• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.2. Profil Informan

Untuk mendapatkan data mengenai pola interaksi keluarga yang berbeda agama terhadap keluarga asalnya maka peneliti melakukan wawancara terhadap anggota keluarga yang melakukan perbedaan agama di Kelurahan Minas Jaya, Kecamatan Minas. Adapun profil informan yang diwawancarai sebagai berikut:

4.2.1. Profil Informan Keluarga Yang Berbeda Agama dari Keluarga Asalnya 4.2.1.1. B. Sihombing

Bapak B. Sihombing adalah seorang pria yang berusia 45 tahun, yang memiliki 6 orang anak. Beliau bekerja sebagai anggota Satgas Pancasila. Dahulunya bapak B. Sihombing menganut agama Kristen Protestan bersama dengan istri pertamanya, karena hubungan keduanya sudah tidak akur dan tidak memiliki kecocokan maka bapak B. Sihombing memutuskan untuk bercerai. Pada tahun 1997, B. Sihombing menikah lagi dengan seorang wanita yang menganut agama Islam. Hal tersebut yang membuat beliau berpindah agama menjadi penganut agama Islam, dengan kata lain beliau mengikut agama sang istri. Meskipun bapak B. Sihombing sudah berbeda agama dari keluarga kandungnya, beliau masih mau menjenguk atau berinteraksi kepada keluarganya dan keluarga besarnya, walaupun pada awalnya ia tidak diterima terutama mantan istri pertamanya dan anak-anaknya.

4.2.1.2. F. br Pasaribu

Ibu F. br Pasaribu adalah seorang wanita yang berusia 34 tahun, beliau juga melakukan dua kali pernikahan. Suami ibu F. br Pasaribu yang pertama adalah penganut agama Kristen dan mereka memiliki 4 orang anak, tetapi suatu kecelakaan terjadi pada suaminya dan mengakibatkan kematian pada suaminya. Setelah beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 2006, ibu tersebut menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang pria muslim. Beliau pun memutuskan untuk memeluk agama sang suami menjadi seorang wanita muslimah, dan dari pernikahannya yang kedua, ia memiliki 3 orang anak. Dengan berpindahnya agama ibu F. br Pasaribu menjadi penganut agama Islam, keluarga besar

dan anak pertama ibu tersebut mengucilkan bahkan menjauhinya seperti tidak mengundang beliau ke acara besar marga Pasaribu yang berkebetulan ibu F. br Pasaribu adalah bersuku Batak.

4.2.1.3. R. br Tambunan

R. br Tambunan adalah seorang wanita yang berusia 49 tahun. Wanita ini menikah pada tahun 1986 dengan pria duda. Mereka menikah dengan berbeda agama, sang suami penganut agama Kristen Protestan sementara ibu R. br Tambunan memeluk agama Islam. Walaupun keduanya memiliki perbedaan keyakinan, sepasang suami istri tersebut memiliki hubungan yang harmonis. Setelah dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1988, ibu R. br Tambunan mau dan ikhlas berpindah agama mengikut agama suaminya yaitu memeluk agama Kristen Protestan, ini mengakibatkan ibu R. br Tambunan mendapat tekanan dan pengucilan dari keluarga kandungnya serta para tetangga tempat tinggal keluarga asalnya dilingkungan sekitar. Meskipun demikian beliau tidak putus asa, ia selalu berdoa. Pada saat suatu musibah datang dengan meninggalnya ayah mertua ibu R. br Tambunan, hampir semua tetangga tempat tinggal suaminya datang untuk melihat dan mendukung ibu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa adanya mujizat pada dirinya, karena tetangganya sudah mau menerimanya sebagai anggota masyarakat dilingkungan sekitarnya.

