BAB II TINJAUAN PUSTAKA
E. Risk-Based Bank Rating
1. Profil Risiko
Profil risiko (risk profile) adalah penilaian tingkat kesehatan didasarkan
pada risiko-risiko bank dan dampak yang ditimbulkan pada kinerja bank
secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor
internal maupun eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau
mempengaruhi kinerja keuangan bank pada saat ini dan di masa yang akan
lebih dini akar permasalahan bank serta mengambil langkah-langkah
pencegahan dan perbaikan secara efektif dan efisien (BI, 2011: 3).
1.1Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko yang timbul dari kegagalan salah
satu pihak untuk memenuhi kontrak pembayaran. Dalam bisnis
perbankan risiko kredit timbul karena kegagalan debitur untuk
memenuhi kewajibannya. Dalam konteks yang lebih luas risiko
kredit mengandung tiga komponen yaitu peluang gagal bayar
(probability of default) yaitu debitur tidak mampu memenuhi
kewajibannya kepada bank. Tingkat pemulihan (recovery rate)
adalah proses klaim atau tuntutan berkaitan dengan upaya
pemulihan kinerja bank. Eksposur kredit adalah berkaitan dengan
jumlah potensi kerugian bila debitur gagal bayar (Taswan, 2006:
298).
Rumus yang digunakan untuk menghitung risiko kredit adalah
Non Performing Loan (NPL) yang menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah dibandingkan
dengan total kredit yang diberikan bank. Fungsi mengukur rasio ini
adalah mengetahui besarnya kredit bermasalah bank, sebagai acuan
agar lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit kedepannya, agar
pada tahun selanjutnya risiko kredit bermasalah semakin turun
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung
risiko kredit:
a. Non Performing Loan (NPL) Gross
NPL Gross
=
x 100%b. Non Performing Loan (NPL) Net
NPL Net =
x 100%
Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
menetapkan bahwa Non Performing Loan (NPL) adalah sebesar
5%.
Keterangan :
1. Kredit bermasalah adalah kredit kepada pihak ketiga bukan bank
tergolong kurang lancar, diragukan, dan macet.
2. CKPN kredit bermasalah adalah cadangan kerugian penurunan
nilai untuk kredit yang tergolong kurang lancar, diragukan dan
macet.
3. Total aktiva adalah total aset secara neto (setelah set-off antar
kantor) sesuai yang tertera pada laporan bulanan Bank Umum
Standar Rasio NPL (Net Performing Loan):
1. Bank yang memiliki rasio NPL diatas 5% menurut Peraturan
Bank Indonesia maka bank tersebut dinyatakan tidak sehat.
2. Bank yang memiliki rasio NPL di bawah 5% menurut
Peraturan Bank Indonesia maka bank tersebut dinyatakan sehat.
Kriteria NPL berdasarkan Peraturan Bank Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Sangat Sehat : Rasio NPL di bawah 2%
2. Sehat : Rasio NPL berkisar > 2% - ≤ 5%
3. Cukup Sehat : Rasio NPL berkisar > 5% - ≤ 8%
4. Kurang Sehat : Rasio NPL berkisar > 8% - ≤ 12%
5. Tidak Sehat : Rasio NPL di atas 12%
1.2Risiko Pasar
Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening
administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari
kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga Option. Risiko
pasar meliputi antara lain risiko suku bunga, risiko nilai tukar,
risiko ekuitas, dan risiko komoditas (BI, 2011: 7).
Risiko bunga adalah potensi timbulnya kerugian akibat
bergeraknya suku bunga pasar ke arah yang berlawanan dengan
ekspektasi posisi portofolio bank. GAP (kesenjangan dana) adalah
rupiah sedangkah Interest Rate Risk (IRR) atau rasio sensitivitas
bunga (risiko tingkat bunga) dalam bentuk persentase. GAP
digunakan untuk mengetahui seberapa besar kerugian atau
keuntungan yang akan diterima bank dari hasil pengurangan RSA
dan RSL ( Taswan, 2006: 277).
