• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA

4.3. Profil Informan

4.3.1. Informan Kunci – Kepala Dinas Pasar Penyabungan

Bapak M. Syafei Lubis adalah yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar Panyabungan saat ini. Pria ramah yang berusia 49 tahun ini telah selama kurang lebih empat tahun ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar tersebut dengan status golongan kepegawaian sebagai Pembina Utama Muda.

Setelah menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar Panyabungan, ia mendapat kehormatan untuk melanjutkan mengurusi proyek pembangunan atau relokasi

Pasar Baru Panyabungan untuk menggantikan eks pasar lama yang diangap sudah tidak kondusif lagi bagi struktur perekonomian kota pada umumnya.

4.3.1.1. Keberadaan Pasar Baru

Secara umum, Bapak Syafei menggambarkan luas lokasi pasar baru adalah 4125 m2 ditambah lagi dengan 6225 m2. Proses relokasi pasar direncanakan mulai tahun 2002 yang lalu dan proyek relokasi mulai dilakukan semenjak April 2004.

Adapun menurut Bapak Syafei, alasan pemerintah mengapa memilih daerah yang baru ini adalah karena dari segi lokasi terlihat sangat strategis dan dilihat dari arus lalu lintas adalah sebagai jalur lintas Sumatera. Dan juga karena lokasi tersebut adalah sebagian aset daerah yang dulunya merupakan pesanggrahan atau tempat dijadikannya pelaksanaan acara-acara kedaerahan.

Proses relokasi pasar tersebut dilakukan karena adanya tuntutan pembangunan daerah dan juga karena pasar lama tidak memungkinkan lagi untuk dijadikan sebagai pasar tradisional Panyabungan, karena dianggap sudah tidak layak lagi secara fisik, sehingga memerlukan suatu relokasi yang dapat mengakomodir kebutuhan perekonomian masa kini.

Untuk mensosialisasikan rencana relokasi pasar oleh Dinas Pasar maka Pak Syafei menyebutkan jika proses tersebut dilakukan dengan sosialisasi langsung ke masyarakat, penyebaran info melalui radio dan tentu saja pemberitahuan secara tertulis.

Mengenai kendala yang dihadapi selama masa relokasi, maka menurut Bapak Syafei secara signifikan sama sekali tidak ada. Bahkan ia menyebutkan

bahwa masyarakat mau merelakan dan mendukung penuh sehingga mereka (para pedagang) melakukan perpindahan secara pribadi dari pasar lama ke pasar baru.

Oleh karena itu, bisa dikatakan tidak ada pro-kontra sepanjang proses relokasi Pasar Lama menuju Pasar Baru, meskipun tidak ada proses ganti rugi terhadap para pedagang.

Namun, begitu para pedagang Pasar Lama tentu saja diberi kemudahan agar dapat menempati lot baru di area Pasar Baru. Untuk itu, harga sewa yang diterapkan adalah Rp. 22.500.000 per-tahunnya untuk kios yang luasnya 3 x 4 dan dibayar sebagai sistem cicilan. Jumlah kios yang terdapat di Pasar Baru adalah 700 unit dengan penagihan cicilan 1 X 6 bulan.

Bapak Syafei menyebutkan bahwa pengelola dari Pasar Baru adalah Pemerintah Daerah, karena dianggap dapat mengakomodir kebutuhan dan keinginan para pedagang serta para pembeli dengan lebih kondusif serta aspiratif dan diharapkan tidak terdapat praktek monopoli yang manupulatif didalamnya.

4.3.1.2. Pendekatan Pemerintah Daerah atau Dinas Pasar Terhadap Para Pedagang

Bapak Syafei menyebutkan beberapa prasarana dan sarana pada Pasar Baru yang diberikan kepada para pedagang di lokasi baru ini, yaitu:

• Kios, Toko, Los

• Akses Jalan Umum

• Dua buah Musholla

• WC umum

• Dan lain sebagainya

Tentu saja Bapak Syafei menyebutkan jika sarana dan prasarana yang terdapat di Pasar Baru lebih baik dari Pasar Lama, karena fasilitas yang terdapat di Pasar Lama menurut beliau sangat tidak bagus, karena menyebabkan kemacetan arus lalu lintas, terutamanya di hari pekan, yang memang umum dilakukan di Panyabungan.