4.2.1.4. D. br Pasaribu

D. br Pasaribu adalah seorang wanita yang berusia 29 tahun dan mempunyai 3 orang anak. Seorang ibu rumah tangga ini berpindah agama pada tahun 2003 karena ia

melakukan pernikahan dengan seorang pria yang berbeda agama darinya. Dengan kata lain beliau menganut agama Kristen Protestan karena mengikut suami. Pihak dari keluarga ibu D. br Pasaribu ini tidak menerima keputusannya, oleh sebab itu wanita ini mendapat pengucilan dari keluarganya seperti tidak ada lagi komunikasi yang baik diantara mereka tetapi ketika anak kedua dari pasangan ibu D. br Pasaribu ini lahir lambat laun keluarganya bisa menerima beliau menjadi bagian dari keluarga mereka. Ibu D. br Pasaribu juga mendapat keadilan dari lingkungan sekitar. Mereka sangat memahami perpindahan agama yang dilakukan beliau adalah wajar karena pernikahan menurut agama adat Batak, sang istri harus mengikut suami begitu juga sang suami harus bertanggung jawab mengayomi istri menjadi ibu rumah tangga yang baik.

4.2.1.5. Erlinda

Wanita berusia 34 tahun ini memiliki 2 orang anak, yang pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Ibu Erlinda awalnya beragama Islam dan tinggal di Padang. Pada tahun 2000, wanita ini menikah dengan seorang pria yang bersuku Batak yang penganut agama Kristen Protestan. Mereka membentuk suatu keluarga baru dengan dua keyakinan yaitu Islam dan Kristen Protestan. Setelah setahun menikah ibu Erlinda berpindah agama menjadi penganut agama Kristen Protestan. Hal itu ia lakukan karena beliau mendapat berkat sebagai pembawa injil dilingkungan sekitarnya. Disini keluarga kandung ibu Erlinda tidak menekan atau mengucilkannya tetapi mereka memberi dukungan kepadanya. Justru yang lebih menekan mereka adalah pihak dari keluarga suami, karena keluarganya tidak menerima ibu Erlinda sebagai menantunya, ini disebabkan beliau

berbeda suku dan agama dari mereka sebelum berpindah agama menjadi agama Kristen Protestan.

4.2.1.6. S. br Simanjuntak

Ibu S. br Simanjuntak adalah seorang wanita yang berusia 34 tahun, beliau memiliki 4 orang anak, ibu ini berbeda agama dari keluarga asalnya disaat beliau baru menikah dengan seorang pria yang berbeda keyakinan dengannya. Ibu rumah tangga ini menikah pada tahun 1993. Pada saat pertama sekali ibu ini berbeda agama dengan keluarga asalnya, tekanan dan pengucilan tidak terjadi tetapi yang ada adalah dukungan dan rasa kekeluargaan yang ia terima, bahkan ibu rumah tangga ini menjadi menantu kesayangan dikeluarga besar si suami.

4.2.2. Profil Informan Keluarga Asalnya 4.2.2.1. M. Sihombing

Bapak M. Sihombing adalah seorang pria yang berusia 52 tahun, yang memiliki 5 orang anak, bapak yang bekerja sebagai pegawai swasta ini adalah saudara kandung dari bapak B. Sihombing. Tanggapan dari bapak M. Sihombing tentang perihal berpindahnya agama saudaranya menjadi penganut agama Islam adalah awalnya menolak atau tidak terima serta menimbulkan pertentangan kecil, tetapi setelah lambat laun beliau menghargai dan mau menerima keputusan yang diambil saudaranya dan hubungan kekeluargaan pun menjadi membaik, meskipun demikian antara keluarga beliau dan keluarga besan tidak terjalinnya suatu komunikasi yang harmonis seperti ketika saudaranya bapak M. Sihombing yaitu bapak B. Sihombing menikah dengan

pasangannya, mereka tidak diundang oleh keluarga besannya, dengan kata lain tidak menggunakan sistem perkawinan adat Batak dari keluarga asalnya.

4.2.2.2. R. br Pasaribu

Wanita yang berusia 42 tahun ini adalah seorang ibu rumah tangga dan mempunyai 6 orang anak. Beliau sangat menentang keras dengan keputusan saudaranya F. br Pasaribu yaitu berpindah agama menjadi agama Islam karena menurut beliau berpindah agama sama saja dengan menduakan Tuhan, hal itu diakuinya karena ia adalah seorang pengurus Gereja. Beliau rela menjauhinya dan sama sekali tidak peduli dengan keadaannya, bahkan pada saat acara besar keluarga, ibu F. br Pasaribu tidak diundang. Dengan kata lain lebih mementingkan keegoisan diri sendiri, buktinya masih terjadi sampai saat ini.

