• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relokasi Pasar (Studi Kasus : Pusat Pasar Tradisional Panyabungan – Madina)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Relokasi Pasar (Studi Kasus : Pusat Pasar Tradisional Panyabungan – Madina)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

RELOKASI PASAR

(Studi Kasus : Pusat Pasar Tradisional Panyabungan – Madina)

Diajukan Oleh

Fadilah Rizki

030901039

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(2)

ABSTRAK

Suatu pasar selalu mengalami perubahan, baik pemekaran bangunan serta luas arealnya maupun jumlah pedagangnya. Ada pedagang baru masuk dan ada pula pedagang yang keluar atau pindah ke tempat lain. Apabila pedagang yang masuk lebih banyak daripada yang keluar, maka akan menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan tempat berjualan. Sejalan dengan dijadikannya Panyabungan sebagai ibu kota Kabupaten maka pembangunan sarana dan prasarana pendukung mulai dilaksanakan. Demikian halnya dengan pembangunan dan relokasi pusat pasar tradisional Panyabungan. Pasar yang direlokasikan dari pusat pasar lama yang di kenal dengan ”Pasar Baru”. Dengan adanya berbagai kepentingan dalam suatu pembangunan, akan selalu terjadi dilema dan friksi yang kemudian menjadi polemik dalam proses pembangunan tersebut, termasuk dalam proyek relokasi pasar. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana metode dan pendekatan pemerintah daerah / Dinas Pasar terhadap masyarakat dan pedagang dalam proses relokasi pasar tersebut dan apa faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses relokasi pasar tersebut?

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut, maka dilakukan penelitian secara kualitatif dengan analisa deskripsi, dengan unit analisis adalah masyarakat setempat, para pedagang di pasar dan instansi yang terkait dalam relokasi pasar Panyabungan. Instansi yang terkait ini yaitu Dinas pasar di daerah lokasi penelitian ini yang tempatnya berada di pusat pasar baru Kabupaten Mandailing Natal.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan pengetahuan,

rahmat beserta karunia-Nya kepada penulis. Serta Shalawat dan Salam kepada

Nabi besar junjungan kita, Muhammad SAW, sehingga penulis dapat

menyelesaikan syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial-politik

Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Relokasi Pasar (Studi Kasus : Pusat Pasar Tradisional Panyabungan –

Madina)”.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan

karena penulis juga merasa belum memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih

dan memadai dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritikan, saran dan masukan dari para pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini.

Pertama sekali penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga

kepada Ayahanda Ansor Nasution, SP.Pd., M.M., yang selama ini telah banyak

memberikan nasehat dan dorongan, baik moril dan materil serta bekerja keras

selama ini demi kelangsungan pendidikan penulis dan adik penulis. Atas berkat

dan doanyalah sehingga penulis bisa menjadi seperti sekarang ini.

”Anakmu ini salut dan bangga kepada Ayah yang selama ini selalu sabar, tabah dan ikhlas dalam menghadapi masalah dan cobaan yang ada dalam kehidupan yang seperti roda ini. Sabar, tabah dan ikhlas adalah sifat yang akan selalu Eva tiru dariAyah..!!”

Ibunda Ummi Kalsum Lubis tersayang yang selama ini telah banyak

berperan dalam kehidupan penulis. Ibunda yang selalu setia dan sabar dalam

mendengarkan keluh kesah penulis selama ini. Atas doa, nasehat, perhatian dan

kasih sayangnya kepada penulis, dari masih belum mengenal baca-tulis hingga

penulis bisa mengecap dunia pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi ini.

Juga buat adikku Melly. Terimakasih atas bantuan, dukungan dan

(4)

”Belajar yang rajin ya, agar suatu saat nanti kita bisa membahagiakan dan membuat bangga kedua orang tua kita”

Selanjutnya, penulis menghaturkan terimakasih tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

2. Bapak DR. Badaruddin, M.Si, selaku ketua Departemen Sosiologi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Rosmiani, M.Si., selaku Sekretaris Departemen Sosiologi FISIP

USU.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, selaku Dosen Wali yang selama ini

telah berperan dalam studi penulis.

5. Bapak Drs. Sismudjito, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini, yang telah banyak memberikan masukan, ide-ide dan

pemikirannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Kepada seluruuh Dosen Sosiologi dan staff pengajar FISIP USU.

7. Buat para sepupu penulis; Ana, Putri dan Nina yang telah ikut membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Buat sahabat-sahabat terbaikku; Sari, Eva, Rima, Dewi, Kiki, Ina dan Mini,

yang telah banyak membantu dan berperan dalam penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian. “Persahabatan kita Forever.”

9. Buat sahabat masa kecilku sampai saat ini; Seri Wahyuni dan Asridah, yang

selama ini telah menjadi tempat curhat penulis. Terimakasih atas dorongan

dan semangatnya.

10.Buat seseorang yang berinisial “Y”; terimakasih atas kebersamaanya semenjak

penulis memasuki dunia perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi sebagai

tugas akhir perkuliahan. “Terimakasih atas semuanya. Apa yang terjadi

selama ini akan kujadikan pelajaran dan pengalaman dalam hidup.”

11.Buat anak-anak SOS. 03; Wildan, Ayu, Kiki, Yuna, Asri, Krisma, Riza, Lena,

Ilham, Mansur, Madhan, Bastian, Hendra, Sidik, Hasrad, Ferdinan, Chandra

dan buat teman-teman penulis lainnya yang mungkin tak adapat disebutkan

satu persatu.

12.Buat anak-anak di kos-kosan Sofyan 62; Shila, Susi, Kak Uzi, Kak Wiwid,

(5)

13.Tak terlepas ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada Kepala Dinas Pasar

Panyabungan, Bapak M. Syafei Lubis dan seluruh staffnya, yang telah

membantu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

14.Kepada seluruh informan dalam penelitian ini. Terimakasih atas waktu dan

kerjasamanya serta informasi yang telah diberikan.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima

kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian

skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya buat

penulis sendiri dan buat orang-orang yang membacanya. Amin!

Medan, April 2008

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

BAB IV : DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN ... 22

4.1. Deskripsi Kabupaten Mandailing Natal ... 22

4.1.1 Sejarah Kabupaten Mandailing Natal ... 22

4.1.2. Kependukan ... 24

4.1.3. Gambaran Umum ... 25

4.1.4. Perekonomian ... 28

(7)

4.1.6. Arti Lambang Daerah ... 33

4.2. Deskripsi Pusat Pasar Panyabungan – Madina ... 36

4.2.1. Sejarah Singkat ... 36

4.2.2. Misi... 35

4.3. Profil Informan ... 37

4.3.1. Informan Kunci – Kepala Dinas Pasar Penyabungan ... 37

4.3.2. Informan Pedagang ... 41

4.4. Interprestasi Data Penelitian ... 61

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1.1. Sarana dan Prasarana Pasar Baru Panyabungan ... 4

(9)

ABSTRAK

Suatu pasar selalu mengalami perubahan, baik pemekaran bangunan serta luas arealnya maupun jumlah pedagangnya. Ada pedagang baru masuk dan ada pula pedagang yang keluar atau pindah ke tempat lain. Apabila pedagang yang masuk lebih banyak daripada yang keluar, maka akan menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan tempat berjualan. Sejalan dengan dijadikannya Panyabungan sebagai ibu kota Kabupaten maka pembangunan sarana dan prasarana pendukung mulai dilaksanakan. Demikian halnya dengan pembangunan dan relokasi pusat pasar tradisional Panyabungan. Pasar yang direlokasikan dari pusat pasar lama yang di kenal dengan ”Pasar Baru”. Dengan adanya berbagai kepentingan dalam suatu pembangunan, akan selalu terjadi dilema dan friksi yang kemudian menjadi polemik dalam proses pembangunan tersebut, termasuk dalam proyek relokasi pasar. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana metode dan pendekatan pemerintah daerah / Dinas Pasar terhadap masyarakat dan pedagang dalam proses relokasi pasar tersebut dan apa faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses relokasi pasar tersebut?

Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut, maka dilakukan penelitian secara kualitatif dengan analisa deskripsi, dengan unit analisis adalah masyarakat setempat, para pedagang di pasar dan instansi yang terkait dalam relokasi pasar Panyabungan. Instansi yang terkait ini yaitu Dinas pasar di daerah lokasi penelitian ini yang tempatnya berada di pusat pasar baru Kabupaten Mandailing Natal.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Demikian pula dengan pembangunan pasar dalam arti

fisik maupun pasar dalam arti sosial adalah bagian dari proses sistem

pembangunan ekonomi.

Perkembangan suatu pasar dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya

perubahan dalam masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari masyarakat tanpa pasar

hingga masyarakat berorientasi pasar (dari Pasar tradisional ke pasar modern).

