• Tidak ada hasil yang ditemukan

A1 A2 A3 A4 15 a 0 b 5 a 0 b 0 b 40 A 20 B 10 B 0 C 0 C 70 A 50 B 40 B 0 C 5 C 85 A 60 B 55 B 5 C 10 C 90 A 70 B 60 B 5 C 10 C 90 A 80 A 60 B 5 C 10 C

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (notasi huruf kecil) dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan III (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan A1, A3, dan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A0 dan A2, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 15%, kemudian perlakuan A2 sebesar 5%, sedangkan yang terendah pada perlakuan A1, A3 dan A4 sebesar 0%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan IV (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 40%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 dan A4 sebesar 0%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan V (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 70%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 0%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan VI - VII (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90% pada pengamatan VII sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan VIII (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A0 dan A1, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90% pada pengamatan VII sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%.

Dari Tabel 1, terlihat bahwa pemberian jamur antagonisme T. harzianum dapat menghambat pertumbuhanF.oxysporum Schlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd. et Hans. Keadaan ini ditunjukkan oleh rendahnya persentase serangan penyakit layu Fusarium pada masing-masing perlakuan. Persentase serangan penyakit tertinggi pada perlakuan A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5 %, dan A4 sebesar 10 %, dibandingkan perlakuan A0 sebesar 90% dan A1 sebesar 80%. Hal ini dikarenakan jamur antagonisme T. harzianum dapat menekan perkembangan jamur F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans. Hal ini sesuai dengan Sinulingga (1989) yang menyatakan bahwa Trichoderma dapat

0 0 15 40 70 85 90 90 0 0 0 20 50 60 70 80 0 0 5 10 40 55 60 60 0 0 0 0 0 5 5 5 0 0 0 0 5 10 10 10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

I II III IV V VI VII VIII

Pengamatan Pe rs en ta se S er an ga n (% ) A0 A1 A2 A3 A4

merupakan mekanisme pengendalian hayati, yang berlangsung dengan cara antibiosis, parasistisme, dan kompetisi.

Gambar 6. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Persentase Serangan

Penyakit Layu Fusarium(F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase serangan penyakit layu Fusarium tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 90% pada pengamatan VII dan VIII. Hal ini menunjukkan bahwa serangan penyakit layu Fusarium sangat tinggi di lapangan. Tingginya serangan dimulai dari pengamatan III dan terus meningkat hingga pengamatan VIII. Pada perlakuan A3 dan A4 mampu menekan serangan penyakit 80% hingga 85%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moekasan, dkk, (2000) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi melalui bibit, gejala serangan mulai terlihat pada umur 7 - 14 hari setelah tanam. Sedangkan jika terinfeksi melalui tanah, gejala serangan mulai terlihat pada umur > 30 hari sesudah tanam.

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase serangan penyakit layu Fusarium pada perlakuan A3 (kerapatan T. harzianum 108 konidia/liter air)

lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A4 (kerapatan T. harzianum 1010 konidia/liter air). Hal ini disebabkan pengaruh faktor lingkungan (terutama pengaruh curah hujan dan ketersediaan kandungan air) yang berpengaruh terhadap perkembangan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., berbeda pada masing-masing polibag. Pada saat penelitian dilaksanakan, keadaan curah hujan pada bulan Juni-Agustus 2008 selalu berubah-ubah (Lihat Lampiran 17). Ditambah lagi penyiraman yang dilakukan menggunkan gembor dengan ukuran 1 gembor yang berukuran standard/4 polibag. Hal ini sesuai dengan literatur Walker (1969) yang menyatakan bahwa penyakit ini dapat berkembang dengan baik pada suhu tanah 21-33oC. Suhu optimumnya adalah 28o C. Sedangkan curah hujan dan kelembaban tanah yang membantu tanaman, ternyata juga membantu perkembangan penyakit. Curah hujan yang dikehendaki adalah 1.500 - 2.500 mm/tahun. Penyakit ini juga dapat berkembang dengan baik pada kelembaban 70 90%.

2. Intensitas Serangan Pada Umbi Bawang Merah (%)

Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit layu Fusarium dapat dilihat pada lampiran 13. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Setelah Panen Perlakuan Rataan A0 A1 A2 A3 A4 77,83 A 54,31 B 48,86 B 1,73 C 5,32 C

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase serangan pada semua perlakuan (A1, A2 A3, dan A4) berbeda sangat nyata dengan perlakuan A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, sedangkan yang terendah pada perlakuan A1, A3 dan A4 sebesar 1,73%.

Dari tabel 2 di atas dapat juga dilihat bahwa perlakuan A3 berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan A0, A1, dan A2. Tetapi perlakuan A3 tidak berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan A4. Intensitas serangan penyakit pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%.

Dari tabel 2 juga terlihat bahwa pemberian T. harzianum dengan kerapatan 108 konidia/liter air dan 1010 konidia/liter air lebih efektif untuk mengendalikan layu fusarium bila dibandingkan dengan pemberian T. harzianum dengan kerapatan 104 konidia/liter air dan 106 konidia/liter air. Keadaan ini ditunjukkan oleh rendahnya intensitas serangan penyakit pada perlakuan A3 (kerapatanT. harzianum108konidia/liter air) sebesar 1,73% dibandingkan dengan perlakuan A0 (kontrol) sebesar 77,83%. Berdasarkan uji beda jarak rata-rata Duncan, semua perlakuan berbeda sangat nyata. Hal ini terjadi karena jamur T. harzianum dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan yang kurang baik, dan mempunyai pertumbuhan yang cepat pada tanah. Dalam proses kompetisi,

77,83 54,31 48,86 1,73 5,32 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A0 A1 A2 A3 A4 Perlakuan In te ns ita s Se ra ng an

Trichoderma memiliki kemampuan memperebutkan tempat dan sumber makanan dalam tanah atau sekitar perakaran tanaman (rizosfer). Hal ini sesuai dengan pendapat Sinulingga (1989) yang menyatakan bahwa dalam keadaan lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, Trichoderma akan membentuk klamidospora sebagai propagul untuk bertahan. Propagul ini akan tumbuh dan berkembang biak kembali apabila lingkungan kembali normal.