Untuk penetapan harga kios terhadap para pedagang dilakukan melalui SK (Surat Keputusan) dari Pemerintah, sehingga memang tidak melalui proses kesepakatan atau musyawarah terlebih dahulu dengan para pedagang yang dilakukan oleh Dinas Pasar. Namun, menurut Bapak Syafei, hal tersebut sama sekali tidak menimbulkan konflik, karena tingginya tingkat kesadaran para pedagang untuk kepentingan pembangunan daerah ini.

Untuk sistem pembayaran atau cicilan, maka dilakukan dalam dua cara, yaitu dibayar secara langsung atau disetor melalui rekening yang terdapat di Bank Mandiri.

Delapan puluh persen dari pedagang yang ada di Pasar Baru adalah eks pedagang Pasar Lama, sehingga seharusnya menurut Bapak Syafei tidak ada pedagang eks Pasar Lama yang keberatan dengan biaya sewa kios. Hanya saja ia tidak bisa menggambarkan secara pasti alasan 20 % sisa eks pedagang Pasar Lama yang tidak mengambil tempat di pasar baru dikarenakan masalah ekonomi atau tidak sanggup untuk membayar sewa. Menurutnya bisa saja itu terjadi karena para pedagang yang tidak ikut relokasi tidak berminat pada pasar yang baru atau dengan alasan-alasan lainnya yang tidak bisa dijelaskan.

Oleh karena sistem yang sudah dianggap transparan, dimana para pedagang eks Pasar Lama akan menempati kios Pasar Baru, maka tidak ada kebijakan ganti rugi yang diterapkan oleh Dinas Pasar. Meskipun memang Bapak Syafei mengakui tidak ada penawaran atau harga khusus untuk para pedagang eks Pasar Lama untuk menempati lagu kios di Pasar Baru. Walau begitu, menurut Bapak Syafei para pedagang eks Pasar Lama akan mendapatkan prioritas utama untuk memasuki kios/los yang bagus di pasar baru.

Adapaun maksud kios yang bagus adalah menempati kios-kos/los yang terdapat di bahagian depan pasar atau posisi strategis lainnya, sehingga diharapkan para konsumen lama mereka dapat mengenali kedai mereka yang baru sehingga kemudian tidak akan kehilangan pangsa pasar atau pelanggan.

4.3.2. Informan Pedagang 4.3.2.1. Hari Ashari

Hari Ashari, 27 tahun, adalah pedagang eks Pasar Lama yang kini menempati kios di Pasar Baru. Lulusan SMA ini telah berdagang selama 5 tahun dan menempati kios ini semenjak tahun 2005 yang lalu. Hari berjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sabun, shampoo dan rokok secara eceran. Dan ia menempati kios di barisan belakang di lantai II.

Sebenarnya Hari tidak menyetujui adanya relokasi pasar karena menurutnya hal tersebut lebih banyak ruginya dari pada untungnya. Hal Ini disebabkan karena secara lokasi saat ini kurang strategis karena tidak berada di pusat kota, sehingga akses pembeli sedikit susah dibandingkan dengan lokasi di Pasar Lama.

Walau begitu, ia mengakui akan adanya peningkatan dari segi sarana-prasarana yang ditawarkan oleh pengelola pasar. Hari menyebutkan jika pasar ingin terus berkembang, maka pembangunan sarana dan prasarana tersebut harus selalu ditingkatkan.

Ternyata, menurut Hari tidak ada perlakuan khusus yang diterimanya sebagai pedagang eks Pasar Lama. Lebih lanjut ia menyebutkan jika bahwa siapa saja yang mempunyai uang yang lebih banyaklah yang bisa membeli kios-kios yang letaknya strategis. Ia sendiri menyewa kios yang ditempatinya sekarang sebesar Rp. 6.000.000 per-tahunnya.

Setelah berjualan di Pasar Baru ia mengeluhkan jika kondisi penjualan atau omsetnya agak berkurang, dibandingkan dengan saat ia masih berjualan di Pasar Lama. Hal ini terjadi karena pelanggan belum terbiasa dengan situasi di Pasar Baru. Apalagi jumlah pedagang pun semakin banyak, dibandingkan dengan Pasar Lama, sehingga persaingan pun semakin ketat, yang menyebabkan iklim perdagangan yang cukup sulit bagi Hari.

