• Tidak ada hasil yang ditemukan

dn ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian

4.1.7 Produktivitas berat biji tanaman kacang hijau ( Vigna radiata L.)

Berat biji tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) setelah panen dilakukan pengamatan dan uji statistik untuk melihat pengaruh perlakuan pemberian biofertilizer (1:15) dengan variasi dosis dan frekuensi. Pengamtan dilakukan dengan cara menimbang berat biji yang sudah dikupas dari polongnya menggunakan timbangan digital dengan nilai akurasi 0,1 g. Dari hasil pengamatan diuji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnow, didapatkan nilai signifikasi tiap perlakuan p lebih dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal (lampiran 4). Hasil uji homogenitas menggunakan Levene Test, berat biji pada variasi interaksi dosis dan frekuensi pemupukan didapatkan nilai signifikasi 0,573 yang berarti data tersebut homogen. Selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu arah menunjukkan nilai signifikasi 0,000, artinya H0 ditolak yaitu terdapat pengaruh variasi interaksi dosis dan frekuensi terhadap berat biji tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Kemudian dilakukan uji Duncan untuk menunjukkan perbedaan antar perlakuan (lampiran 4). Berikut disajikan tabel dan diagram berat biji tanaman kacang hijau pada variasi interaksi dosis dan frekuensi biofertilizer (1:15) beserta nilai efektivitas tiap perlakuan.

Tabel 4.8 Rata-rata variasi int Perlakuan K-K+ P1a P1b P1c P2a P2b P2c P3a P3b P3c Keterangan : Rata-ra signifika dihitung Gambar 4.8 Diagram (1:15) t Keterangan : K-: K frekuensi 5 mL P2b: D tiga ka 0 10 20 30 40 50 60 K- K+ B er at B ij i (g)

rata berat biji tanaman kacang hijau (Vigna radi si interaksi dosis dan frekuensi pemupukan serta

Rata-rata berat biji (g) Nilai Ef 22,48±7,09abc 39,97±8,63d 19,65±8,95ab 28,14±8,39c 17,03±6,70a 25,41±10,12bc 25,75±8,09bc 25,99±11,13bc 24,79±10,38bc 22,50±9,75abc 29,14±10,70c

-rata yang diikuti notasi huruf (a,b,c) menunj nifikan pada uji Duncan dengan taraf 0,05; N

tung dari rumus RAE (lampiran 5)

gram pengaruh variasi interaksi dosis dan frekue

15) terhadap berat biji tanaman kacang hijau (Vigna radi Kontrol Negatif; K+: Kontrol Positif; P1a

kuensi satu kali; P1b: Dosis 5 mL frekuensi dua L frekuensi tiga kali; P2a: Dosis 10 mL frekue 2b: Dosis 10 mL frekuensi dua kali; P2c: Dosis 10

kali; P3a: Dosis 15 mL frekuensi satu kali; P3b:

K+ P1a P1b P1c P2a P2b P2c P3a

Interaksi Dosis dan Frekuensi Pemupukan

60

gna radiata L.) pada rta nilai efektifitas Efektifitas (%) -–16,16 32,37 –31,19 16,74 18,72 20,05 13,19 0,11 38,09 enunjukkan beda ; Nilai efektifitas kuensibiofertilizer Vigna radiataL.) 1a: Dosis 5 mL dua kali; P1c: Dosis rekuensi satu kali; s 10 mL frekuensi P3b: Dosis 15 mL

P3a P3b P3c

kan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pertumbuhan tinggi batang tanaman kacang hijau (Vigna radiataL.)

Pertumbuhan merupakan peningkatan tinggi tanaman, panjang, lebar, dan luas daun, serta berat kering masing-masing organ yang meliputi akar, batang, daun, dan buah (Noggle dan Fritz, 1983). Pertambahan tinggi tanaman merupakan bentuk peningkatan pembelahan sel-sel akibat adanya asimilat yang meningkat (Harjanti, et al., 2014). Parameter tinggi batang diukur secara berkala pada saat tanaman berumur 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam. Pada hasil pertumbuhan tinggi batang tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) pada umur satu sampai enam minggu setelah tanam, menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat atau linier yang ditunjukan pada grafik gambar 4.1. Pertumbuhan tertinggi tinggi batang tanaman kacang hijau terdapat pada perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia) yaitu sebesar 63,70 cm, hal tersebut berarti bahwa perlakuan K+ lebih baik dibandingkan dengan perlakuanbiofertilizer(1:15).