Gambar 7. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Intensitas Serangan Penyakit

Layu Fusarium(F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa intensitas serangan penyakit layu Fusarium tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, dan terendah terdapat pada perlakuan A3, sebesar 1,73%. Hal ini menunjukkan bahwa serangan penyakit layu Fusarium sangat tinggi di lapangan. Namun, dalam serangan penyakit yang sangat tinggi ini pada perlakuan A3 dan A4 mampu menekan serangan penyakit 72,51% hingga 76,10%. Hal ini dapat terjadi karena Trichoderma memperebutkan tempat dan sumber makanan dalam tanah atau sekitar perakaran tanaman (rizosfer), mengeluarkan antibiotik atau metabolisme yang menghambat kegiatan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., dan menghancurkan dinding miselium parasit, yang dapat dihubungkan

memarasit secara langsung terhadap patogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chet (1987) yang menyatakan bahwa di alam, jamur antagonis dapat berinteraksi dengan jamur lain yang diekspresikan dalam aktifitas mikoparasitisme (hiperparasitisme), kompetisi, serta antibiosis dan lisis.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa adanya hubungan antara data persentase serangan pada daun dan intensitas serangan pada umbi. Pada tabel 1 (Pengamatan VIII) menunjukkan bahwa rata-rata persentase serangan pada daun untuk perlakuan A0 sebesar 90%, A1 sebesar 80%, A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5%, dan A4 sebesar 10%. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan pada umbi untuk perlakuan A0 sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86%, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%.

3. Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)

Hasil pengamatan produksi umbi bawang merah dapat dilihat pada lampiran 14 di bawah ini. Dari hasil analisa sidik ragam, dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Beda Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)

Perlakuan Rataan A0 A1 A2 A3 A4 0,05 B 0,18 B 0,21 B 0,48 A 0,49 A

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar 45 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar

0,05 0,18 0,21 0,48 0,49 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 A0 A1 A2 A3 A4 Perlakuan P ro du ks i U m bi (K g/ P lo t)

0,06 kg/plot. Hal ini terjadi karena persentase serangan dan intensitas serangan layu Fusarium pada A4 sangat rendah.

Pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa produksi umbi bawang merah pada perlakuan A4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A2, A1, dan A0 tetapi tidak berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 0,49 kg/plot dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu sebesar 0,05 kg/plot. Perlakuan A0 (kontrol) tanpa perlakuan mengakibatkan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., terus menyerang tanaman bawang merah yang akhirnya tanaman menjadi mati. Pada perlakuan A4 produksi lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan persentase dan intensitas serangan layu Fusarium pada perlakuan A4 sangat rendah.

Gambar 7. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Produksi Umbi Bawang Merah

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa rata-rata produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar 0,49 kg/plot, dan yang terendah terdapat pada

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase dan intensitas serangan layu Fusarium pada perlakuan A4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A3. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah umbi pada masing-masing tanaman bawang merah. Hal ini sesuai dengan literatur Sunarjono,dkk(1995) yang menyatakan bahwa jumlah umbi pada masing-masing tanaman bawang merah varietas kuning adalah 7-12 umbi/tanaman.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa adanya hubungan antara data persentse serangan pada daun, intensitas serangan pada umbi, dan produksi umbi. Pada tabel 1 (Pengamatan VIII) menunjukkan bahwa rata-rata persentase serangan pada daun untuk perlakuan A0 sebesar 90%, A1 sebesar 80%, A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5%, dan A4 sebesar 10%. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan pada umbi untuk perlakuan A0 sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86%, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata produksi umbi untuk perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot, A1 sebesar 0,18 kg/plot, A2 sebesar 0,21 kg/plot, A3 sebesar 0,48 kg/plot, dan A4 sebesar 0,49 kg/plot. Pada perlakuan A3 dan A4 dilihat bahwa rata-rata persentase serangan dan intensitas serangan pada perlakuan A3 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan A4, tetapi rata-rata produksi umbi pada perlakauan A3 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A4. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah umbi yang dihasilkan tanaman.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp.cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90%, dan persentase serangan terendah terdapat pada perlakuan A3 dan A4 sebesar 0%. 2. Intensitas serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae

(Hanz.) Snyd. et Hans.) tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 77,83%, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan A4 sebesar 1,73%. 3. Produksi umbi bawang merah tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar

0,49 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot.

4. Kerapatan T. harzianum yang efektif mengendalikan serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) adalah perlakuan A3 (kerapatan T. harzianum 108 konidia/ liter air), kemudian perlakuan A4 (kerapatanT. harzianum1010konidia/ liter air).

5. Serangan Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans. pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dapat ditekan dengan penggunaanTrichoderma harzianum.

Saran

Melihat kemampuan jamur antagonis T. harzianum dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium (F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.) pada tanaman bawang merah, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai

Dokumen terkait