Bahkan jumlah pelanggan yang biasa berbelanja di kedainya pun jauh berkurang, karena persaingan yang semakin ketat tadi. Walau begitu ia memang mengakui jika sebagian pelanggan yang didapapatnya selama berjualan di Pasar Lama masih berbelanja dengan dirinya di Pasar Baru, akan tetapi sejumlah besar justru tidak berlangganan lagi dengan dirinya.

Masalah persaingan antara pedagang memang semakin meningkat, apalagi jika harga yang ditawarkan bisa sangat murah dengan didukung dengan pelayanan yang memuaskan.

Harapan Hari adalah agar PEMDA, khususnya pengelola Pasar lebih meningkatkan sarana dan prasarana yang ada sehingga Pasar Baru akan semakin dapat berkembang, sehingga akan cukup kondusif untuk pembangunan sentra ekonomi masyarakat di kabupaten Mandailing Natal.

4.3.2. 2. Nasria

Nasria, 29 tahun, adalah salah seorang pedagang yang terdapat di Pasar Baru Panyabungan. Perempuan berpostur sedang ini adalah lulusan SMEA dan berdagang barang-barang kebutuhan rumah tangga. Ia menempati kios yang berada di jajaran depan lantai I Pasar Baru. Ia telah berdagang selama 10 tahun dan menempati kios di Pasar Baru semenjak 2004.

Nasria sebenarnya kurang menyetujui dengan adanya proyek pemindahan lokasi pasar karena menurutnya lokasi pasar yang baru tidak strategis dibandingkan dengan Pasar Lama. Apalagi dalam pandangannya, sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh pihak pengelola Pasar Baru kurang memadai atau dengan kata lain hanya seadanya dan perlu untuk dipoles kembali untuk perbaikan yang lebih baik.

Berbeda dengan Hari, maka Nasria menyebutkan jika ia mendapatkan ganti rugi saat direlokasi. Hanya saja konsep ganti ruginya disini adalah penempatan dirinya pada lokasi yang cukup strategis di Pasar Baru.

Ia sendiri membayar sebesar Rp. 25.000.000 untuk jangka 10 hingga 20 tahun kedepan dan menurutnya ini cukup terjangkau. Apalagi dengan sistem cicilan yang dianggapnya meringankan.

Walaupun tadinya ia kurang menyetujui proses relokasi, namun ia bersyukur karena saat ini keadaan penjualannya lebih memadai dibandingkan saat ia masih berjualan di pasar lama.

Perbedaan yang cukup menonjol adalah disaat ia masih berada di Pasar Lama dibandingkan dengan Pasar Baru adalah jumlah pedagang, dimana jumlah pedagang di Pasar Baru terlihat lebih banyak, sehingga persaingan diantara pedagang pun semakin tinggi.

Walau begitu, ternyata hal tersebut bukanlah kendala bagi Nazria, karena justru jumlah langganannya semakin bertambah semenjak ia berjualan di Pasar Baru. Hal ini bisa saja karena ia menempati posisi yang cukup strategis di Pasar Baru.

Apalagi pelanggan-pelangganya di Pasar Lama tetap setia untuk berbelanja di kedainya, karena menurutnya ia menawarkan barang-barang dengan kualitas baik dengan ditunjang oleh harga yang terjangkau serta pelayanan yang memuaskan, sehingga para pelangganya enggan untuk berbelanja di kedai lain.

Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat maka Nasria berprinsip kalau pembeli itu adalah raja, sehingga ia berusaha untuk melayani pembeli dengan sebaik-baiknya.

Harapan Nasria kedepannya adalah agar Pasar Baru akan semakin maju dan ramai, sehingga walaupun nantinya proyek Madina Square terlaksana, akan tetapi tetap tidak meninggalkan proses pembangunan Pasar Baru ke arah yang lebih baik.

4.3.2.3. Mida Mediyanti Nasution

Mida, 26 tahun, demikian ia biasa dipanggil, baru setahun ini berdagang di Pasar Baru. Sebenarnya ia di Pasar Lama tidak memiliki kios sendiri, melainkan hanya karyawan penjaga toko. Saat ini ia mendapatkan kesempatan untuk berdagang kecil-kecilan, yaitu pakaian, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Mida menyetujui proses pemindahan atau relokasi pasar yang dilakukan, karena menurutnya dengan diadakan relokasi maka ia akan lebih mudah untuk berhubungan dengan pedagang dan pembeli yang lainnya.