4.2.2.3. Norma

Ibu yang berusia 53 tahun ini memiliki 5 orang, ibu yang kehidupan sehari-harinya bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga yang mengurus kehidupan keluarganya. Wanita separuh baya ini merasa kecewa dan tidak suka terhadap saudaranya yaitu ibu R. br Tambunan. Hal itu ia ungkapkan karena saudaranya itu telah menikah dengan seorang duda beranak 4 ditambah lagi suaminya beragama Kristen Protestan. Beliau dan juga keluarga besarnya sengaja tidak berkomunikasi dan menjauhkan diri dari saudaranya yaitu ibu R. br Tambunan, agar ia sadar dan mau kembali ke agama asalnya. Tetapi dengan bertambahnya tahun ibu tersebut semakin kuat dengan agama yang baru di yakininya. Hal itu membuat ibu Norma beserta keluarga besarnya pasrah dan menerima

saudaranya menjadi bagian dari keluarga Tambunan, meskipun demikian mereka belum bisa menerima suami saudaranya itu dan keluarga besannya menjadi keluarganya.

4.2.2.4. H. Pasaribu

Bapak H. Pasaribu adalah seorang pria berusia 40 tahun, yang memiliki 3 orang anak. Pria yang biasa di sapa bapak Pasaribu ini bekerja sebagai pegawai swasta untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dulunya memang bapak Pasaribu tidak setuju dan menentang keras jika saudaranya yaitu D. br Pasaribu menikah dengan seorang yang berbeda agama dari mereka yaitu agama Kristen Protestan. Dikarenakan akan membuat perbedaan dalam acara-acara di keluarga besar seperti hari raya Idul Fitri, yang dulunya merayakan bersama serta saling berbagi THR (tunjangan hari raya). Namun hal itu tidak membuat beliau memusuhinya hanya saja komunikasi yang kurang lancar buktinya setelah kelahiran anak kedua saudaranya itu, bapak Pasaribu beserta keluarga besarnya mau memaafkan bahkan mereka sering mengunjungi kediaman saudaranya itu.

4.2.2.5. Susiyanthi

Wanita yang berumur 24 tahun ini bekerja sebagai guru SD. Ia yang biasa disapa susi memiliki saudara bernama ibu Erlinda. Susi berpendapat jika seseorang berpindah agama tidak berdosa karena sama-sama menyembah Tuhan. Dalam hal ini ia juga mengemukakan bahwa hak seseorang untuk berpindah agama, jika agama yang baru di anutnya membuat ia merasa lebih dekat dengan Tuhan (bertobat). Beliau mengatakan hal demikian kerana sesuai dengan kehidupan keluarganya, yang telah melakukan

perpindahan agama dan menjadi penganut agama Kristen Protestan. Dan sekarang saudaranya telah menjadi pembawa injil di Gerejanya.

4.2.2.6. Mitra

Ibu Mitra adalah seseorang wanita berusia 26 tahun yang memiliki 1 orang anak. Beliau merupakan keluarga dari ibu S. br Simanjuntak. Dalam hal ini, ibu tersebut tidak banyak komentar tentang masalah perpindahan agama seperti halnya yang dilakukan oleh saudaranya yaitu yang dulunya penganut agama Islam kemudian menjadi penganut agama Kristen Protestan. Bagi beliau hal itu wajar karena dalam adat istiadat batak si istri wajib mengikut suaminya. Jadi apa yang dilakukan oleh saudaranya dengan berpindah agama menjadi agama Kristen mengikut agama suaminya adalah tidak masalah artinya keluarga ibu Mitra mendukung sepenuhnya jika agama yang di anut saudaranya itu bisa membuatnya menjadi orang yang lebih taat kepada Tuhan-Nya.