Posisi kesenjangan dana (GAP) sering digunakan untuk
mengukur posisi sensitivitas bunga pada suatu bank. Fokus analisis
kesenjangan dana adalah interest income pada aktiva atau interest
cost pada pasiva bank bukan pada pengaruh perubahan tingkat
bunga terhadap nilai modal. Dalam jangka pendek, rate sensitive
asset akan menimbulkan interest revenue, sedangkan rate sensitive
liabilities menimbulkan interest cost yang berbeda dengan adanya
pergeseran tingkat bunga. Rate sensitive Asset (RSA) dan Rate
sensitive Liabilities (RSL) adalah semua aktiva dan
pasiva/liabilities yang meninbulkan interest return dan cost yang
berbeda dengan adanya perubahan tingkat bunga yang timbul di
masa yang akan datang (Taswan, 2006: 273-274).
Bank yang memiliki rasio IRR di atas 100% adalah bank yang
mampu mengoperasikan dana hutang yang diterima dari nasabah,
baik dalam bentuk giro, deposito, ataupun dana pihak ketiga,
sehingga risiko tingkat bunganya akan meningkat (Indrawati:
Standar risiko bunga untuk kesenjangan relatif (Taswan: 2006).
1. Risiko rendah (low) bila posisi relative gap ratio di bawah 5%
2. Risiko sedang (moderate) bila posisi relative gap ratio berada
5%-10%
3. Risiko tinggi (high) bila posisi relative gap ratio di atas 10%
Risiko nilai tukar adalah potensi timbulnya kerugian akibat
bergeraknya nilai tukar dipasar ke arah yang berlawanan dengan
ekspektasi posisi portofolio bank (Taswan, 2006: 333).
Klasifikasi aktiva dan pasiva/liabilities berdasarkan sensitivitas
suku bunga (Taswan, 2006).
Tabel II. 1 RSA dan RSL
No RSA
(rate sensitive asset)
RSL
(rate sensitive liabilities)
1
Surat berharga bank
Indonesia Giro 2 Giro Pada Bank Lain Tabungan
3 Obligasi Penyertaan Sertifikat Deposito 4 Obligasi pemerintah Deposito Berjangka
5
Penempatan pada Bank
Lain Simpanan dari Bank Lain 6 Surat-surat Berharga Pinjaman yang Diterima 7 Kredit yang Diberikan
8 Penyertaan
1.3Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank
tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
melakukan offsetting posisi tertentu di pasar (karena kondisi
likuiditas pasar yang tidak memadai), ketidakmampuan mencairkan
aset likuidnya untuk mengubah menjadi dana likuid,
ketidakmampuan menciptakan sumber dana pinjaman untuk
membiayai likuiditas (Taswan, 2006: 336).
Risiko likuiditas dapat dihitung dengan Loan to Deposit
Ratio (LDR) yaitu menyatakan seberapa jauh kemampuan bank
dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya (Dendawijaya, 2003: 118).
Standar rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) berdasarkan Surat Edaran BI No. 6/23/DPNP/2004:
1. Sangat sehat = Rasio LDR di bawah 75%
2. Sehat = Rasio LDR berkisar > 75% - ≤ 85%
3. Cukup sehat = Rasio LDR berkisar > 85% - ≤ 100%
4. Kurang sehat = Rasio LDR berkisar > 100% - ≤ 120%
5. Tidak sehat = Rasio LDR di atas 120%
1.4Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan
dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang
mempengaruhi operasional bank. Risiko ini disebabkan oleh
sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal (BI,
1.5 Risiko Hukum
Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum
dan/atau kelemahan aspek yuridis. Risiko ini dapat timbul antara
lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya
syarat syahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai (BI, 2011:
10).
1.6Risiko Stratejik
Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan bank dalam
mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan
stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis. Sumber resiko stratejik antara lain ditimbulkan
dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan
dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengatisipasi
perubahan lingkungan bisnis (BI, 2011: 10).
1.7Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber risiko kepatuhan
antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran
hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku
1.8 Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah potensi timbulnya kerugian bank baik
langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh adanya
publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau
persepsi negatif terhadap bank. Risiko ini dapat timbul dari seluruh
aktivitas maupun transaksi yang dilakukan bank yang baik oleh
pihak yang berhubungan langsung dengan bank maupun oleh pihak
yang merupakan representasi kepentingan publik, dianggap secara
langsung maupun tak langsung merugikan kepentingan mereka
(Taswan, 2006: 347).