• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Cadangan Karbon

Dalam dokumen Analysing of Tree Carbon Stock on Green (Halaman 90-97)

9) Area Terbangun

4.4 Analisis Cadangan Karbon Saat Ini

4.4.1 Profil Cadangan Karbon

Cadangan karbon pada suatu lanskap bervariasi sesuai dengan struktur tegakan penyusun lanskap tersebut. Untuk wilayah hutan tropis Asia terutama di Indonesia memiliki potensial biomasa sebesar 533 ton/ha atau 266,5 ton/ha dengan asumsi fraksi karbon sebesar 50% (Brown, 1997). RTH Permanen pada Lanskap Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang bervariasi dari 32,56 – 160,53 ton C/ha dimana Kebun Bambu mempunyai nilai yang terendah sedangkan cadangan karbon tertinggi terdapat pada Hutan Pinus, yaitu 160 ton/ha (Gambar 30).

Gambar 30. Profil cadangan karbon pada lanskap Hulu DAS Kali Bekasi

Secara umum cadangan karbon pada RTH Permanen pada areal lahan pribadi (Kebun Campuran, Kebun Bambu dan Pekarangan) lebih rendah dibandingkan pada RTH Permanen pada areal publik (Hutan Pinus, Hutan Alam dan RTH Publik), hal ini menunjukkan pentingnya mengelola dan mempertahankan kawasan RTH Publik sebagai daya dukung lingkungan. Meskipun demikian RTH Permanen pada areal lahan pribadi yang pada umumnya berbentuk agroforestri turut berperan penting dalam mendukung/meningkatkan fungsi RTH sebagai cadangan karbon ditengah berkurangnya luasan RTH

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Hu tan P in u s R T H Sen tu l Hu tan A lam Keb u n C am p u ran A g ro fo restri Ko p i P ek ar an g an Keb u n B am b u C -Sto ck ( to n /h a)

Permanen publik. RTH Permanen pada areal lahan pribadi di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi cadangan karbon bervariasi antara 32,56 – 62,34 ton/ha. Studi yang dilakukan oleh Roshetko et al. (2001) pada sistem homegarden di Indonesia juga menunjukkan kisaran nilai cadangan karbon yang lebih lebar yaitu berkisar 30 – 123 ton/ha dimana nilai ini lebih besar dibandingkan pada lahan pertanian singkong atau padang rumput yang hanya sebesar 2,2 ton/ha.

1) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Pinus

Hutan Pinus merupakan tipe penggunaan lahan di Hulu DAS Kali Bekasi yang mempunyai potensi cadangan karbon terbesar, yaitu 160,53 ton/ha (Tabel 26). Cadangan karbon terbesar terdapat pada tegakan yang berdiameter 20-39.9 cm yaitu 93,39% cadangan karbon pada Hutan Pinus, hal ini disebabkan struktur tegakan yang mendominasi tegakan tersebut adalah pohon berdiameter 20-39,9 cm dengan kerapatan 687 ind/ha dan menutupi 46,98 m2 areal pada kawasan Hutan Pinus (Tabel 5).

Tabel 28. Nilai rata-rata cadangan karbon pada tegakan hutan pinus Kelas Diameter (cm) C-stock (Ton/Ha) 10-19,9 1,59 20-29,9 61,60 30-39,9 88,32 >40 9,02 Total 160,53

Cadangan karbon terbesar pada pohon pinus terdapat pada bagian batang yaitu 78% dan sisanya terdapat pada bagian cabang (11%), tunggak (5%), ranting (4%) dan daun (2%) (Hendra, 2002). Potensi cadangan karbon pada suatu tegakan akan berkorelasi positif dengan bertambahnya umur tegakan, Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa biomassa akan meningkat sampai umur tertentu (pertambahan diameter merupakan pencerminan pertambahan umur) dan kemudian pertambahan biomassayan akan semakin menurun sampai akhirnya berhenti berproduktivitas (mati). Studi tentang potensi cadangan karbon pada tegakan pinus yang dilakukan oleh Handayani (2003) di KPH Bogor melaporkan

bahwa terjadi pertambahan cadangan karbon dari umur 1 tahun sampai 25 tahun yaitu dari 7,06 ton/ha menjadi 137,14 ton/ha. Hutan Pinus di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 160,53 ton/ha sehingga besar kemungkinan pohon pinus yang terdapat di Hulu DAS Kali Bekasi berumur > 25 tahun.

2) Rata-rata Cadangan Karbon Hutan Alam

Peranan hutan alam bagi kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup manusia sangatlah vital. Begitu juga halnya Hutan Alam yang berada di Hulu DAS Kali Bekasi. Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon sebesar 86,68 ton/ha (Tabel 29). Cadangan Karbon bervariasi sesuai dengan tingkat pertumbuhan, pada tingkat pertumbuhan pancang tercatat rata-rata cadangan karbon sebesar 4,13 ton/ha, pada tingkat tiang mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 3,28 dan tingkat pohon mempunyai rata-rata cadangan karbon sebesar 79,27 ton/ha.