Menurut Polanyi dalam Linda Elida (2005) bahwa pasar adalah suatu institusi

ekonomi terpenting dan merupakan suatu jalan hidup komunitas untuk

transformasi sosial, budaya dan politik. Polanyi menyebutkan dengan istilah

”Transformasi Besar” (Great Transformation).

Dalam perkembangan suatu pasar selalu mengalami perubahan, baik

pemekaran bangunan serta luas arealnya maupun jumlah pedagangnya. Ada

pedagang baru masuk dan ada pula pedagang yang keluar atau pindah ke tempat

lain. Apabila pedagang yang masuk lebih banyak daripada yang keluar, maka

akan menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan tempat berjualan.

Sejalan dengan pembangunan ekonomi, khususnya dalam lingkup pasar,

tidak terlepas dari pembangunan Daerah atau Wilayah. Pembangunan ekonomi

(11)

pembangunan diarah pada pemerataan kesejahteraan, sehingga konsekuensinya

dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Aspek pembangunan ini sangatlah luas antara lain aspek sosial, budaya,

ekonomi, politik dan ilmu pengetahuan. Diantara aspek-aspek tersebut

pembangunan sosial ekonomi merupakan aspek yang sangat esensial dalam

menunjang pembangunan daerah. Pembangunan sosial ekonomi selalu ditujukan

untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Kegiatan

pembangunan sosial ekonomi selalu dipandang sebagai sebahagian dari

keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh masyarakat. Pembangunan

sosial ekonomi meliputi suatu usaha masyarakat untuk mengembangkan kegiatan

sosial ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan

keseluruhan usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan politik

dan kebudayaan. Dengan demikian, pembangunan sosial ekonomi sebagai suatu

proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam

jangka panjang (Sukirno, 1985). Dalam pembangunan tersebut terkait masalah

pengolahan dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang

berfungsi memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kualitas hidup manusia itu

sendiri.

Akan tetapi dalam setiap pembangunan Daerah tidak selalu berjalan

dengan baik. Akan ada friksi antara masyarakat dengan pemerintah Daerah, yang

akan terjadi jika dalam pembangunan tersebut masyarakat merasa dirugikan

dengan rencana pembangunan daerah tersebut. Realitasnya dalam proses

pembangunan pasar, sering terjadi konflik. Munculnya konflik dilatari oleh karena

(12)

rugi dan mahalnya harga sewa kios di tempat baru. Padahal, pembangunan pasar

dalam daerah yang sedang berkembang merupakan modernisasi pasar yang bukan

sebatas mengubah infra struktur, nmun justru pengelolaan pasar secara modern

sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kenyataannya, kondisi yang tidak

tersentralisasi serta ketidaknyamanan pasar tradisional disebabkan tidak baiknya

pengelolaan sistem dan manajemen pasar dalam penanggungjawaban keberadaan

dan keberlangsungan pasar tradisional.

Dalam sebuah pembangunan, seperti pembangunan ataupun relokasi pasar,

maka pada umumnya akan ada terjadi suatu proses penolakan, baik itu pada saat

sebelum dan sesudah pembangunan pasar tersebut. Akan muncul tekanan dari

pedagang dari pasar yang lama yang merasa jika kondisi perdagangannya pada

lokasi di pasar baru tidak akan lebih baik dibandingkan pada saat masih

berdagang di pasar lama.

Dalam hal ini, pemerintah daerah sebagai administrator dan pengambil

kebijaksanaan ini tidak hanya di pandang dari satu sisi yang menguntungkan saja,

namun harus menyeluruh berdasarkan pertimbangan dan bahwa kebijaksanaan

dan keputusan yang di ambil adalah untuk tujuan pembangunan sektor ekonomi

dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, terutama dalam hubungannya

dengan pengadanaan sarana-sarana perekonomian (pasar).

Dapat dikatakan bahwa pengambilan kebijaksanaan atau keputusan

melalui perencanaan fisik tersebut adalah jalan yang terbaik, yang mana hal ini

dilakukan untuk menjamin bahwa rencana fisik tersebut akan ada gunanya dan

(13)

Hal yang sama berlaku pula dengan Panyabungan sebagai kota yang

demikian pula berkembang setelah ditingkatkan statusnya dari ibu kota

Kecamatan menjadi Ibu kota Kabupaten sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Tapanuli Selatan menjadi Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dengan

ibukotanya Panyabungan pada Maret 1999.

Sejalan dengan dijadikannya Panyabungan sebagai ibu kota Kabupaten

maka pembangunan sarana dan prasarana pendukung mulai dilaksanakan.

Demikian halnya dengan pembangunan dan relokasi pusat pasar tradisional

Panyabungan. Pasar yang direlokasikan dari pusat pasar lama yang di kenal

dengan ”Pasar baru” merupakan kebijakan dari pemerintah dan Dinas pasar

setempat.

Tabel 1.1.1

SARANA DAN PRASARANA PASAR BARU PANYABUNGAN Kios dan Los Prasarana Lingkungan

Pasar

Prasarana Pasar

Kios 3 x 4 = 750 unit Gang dalam pasar Ruko 5 x 10 = 16 unit

Los 2 x 3 = 300 unit Drainase air bersih Kantor pasar

Instalansi listrik PLN Musholla

Landscaping Panggung terbuka

Pos jaga & kemananan

Parkir, halte & loket

Pagar keliling

Sumber data : Kantor Dinas pasar Panyabungan tahun 2004

Pembangunan dan relokasi pusat pasar di pindahkan ke tempat yang lebih

strategis dengan bangunan permanen dan lebih baik. Kenyamanan pasar baru

(14)

becak, pos keamanan, toilet, mushalla dan lain-lain. Sangat jauh berbeda dengan

keadaan pasar lama dengan bangunannya yang non permanen sehingga bentuk

fisik kurang baik dan kurang menarik. Infra struktur dan sanitasinya yang tidak

memadai dan juga dan tidak adanya parkir karena letak pasar lama tersebut

berada di pinggir jalan sehingga membuat lalu lintas macet apalagi di hari pekan

dan juga keadaan pasar lama tersebut semrautan dan tidak teratur.

Keberhasilan relokasi pasar panyabungan tidak terlepas dari dukungan

semua lapisan masyarakat dan juga para pedagang. Berbeda dengan pembanguann

dan relokasi pasar di daerah lain yang menjadikan prokontra antara masyarakat,

pedagang dengan pemerintah dan Dinas pasar setempat. Banyak faktor pendukung

atas keberhasilan pembangunan dan relokasi pusat pasar panyabungan. Walaupun

demikian faktor penghambat juga ada. Akan tetapi karna adanya kerja sama yang

baik antara masyarakat, para pedagang dan pemerintah daerah sehingga proses

Relokasi Pasar ini berjalan dengan baik.

1.2.Perumusan masalah

Dengan adanya berbagai kepentingan dalam suatu pembangunan, akan

selalu terjadi dilema dan friksi yang kemudian menjadi polemik dalam proses

pembangunan tersebut, termasuk dalam proyek relokasi pasar. Oleh karena itu,

berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka ditarik perumusan masalah

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana metode dan pendekatan pemerintah daerah / Dinas Pasar

(15)

2. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses relokasi pasar

tersebut?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana metode pendekatan pemerintah daerah /

Dinas Pasar terhadap masyarakat dan para pedagang dalam proses

relokasi pasar tersebut.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam proses

relokasi pasar tersebut.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi kajian ilmiah bagi mahasiswa

khususnya mahasiswa sosiologi sebagai bahan kajian dalam ilmu

Sosiologi Ekonomi

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan komparatif yang masih

relevan dalam penelitian sejenis di kemudian hari.

1.5.Defnisi Konsep

1. Relokasi : Perpindahan tempat, daerah, wilayah dari yang lam ke

tempat yang baru. Dalam penelitian ini perpindahan pasar

(16)

2. Lokasi pasar : Lokasi geografi tempat pertukaran terjadi. Tempat hasil

pemasokan dan permintaan berlangsung dan tempat

syarat-syarat terdaftar.

3. Pasar : Merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan antara

produsen dan konsumen, pertemuan antara penjual dan

pembeli, antara dunia usaha dengan masyarakat konsumen.

4. Pasar Tradisional: Pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta,

koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha

berupa toko, kios dan los dan tenda yang dikelola dan

dimiliki oleh pedagang kecil dan menengah dan koperasi

dengan usaha skala kecil dan modal kecil dan melalui

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Fenomena ekonomi dapat dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia

itu sendiri. Pembangunan fenomena ekonomi berjalan seiring dengan

perkembangan dari pertumbuhan manusia itu sendiri dan pengetahuan teknologis

yang dimilikinya. Dengan kata lain sejarah perkembangan fenomena ekonomi

mengikuti linier perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi manusia itu

sendiri.

