• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Pegawai Produktivitas pegawai diukur dari kemampuan karyawan melayani SST. Sebelum privatisasi (1995) tingkat produktifitas

Dalam dokumen 329707618 Eka Rochaningrum privatisasi BUMN (Halaman 35-39)

INISIATIF STRATEGIS

C. Produktivitas Pegawai Produktivitas pegawai diukur dari kemampuan karyawan melayani SST. Sebelum privatisasi (1995) tingkat produktifitas

mencapai 111,2 SST/karyawan. Setelah privatisasi menunjukkan peningkatan menjadi 131,2 SST/karyawan (1996) dan selalu meningkat hingga sekarang.

4.5.2 Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan dapat diukur dari beragam kriteria dan kriteria yang paling sering dipergunakan adalah Rentabilitas, Likuiditas dan Solvabilitas (RLS). A. Kemampulabaan (Rentabilitas) Kemampuan PT. Telkom dalam

menghasilkan keuntungan dapat diukur dengan beragam rasio tetapi saat ini hanya dipergunakan 4 (empat) rasio yaitu (i) Return on Asset – ROA (rasio laba bersih/aset); (ii) Return on Equity – ROE (rasio laba bersih/modal); (iii) Profit margin (rasio laba bersih/penjualan); (iv) Cost to sale (rasio biaya/penjualan).

b. Solvabilitas adalah rasio kewajiban perusahaan terhadap jumlah aset atau modalnya. Berdasar rasio ini dapat diketahui tingkat ketergantungan Telkom pada sumber pembiayaan dari hutang, baik yang berasal dari luar maupun pemilik saham. Terdapat 5 (lima) kriteria rasio yang dipergunakan yaitu (I) hutang jangka panjang terhadap total aset; (ii) total hutang terhadap total aset; (iii) hutang jangka panjang terhadap modal; (iv) total hutang terhadap modal; (v) hutang jangka panjang terhadap total hutang. Berdasar kriteria di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu (i) Rasio hutang jangka panjang

terhadap aset, rasio total hutang terhadap aset dan rasio hutang jangka panjang terhadap total hutang relatif sama, baik sebelum dan setelah privatisasi; (ii) Dilain pihak, rasio hutang jangka panjang terhadap modal dan rasio total hutang terhadap modal cenderung berfluktuasi. Setelah privatisasi (1996) menurun lalu meningkat kembali (1997).

c. Likuiditas Likuiditas dimaksudkan sebagai kriteria dalam menentukan kemampuan membayar kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya, yang diukur dari berbagai rasio yaitu (i) current ratio (rasio aset/kewajiban lancar); (ii) quick ratio (rasio (aset – persediaan)/kewajiban lancar); (iii) Cash ratio (rasio dana tunai/kewajiban lancar); (iv) Cash to operating expenses (rasio tunai/total pengeluaran operasional). Berdasar beberapa rasio di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu (I) cash ratio dan cash to operating expenses menunjukkan perbaikan setelah privatisasi

d. Efisiensi Efisiensi diukur dengan 3 (tiga) rasio yaitu (i) pendapatan per karyawan; (ii) pendapatan per sst; (iii) biaya pemeliharaan per sst. Dari ketiga rasio di atas, (i) pendapatan per sst dan biaya pemeliharaan menunjukkan penurunan setelah privatisasi. Namun tentunya penurunan biaya pemeliharaan merupakan hal yang positip sementara penurunan pendapatan per sst bukan hal yang diharapkan; (ii) pendapatan per karyawan menunjukkan peningkatan setelah privatisasi.

4.6 Dampak Privatisasi

Pada dasarnya kajian sebelumnya dapat juga menjadi kriteria dalam menilai dampak privatisasi, tetapi sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa penilaian kinerja dengan dasar RLS dan aspek lain yang bersifat internal kurang dapat menggambarkan dampak privatisasi khususnya jika dikaitkan dengan pemikiran bahwa BUMN merupakan perusahaan milik negara.

Konsekuensinya dampak privatisasi BUMN harus dititikberatkan pada aspek eksternalnya. Beberapa dampak yang akan ditinjau adalah (i) nilai tambah dan efisiensi; (ii) tenaga kerja; (iii) gaji dan upah; (iv) surplus sosial; (v) anggaran; (vi) tabungan dan konsumsi.

Pada bagian ini akan dibahas tentang nilai tambah dan efisiensi sebagai kriteria dasar menilai dampak privatisasi. Jikalau rasio nilai tambah dan efisiensi melebihi 1, maka barulah dampak makro dapat kita perhitungkan.

