji tidak berpengaruh pada perlakuan dosis pupuk P dan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P. Perlakuan jenis isolat fungi berpengaruh terhadap bobot 100 biji (Lampiran 21). 3.5 a 3 ab 2.5 b 2 1.5 c 1 0.5 0 kontrol PH1-3F PH1-4F PH5-5F

Je nis Is olat Fungi

Gambar 7. Diagram Rata-rata Bobot 100 Biji Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05) Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P

M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5 g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1 g M3 : Fungi PH5-5F

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa hasil uji Duncan rata-rata bobot 100 biji pada perlakuan isolat PH5-5F berbeda dengan kontrol. Rata-rata bobot 100

biji pada perlakuan isolat PH1-3F dan PH1-4F berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 21). Dalam penelitian ini bobot biji yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Dasumiati (2008) bahwa ukuran biji kedelai yang diinokulasi fungi pelarut fosfat berkisar 13,94 g/100 biji -16,23 g/100 biji. Hal ini karena jenis tanah dan fungi yang digunakan berbeda sehingga kemampuan fungi untuk berkembang di tanah tersebut berbeda serta kemampuan melarutkan fosfat di dalam tanah juga berbeda.

4.2.7. Produksi (Bobot Total Biji Per Tanaman)

Produksi biji adalah bobot total biji tiap tanaman. Bobot biji tanaman kedelai dalam penelitian ini berkisar antara 0,87 – 3,3 g (Lampiran 7). Berdasarkan hasil analisis variansi ( =0,05) rata-rata bobot total biji tidak berpengaruh pada perlakuan dosis pupuk P dan kombinasi jenis isolat fungi – dosis pupuk P, sedangkan rata-rata bobot total biji berpengaruh pada perlakuan jenis isolat fungi (Lampiran 22). Namun, produksi kedelai yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan subur.

ab b c 3 a 2. 5 2 1. 5 1 0. 5 0 kontrol PH1-3F PH1-4F PH5-5F

Je nis Is olat Fungi

Gambar 8. Diagram Rata-rata Bobot Total Biji Per Tanaman Kedelai Huruf yang sama pada puncak batang menunjukkan tidak berbeda nyata ( =0,05) Keterangan : M0 : Tanpa fungi (Kontrol) P0 : Tanpa dosis pupuk P

M1 : Fungi PH1-3F P1 : Dosis Pupuk P 0,5 g M2 : Fungi PH1-4F P2 : Dosis Pupuk P 1 g

M3 : Fungi PH5-5F

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa hasil uji Duncan rata-rata bobot total biji pada perlakuan isolat PH5-5F berbeda dengan kontrol. Rata-rata bobot total biji pada perlakuan isolat PH1-3F dan PH1-4F berbeda dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 22). Hal ini menandakan bahwa fosfat yang terikat pada tanah dapat diuraikan fungi dan diserap oleh tanaman untuk meningkatkan komponen produksi. Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa P sangat berperan dalam pembentukan komponen produksi, seperti pembentukan bunga, buah dan biji.

Dokumen terkait