• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ekosistem Mangrove

2.2.3 Produktivitas dan Serasah Mangrove

Supriharyono (2000) mengemukakan bahwa ada 7 (tujuh) faktor penting yang menentukan produktifitas tumbuhan mangrove, yang selanjutnya dibagi atas dua kelompok utama, yakni:

A. Fluktuasi pasang, terdiri dari empat faktor: (1) Transpor oksigen sistem perakaran,

(2) Air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat racun sulfit,

(3) Arus pasang surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat dasar, dan

(4) Fluktuasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan mangrove.

B. Kimia air, terdiri dari tiga faktor:

(1) Kandungan garam (salinitas) pada substrat dasar dan kemampuan daun-daun bertahan,

(2) Kandungan unsur hara makro (makro nutrien) dalam tanah, dan

(3) Jumlah aliran permukaan (surface run-off) yang membawa unsur hara makro dari tanah.

Eong et al. (1983), diacu dalam Hilmi (2003) mengemukakan bahwa produktivitas primer adalah produktivitas primer bersih ditambah respirasi. Produktivitas primer perairan dinyatakan sebagai berat dari fiksasi karbon/unit volume atau perunit luas permukaan/waktu. Pada produktivitas primer proses fotosintesis merupakan suatu proses yang sangat efisien yang dapat mengabsorbsi energi sekitar 95 - 99 %. Energi yang disimpan akan membentuk biomassa. Sedangkan produktivitas primer bersih adalah nilai total energi yang disimpan perunit luas per waktu.

Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epifit seperti alga pada pneumatofor, dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih (Nirwani 1999).

Clough (1986), diacu dalam Nirwani (1999) mengemukakan bahwa produksi primer bersih mangrove berupa materi yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik baru dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.

Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head 1969, diacu dalam Nirwani 1999). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman 1976).

Serasah adalah bahan organik dari bagian pohon yang mati yang jatuh di lantai-hutan (daun, ranting dan alat reproduksi). Produksi serasah adalah berat dari seluruh bagian material yang mati yang diendapkan di permukaan tanah pada suatu waktu.

Brown (1984) mengemukakan bahwa serasah adalah guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang disebabkan oleh faktor ketuaan, stress, faktor mekanik (misalnya angin), ataupun kombinasi dari keduanya dan kematian serta kerusakan dari keseluruhan tumbuhan oleh iklim (hujan dan angin). Produksi serasah diketahui dengan memperkirakan komponen-komponen dari produksi primer bersih yang dapat terakumulasi pada dasar hutan yang selanjutnya mengalami remineralisasi melalui tahapan-tahapan dekomposisi.

Daun-daun mangrove yang jatuh didefinisikan oleh Chapman (1976) sebagai bobot materi tumbuhan mati yang jatuh dalam satuan luas permukaan tanah dalam periode waktu tertentu. Produksi serasah dapat diketahui dengan memperkirakan komponen-komponen dari produksi primer bersih yang dapat terakumulasi pada lantai hutan yang selanjutnya mengalami remineralisasi melalui tahapan-tahapan dekomposisi yang selanjutnya menghasilkan energi potensial bagi kehidupan konsumer.

Serasah dari pohon mangrove merupakan sumber bahan organik yang penting. Melalui proses dekomposisi akan dirombak oleh mikroba menjadi energi dan berbagai senyawa sederhana seperti karbon, nitrogen, fosfor, belerang, kalium dan lain lain (Alrasjid 1988). Sebagian serasah terdekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, alga ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis, sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya (Bengen 2002).

Dari berbagai penelitian mengenai serasah nampaknya terdapat perbedaan mengenai hasil yang diperoleh di masing-masing tempat. Perbedaan ini disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi gugur mangrove di setiap tempat tidaklah sama. Cracc (1964) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gugur mangrove adalah sebagai berikut: (1) Iklim, (2) Ketinggian tempat, (3) Kesuburan tanah, (4) Kelembaban tanah, (5) Kerapatan pohon dan bidang dasar, (6) Pengaruh waktu (musim), (7) Variasi tahunan, dan (8) Umur pohon.