Damsar (1997 : 3) menyebutkan :

Sejarah persoalan ekonomi memperlihatkan bahwa dari awal, sejarah

persoalan ekonomi tidak hanya menyangkut ekonomi an sich tetapi ia

terkait dan melekat pada instansi-instansi lain dari masyarakat seperti

agama, politik dan pemerintahan, budaya dan sebagainya.

Apa yang dikemukakan oleh Damsar tersebut menunjukkan bahwa

pembahasan persoalan ekonomi (termasuk pasar tradisional pedesaan sebagai

salah satu dari unsur ekonomi) harus mempertimbangkan institusi-institusi sosial

lainnya yang dapat memperlancar atau menghambat aktivitas-aktivitas ekonomi

yang dilakukan oleh aktor-aktor ekonomi.

Menurut Rismayani dalam Khairunnisa (2005) bahwa pengertian pasar

secara sederhana adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli, selain itu, pasar

dapat pula diartikan sebagai himpunan pembeli aktual dan potensial dari suatu

produk. Dalam hal demikian pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang

(18)

dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan

itu.

Pasar secara fisik adalah tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan

tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka atau ruangan tertutup atau

sebagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokkan para pedagang eceran tersebut

menempati bangunan-bangunan temporer, semi permanen ataupun permanen.

(Khairunnisa 2005 : 11).

Pasar merupakan salah satu lembaga yang paling penting dalam institusi

ekonomi. Bahkan kebanyakan fenomena ekonomi berhubungan dengan pasar.

Pasar merupakan salah satu penggerak utama dinamika kehidupan ekonomi.

Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi tidak terlepas dari aktivitas

yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang. Selain itu aspek yang tidak kalah

pentingnya adalah aspek ruang dan waktu dari pasar serta aspek tawar-menawar

yang terjadi di pasar.

Pasar sebagai suatu lembaga ekonomi merupakan suatu wadah yang dapat

menampung produksi surplus untuk memenuhi kebutuhan barang-barang

komoditi yang diperdagangkan. Selain itu, pasar juga merupakan arena kegiatan

yang mempertemukan antara produsen dan konsumen.

Dalam perkembangannya, pembangunan ekonomi (dalam lingkup pasar)

tidak hanya sekedar berdampak pada aspek ekonominya saja, akan tetapi

memberikan dampak terhadap lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial

budaya itu sendiri pada akhirnya juga akan memberikan dampak terhadap

pembangunan itu sendiri. Pembangunan adalah hasil prilaku merubah lingkungan.

(19)

Reaksi itu dapat berupa menerima, menolak dan atau terjadi adaptasi. Dengan

demikian pembangunan dalam arti luas adalah suatu sumber terjadinya perubahan

dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (Bintoro Tjokroamidjojo, 1983).

Dalam kegiatan pembangunan, keikutsertaan pemerintah terutama

pemerintah daerah diperlukan untuk menghilangkan peberdaan tingkat

pembangunan diberbagai wilayah yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang

kurang menguntungkan. Sebab apabila pemerintah tidak secara aktif campur

tangan dalam kegiatan ekonomi yang berarti bahwa perekonomian tersebut

dikendalikan oleh mekanisme pasar. Maka dalam perekonomian akan timbul

keadaan-keadaan yang menghambat perkembangan ekonomi di wilyah yang lebih

terbelakang dan dengan demikian ditinjau dari sudut, wilayah perkembangan

ekonomi tidak akan berjalan secara baik (Sadono Sukirno, 1985).

Daerah yang dijadikan lokasi pasar tradisional biasanya juga sekaligus

sebagai pusat pemerintahan daerah (lokal). Berbagai kebijakan pembangunan

daerah termasuk keberadaan pasar tradisional tidak terlepas dari pengaruh politik

berbagai kelompok masyarakat. Antara lain : kelompok pedagang, kelompok

kepentingan (Group Interest) tertentu dan juga dari pemerintah itu sendiri

(Effendi, 1999).

Lokasi pasar juga tidak terlepas dari dimensi politik tata ruang. Letak

lokasi pasar sering menjadi sumber konflik terutama jika terjadi keinginan dari

pemerintah setempat untuk memindahkan pasar dari tempat yang lama ke daerah

lokasi yang baru.

Tarik menarik antara berbagai kelompok kepentingan merupakan

(20)

yang merasa di rugikan sementara di pihak lain ada yang merasa diuntungkan.

Pasar sebagai pusat keramaian juga sering digunakan sebagai wahana untuk

memperkenalkan atribut-atribut politik terhadap masyarakat luas.

Konseptualisasi pembangunan menurut Michael P. Todaro adalah sebagai

suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu

sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih

manusiawi. Adapun pembangunan wilayah pada dasarnya adalah pelaksanaan

pembangunan nasional di wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan

sosial wilayah tersebut serta menghormati peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Tambun, 1992).

Untuk dapat memahami pembangunan wilayah sebagai salah satu cabang

disiplin ilmu, maka pengertian yang dikemukakan Tambun (1992), cukup

memadai yakni :

1. Pembangunan wilayah adalah penggunaan dana yang dialokasikan pada suatu

wilayah oleh pemerintah maupun swasta untuk kegiatan-kegiatan yang

langsung tidak langsung meningkatkan kesejahteraan rakyat ataupun

memperluas lapangan kerja.

2. Pengembangan wilayah adalah pembangunan wilayah itu sendiri dengan

tujuan adanya perubahan yang bersifat positif pada wilayah tersebut yaitu

adanya pertumbuhan berkelanjutan dan pemerataan.

3. Perencanaan wilayah adalah penyusunan suatu skenario masa depan yang

diharapkan terjadi, apabila pembangunan wilayah dapat distimulasi sesuai

(21)

Pengembangan wilayah merupakan usaha untuk mengembangkan dan

meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan interaksi antar sistem

ekonomi (economic system), manusia atau masyarakat (sosial system) dan

lingkungan hidup dan sumberdaya alam (ecosystem). Kondisi ini dapat

diterjemahkan dalam bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya

maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks

keseimbangan, keselarasan dan kesesuaian (Khairunnisa 2005 : 30).

Menurut Hadjisaroso (1993 : 27) pengembangan wilayah itu merupakan

suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah / kawasan

dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Soegijoko dkk (1997 : 84) bahwa pengembangan

wilayah ini merupakan upaya pemerataan pembangunan dengan mengembangkan

wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu

sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara efektif dan

efisien serta dapat menigkatkan kesejahteraan masyarakatnya.

Pusat-pusat perkumpulan (organisasi) yang bersifat politik juga biasanya

ditemui di pasar (Evers, 1997). Hal ini menjadi strategis karena institusi pasar

biasanya didukung oleh prasarana transportasi yang lebih baik sehingga mudah

terjangkau oleh masyarakat dari berbagai penjuru desa.

Pasar tradisional pedesaan sebagai salah satu bentuk pasar yang ada

merupakan salah satu institusi ekonomi. Sebagai salah satu institusi ekonomi

dengan demikian pasar tradisional pedesaan juga menjadi relevan dilihat dari

perspektif sosiologis karena pasar tradisional pedesaan sebagai institusi ekonomi

(22)

Talcott Parson dimana institusi ekonomi merupakan salah satu sub-sistem dari

sistem sosial secara keseluruhan.

Menurut Parson dalam Ritzert & J Goodman (2003 : 121) pada dasarnya

ada seperangkat Prasyarat fungsional atau kebutuhan-kebutuhan tertentu yang

harus dipenuhi oleh setiap sistem, dimana Parson menyebutnya dengan konsep

AGIL, Yaitu :

1. A- Adaptation, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya. Ada dua dimensi yaitu, pertama : harus ada

suatu penyesuaian dari sistem itu terhadap tuntutan kenyataan yang keras yang

tidak dapat diubah yang datang dari lingkungan. Kedua: Ada proses transformasi

aktif dari situasi itu. Ini meliputi penggunaan segi-segi situasi itu yang dapat

dimanipulasi sebagai alat untuk mencapai tujuan.

2. G – Goal Attainment, Merupakan Prasyarat fungsional yang

muncul dari pandangan Parson bahwa tindakan itu diarahkan pada

tujuan-tujuannya. Namun perhatian yang diutamakan disini bukanlah tujuan pribadi

individu, melainkan tujuan bersama para anggota masyarakat dalam suatu sistem

sosial. Pencapaian tujuan merupakan jenis kulminasi tindakan yang secara

intrinsik memuaskan, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan penyesuaian persiapan.

Menurut skema alat-tujuan, (means-end scheme) pencapaian maksud ini adalah tujuannya. Sedangkan kegiatan penyesuaian yang sudah terjadi sebelumnya

merupakan alat untuk merelisasi tujuan ini. Jadi, persyaratan fungsional untuk

mencapai tujuah harus meliputi pengambilan keputusan yang berhubungan

(23)

3. I- Integration, Merupakan persyaratan yang berhubungan dengan

interalansi antara para anggota dalam sistem itu.