Analisis data secara statistik pada data pertumbuhan tinggi batang akhir, diketahui bahwa biofertilizer (1:15) berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi batang tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Meskipun pada pengamatan, perlakuan K+ menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pemberian biofertilizer(1:15), namun pada uji lanjutan dapat diketahui bahwa perlakuan P3a, P3b, dan P3c yang merupakan perlakuan dengan pemberian biofertilizer (1:15) yaitu dosis 15 mL dengan frekuensi pemberian secara berurutan yaitu tiga kali, dua kali, dan satu kali, menunjukkan nilai yang tidak signifikan terhadap perlakuan K+. Hal itu berarti ketiga perlakuan biofertilizer (1:15) tersebut tidak

62

memiliki beda nyata terhadap perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia) atau bisa juga berarti pertumbuhan tinggi batang antara perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia) dan perlakuan biofertilizer (1:15) pada dosis 15 mL memiliki hasil yang hampir sama. Sesuai dengan penelitian Chusnia (2012) yang menunjukkan hasil pemberian pupuk hayati pada konsentrasi 15 mL dengan tiga kali pemupukan per tanaman memberikan nilai tertinggi pada tinggi batang tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) yang ditanaman pada media tanam berupa tanah dalam polybag.

Menurut Champbellet al. (2003),biofertilizer mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N, P, dan K. Menurut Meirina (2011), unsur N, P, dan K diserap oleh tanaman dan digunakan untuk proses metabolisme di dalam tanaman tersebut. Suplai hara yang cukup membantu terjadinya proses fotosintesis dalam tanaman menghasilkan senyawa organik yang akan diubah dalam bentuk ATP saat berlangsungnya respirasi, selanjutnya ATP ini digunakan untuk membantu pertumbuhan tanaman.

Unsur N (Nitrogen) merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar (Chusnia, 2012).

Unsur P (Fosfor) merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel yang berperan penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem, pertumbuhan jaringan muda dan akar, mempercepat

Unsur K (Kalium) sangat penting dalam proses metabolisme tanaman, kalium juga penting di dalam proses fotosintesis karena bila kalium kurang pada daun maka kecepatan asimilasi CO2 akan menurun, meningkatkan resistensi terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji atau buah (Jumani dalam Chusnia 2012).

Perlakuan biofertilizer (1:15) lainnya yaitu P1a, P1b, P1c, P2a, P2b, dan P2c menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia), yang berarti bahwa keenam perlakuanbiofertilizer(1:15) tersebut berbeda nyata terhadap K+ (pemberian pupuk kimia). Selain itu, pertumbuhan tinggi batang tanaman kacang hijau (Vigna radiataL.) terendah terdapat pada perlakuan K- (tanpa pemberian pupuk, hanya air) dengan rata-rata sebesar 43,87 cm, yang berarti bahwa tanaman kacang hijau tanpa pemberian pupuk memiliki pertumbuhan yang kurang baik jika dibandingkaan dengan tanaman kacang hijau yang diberibiofertilizer(1:15) dan pupuk kimia. Menurut Nyoman (2002), ketika suatu tanaman mengalami kekurangan hara, gejala yang terlihat meliputi terhambatnya pertumbuhan akar, batang, dan daun, sehingga hasil yang diperoleh akan turun.

Selain faktor tersedianya hara mineral, pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga dipicu oleh faktor lain, salah satunya adalah fitohormon yang dihasilkan baik dari mikroba tanam maupun biofertilizer. Fitohormon yang berasal dari inokulan berperan meregulasi pertumbuhan bibit (Chusnia, 2012). Hal tersebut diperkuat oleh Maslahatin (2013) yang menyatakan bahwa formulasi biofertilizer yang salah satunya terdiri atas Azotobacter sp. merupakan salah satu

64

rhizobakteria yang dikenal sebagai PGPR (Plant Growt Promoting Rhizobacteria) yaitu bakteri yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman karena mampu memfiksasi nitrogen dan memproduksi fitohormon, antara lain auksin (IAA), sitokini, dan giberelin (GA).

Auksin atau yang bisa disebut dengan asam indolasetat (IAA) merupakan hormon yang memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar secara utuh, membantu pertumbuhan kuncup atau daun muda, dan berfungsi sebagai herbisisda bagi gulma pengganggu (Salisbury dan Ross, 1995).

Sitokinin merupakan hormon yang memacu pembelahan sel dan pertumbuhan organ, menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah penampungan hara, memacu perkembangan kuncup samping tumbuhan dikotil, serta memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil (Salisbury dan Ross, 1995).

Giberelin atau yang bisa disebut dengan asam giberelat (GA) merupakan hormon yang membantu memacu perkecambahan biji dorman dan pertumbuhan kuncup dorman, mendorong pembungaan, membantu pengangkutan makanan dan unsur mineral dalam sel, serta membantu pertumbuhan buah. Namun fungsi utama dari giberelin adalah membantu pertumbuhan pajang batang bahkan membantu pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, termasuk daun dan akar (Salisbury dan Ross, 1995).

