• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Pasien berdasarkan Nilai Laju Filtrasi Glomerulus

Laju Filtrasi Glomerulus digunakan secara luas untuk mengukur indeks fungsi ginjal yaitu dengan mengukur secara tidak langsung kapasitas filtrasi glomerulus berdasarkan pengukuran klirens ginjal (Sennang, et al., 2005). Nilai laju filtrasi glomerulus bervariasi tergantung dari jenis kelamin, usia, ras ( African-American) dan massa otot total. Perempuan mempunyai massa otot yang relatif lebih kecil sehingga rentang normal nilai LFG pada perempuan umumnya lebih

rendah (NKF, 2000). Faktor usia juga mempengaruhi nilai LFG, sesudah usia 50 tahun seseorang akan mengalami penurunan massa ginjal sebesar 25% - 30%, sehingga mengakibatkan pengurangan jumlah glomerulus, jumlah nefron, dan volume cortical ginjal. Hal ini menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal (Hurria & Lichtman, 2007; Monfardini, 2004).

Pada penelitian ini terdapat 62 pasien geriatri, berdasarkan kelompok usia dibagi menjadi 2 tingkatan yaitu elderly (56 pasien) dan old (6 pasien). Persentase yang menunjukkan tingkatan usia geriatri tersaji pada gambar 2.

90% 10%

Elderly (60-75 tahun) Old (76-90 tahun)

Gambar 2. Persentase Usia Pasien Geriatri dengan Penggunaan Sitostatika Non Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2010

Pada gambar 2, diketahui bahwa profil pasien geriatri pada tingkat

elderly yang mengalami penurunan LFG, lebih banyak dibanding tingkat old

yaitu memiliki persentase sebanyak 90% dari total pasien, sedangkan untuk tingkat old dengan persentase 10%. Hal ini menjadi perhatian khusus, karena sesudah 40 tahun penurunan LFG akan terus terjadi, sebesar 0,75 ml/min (per tahun), dan adanya penggunaan sitostatika non antibiotik akan memperparah fungsi ginjal yang berakibat terjadinya nefrotoksisitas (Hurria & Lichtman, 2007; Donald,et al., 2003).

Laju filtrasi glomerulus dapat dihitung dengan menggunakan formula

Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) yang memperhitungkan faktor usia, ras, dan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian di RSUP Dr. Sardjito tahun 2010, nilai LFG pasien kemoterapi geriatri secara garis besar disajikan dalam gambar 3. 22% 50% 24% 4% Tahap I Tahap II Tahap IIIa Tahap IIIb

Gambar 3. Persentase Tahapan TerjadinyaChronic Kidney Disease(CKD) menurut nilai LFG berdasarkan FormulaMDRDPasien Geriatri dengan Penggunaan Sitostatika Non Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun

2010

Hasil perhitungan LFG dengan menggunakan formula MDRD

menunjukkan bahwa 50% dari total kasus memiliki nilai LFG pada rentang 60 – 89 ml/menit/1,73 m2 (CKD tahap II) artinya terjadi sedikit penurunan fungsi ginjal. Untuk mencegah penurunan LFG lebih lanjut, maka pada CKD tahap II, pasien dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular, membatasi asupan protein, sodium, potasium, serta melakukan penilaian fungsi ginjal secara regular dengan pemeriksaan laboratorium (Tomson,et al., 2006).

Laju filtrasi glomerulus dapat dihitung dengan menggunakan formula

Cockroft Gault (CG) yang memperhitungkan faktor usia, berat badan dan jenis kelamin. Hasil perhitungan LFG pasien dengan menggunakan formula CG pada gambar 4 menunjukkan bahwa 44% dari total kasus memiliki nilai LFG pada

rentang 45-59 ml/min/1,73 m2 (CKD tahap IIIa). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal dalam tahap moderat, dengan atau tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya, sehingga dapat dilakukan manajemen pengobatan dengan melakukan observasi dan mengontrol tekanan darah untuk mencegah risiko kardiovaskular (Knott, 2010).