Agar sistem sosial itu berfungsi secara efektif sebagai satu satuan harus

ada suatu tingakta solidaritas diantara individu yang termasuk didalamnya.

Masalah Integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin bahwa ikatan

emosional yang cukup yang menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja

sama dikembangkan dan dipertahankan.

Ikatan-ikatan emosional ini tidak boleh tergantung pada keuntungan yang

diterima atau sumbangan yang diberikan untuk tercapainya tujuan individu atau

kolektif. Jika tidak solidaritas sosial dan kesediaan untuk kerjasama akan jauh

lebih goyah sifatnya karena hanya didasarkan pada kepentingan diri pribadi

semata-mata.

L- Latency, konsep latensi (Latency) menunjukkan pada berhentinya

interaksi. Para anggota dalam sistem sosial bisa saja letih dan jenuh tunduk pada

sistem sosial lainnya dimana mungkin mereka terlibat. Karena itu, semua sistem

sosial harus berjaga-jaga bilamana sistem itu tidak lagi bertindak dan berinteraksi

sebagai bagian dari sistem.

Dalam konteks sistem kemasyarakatan lokal (local societal system), sistem

pasar (pasar tradisional pedesaan) dapat dilihat sebagai salah satu sub-sistem,

disamping sub-sistem-sub-sistem lainnya, yaitu sistem pemerintahan daerah

sistem komunitas lokal (local community system) dan sistem administrasi lokal

(lokal administration system).

Dengan demikian, pasar tradisional sebagai salah satu sub-sistem dari

(24)

lainnya. Karena, dinamika pasar tradisional pedesaan sangat terkait dengan

sub-sistem yang lainnya.

Parson juga menjelaskan sejumlah persyaratan fungsional dari sistem

sosial dalam masyarakat, yaitu :

Pertama : Sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa

sehingga bisa beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan

sistem lainnya.

Kedua : untuk menjaga kelangsungannya, sistem sosial harus

mampu mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain.

Ketiga : sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para

aktornya dalam proporsi yang signifikan.

Keempat : Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai

dari para anggotanya.

Kelima : Sistem sosial harus mampu mengendalikan prilaku yang

berpotensi mengganggu.

Keenam : Bila konflik akan menimbulkan kekacauan, itu harus

dikendalikan.

Ketujuh : untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan

bahasa.

• (Ritzer & J. Goodman 1996 : 11).

Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, dalam hal relokasi pasar

di Panyabungan pemerintah daerah, masyarakat dan para pedagang terjalin adanya

kerja sama yang baik ini di buktikan dengan berhasilnya relokasi pasar ke lokasi

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan

kualitatif. Pendekatan kulaitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang

menghasilkan data, tulisan, tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati

(Nawawi, 1994 : 2003).

Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh). Misalnya tentang

prilaku, motivasi, tindakan dan sebagainya.

Studi kasus adalah tipe penelitian yang penelaahannya terhadap suatu

kasus dilakukan secara mendalam, mendetail dan komprehansif (Faisal, 1995 :

22).

Berkenaan dengan penelitian ini sebagai studi kasus maka penelitian ini

akan menjelaskan dan menggambarkan bagaimana proses relokasi pasar dan

faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan relokasi pasar tersebut.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini tempatnya berada di pusat pasar baru

Kabupaten Mandailing Natal. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi ini

adalah :

1. Karena pusat pasar baru ini adalah merupakan hasil relokasi dari pasar lama

(26)

2. Tersedianya akses bagi peneliti sehingga memudahkan peneliti dalam

mengambil data sehingga dapat memperoleh informasi yang sesuai dengan

masalah penelitian.

3. Karena peneliti merupakan warga setempat dan bertempat tinggal di daerah

tersebut.

3.3.Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat

setempat, para pedagang di pasar dan instansi yang terkait dalam relokasi

pasar Panyabungan. Instansi yang terkait ini yaitu Dinas pasar di daerah

tersebut.

3.3.2. Informan

Informan dibedakan atas 2 (dua) jenis, yakni informan kunci dan informan

biasa.

• Informan Kunci

 Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam

menjelaskan tentang proses relokasi pasar tersebut. Informasi

kuncinya adalah Instansi yang terkait yaitu Dinas pasar di daerah

tersebut. Kriterianya adalah : Orang yang bekerja di Dinas Pasar

(27)

• Informan biasa

Merupakan sumber informasi sebagai data pendukung dalam menjelaskan

keadaan dan keberadaan pasar sebelum dan sesudah dilakukan relokasi

Kriteria adalah sebagai berikut :

 Pedagang yang sudah berjualan di pusat pasar sebelum dan sesudah

direlokasikannya pasar.

 Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis yaitu

Data Primer dan data sekunder. Dalam peneliti memakai tekhnik pengumpulan

data melalui :

1. Data Primer, diperoleh melalui :

 Observasi langsung

Observasi langsung adalah : Peneliti turun langsung ke lapangan meneliti dan

mengamati keadaan dan keberadaan pasar baru yang direkolasikan dari pasar

lama.

 Wawancara mendalam (Depth Interview)

Yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan (Interview Guide) kepada

informan yang telah ditentukan. Wawancara dilakukan dengan proses tanya

jawab secara langsung dengan informan. Hal ini dilakukan bertujuan untuk

mengumpulkan keterangan-keterangan dari proses tanya jawab langsung

tersebut. Dan juga bertujuan untuk mengetahui bagaiamana keadaan dan

(28)

2. Data Sekunder, diperoleh melalui :

Yaitu diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini kajian kepustakaan

dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi,

pandangan, tema melalui buku, dokumen, artikel, jurnal, tulisan dan catatan

lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

3.5. Interprestasi Data

Data yang diperoleh terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan

objektivitas (kesesuaian dengan kebenaran) dan relevansi dengan masalah yang

diteliti. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke

dalam pola kategori dan satuan uraian sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dianalisis untuk selanjutnya (Moleong, 1993 : 103). Analisis data ditandai dengan

pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara

pengamatan, wawancara ataupun catatan lapangan. Kemudian dipelajari dan

(29)

3.6. Jadwal Kegiatan

Tabel 3.6.1.

JADWAL KEGIATAN DAN LAPORAN PENELITIAN

Kegiatan

Pengajuan Judul XXX

Penyusunan Proposal XX

Seminar Proposal X

Revisi Proposal XXX

Pengurusan Izin Admin. Pen. X

Membuat Interview Guide XX

Observasi & Wawancara X XXX

Interprestasi Data X XXXX

Penyusunan Lap. Pen. XXXX

Revisi Laporan Penelitian XX

3.7. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dan observasi lapangan dilakukan pada tanggal 24 Desember

2007 hingga 28 Februari 2008. Bisa dikatakan, mulai dari tahap observasi

lapangan hingga proses penelitian, tidak diketemukan halangan yang berarti. Baik

itu dalam hal mengatur waktu untuk wawancara dengan Kepala Dinas Pasar,

pedagang maupun masyarakatnya.

Peneliti dengan mudah dapat bersosialisasi dengan mereka dan dapat

melakukan wawancara yang diperlukan pada saat atau waktu kapan saja peneliti

(30)

Para informan juga merespon dengan baik setiap interaksi yang peneliti

lakukan dan mengakomodir kebutuhan penelitian ini dengan baik pula. Hal ini

menimbulkan rasa nyaman, baik di diri peneliti maupun informan, sehingga

proses penelitian berjalan lancar tanpa kendala yang berarti.

Apalagi, sebagai nilai tambah, peneliti berasal dari daerah ini, sehingga

komunikasi bisa berjalan dengan baik. Selain itu, peneliti juga sangat mengenal

seluk-beluk lokasi penelitian yang kemudian sangat memudahkan proses

(31)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Kabupaten Mandailing Natal 4.1.1 Sejarah Kabupaten Mandailing Natal

Nama Mandailing termaktub dalam Kitab Nagarakertagama, yang

mencatat perluasan wilayah Majapahit sekitar 1365 M. Hal ini berarti sejak

penggalan akhir abad abad ke-14 sudah diakui adanya suku bangsa dan wilayah

bernama Mandailing. Sayangnya, selama lebih 5 abad Mandailing seakan-akan

raib ditelan sejarah. Baru pada abad ke-19 saat Belanda menguasai tanah

berpotensi daya alam ini, Mandailing pun mencatat sejarah baru. Kemudian

disusul ke masa pendudukan Jepang (dalam Kompas, Rabu 30 Juli 2003).

Penyair besar Mandailing, Willem Iskander menulis sajak monumental "Si

Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk", mengukir tanah kelahirannya yang indah dihiasi perbukitan dan gunung. Terbukti tanah Mandailing mampu eksis dengan

potensi sumber daya alam, seperti tambang emas, kopi, beras, kelapa dan karet.