4.2.2 Pertumbuhan jumlah daun tanaman kacang hijau (Vigna radiataL.)

Secara umum pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan jumlah dan massa sel sehingga pertumbuhan tanaman identik dengan pertambahan tinggi tanaman. Selain itu, pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan bertambahnya jumlah daun (Nitasari, 2016). Oleh karena itu, selain mengukur tinggi batang tanaman, maka ada pula parameter yang digunakan untuk pengamatan pertumbuhan yaitu jumlah daun. Pada penelitian, pertumbuhan jumlah daun pada umur satu sampai enam minggu menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat atau linier yang terlihat pada grafik gambar 4.2. Pertumbuhan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan P3c, P3b, dan P3a (pemberian biofertilizer (1:15) dengan dosis 15 mL dan frekuensi berturut-turut yaitu tiga, dua, dan satu kali) dengan rata-rata sama sebesar 51,20 helai, hal tersebut berarti bahwa pada parameter jumlah daun, perlakuan biofertilizer (1:15) menunjukkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan K+ (kontrol positif, pemberian pupuk kimia) dan K- (tanpa pemberian pupuk, hanya air) yang memiliki jumlah daun dengan rata-rata terendah yaitu 29,80 helai.

Pada analisis data parameter jumlah daun secara statistik, dapat diketahui bahwa hasil pertumbuhan jumlah daun pada perlakuan biofertilizer (1:15) yang terdiri atas P1a, P1c, P2a, P2b, P2c dan perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia) tidak signifikan terhadap perlakuan P3c, P3b, dan P3a yang memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi, hal tersebut berarti bahwa pada perlakuan tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada pertumbuhan jumlah daun tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Sedangkan pada perlakuan P1b

66

(pemberian biofertilizer 5 mL, frekuensi dua kali) dan perlakuan K- (tanpa pemberian pupuk, hanya air) menunjukkan hasil yang signifikan yang berarti bahwa perlakuan P1b dan K- berbeda nyata terhadap perlakuan P3c, P3b, dan P3a.

Jumlah daun yang semakin banyak merupakan perwujudan pertumbuhan yang baik, namun hal itu juga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman. Haryono (2012) menyatakan bahwa jumlah daun yang semakin banyak atau semakin rimbun pada tanaman memungkinkan terjadinya penaungan di antara daun yang ada. Adanya daun yang saling menaungi menyebabkan tidak semua daun yang ada dapat menangkap cahaya matahari, selanjutnya akan berpengaruh pada proses fotosintesis dan pada akhirnya akan mempengaruhi hasil fotosintesis. Dengan kata lain, apabila jumlah daun meningkat justru dapat menurunkan hasil tanaman.

4.2.3 Pertumbuhan bintil akar tanaman kacang hijau (Vigna radiataL.)

Data pertumbuhan tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) dengan parameter jumlah bintil akar menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan P3c yaitu pemberianbiofertilizer(1:15) pada dosis 15 mL dengan frekuensi tiga kali dengan rata-rata sebesar 4,60 dan rata-rata terendah pada perlakuan K- (tanpa pemberian pupuk) yaitu sebesar 0,60. Pada analisis data statistik, pertumbuhan bintil akar pada perlakuan P3c memiliki hasil yang tidak signifikan atau tidak berbeda nyata terhadap perlakuan P1c, P2a, P2b, P2c, P3a, dan P3b, sedangkan signifikan atau

akar pada perlakuan P3c menunjukkan bahwa kemampuan penyerapan unsur N pada P3c lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Gibson dalam Risnawati (2010) menyatakan bahwa pembentukan bintil akar yang baik dari hasil penambatan N pada akar tanaman legum merupakan suatu rangkaian yang komplek dari proses fisiologi yang meliputi interaksi antara tanaman inang dengan mikroba yang diinokulasikan. Sedangkan pada perlakuan biofertilizer (1:15) seperti P1a, P1b, P1c, P2a, P2b, P2c, P3a, dan P3b memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan K- (tanpa pemberian pupuk) dan K+ (pemberian pupuk kimia), hal tersebut berarti bintil akar tanaman kacang hijau yang diberi perlakuanbiofertilizer (1:15) memiliki pertumbuhan bintil akar yang lebih baik karena mengandung mikroba yang dapat memicu terbentuknya bintil akar terutama mikroba Rhizobium sp.. Didukung penelitian oleh Dellapierre dan Anandaraj (2010) pada tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) di India, yang menyatakan bahwa efek kombinasi antara inokulan Rhizobium sp., Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus megaterium dapat meningkatkan pertumbuhan, pembentukan bintil, dan berat basah tanaman kacang hijau dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi inokulan.

Selain penjelasan di atas, perbedaan hasil bintil akar pada pemberian biofertilizer (1:15) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif juga dapat disebabkan oleh cara pemupukan yang berbeda. Pada perlakuan K+ (pemberian pupuk kimia) yang mengandung unsur N, P dan K dilakukan dengan menyemprotkan pupuk langsung pada organ tanaman seperti daun dan batang, sedangkan pemberian biofertilizer (1:15) dilakukan dengan cara memberikan

68

pupuk langsung pada bagian pangkal batang atau area di sekitar akar tanaman, sehingga mikroba yang terkandung dalam biofertilizer (1:15) dapat hidup dan berasosiasi serta bersimbiosis dengan akar tanaman yang kemudian membentuk bintil akar.

Dokumen terkait