Walau begitu ia kurang menyetujui dengan lokasi pasar yang sekarang, karena menurutnya lokasi Pasar Baru tidak terdapat tepat ditengah kota, sehingga kurang strategis.

Sepengetahuannya tidak ada proses ganti rugi yang diberikan kepada para pedagang di Pasar Lama untuk direlokasi atau menempati pasar baru ini. Ia sendiri, karena bukanlah pedagang dari Pasar Lama tidak mendapatkan keringanan biaya atau perlakukan khusus, akan tetapi dengan harga cicilan sewa kios sebesar Rp. 6.500.000 per enambulannya sudah dirasa cukup meringankan.

Walau begitu, menilik pengalamannya selama berdagang di Pasar Lama dan Pasar Baru, maka menurutnya sejauh ini penjualannya tidak mampu mencapai omset yang didapat selama menjadi karyawan di Pasar Lama. Hal ini menurut hematnya adalah karena konsumen lebih memilih untuk membeli di tempat yang relatif lebih dekat dengan rumah mereka.

Apalagi menurutnya, berjualan di Pasar Baru ini kurang strategis akibat terdapat di pinggir kota tadi, berbeda dengan Pasar Lama yang lebih mudah

diakses oleh pembeli. Ia menyebutkan jika masalah lokasi ini menyebakan pengurangan jumlah konsumen, karena masalah jarak tadi.

Dia mengakui jika sebagian besar langganannya tetap memilih untuk tetap berbelanja di kedainya, akan tetapi memang secara umum terjadi pengurangan jumlah konsumen.

Masalah persaingan yang semakin ketat akibat jumlah pedagang yang semakin meningkat disikapi dengan biasa saja oleh Mida, karena bagi Mida yang paling penting itu kualitas barang, harga dan pelayanan, sehingga ia tidak begitu memusingkan masalah persaingan. Menurutnya, masing-masing pedagang sudah ada pelanggan masing-masing, sehingga tidak perlu memikirkan secara berlebihan masalah persaingan. Hanya saja tentunya ia harus tetap mencermati pedagang lainnya, agar ia tidak ditinggalkan pelanggan.

Adapun harapan Mida adalah agar Pasar Baru ini dapat lebih maju dari Pasar Lama sehingga kesejahteraan para pedagang dapat terjamin pula, yang mana tentu saja kesejahteraan pedagang ini akan membuat Pasar Baru akan tetap eksis.

4.3.2.4. H. Bahrum Lubis

Bapak Bahrum Lubis, 50 tahun, bisa dikatakan sebagai veteran di bidang perdagangan ini, karena ia telah berjualan selama kurang lebih 30 tahun. Ia berjualan eceran untuk barang-barang jualan di kedai, seperti rokok, permen, mie instant dan sebagainya. Tamatan SLTA ini telah banyak memakan asam garam di bidang perdagangan, sehingga ia lebih betah untuk melakukan pekerjaan ini dibandingkan untuk bekerja di sektor lainnya.

Sebenarnya Pak Bahrum kurang menyetujui adanya proses relokasi pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah, karena dengan adanya relokasi pasar maka dalam asumsinya, akan lebih banyak pula pedagangnya, sementara jumlah pembeli mungkin tidak mengalami peningkatan.

Bukannya ia tidak menilai secara positif akan keberadaan Pasar Baru, akan tetapi menurutnya justru jumlah pembeli semakin merosot saja. Hal bisa saja terjadi karena dalam pandangan Pak Bahrum lokasi Pasar Baru yang kurang strategis karena berada di pinggir kota, beda dengan Pasar Lama yang berada di tengah kota.

Dulunya, di Pasar Lama ia mempunyai dua kios, akan tetapi, karena proses relokasi, ia hanya mendapatkan jatah satu kios. Hal ini memang sempat dikecewakannya, akan tetapi kemudian ia berfikir kalau ini hanyalah masalah yang tidak harus dibesar-besarkannya dan harus fokus dengan usaha yang ditekuninya sekarang.