Tabel 29. Cadangan karbon hutan alam (ton/ha)

Pancang Tiang Pohon Total

Rata-rata 4,13 3,28 79,27 86,68

Simpangan baku 4,42 4,80 76,24 75,78

Hutan Alam di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai cadangan karbon yang lebih rendah dibanding hutan alam primer lainnya di Indonesia, 266,5 ton/ha (Brown, 1997) bahkan studi yang dilakukan oleh Siregar (2007) mencatat cadangan karbon di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebesar 275,56 ton/ha. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi hutan alam di Hulu DAS Kali Bekasi telah mengalami degradasi yang berdampak pada perubahan struktur tegakan, kerapatan tegakan dan luas bidang dasar secara umum lebih rendah dibandingkan hutan primer umumnya (Tabel 7). Cadangan karbon yang terdapat di Hutan Alam TWA Gn. Pancar pada Hulu DAS Kali Bekasi setara dengan cadangan karbon yang terdapat pada Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden di Toba Samosir yaitu sebesar 95,82 ton/ha (Bakri, 2009).

Potensi cadangan karbon terbesar pada Hutan Alam Hulu DAS Kali Bekasi

terdapat pada jenis Ki Seurem Petang (D. fruticosum), Kapinango (D. densiflorum), Pulus (L. stimulans), Ki Haji (D. macrocarpum), Manggu

Leuweung (G. celebica) dan Randu Leuweung (B. valetonii). Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 86.68 ton/ha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 28,2%, 26,8%, 10,3%, 9,4%, 9,4% dan 5%. Jenis-jenis tersebut memang memiliki kecocokan tumbuh yang tinggi terhadap iklim di Hulu DAS Kali Bekasi, sehingga pertumbuhan biomasanya juga besar.

3) Rata-rata Cadangan Karbon Agroforestri Kopi

Agroforestri kopi banyak ditemukan berbatasan dengan hutan alam yang ada di Hulu DAS Kali Bekasi dan tidak menutup kemungkinan telah terjadinya konversi hutan alam menjadi kebun kopi, perubahan ini tentunya berdampak pada potensi cadangan karbon yang dimiliki. Studi yang dilakukan oleh Noordwijk et al. (2002) di Sumberjaya, Lampung melaporkan bahwa konversi hutan menjadi kebun kopi berdampak pada penurunan cadangan karbon, cadangan karbon pada hutan tercatat sebesar 180 ton/ha sedangkan pada kebun kopi multistrata mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 48 ton/ha dan kopi monokultur mempunyai potensi cadangan karbon sebesar 20 ton/ha.

Cadangan karbon yang ditemukan pada tipe agroforestri di Hulu DAS Kali Bekasi adalah sebesar 50,78 ton/ha (Tabel 30), cadangan karbon ini kurang lebih sama dengan cadangan karbon pada kopi multistrata di Lampung yang dilaporkan oleh Noordwijk et al. (2002) yaitu 48 ton/ha. Pada sistem agroforestri kopi di Hulu DAS Kali Bekasi kontribusi cadangan karbon terbesar dihasilkan oleh jenis-jenis tanaman pohon seperti picung (P. edule) dan nangka (A. heterophyllus). Apabila dibandingkan dengan total cadangan karbon sebesar 50,78 ton/ha, maka jenis tersebut memberi kontribusi persentase kandungan karbon masing-masing sebesar 37,14% dan 32,55% sedangkan kopi sendiri hanya memberikan kontribusi sebesar 15,56%.

Tabel 30. Cadangan karbon pada agroforestri kopi Jenis C-stock (ton/ha) Persentase (%) Picung 18,86 37,14 Nangka 16,53 32,55 Kopi 7,899 15,56 Kemiri 6,474 12,75 Duren 0,515 1,01 Pisang 0,505 0,99 Total 50,78 100,00

4) Rata-rata Cadangan Karbon Kebun Bambu

Secara umum bambu yang ada di Indonesia sangat berbeda dengan bambu yang terdapat China dan Jepang, negara yang memiliki jumlah jenis bambu terbanyak di dunia. Bambu di Indonesia pada umumnya tergolong pada jenis bambu dengan tipe perakaran simpodial sehingga tumbuh dalam bentuk rumpun, jenis ini merupakan jenis yang tumbuh alami di daerah tropis, sedangkan pada daerah temperate akan dijumpai jenis bambu dengan tipe perakaran monopodial sehingga bambu akan terlihat tumbuh sendiri-sendiri seperti pohon serta akan bersifat invasive, genus yang tergolong dalam jenis ini diantaranya adalah Phyllostachys dan Pleioblastus. Pada masyarakat Jawa Barat, khususnya yang ditemui di wilayah Kabupaten Sumedang, bambu pada umumnya dibudidayakan pada lanskap berupa talun bambu atau kebon awi (Irawan, 2006). Christanty et al. (1996) juga mengemukakan bahwa budidaya bambu di Jawa Barat dikembangkan dengan sistem talun bambu-kebun, dengan sistem ini terdapat kombinasi bambu, tanaman pertanian pisang, singkong dengan tanaman kayu sehingga dapat menghasilkan pangan dan kayu. Sistem kebun bambu ini juga dijumpai dalam penelitian ini. Sistem agroforestri kebun bambu diyakini memberi manfaat terhadap konservasi tanah, meminimalkan run-off dan erosi, memberikan kontribusi nutrisi serta potensi biomassa yang cukup besar. Bambu tergolong ke dalam jenis tanaman cepat tumbuh sehingga berpotensi besar dalam mitigasi perubahan iklim terkait dengan perannya dalam mensekuestrasi karbon.