Nilai Tambah Nilai tambah adalah gaji dan upah yang diterima karyawan ditambah dengan surplus sosial yang berupa pajak, dividen, laba diatahan dan bantuan sosial. Konsep yang dipergunakan adalah melakukan perbandingan antara nilai tambah setelah privatisasi dan sebelum privatisasi. Berdasar hasil perhitungan, maka terlihat bahwa rasio nilai tambah melebihi 1, baik untuk tahun 1996 sebesar 1,05 maupun tahun 1997 sebesar 1,11. Walaupun nilainya hanya sedikit di atas 1, tetapi hal ini telah menunjukkan bahwa kondisi setelah privatisasi lebih baik dari sebelum privatisasi.

4.6.2 Nilai Tambah Agregat

Secara umum nilai tambah agregat dimaksudkan sebagai perbedaan antara output dan input setelah memperhitungkan depresiasi. Dampak privatisasi terhadap nilai tambah agregat berupa dampak langsung, dan tidak langsung. Dampak keseluruhan merupakan penjumlahan dari dampak langsung dan tidak langsung Total dampak privatisasi terhadap nilai tambah agregat mencapai Rp. 2,15 Triliun (1996) dan Rp 3,05 Triliun (1997).

4.6.3 Tenaga Kerja

Dampak privatisasi terhadap tenaga kerja berupa dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung adalah dampak terhadap perubahan jumlah karyawan internal Telkom, sementara dampak tidak langsung berupa penambahan tenaga kerja di sektor telekomunikasi.

Dampak tidak langusng sebenarnya juga mencakup sektor publik, tetapi dengan mempertimbangkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan tidak menambah pegawai kecuali mengganti yang pensiun, maka dampak terhadap sektor publik diabaikan.

Dampak keseluruhan terhadap tenaga kerja setelah privatisasi berupa penambahan tenaga kerja sebanyak 165 orang (1996) dan meningkat menjadi 1.076 orang pada tahun 1997.

Dampak privatisasi terhadap gaji dan upah berupa dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung berupa dampak terhadap perubahan gaji dan upah internal Telkom, sementara dampak tidak langsung diperhitungkan terhadap kondisi gaji dan upah. seperti dampak terhadap tenaga kerja, maka dampak terhadap gaji dan upah juga mengabaikan dampak terhadap sektor publik. 4.6.5 Surplus Sosial

Surplus sosial menunjukkan perbedaan yang besar antara kondisi setelah dan sebelum privatisasi. Pada tahun 1996 perbedaan tersebut mencapai Rp. 1,5 Triliun dan meningkat menjadi Rp. 2,23 Triliun pada tahun 1997. Dan pada tahun 2015-2016 banyak kegiatan bagi masyarakat katena surplus social yang semakin tinggi.

4.6.6 Anggaran Dampak

Anggaran dimaksudkan sebagai penerimaan bersih pemerintah setelah privatisasi dengan mengabaikan jumlah penerimaan hasil penjualan saham. Penerimaan bersih mempertimbangkan subsidi yang diberikan pemerintah, hutang Telkom pada pemerintah dan pajak yang diterima.

4.6.7 Tabungan dan Konsumsi

Tabungan dan konsumsi diperhitungkan berdasar perubahan nilai tambah. Sebagian terbesar nilai tambah dipergunakan untuk konsumsi dan sisanya untuk tabungan. Pembagian dana untuk tabungan dan konsumsi menggunakan angka marginal propensity to consume(MPC)) dan marginal propensity to save (MPS)

4.7 Fakta Penting tentang Kinerja dan Dampak Privatisasi

Berdasar pada hasil kajian kinerja dan dampak pada bagian sebelumnya maka secara keseluruhan dapat dirangkum beberapa hal yaitu (i) Kinerja operasi menunjukkan peningkatan baik sebelum privatisasi dan sesudah privatisasi; (ii) kinerja keuangan menunjukkan peningkatan setelah privatisasi; (iii) Dampak privatisasi menunjukkan hasil yang baik setelah privatisasi.

PROFIL KINERJA DAN DAMPAK PRIVATISASI

No Kinerja dan Dampak Sebelum Privatisasi Setelah Privatisasi KINERJA

Kinerja Operasi 1 Kapasitas Telepon   2 Keberhasilan Panggil   3 Produktifitas Karyawan   Kinerja Keuangan 1 ROA  o 2 ROE  o 3 Profit Margin   4 Proporsi Biaya  

5 Hutang Jangka Panjang (Asset)  o

6 Hutang Jangka Panjang (Modal)  o

7 Current Ratio o o

8 Quick Ratio o o

9 Cash Ratio  o

10 Cash to Operating Expenses  o

11 Pendapatan (Karyawan)   12 Pendapatan/sst o o 13 Biaya pemeliharaan/ sst   DAMPAK

Dalam dokumen 329707618 Eka Rochaningrum privatisasi BUMN (Halaman 35-39)

Dokumen terkait