Apalagi tidak terdapat proses ganti rugi yang dilakukan selama proses relokasi, sehingga menghambat proses pengembangan kedainya. Ia sendiri menyebutkan jika dulunya Pemerintah pernah mendengung-dengungkan masalah ganti rugi ini, namun dalam kenyataannya hal tersebut tidak terjadi.

Sebagai pedagang lama ia tidak menerima perlakukan khusus dalam harga kios, karena ternyata kios yang letaknya strategis justru didapatkan oleh mereka yang terlebih dahulu membayar.

Pak Bahrum sendiri membayar bulanan dengan jumlah Rp. 1.500.000, yang dalam pandanganya harga ini tidak murah namun juga tidak mahal, sehingga dapat dikategorikan sebagai harga yang relatif standar saja.

Dengan adanya relokasi diakui oleh Pak Bahrum justru keadaan penjualan menjadi jauh menurun dibandingkan dengan kondisi berdagang saat masih di pasar lama. Apalagi, menurut beliau secara kenyamanan lebih memadai dibandingkan saat berdagang di pasar baru. Tentu saja hal ini disebabkan karena beliau telah terbiasa dengan kondisi dan situasi berdagang di Pasar Lama yang telah lama dijalankannya selama bertahun-tahun.

Apalagi, menurut beliau, selama ia berdagang di Pasar Baru, jumlah pelanggan yang biasa berbelanja di kedainya jauh berkurang setiap harinya jika dibandingkan disaat ia masih berdagang di Pasar Lama. Sebagian dari pelanggan lamanya memang masih berbelanja di kedainya, namun sebagian besar justru sudah tidak pernah ditemuinya lagi.

Meski beliau menyebutkan jika jumlah pedagang di Pasar Baru jauh lebih meningkat, namun dari segi persaingan ia sama sekali tidak merasakan sesuatu yang signifikan terhadap omset penjualannya. Baginya persaingan antara pedagang disikapi dengan sewajarnya saja sebagai bagian dari usaha. Harapannya adalah Pasar Baru dapat berbenah agar pelanggan yang justru bertambah.

4.3.2.5. F. Rahmad Lubis

Pak Lubis, demikian ia lebih dikenal oleh orang-orang disekitarnya. Laki-laki tamatan D-IV yang berusia 31 tahun ini telah lama berdagang barang-barang kebutuhan pokok atau Sembako, bahkan semenjak masih berjualan di Pasar Lama.

Pak Lubis menyetujui dengan adanya proyek relokasi pedagang dari Pasar Lama menuju Pasar Baru karena dianggapnya bisa memajukan para pedagang. Hanya saja ia menginginkan Pasar Baru sebagai sebuah pusat pasar bisa dimajukan dengan baik, agar perekonomian masyarakat, terutama pedagang bisa maju sepesat mungkin.

Dalam pandangannya, keberadaan Pasar Baru adalah sangat bagus, karena merupakan peremajaan konsep pasar tradisional menuju keadaan yang lebih baik. Hanya saja pemerintah daerah dan pengelola Pasar Baru dianggap tidak becus untuk mengelola Pasar Baru ini karena dianggapnya hanya memikirkan diri sendiri atau jabatannya belaka, sedangkan kemajuan pasar dibiarkan begitu saja tanpa pembinaan yang berarti.

Menurut pak Lubis, sebenarnya ada biaya ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya relokasi pedagang, akan tetapi dalam kenyataanya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga dalam prakteknya, proses ganti rugi tersebut tidak terealisasikan. Bahkan ia harus membayar Rp. 6. 500.000 guna memperoleh kios di pasar baru ini.

Keadaan penjualannya selama berdagang di Pasar Baru ternyata tidak sebagus saat ia masih berdagang di pasar lama. Alasannya karena jumlah pedagang yang semakin banyak, tidak sesuai dengan jumlah pembeli yang tidak

mengalami peningkatan. Dalam pandangannya, lebih banyak pedagang dari pada pembeli selama ia berada di area Pasar Baru.

Ia mengakui, secara fisik Pasar Baru memang lebih memadai dibandingkan dengan Pasar Lama, karena telah mempunyai bangunan fisik yang permanen, akan tetapi karena lokasinya yang terdapat di pinggir kota menyebabkan penurunan jumlah pembeli, karena sedikit susah untuk diakses oleh kalangan masyarakat yang ingin berbelanja.