Kekayaan alam dan kemajuan dalam berbagai sektor, mulai dari tradisi

persawahan, perairan, hingga semakin besarnya pertumbuhan ekonomi di wilayah

pantai barat ini maka disebut Mandailing Godang.

Kabupaten Mandailing Natal juga sering disebut dengan Madina adalah

sebuah kabupaten di Sumatra Utara, Indonesia. Kabupaten ini adalah kampung

halaman bagi etnis Batak Mandailing dan di pesisir tinggal masyarakat yang

berbudaya khas pesisir. Dari daerah ini banyak tampil tokoh-tokoh yang

(32)

Kabupaten Mandailing Natal terletak berbatasan dengan Sumatera Barat,

bagian paling selatan dari Propinsi Sumatera Utara. Penduduk asli Kabupaten

Mandailing Natal terdiri dari dua etnis :

• Masyarakat etnis Mandailing

• Masyarakat etnis Pesisir

Secara umum etnis Pesisir tinggal di wilayah Pantai Barat Mandailing

Natal. Kelompok etnis Mandailing merupakan kelompok Patrilinealistik.

Sedangkan etnis Pesisir merupakan kelompok Matrilinealistik.

Seperti halnya kebanyakan daerah-daerah lain, pada zaman dahulu

penduduk Mandailing hidup dalam satu kelompok-kelompok, yang dipimpin oleh

raja yang bertempat tinggal di Bagas Godang.

Dalam mengatur sistem kehidupan, masyarakat Mandailing Natal

menggunakan sistem Dalian Na Tolu (tiga tumpuan). Artinya, mereka terdiri dari

kelompok kekerabatan Mora (kelompok kerabat pemberi anak dara), Kahanggi

(kelompok kerabat yang satu marga) dan Anak Boru (kelompok kerabat penerima

anak dara). Yang menjadi pimpinan kelompok tersebut biasanya adalah anggota

keluarga dekat dari Raja yang menjadi kepala pemerintahan di Negeri atau Huta

(33)

4.1.2. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2006 yakni 413. 750

jiwa. Laki-laki 202.904 orang dan perempuan 210.846 orang, dengan sex ratio

yaitu 96,23 dan banyak rumah tangga 93.922 KK dengan rata-rata anggota rumah

tangga yakni 4. Laju pertumbuhan penduduk Mandailing Natal tahun 2006

sebsear 1.42 %.

Dalam susunan penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia

produktif (15-64 tahun) sangat menonjol sebesar 55.54 % dan usia ketergantungan

terdiri usia (0-14 tahun) sebesar: 41,43 % dan Lansia (65 +) sebesar 3.03 %.

Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Lembah Sorik

Merapi yaitu 499 jiwa/km2 dan terkecil di kecamatan Muara Batang Gadis (10

jiwa/km2).

Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk Mayoritas adalah Mandailing

namun juga dihuni oleh suku-suku lainnya, seperti Batak, Jawa, Melayu, Minang

dan sebagainya.

Pemerintah daerah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat

dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan dapat memecahkan

masalah kependudukan di daerah, dengan cara pemindahan penduduk dari pulau

Jawa melalui program Transmigrasi yang tedapat di Kecamatan Natal dan Batang

Natal berjalan dengan kebijaksanaan Pemerintah serta program KB yang dimulai

pada awal tahun 1970-an dapat menekan laju penduduk di wilayah Kabupaten

(34)

4.1.3. Gambaran Umum

Saat ini Kabupaten Madina di pimpin oleh H.Amru Daulay, SH sebagai

Bupati dan Drs.H.Hasim Nasution sebagai Wakil Bupati. Kecamatan Natal dan

bahagian Mandailing dari Kabupaten Tapanuli Selatan kemudian dirangkumkan

menjadi Kabupaten Mandailing-Natal, atau kependekannya Madina, dengan moto

Madina Yang Madani”.

Madina adalah kependekan dari kata: Makmur, Aman, Damai, Indah,

Nyaman dan Asri. Madani melambangkan masyarakat civil (beradab dan

berwawasan) yang hidup rukun tenteram dengan jiwa membangun yang tinggi

dan terbuka menerima perubahan.

Sebutan Madina untuk Kabupaten Mandailing Natal terdengar sejak

wilayah itu memisahkan diri dari kabupaten induknya, Tapanuli Selatan, tahun

1999. Setelah melalui proses yang sangat panjang – hampir enam tahun –

Kabupaten Mandailing-Natal terbentuk berikutan pemekaran wilayah Propinsi

Sumatera Utara pada tahun 1999 tersebut.

Sebelum Mandailing Natal menjadi sebuah kabupaten, wilayah ini masih

termasuk Kabupaten Tapanuli Selatan. Setelah terjadi pemekaran, dibentuklah

Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan undang-undang Nomor 12 tahun 1998,

secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999

(35)

Gambar 4.1

PETA LOKASI KABUPATEN MANDAILING NATAL

Kabupaten Mandailing Natal terletak pada 0°10' - 1°50' Lintang Utara dan

98°50' - 100°10' Bujur Timur ketinggian 0 - 2.145 m di atas permukaan laut. Luas

wilayah Kabupaten Mandailing Natal ± 6.620,70 km2 atau 662.070 Ha dengan

batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan

• Sebelah Timur : Propinsi Sumatera Barat

• Sebelah Selatan : Propinsi Sumatera Barat

• Sebelah Barat : Samudera Indonesia

Iklim Kabupaten Mandailing Natal adalah beriklim hujan tropis dengan

kelembaban udara ± 83% rata curah hujan ± 2.728,5 mm/tahun dan suhu

(36)

Status kepemilikan tanah di Kabupaten Mandailing Natal adalah :

• Hak Milik 1.885,00 Ha

• Hak Guna Bangunan 2,00 Ha

• Hak Pakai 9,00 Ha

• Hak Guna Usaha 2.392,00 Ha

Saat ini kabupaten Madina mempunyai 12 kecamatan meliputi 355 desa,

33 kelurahan dan 10 unit pemukiman transmigrasi (UPT).

Nama-nama kecamatannya ialah:

1. Batahan

2. Batang Natal

3. Lingga Bayu

4. Kotanopan

5. Ulu Pungkut Hutanagodang

6. Tambangan

7. Lembah Sorik Merapi

8. Muarasipongi

9. Panyabungan

10.Panyabungan Selatan Tano Bato

11.Panyabungan Barat Longat

12.Panyabungan Utara Mompang

13.Panyabungan Timur Gunung Baringin

14.Natal

15.Muara Batang Gadis Singkuang

(37)

17.Bukit Malintang

18.Ranto Baek

19.Huta Bargot

20.Puncak Sorik Marapi

21.Pakantan

22.Sinunukan

4.1.4. Perekonomian

Kabupaten Madina beribukota di Penyabungan dan mempunyai penduduk

sejumlah 393.170 jiwa dan tingkat pertumbuhan 1,61% per tahun (2005). Dari

jumlah tersebut, 68,842 diperhitungkan miskin.

Struktur perekonomian Kabupaten Mandailing Natal didominasi oleh

sektor pertanian, perkebunan, industri pengolahan, serta perdagangan.

Masing-masing sektor telah memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB

Kabupaten Mandailing Natal.

• PDRD : Rp.2.244.470.330.000

• Pertumbuhan Ekonomi : 5,81 %

• Pendapatan Per Kapita (Harga Berlaku) : Rp.5.662.274

• Tingkat Inflasi : 8,70%

Dari segi sarana dan prasarana dapat digambarkan sebagai berikut:

• Tersedianya tenaga listrik dengan kapasitas terpasang sebesar 211919157

(38)

• Tersedianya sarana telekomunikasi dengan kapasitas terpasang 4872 sst,

serta berbagai operator selular seperti Telkomsel, Pro XL, Mentari dan

lain-lain.

• Telah tersedianya sarana transportasi antara lain :

a. Darat

Prasarana jalan menurut statusnya sepanjang ± 1.162,56 Km.

b. Laut

Pelabuhan Natal sebagai pelabuhan umum dapat melayani bongkar

muat dan angkutan penumpang dengan panjang pantai 170 Km.

Dalam segi perekonomian di Kabupaten Mandailing Natal terdapat 8

(delapan) buah Bank, yang terdiri dari 4 kantor Bank Pemerintah dan 4 kantor

Bank Swasta Nasional. Sedang jumlah pasar di Kabupaten Mandailing Natal

sebanyak 28 pasar, antara lain Pasar Induk 1 unit dan Pasar Kecamatan sebanyak

27 unit.

Tanaman pangan dengan komoditas utama padi di bagian timur menjadi

andalan kabupaten. Setiap tahun produksinya rata-rata surplus 53.000 ton beras.