3% 14% 44% 36% 3% Tahap I Tahap II Tahap IIIa Tahap IIIb Tahap IV

Gambar 4. Persentase Tahapan TerjadinyaChronic Kidney Disease(CKD) menurut nilai LFG berdasarkan FormulaCGPasien Geriatri dengan Penggunaan

Sitostatika Non Antibiotik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2010 Perhitungan nilai LFG menggunakan formula CG dibandingkan dengan

MDRD, tidak hanya menggunakan faktor usia, jenis kelamin, dan serum kreatinin saja, tetapi juga menggunakan faktor berat badan (Renal FAC, 2008). Hal inilah yang menyebabkan, kasus peresepan yang memerlukan penyesuaian dosis, lebih besar jumlahnya dibanding hasil perhitungan formula MDRD. Beberapa keterbatasan formula MDRD adalah belum adanya validasi pada beberapa suku (aborigin, pasifik, dan asia), tidak akurat pada pasien obesitas maupun terlalu kurus, perlu faktor koreksi untuk ras tertentu dan pasien diabetes (Jones, 2007; Rully & Roesli, 2009). Menurut Lamb, Webb, & Riordan (2007) persamaan

MDRD cenderung tidak akurat dalam mengukur klirens kreatinin pada geriatri sehingga terjadi perbedaan estimasi kreatinin di laboratorium secara signifikan.

Perbedaan antara formula MDRD dan CG, juga dibuktikan secara statistika. Pertama dilakukan uji normalitas untuk formula MDRD dan CG, tujuannya untuk mengetahui distribusi data pada kedua formula normal atau tidak. Pada penelitian ini digunakan uji statistika Kolmogorov-Smirnov untuk uji normalitas data, dikarenakan jumlah kasus dalam penelitian ini lebih dari 50 kasus, sedangkan jika kurang dari 50 kasus menggunakan uji statistika Shapiro Wilk. Hasil uji statistikaKolmogorov-Smirnov, kedua formula memiliki data yang terdistribusi normal, MDRD memiliki nilai p = 0,200, sedangkan CG memiliki nilaip = 0,099 (p > 0,05). Analisis statistika selanjutnya dengan uji T dependent

berpasangan untuk membandingkan formula MDRD dan CG. Digunakan uji T

dependent berpasangan karena distribusi datanya normal dan subyek uji yang dibandingkan adalah sama, hanya berbeda dalam hal formula yang digunakan untuk menghitung nilai LFG. Hasil direpresentasikan sebagai koreksi signifikansi dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) untuk kedua formula, yang artinya terdapat perbedaan yang bermakna secara statistika antara formula MDRD dan

CG (Dahlan, 2009). Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Widiana (2007) bahwa terdapat perbedaan yang bermakna nilai klirens kreatinin antara formulaMDRDdanCG.

Menurut Fenty (2010) perbedaan estimasi nilai LFG formulaMDRDdan

CG, dapat menimbulkan permasalahan dalam praktik para klinisi. Diketahui perhitungan formula MDRD dapat menyebabkan estimasi LFG lebih tinggi (overestimate) dari yang sebenarnya, bagi pasien yang memiliki massa tubuh

formulaMDRD mempergunakan faktor body surface area (BSA) rata-rata orang Eropa yaitu 1,73 m2 (Heaf, 2007). Untuk mengatasi hal tersebut perhitungan formulaMDRD, dapat distandarisasi dengan BSA pasien, dengan rumus :

LFG = 186 x (Scr)-1.154 x (Age)-0.203 x (0.742 jika wanita) x (1.212 bila African-American) X (BSA pasien : 1,73 m2) (UKMI, 2011) FormulaMDRD yang terstandarisasi BSA pasien diharapkan meminimalkan bias perhitungan nilai LFG, sehingga penyesuaian dosis menjadi lebih tepat.

Keakuratan perhitungan formula CG juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan faktor BSA. Standarisasi faktor BSA pada perhitungan formula

CG, sangat dianjurkan pada pasien dengan penurunan LFG, agar pengobatan dapat mencapai efek terapi yang diharapkan (Alagiakrishnan & Senthilselvan, 2010). Berikut rumus perhitungannya:

Dokumen terkait