4.2.3. Profil Informan Dilingkungan Sekitar 4.2.3.1. R. Sihombing

Bapak R. Sihombing adalah seorang pria berusia 40 tahun, yang memiliki 4 orang anak. Beliau dalam kehidupannya sehari-harinya bekerja sebagai direktur utama dalam suatu perusahaan koperasi. Bapak R. Sihombing dalam menanggapi perbuatan bapak B. Sihombing kerabatnya tersebut sangatlah memalukan dan tak layak dimaafkan, karena baginya bapak B. Sihombing adalah seorang pria yang bersuku Batak Toba mengapa harus menikah dengan wanita yang berbeda agama dan berbeda suku dengannya.

Kalaupun begitu mengapa ia yang berpindah agama bukan istrinya, sementara adat suku Batak Toba itu menyatakan bahwa si istri yang harus mengikut suaminya.

4.2.3.2. D. Panjaitan

Bapak D. Panjaitan adalah seorang penganut agama Kristen protestan. Beliau merupakan tetangga dari ibu F. br Pasaribu. Bapak ini berpendapat bahwa ibu F. br Pasaribu wajar untuk melakukan pindah agama menjadi penganut agama Islam, karena ibu F. br Pasaribu adalah seorang suku Batak tentulah ia harus mengikut suaminya artinya dalam adat Batak, si istri wajib mengikut suaminya, walaupun dilingkungan sekitar beliau mayoritasnya agama Kristen Protestan tetapi hal itu tidak menjadi masalah bagi mereka, selagi ibu F. br Pasaribu dan suaminya tetap taat pada Tuhan-Nya.

4.2.3.3. P. Panggabean

Pria berusia 43 tahun ini, bekerja sebagai buruh untuk memenuhi kebutuhan 5 orang anaknya dan istrinya. Bapak P. Panggabean sangatlah kecewa dan malu melihat rekan tetangganya yaitu suami dari ibu R. br Tambunan mau menikah lagi dengan seorang wanita yang bukan seagama dengannya. Beliau menganggap bahwa ibu R. br Tambunan telah merasuki pikiran kerabatnya tersebut dan takutnya ibu R. br Tambunan membawanya masuk keagamaan dan meninggalkan agamanya yaitu Kristen Protestan. Faktanya yang terjadi adalah ibu R. br Tambunan yang melakukan pindah agama, meskipun begitu beliau serta para tetangga sekitarnya belum bisa menerimanya karena ibu R. br Tambunan adalah seorang yang tidak konsekuen terhadap satu agama.

4.2.3.4. S. br. Siagian

S. Siagian adalah seorang wanita berusia 35 tahun, yang berprofesi sebagai guru SD disalah satu sekolah negeri. Ibu S. Siagian mengungkapkan bahwa ia beserta masyarakat dilingkungan sekitarnya mendukung apa yang dilakukan tetangganya yaitu Ibu D. Pasaribu yang mau berpindah agama menjadi penganut agama Kristen Protestan mengikuti agama suaminya. Dengan kata lain pendapat beliau sama halnya dengan pendapat bapak D. Panjaitan yaitu sama-sama mendukung dan mengayomi keluarga yang berpindah agama dari keluarga kandungnya asalkan agama yang dianutnya membuat mereka lebih dekat lagi kepada Tuhannya.

4.2.3.5. S. br Sitorus

Ibu S. Sitorus adalah seorang wanita yang berumur 41 tahun. Setelah suaminya meninggal dunia, beliau harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sebagai buruh tani. Ibu yang memilliki empat orang anak ini tidak mengomentari ibu Erlinda tetangganya tersebut karena bagi beliau dengan melakukan pindah agama seperti yang dilakukan Ibu Erlinda menjadi pemeluk Kristen Protestan merupakan hak pribadi beliau, dan ia menyatakan dalam pernyataannya” kenapa harus dipermasalahkan seseorang yang berpindah agama”.

4.2.3.6. L. Sianturi

Bapak L. Sianturi merupakan pria yang bekerja sebagai karyawan swasta dan memiliki empat orang anak. Beliau dan masyarakat sekitar rumah S. br Simanjuntak tidak

memberikan pernyataan keberatan terhadap sikap yang dilakukan oleh Ibu S. br. Simanjuntak tentang perbedaan agama dengan keluarga kandungnya.

Dokumen terkait