Potensi biomassa bambu untuk mensekuestrasi karbon cukup besar, yaitu 25-50% dari biomassa serasah dan sekitar 50% dari biomassa tegakan (INBAR,

2011). Pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi mempunyai potensi total cadangan karbon sebesar 32,56 ton/ha (Tabel 31), kontribusi cadangan karbon terbesar terdapat pada jenis non bambu yang memberikan kontribusi sebesar 53,27% sedangkan bambu memberikan kontribusi cadangan karbon sebesar 46,73% dari total cadangan karbon yang terdapat pada kebun bambu atau sebesar 15,21 ton/ha. Studi yang dilakukan oleh Christanty et al. (1996) di Soreang, Jawa Barat melaporkan bahwa bambu (Gigantochloa ater; G. verticilata)pada sistem kebun bambu mempunyai potensi biomassa sebesar 45 ton/ha, dengan asumsi 50% biomassa adalah karbon yang tersimpan maka besar cadangan karbonnya adalah 22,5 ton/ha.

Tabel 31. Cadangan karbon pada kebun bambu

C-Stock (ton/ha) Persentase (%) Non Bambu 17,34 53,27 Bambu 15,21 46,73 Total 32,55 100

Nilai cadangan karbon pada penelitian ini lebih besar dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Pakistan (3,25 ton/ha), India (11 ton/ha) tetapi lebih kecil dibandingkan cadangan karbon pada tegakan bambu di Korea (25,375 ton/ha) (FAO, 2007). Studi yang dilakukan oleh Adinugroho & Sakamoto (2011) pada tegakan bambu jenis Phyllotachys nigra di Jepang dengan kondisi tegakan yang stabil menghasilkan cadangan karbon yang lebih besar yaitu 68,2±2,9 ton/ha, dimana 91% tersimpan di culm, 7% di cabang dan 1% pada daun. Laporan dari FAO (2007) tentang potensi sumberdaya bambu di dunia melaporkan bahwa rata-rata potensi biomassa bambu di dunia adalah bervariasi antara 6,5 ton/ha di Pakistan hingga 167 ton/ha di China, sehingga dengan asumsi 50% biomassa adalah cadangan karbon maka cadangan karbon yang ada dunia berkisar antara 3,25-83,5 ton/ha. Jenis bambu yang memberikan kontribusi terbesar dalam cadangan karbon adalah jenis Bambu tali (Gigantochloa apus (Bl.Ex Schult.) f.Kurz) yaitu memberikan kontribusi sebesar 52,95% total cadangan karbon oleh bambu (Gambar 31), hal ini sangat dipengaruhi oleh

karakteristik jenis bambu tali serta kerapatan bambu dimana jenis bambu ini terdapat dalam jumlah banyak di Hulu DAS Kali Bekasi Bagian Atas, Tengah dan Bawah (Tabel 14).

Gambar 31. Kontribusi masing-masing jenis bambu terhadap cadangan karbon Bambu pada kebun bambu di Hulu DAS Kali Bekasi

Potensi cadangan karbon kebun bambu terbesar terdapat Hulu DAS Kai Bekasi Bagian Bawah (Gambar 32) dengan proporsi cadangan karbon jenis bambu lebih besar dibandingkan non bambu, sedangkan di Bagian Atas dan Tengah dijumpai proporsi non bambu yang lebih besar dibandingkan jenis bambu hal ini dimungkinan terdapatnya perbedaan komposisi jenis penyusun kebun bambu. Pada kebun bambu di Bagian Bawah kerapatan jenis bambu lebih besar dibandingkan kerapatan jenis non bambu sedangkan kebun bambu di Bagian Atas dan Tengah masyarakat sebesar mungkin berusaha untuk memanfaatkan ruang yang terdapat di kebun bambu dengan melakukan penanaman jenis tanaman non bambu yang dapat dimanfaatkan seperti pisang, kluih, kemang, kayu afrika, mahoni, sengon.

Gambar 32. Disitribusi cadangan karbon kebun bambu pada lokasi pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi

0 10 20 30 40 50 Wilayah Kota Bawah Tengah Atas C-Stock (Ton/Ha) Bambu Non Bambu

Dalam dokumen Analysing of Tree Carbon Stock on Green (Halaman 90-97)