Untuk perkebunan, tanaman karet dan kulit manis menjadi komoditas paling

banyak digeluti penduduk yang 80 persen etnis Mandailing. Produksi karet

Madina yang tersebar di wilayah selatan menempati urutan ketiga setelah

Labuhan Batu dan Tapanuli Selatan dengan produksi sekitar 26.000 ton pada

tahun 2001. Produksi kulit manis yang ditanam di hampir semua kecamatan

belum mampu berbicara banyak di tingkat provinsi.

Dua komoditas perkebunan yaitu karet dan kulit manis masih berpotensi

(39)

Panyabungan, Panyabungan Barat, Selatan, Timur, dan Utara masih memiliki

lahan 30.948 hektar. Sementara, untuk kulit manis masih tersedia 574,35 hektar.

Keberadaan Madina yang berbatasan dengan Samudera Hindia

memberikan keberuntungan tersendiri. Pantai sepanjang 170 kilometer

menyimpan potensi besar yang belum digarap serius. Peluang usaha perikanan

laut masih terbuka. Di pantai barat untuk menyebut Kecamatan Batahan, Natal,

dan Muara Batang Gadis juga terdapat usaha sarang burung walet. Keberadaannya

memberi kontribusi cukup besar. Tahun 2002 kontribusi sarang walet Rp 1,750

miliar atau sekitar 27 persen dari PAD (Pendapatan Hasil Daerah).

Produksi pertanian seperti karet, kulit manis, padi, dan kopi menjadi

komoditas utama perdagangan. Petani menjual hasil pertanian kepada pedagang

yang mayoritas terpusat di ibu kota kabupaten. Pedagang lokal mengumpulkan

komoditas dan menjual ke pedagang besar di Medan yang membutuhkan waktu

tempuh 10-12 jam. Melalui pedagang besar luar daerah itulah komoditas pertanian

diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia.

Aktivitas perdagangan dengan komoditas hasil pertanian memberikan

kontribusi terbesar kedua setelah pertanian. Tahun 2002, sektor perdagangan,

hotel, dan restoran membukukan nilai Rp 335 miliar. Pemkab mengakui,

keberhasilan perdagangan menggairahkan perputaran ekonomi daerah, tidak lepas

dari peran pengusaha luar daerah yang mengekspor komoditas pertanian.

Perdagangan yang menyerap 11.594 tenaga kerja ini tidak langsung

terpengaruh iklim masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat yang bernaluri

(40)

perdagangan yang terbatas pada komoditas pertanian ini berdampak pada

lambatnya perkembangan industri pengolahan.

Usaha industri di Madina masih didominasi industri kecil dan menengah,

seperti industri makanan dan kerajinan. Perkembangan industri yang dimaksudkan

memberi nilai tambah pada komoditas pertanian yang belum mampu berbicara

banyak. Apalagi dalam APBD 2003, sektor industri hanya dialokasikan dana 0,3

persen dari nilai belanja pembangunan yang Rp 112, 9 miliar. Lain halnya sektor

perdagangan yang tahun 2003 dialokasikan dana pembangunan Rp 10,6 miliar.

Pemkab menyadari, untuk mengembangkan Madina dibutuhkan peran

serta investor. Untuk menggaet penanam modal diperlukan kesiapan sarana dan

prasarana memadai, misalnya perhubungan. Beberapa ruas jalan, khususnya di ibu

kota kabupaten tampak lebar dan halus. Namun pemkab mencatat, tidak kurang 64

persen dari panjang jalan kabupaten rusak dan rusak berat. Mau tidak mau

pemkab harus mengeluarkan dana untuk membenahi jalan. Sektor transportasi

dialokasikan dana terbesar kedua setelah sektor aparatur negara dan pengawasan

yaitu Rp 14,4 miliar atau 13 persen dari anggaran pembangunan 2003.

Kabupaten yang menyebut Tapanuli Selatan sebagai parameter kemajuan

pembangunan dalam mengembangkan daerah masih harus berhadapan dengan

kendala mendasar. Letak Panyabungan kurang menguntungkan, jauh dari pusat

perdagangan. Dalam hal telekomunikasi, Madina hanya diberi alokasi 2.692 SST

(Stasiun Satelit Telekomunikasi) dan terpakai 52 persen. Itu pun terpusat di

Panyabungan dan Kota Nopan. Investor yang ingin menggarap potensi daerah

(41)

4.1.5. Visi Dan Misi

VISI Kab.Mandailing Natal adalah "Terwujudnya Masyarakat Yang

Maju, Mandiri, Sejahtera, Dan Berwawasan Lingkungan Sehingga Lima Tahun

Kedepan Dapat Sejajar Dengan Kabupaten Lainnya Di Sumatera Utara, Sepuluh Tahun Menjadi Terbaik Dan Lima Belas Tahun Diharapkan Mengungguli Kabupaten Besar Di Sumatera Utara"

MISI Kab.Mandailing Natal adalah:

1. Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana perkotaan untuk

mendukung dan menyerap pertumbuhan ekonomi yang berwawasan

lingkungan.

2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia baik sebagai pelaku

pembangunan maupun dalam berbagai fungsi dan substansinya termasuk

mental dan spiritual melalui kursus, training dan pemberian beasiswa.

3. Memfungsikan semua aspek Pembangunan dan Pemberdayaan Ekonomi

kerakyatan.

4. Memanfaatkan semua Sumber Daya Alam dan kekayaan lainnya yang ada

untuk sebesar-besar kepentingan masyarakat.

5. Meningkatkan peranan Aparatur Pemerintahan dalam penyelesaian tugas

sesuai dengan fungsinya dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

6. Meningkatkan fungsi dan keberadaan semua sektor perekonomian dan

(42)

4.1.6. Arti Lambang Daerah

Lambang Daerah terdiri dari empat bagian :

1. Perisai Lambang Daerah

2. Nama Daerah

3. Pengapit Lambang Daerah

4. Payung Kebesaran Adat

Perisai lambang daerah, payung kebesaran adat,

pengapit lambang daerah dan motto daerah yang

dimaksud disusun sedemikian rupa sehingga nama daerah berada dalam perisai

lambang daerah.

Penempatan warna pada Lambang Daerah adalah sebagai berikut :

• Perisai berbentuk jantung, warna hijau,

• Payung warna kuning,

• Bagas godang (rumah adat) berwarna hitam dan merah,

• Tungku pohon karet berwarna coklat,

• Pohon sawit berwarna hijau,

• Gordang sembilan berwarna coklat hitam,

• Perairan berwarna biru,

• Hamparan sawah dan gunung,

(43)

Pengertian warna :

• Warna hijau melambangkan keagamaan (Islam),

• Warna hijau melambangkan kemakmuran,

• Warna hijau melambangkan keberanian,

• Warna hijau melambangkan kepahlawanan,

• Warna hijau melambangkan kesetiaan,

• Warna hijau melambangkan kesucian,

• Warna hijau melambangkan kerukunan,

Pengertian Lambang daru perisai :

• Payung melambangkan sebagai pelindung pada bulan Agustus 1945.

• Bagas godang/Rumah adat melambangkan bahwa menyelesaikan

permasalahan melalui musyawarah sesuai dengan kebudayaan setempat.

• Tungku pohon karet melambangkan keuletan masyarakat untuk mengolah

potensi wilayah.

• Pohon sawit melambangkan kekayaan alam yang melimpah.

• Gordang sembilan melambangkan alat kesenian yang bisa mempersatukan

berbagai etnis.

• Perairan melambangkan masyarakat yang agamis.

• Hamparan sawah dan gunung Bukit Barisan melambangkan kemakmuran

dan kebahagiaan.

• Ikan melambangkan bisuk dohot poda (kecerdikan dan nasehat) sebagai

(44)

Tujuh belas kuntum kapas, delapan lambang dalam lingkaran dan empat

puluh lima butir padi menggambanrkan gambarkan tanggal, bulan dan tahun

kemerdekaan dimana ketiganya melambangkan kebhineka kebudayaan yang

mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme dan membela keadilan serta

kebenaran.

Burung walet melambangkan hemat dan bersehaja.

Motto daerah adalah : " Madina yang Madani ", dimana pengertian motto daerah madina yang madani adalah :

• Madina yaitu singkatan atau akronim dari Mandailing Natal yang

merupakan wilayah/adat kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal.

• Madani yaitu masyarakat yang hidup rukun, tentram, cukup sosial dan

mempunyai jiwa membangun yang cukup tinggi serta terbuka menerima

perubahan.

• Madina adalah kependekan dari kata makmur, aman, damai, indah,

(45)

4.2. Deskripsi Pusat Pasar Penyabungan – Madina 4.2.1. Sejarah Singkat

Pusat Pasar Penyabungan, Madina, adalah salah satu sentra ekonomi yang

terdapat di kabupaten Mandailing Natal. Pada awalnya merupakan suatu sentra

pasar tradisonal yang kemudian direlokasi untuk menempati wilayah yang baru.