Besarnya produktivitas serasah pada ekosistem mangrove dipengaruhi oleh (1) besarnya diameter pohon, (2) produksi daun-daun baru sebagai adaptasi dari salinitas yang tinggi akibat fluktuasi pasang surut air laut, dan (3) keterbukaan dari pasang surut dimana makin terbuka makin optimal (Kusmana et al. 2000).

Snedaker (1974), diacu dalam Nirwani (1999) mengemukakan bahwa produksi serasah daun untuk setiap kawasan mangrove adalah berbeda. Perbedaan jumlah serasah ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas, kesuburan tanah, kelembaban tanah, kerapatan, musim dan tegakan. Selain faktor-faktor tersebut ketipisan tajuk dan morfologi daun juga ikut mempengaruhi besar kecilnya serasah. Semakin tipis penutupan tajuk semakin berkurang produksi serasah. Sebutan serasah biasanya digunakan untuk bahan dalam ekosistem daratan khususnya bahan yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, sedang detritus digunakan untuk bahan dalam ekosistem perairan (Mason 1977).

Lear dan Turner (1977) mengemukakan bahwa bagian terbesar dari serasah merupakan bahan pokok tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Kemudian bahan-bahan tersebut mangalami penguraian dan merupakan rantai makanan dari hewan-hewan laut. Bagian partikel daun yang kaya akan protein ini dirombak oleh bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil. Perombakan partikel daun ini akan berlanjut sampai menjadi partikel-partikel yang berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan detritus, seperti moluska dan krustasea kecil. Selama perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah sebagian dilepas sebagai materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan.

Sediadi dan Pamudji (1987) mengemukakan bahwa penimbunan serasah juga dipengaruhi oleh umur dan jenis tumbuhan mangrove. Mangrove dengan tegakan tua akan menghasilkan jatuhan serasah lebih banyak, dan tegakan Rhizophora spp. menghasilkan serasah lebih banyak dibandingkan tegakan Avicennia spp. Jumlah jatuhan serasah Rhizophora spp. meningkat secara nyata sesuai dengan pertambahan umur dan jumlah maksimumnya didapatkan pada usia 10 tahun.

Pelepasan nutrisi selama dekomposisi serasah sangat penting dalam mempertahankan keberlangsungan siklus nutrisi di lingkungan alam. Dengan terpeliharanya siklus nutrisi maka pertumbuhan makrofita dapat berlangsung secara lestari. Produksi hara dalam siklus ini tidak saja sebagai faktor penting bagi produksi makrofita, akan tetapi juga untuk pertumbuhan plankton pada perairan pantai yang mempunyai hubungan dengan ekosistem mangrove.

Odum (1971) menggambarkan peranan serasah daun mangrove dalam rantai makanan di daerah Florida Selatan seperti disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rantai pangan berdasarkan pada daun-daun mangrove yang jatuh ke dalam perairan muara di Florida Selatan (Odum 1971).

Brown (1984) mengemukakan bahwa ada perbedaan antara serasah pada suatu waktu (litter-layer) dan serasah yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu (litter-fall) yaitu :

1. Standing crop atau litter-layer (serasah di lantai hutan) merupakan serasah yang ada pada suatu waktu pada wilayah tertentu dan dinyatakan dalam berat atau unit energi per area permukaan ( gram/m2, kcal/ha/tahun), dan

2. Produksi litter-fall merupakan tingkat gugurnya serasah dalan jangka waktu tertentu ( gram/m2/hari, kcal/ha/tahun).

Turnover rate (rata-rata perputaran unsur hara) dinyatakan sebagai tingkat total dari sejumlah zat yang dilepas atau yang dimasukkan dalam suatu bagian untuk suatu periode (misal, gram/ha). Konsep turnover rate berguna membandingkan tingkat/nilai pertukaran diantara bagian yang berbeda dari suatu ekosistem. Odum (1971) mendefinisikan Turnover rate sebagai rasio dari kandungan yang ada (misal rasio produksi serasah terhadap standing crop atau litter-layer). Serasah yang telah terurai merupakan sumber utama unsur karbon, nitrogen baik untuk ekosistem hutan itu sendiri maupun ekosistem sekitarnya.

Dokumen terkait