Selama ia berdagang di Pasar Baru, ia tidak bisa mengatakan jika pelangganya bertambah atau berkurang, karena baginya hal tersebut tergantung akan rezeki tempat yang dihuninya, sehingga ia hanya bisa bersyukur karena masih bisa berjualan. Apalagi dalam pengamatannya, masih banyak pelanggan lamanya dari saat masih berdagang di Pasar Lama yang membeli dagangan yang dijualnya di Pasar Baru.

Baginya tidak ada peningkatan persaingan selama ia berdagang di Pasar Baru, karena justru masalah yang paling krusial baginya adalah karena Pemerintah Daerah lebih memilih untuk memperkaya dirinya masing-masing dibandingkan untuk memperhatikan nasib para pedagang atau kemajuan Pasar Baru. Oleh karena itu, ia menginginkan agar adanya persatuan diantara sesama pedagang agar dapat memajukan Pasar Baru menuju yang lebih baik tentunya.

Demikianlah harapan Pak Lubis terhadap keberadaan Pasar Baru. Hanya saja ia mahfum kalau hal ini sebenarnya tergantung kepada para pemimpin Kabupaten Mandailing Natal, dan jangan hanya menjadi pemimpin tidur melainkan memperhatikan nasib dan kemajuan perekonomian rakyatnya.

4.3.3. Informan Masyarakat 4.3.3.1. Mardiana

Mardiana, 21 tahun, adalah seorang mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang terdapat di kota Panyabungan. Saat ini, gadis berkerudung ini walau masih menetap bersama orang tuanya, namun kegiatan berbelanja ke pasar sudah menjadi kesehariannya, karena ia mendapatkan tugas dari orang tuanya untuk membeli keperluan sehari-harinya ke Pasar Baru Panyabungan. Bahkan kegiatan berbelanja ini telah biasa dilakukan semenjak ia masih duduk dibangku sekolah menengah.

Mardiana menyetujui akan adanya proyek relokasi pasar lama, karena memang pasar yang lama secara fisik kondisinya sudah tidak kondusif lagi untuk dipakai sebagai sarana berbelanja atau perekonomian warga, sehingga Mardiana menjadikan Pasar Baru sekarang ini sebagai sarana berbelanjanya. Namun Mardiana beranggapan jika lokasi Pasar Baru sekarang ini kuranglah strategis dibandingkan dengan lokasi Pasar Lama.

Secara fisik, justru memang sarana dan prasarana Pasar Baru jauh lebih memadai daripada Pasar Lama.Beberapa sarana dan prasarana yang ada di Pasar Baru dahulunya tidak terdapat di Pasar Lama, seperti tempat parker, WC umum, musholla dan juga menurutnya bangunannya (Pasar Lama) tidak sebagus bangunan Pasar Baru. Menurut Mardiana, bangunan fisik Pasar Baru bersifat lebih permanen dan lebih luas serta tertata lebih rapih.

Oleh karena itu Mardiana lebih suka berbelanja di Pasar Baru dibandingkan dengan Pasar Lama karena Pasar Baru bisa dijadikan ajang bagi Mardiana dan kawan-kawannya untuk sekedar berjalan-jalan meski tidak

berbelanja. Ini dikarenakan di kota Panyabungan tempat ia menetap belum ada Mall atau Plaza, sehingga dengan adanya Pasar Baru maka terdapat sarana rekreasi alternatif yang dapat dikunjungi.

Walaupun begitu, dari segi lokasi, Pasar Baru tetaplah dianggap kurang strategis, karena dianggap jauh dari kediamannya, sehingga membutuhkan ongkos yang lebih mahal, dibandingkan saat Pasar Lama masih ada.

Dari segi harga, Mardiana menganggap bahwa barang-barang yang ada di Pasar Baru relatif lebih mahal dibandingkan harga-harga barang yang terdapat di Pasar Lama. Hal ini menurutnya dikarenakan pedagang-pedagang di Pasar Baru semakin bertambah dan oleh karena itu tidak terjadi keseragaman harga dimana ada penjual yang menetapkan harga tinggi, sebaliknya ada juga yang menetapkan

Dokumen terkait