Saat ini, pasar merupakan hasil relokasi dari Pusat Pasar Lama, yang

jaraknya cukup jauh dari Pusat Pasar Baru. Pasar relokasi ini diresmikan pada

tanggal 21 Mei 2004. Dasar pembentukannya berdasarkan UU No. 9 tahun 2003,

yaitu untuk melaksanakan kewenangan daerah di bidang pasar tradisional yang

didukung oleh sarana dan prasarana yang berwawasan lingkungan. Namun, tentu

saja yang paling utama adalah untuk peningkatan PHD (Pendapatan Hasil

Daerah).

Pusat Pasar Lama sendiri mempunyai luas lahan seluas kurang lebih 9.460

meter persegi, dan saat ini tengah dikerjakan sebagai Madina Square, yaitu suatu

pusat jajanan malam di kawasan kota Panyabungan.

Pembangunan Madina Square merupakan kerjasama antara Pemkab

Madina dengan PT Deli Surya Jaya. Di komplek tersebut akan dibangun 36 unit

pertokoan, 1 unit perkantoran dan direncanakan juga sebagai lokasi pusat jajanan

malam di Madina

Sementara itu, Pasar Baru sebagai pusat pasar tradisional ini dibangun

dengan luas sekitar 10. 350 Km2 dengan jumlah kios sebanyak 700 kios/los.

Pasar ini dibangun dengan bangunan permanen dan bertingkat, juga dilengkapi

(46)

Pasar ini juga terletak di pinggir jalan lalu lintas Sumatera, sehingga

mudah untuk dicapai.

4.2.2. Misi

Adapun misi dari pembentukan pusat pasar Mandailing Natal:

1. memberikan pelayanan yang memadai kepada pelaku pasar

2. meningkatkan saranan dan prasarana pasar

3. peningkatan sumber daya aparatur pasar dan masyarakat

4. meningkatkan kebersihan, ketertiban dan pelayanan pasar

5. melakukan intensifikasi terhadap sumber-sumber pendapatan pasar.

Pasar Baru Panyabungan juga akan terus di benahi guna untuk mendukung

terjadinya wilayah Kota Panyabungan sebagai sentera ekonomi maka bangunan

Eks Pasar Baru segera akan dibangun sebagai sarana perekonomian dan secara

tidak langsung nantinya Kota Panyabungan menjadi Kota Perekonomian karena

dari berbagai jalur telah dibuka jalan menuju Kota Panyabungan.

4.3. Profil Informan

4.3.1. Informan Kunci – Kepala Dinas Pasar Penyabungan

Bapak M. Syafei Lubis adalah yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar

Panyabungan saat ini. Pria ramah yang berusia 49 tahun ini telah selama kurang

lebih empat tahun ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar tersebut dengan status

golongan kepegawaian sebagai Pembina Utama Muda.

Setelah menjabat sebagai Kepala Dinas Pasar Panyabungan, ia mendapat

(47)

Pasar Baru Panyabungan untuk menggantikan eks pasar lama yang diangap sudah

tidak kondusif lagi bagi struktur perekonomian kota pada umumnya.

4.3.1.1. Keberadaan Pasar Baru

Secara umum, Bapak Syafei menggambarkan luas lokasi pasar baru

adalah 4125 m2 ditambah lagi dengan 6225 m2. Proses relokasi pasar

direncanakan mulai tahun 2002 yang lalu dan proyek relokasi mulai dilakukan

semenjak April 2004.

Adapun menurut Bapak Syafei, alasan pemerintah mengapa memilih

daerah yang baru ini adalah karena dari segi lokasi terlihat sangat strategis dan

dilihat dari arus lalu lintas adalah sebagai jalur lintas Sumatera. Dan juga karena

lokasi tersebut adalah sebagian aset daerah yang dulunya merupakan

pesanggrahan atau tempat dijadikannya pelaksanaan acara-acara kedaerahan.

Proses relokasi pasar tersebut dilakukan karena adanya tuntutan

pembangunan daerah dan juga karena pasar lama tidak memungkinkan lagi untuk

dijadikan sebagai pasar tradisional Panyabungan, karena dianggap sudah tidak

layak lagi secara fisik, sehingga memerlukan suatu relokasi yang dapat

mengakomodir kebutuhan perekonomian masa kini.

Untuk mensosialisasikan rencana relokasi pasar oleh Dinas Pasar maka

Pak Syafei menyebutkan jika proses tersebut dilakukan dengan sosialisasi

langsung ke masyarakat, penyebaran info melalui radio dan tentu saja

pemberitahuan secara tertulis.

Mengenai kendala yang dihadapi selama masa relokasi, maka menurut

(48)

bahwa masyarakat mau merelakan dan mendukung penuh sehingga mereka (para

pedagang) melakukan perpindahan secara pribadi dari pasar lama ke pasar baru.

Oleh karena itu, bisa dikatakan tidak ada pro-kontra sepanjang proses

relokasi Pasar Lama menuju Pasar Baru, meskipun tidak ada proses ganti rugi

terhadap para pedagang.

Namun, begitu para pedagang Pasar Lama tentu saja diberi kemudahan

agar dapat menempati lot baru di area Pasar Baru. Untuk itu, harga sewa yang

diterapkan adalah Rp. 22.500.000 per-tahunnya untuk kios yang luasnya 3 x 4 dan

dibayar sebagai sistem cicilan. Jumlah kios yang terdapat di Pasar Baru adalah

700 unit dengan penagihan cicilan 1 X 6 bulan.

Bapak Syafei menyebutkan bahwa pengelola dari Pasar Baru adalah

Pemerintah Daerah, karena dianggap dapat mengakomodir kebutuhan dan

keinginan para pedagang serta para pembeli dengan lebih kondusif serta aspiratif

dan diharapkan tidak terdapat praktek monopoli yang manupulatif didalamnya.

4.3.1.2. Pendekatan Pemerintah Daerah atau Dinas Pasar Terhadap Para

Pedagang

Bapak Syafei menyebutkan beberapa prasarana dan sarana pada Pasar

Baru yang diberikan kepada para pedagang di lokasi baru ini, yaitu:

• Kios, Toko, Los

• Akses Jalan Umum

• Dua buah Musholla

• WC umum

(49)

• Dan lain sebagainya

Tentu saja Bapak Syafei menyebutkan jika sarana dan prasarana yang

terdapat di Pasar Baru lebih baik dari Pasar Lama, karena fasilitas yang terdapat di

Pasar Lama menurut beliau sangat tidak bagus, karena menyebabkan kemacetan

arus lalu lintas, terutamanya di hari pekan, yang memang umum dilakukan di

Panyabungan.

Untuk penetapan harga kios terhadap para pedagang dilakukan melalui SK

(Surat Keputusan) dari Pemerintah, sehingga memang tidak melalui proses

kesepakatan atau musyawarah terlebih dahulu dengan para pedagang yang

dilakukan oleh Dinas Pasar. Namun, menurut Bapak Syafei, hal tersebut sama

sekali tidak menimbulkan konflik, karena tingginya tingkat kesadaran para

pedagang untuk kepentingan pembangunan daerah ini.

Untuk sistem pembayaran atau cicilan, maka dilakukan dalam dua cara,

yaitu dibayar secara langsung atau disetor melalui rekening yang terdapat di Bank

Mandiri.

Delapan puluh persen dari pedagang yang ada di Pasar Baru adalah eks

pedagang Pasar Lama, sehingga seharusnya menurut Bapak Syafei tidak ada

pedagang eks Pasar Lama yang keberatan dengan biaya sewa kios. Hanya saja ia

tidak bisa menggambarkan secara pasti alasan 20 % sisa eks pedagang Pasar

Lama yang tidak mengambil tempat di pasar baru dikarenakan masalah ekonomi

atau tidak sanggup untuk membayar sewa. Menurutnya bisa saja itu terjadi karena

para pedagang yang tidak ikut relokasi tidak berminat pada pasar yang baru atau

(50)

Oleh karena sistem yang sudah dianggap transparan, dimana para

pedagang eks Pasar Lama akan menempati kios Pasar Baru, maka tidak ada

kebijakan ganti rugi yang diterapkan oleh Dinas Pasar. Meskipun memang Bapak

Syafei mengakui tidak ada penawaran atau harga khusus untuk para pedagang eks

Pasar Lama untuk menempati lagu kios di Pasar Baru. Walau begitu, menurut

Bapak Syafei para pedagang eks Pasar Lama akan mendapatkan prioritas utama

untuk memasuki kios/los yang bagus di pasar baru.

Adapaun maksud kios yang bagus adalah menempati kios-kos/los yang

terdapat di bahagian depan pasar atau posisi strategis lainnya, sehingga

diharapkan para konsumen lama mereka dapat mengenali kedai mereka yang baru

sehingga kemudian tidak akan kehilangan pangsa pasar atau pelanggan.

4.3.2. Informan Pedagang

4.3.2.1. Hari Ashari

Hari Ashari, 27 tahun, adalah pedagang eks Pasar Lama yang kini

menempati kios di Pasar Baru. Lulusan SMA ini telah berdagang selama 5 tahun

dan menempati kios ini semenjak tahun 2005 yang lalu. Hari berjualan

barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sabun, shampoo dan rokok secara eceran.

Dan ia menempati kios di barisan belakang di lantai II.

Sebenarnya Hari tidak menyetujui adanya relokasi pasar karena

menurutnya hal tersebut lebih banyak ruginya dari pada untungnya. Hal Ini

disebabkan karena secara lokasi saat ini kurang strategis karena tidak berada di

pusat kota, sehingga akses pembeli sedikit susah dibandingkan dengan lokasi di

(51)

Walau begitu, ia mengakui akan adanya peningkatan dari segi

sarana-prasarana yang ditawarkan oleh pengelola pasar. Hari menyebutkan jika pasar

ingin terus berkembang, maka pembangunan sarana dan prasarana tersebut harus

selalu ditingkatkan.

Ternyata, menurut Hari tidak ada perlakuan khusus yang diterimanya

sebagai pedagang eks Pasar Lama. Lebih lanjut ia menyebutkan jika bahwa siapa

saja yang mempunyai uang yang lebih banyaklah yang bisa membeli kios-kios

yang letaknya strategis. Ia sendiri menyewa kios yang ditempatinya sekarang

sebesar Rp. 6.000.000 per-tahunnya.

Setelah berjualan di Pasar Baru ia mengeluhkan jika kondisi penjualan

atau omsetnya agak berkurang, dibandingkan dengan saat ia masih berjualan di

Pasar Lama. Hal ini terjadi karena pelanggan belum terbiasa dengan situasi di

Pasar Baru. Apalagi jumlah pedagang pun semakin banyak, dibandingkan dengan

Pasar Lama, sehingga persaingan pun semakin ketat, yang menyebabkan iklim

perdagangan yang cukup sulit bagi Hari.

Bahkan jumlah pelanggan yang biasa berbelanja di kedainya pun jauh

berkurang, karena persaingan yang semakin ketat tadi. Walau begitu ia memang

mengakui jika sebagian pelanggan yang didapapatnya selama berjualan di Pasar

Lama masih berbelanja dengan dirinya di Pasar Baru, akan tetapi sejumlah besar

justru tidak berlangganan lagi dengan dirinya.

Masalah persaingan antara pedagang memang semakin meningkat, apalagi

jika harga yang ditawarkan bisa sangat murah dengan didukung dengan pelayanan

(52)

Harapan Hari adalah agar PEMDA, khususnya pengelola Pasar lebih

meningkatkan sarana dan prasarana yang ada sehingga Pasar Baru akan semakin

dapat berkembang, sehingga akan cukup kondusif untuk pembangunan sentra

ekonomi masyarakat di kabupaten Mandailing Natal.

4.3.2. 2. Nasria

Nasria, 29 tahun, adalah salah seorang pedagang yang terdapat di Pasar

Baru Panyabungan. Perempuan berpostur sedang ini adalah lulusan SMEA dan

berdagang barang-barang kebutuhan rumah tangga. Ia menempati kios yang

berada di jajaran depan lantai I Pasar Baru. Ia telah berdagang selama 10 tahun

dan menempati kios di Pasar Baru semenjak 2004.

Nasria sebenarnya kurang menyetujui dengan adanya proyek pemindahan

lokasi pasar karena menurutnya lokasi pasar yang baru tidak strategis

dibandingkan dengan Pasar Lama. Apalagi dalam pandangannya, sarana dan

prasarana yang ditawarkan oleh pihak pengelola Pasar Baru kurang memadai atau

dengan kata lain hanya seadanya dan perlu untuk dipoles kembali untuk perbaikan

yang lebih baik.

Berbeda dengan Hari, maka Nasria menyebutkan jika ia mendapatkan

ganti rugi saat direlokasi. Hanya saja konsep ganti ruginya disini adalah

penempatan dirinya pada lokasi yang cukup strategis di Pasar Baru.

Ia sendiri membayar sebesar Rp. 25.000.000 untuk jangka 10 hingga 20

tahun kedepan dan menurutnya ini cukup terjangkau. Apalagi dengan sistem

(53)

Walaupun tadinya ia kurang menyetujui proses relokasi, namun ia

bersyukur karena saat ini keadaan penjualannya lebih memadai dibandingkan saat

ia masih berjualan di pasar lama.

Perbedaan yang cukup menonjol adalah disaat ia masih berada di Pasar

Lama dibandingkan dengan Pasar Baru adalah jumlah pedagang, dimana jumlah

pedagang di Pasar Baru terlihat lebih banyak, sehingga persaingan diantara

pedagang pun semakin tinggi.

Walau begitu, ternyata hal tersebut bukanlah kendala bagi Nazria, karena

justru jumlah langganannya semakin bertambah semenjak ia berjualan di Pasar

Baru. Hal ini bisa saja karena ia menempati posisi yang cukup strategis di Pasar

Baru.

Apalagi pelanggan-pelangganya di Pasar Lama tetap setia untuk

berbelanja di kedainya, karena menurutnya ia menawarkan barang-barang dengan

kualitas baik dengan ditunjang oleh harga yang terjangkau serta pelayanan yang

memuaskan, sehingga para pelangganya enggan untuk berbelanja di kedai lain.

Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat maka Nasria berprinsip

kalau pembeli itu adalah raja, sehingga ia berusaha untuk melayani pembeli

dengan sebaik-baiknya.

Harapan Nasria kedepannya adalah agar Pasar Baru akan semakin maju

dan ramai, sehingga walaupun nantinya proyek Madina Square terlaksana, akan

tetapi tetap tidak meninggalkan proses pembangunan Pasar Baru ke arah yang

(54)

4.3.2.3. Mida Mediyanti Nasution

Mida, 26 tahun, demikian ia biasa dipanggil, baru setahun ini berdagang di

Pasar Baru. Sebenarnya ia di Pasar Lama tidak memiliki kios sendiri, melainkan

hanya karyawan penjaga toko. Saat ini ia mendapatkan kesempatan untuk

berdagang kecil-kecilan, yaitu pakaian, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Mida menyetujui proses pemindahan atau relokasi pasar yang dilakukan,

karena menurutnya dengan diadakan relokasi maka ia akan lebih mudah untuk

berhubungan dengan pedagang dan pembeli yang lainnya.

Walau begitu ia kurang menyetujui dengan lokasi pasar yang sekarang,

karena menurutnya lokasi Pasar Baru tidak terdapat tepat ditengah kota, sehingga

kurang strategis.

Sepengetahuannya tidak ada proses ganti rugi yang diberikan kepada para

pedagang di Pasar Lama untuk direlokasi atau menempati pasar baru ini. Ia

sendiri, karena bukanlah pedagang dari Pasar Lama tidak mendapatkan

keringanan biaya atau perlakukan khusus, akan tetapi dengan harga cicilan sewa

kios sebesar Rp. 6.500.000 per enambulannya sudah dirasa cukup meringankan.

Walau begitu, menilik pengalamannya selama berdagang di Pasar Lama

dan Pasar Baru, maka menurutnya sejauh ini penjualannya tidak mampu mencapai

omset yang didapat selama menjadi karyawan di Pasar Lama. Hal ini menurut

hematnya adalah karena konsumen lebih memilih untuk membeli di tempat yang

relatif lebih dekat dengan rumah mereka.

Apalagi menurutnya, berjualan di Pasar Baru ini kurang strategis akibat

Gambar

Tabel 1.1.1
Tabel 3.6.1.
Gambar 4.1 PETA LOKASI KABUPATEN MANDAILING NATAL

Referensi

Dokumen terkait

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors. Hasil uji homogenitas tes akhir dari kedua sampel dapat dilihat pada tabel 4.4.. Untuk melihat

[r]

Oleh karena itu pelayanan informasi yang cepat, tepat dan lengkap data sangat diperlukan Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin membuat sebuah situs fans klub bagi

Penyakit kulit dan jaringan subkutan Diare dan gastroenteritis Asma Fraktur tulanf anggota gerak Hipertensi esensial Bronkitis akut dan brokioliotis akut Penyakit pulpa dan

Untuk menggunakan fasilitas ini seorang programmer hanya diharuskan memasukkan kelas kelas yang merupakan komponen dari Package.Package ini merupakan fitur dari Java 2 SDK yang

Pelatihan membuat Ayam Goreng Kremes sangatlah mudah, dengan menyiapkan beberapa bahan seperti : bahan aktif, bahan pelengkap dan bahan pendukung lainnya1. Alat – alatnya

(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka ( dengan balasan ) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ,

Proses pembuatan es tebu mengharuskan air (nira) tebu di pisahkan dari material lain selain nira tebu dengan cara memeras batang tebu dengan alat atau mesin pemeras.