• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Menurut Brigham (2001 : 39) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, antara lain : stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sifat manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan.

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah profitabilitas, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kebijakan dividen sebagai faktor yang mempengaruhi struktur modal.

2.2.1 Profitabilitas

Menurut Sudana (2011:22) rasio profitability bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti : aktiva, modal, atau penjualan perusahaan. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini adalah rasio

return on assets. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar return on assets, berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dalam jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya.

Menurut teori pecking order, perusahaan lebih memilih untuk dibiayai oleh sumber daya internal mereka (modal sendiri). Hal ini menandakan bahwa pada saat profitabilitas yang dihasilkan tinggi manajemen memutuskan untuk menurunkan penggunaan hutang. Sehingga apabila penggunaan utang menurun maka rasio utang pun akan ikut menurun yang akan mengakibatkan strkutur modal pun menurun karena rasio struktur modal dihitung menggunakan rasio utang.

2.2.2 Risiko Bisnis

Menurut Hamada dalam Saidi (2002), risiko bisnis merupakan risiko yang mencakup intrinsic business risk, financial leverage risk dan operating leverage risk. Perusahaan dengan risiko bisnis yang besar harus menggunakan hutang yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai risiko bisnis yang rendah. Hal tersebut dikarenakan semakin besar risiko bisnis, akan mempersulit perusahaan dalam mengembalikan hutang-hutang mereka.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko bisnis suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing perusahaan, namun pada titik tertentu manajemen dapat

mengendalikannya. Faktor-faktor tersebut antara lain (Brigham dan Houston, 2001) :

1. Variabilitas permintaan. Semakin stabil permintaan akan produk sebuah perusahaan, jika hal-hal lain dianggap konstan, maka semakin rendah risiko bisnisnya.

2. Variabilitas harga jual. Perusahaan yang produk-produknya dijual di pasar yang sangat tidak stabil terkena risiko bisnis yang lebih tinggi daripada perusahaan yang sama yang harga produknya lebih stabil. 3. Variabilitas biaya input. Perusahaan yang inputnya sangat tidak pasti

akan terkena tingkat risiko bisnis yang tinggi.

4. Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan-perubahan pada biaya input. Beberapa perusahaan memiliki kemampuan yang lebih baik daripada yang lain untuk menaikkan harga output mereka ketika biaya input naik. Semakin besar kemampuan melakukan penyesuaian harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, semakin rendah tingkat risikonya.

5. Kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru pada waktu yang tepat waktu dan efektif dalam hal biaya. Perusahaan-perusahaan di bidang industri yang menggunakan teknologi tinggi seperti obat-obatan dan komputer tergantung pada arus konstan produk-produk baru. Semakin cepat produknya menjadi usang, semakin tinggi risiko bisnis perusahaan.

6. Eksposur risiko asing. Perusahaan yang menghasilkan sebagian besar labanya dari operasi luar negeri dapat terkena penurunan laba akibat fluktuasi nilai tukar. Begitu pula jika perusahaan beroperasi di wilayah yang secara politis tidak stabil, perusahaan dapat terkena risiko politik. Komposisi biaya tetap: leverage operasi. Jika sebagian besar biaya adalah biaya tetap, sehingga akibatnya tidak mengalami penurunan ketika permintaan turun, maka perusahaan terkena tingkat risiko bisnis yang relatif tinggi.

2.2.3 Pertumbuhan Aset

Weston dan Brigham (1991) mengatakan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan aktiva capat harus banyak mengandalkan modal external, floating cost. Pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi, dengan menggunakan hutang (obligasi) disbanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, kemungkinan akan kekurangan pendapatan untuk mendanai pertumbuhan tinggi tersebut secara internal. Sedangkan untuk menerbitkan saham baru memerlukan biaya yang tinggi, maka perusahaan lebih menyukai sebagai sumber pembiayaan.

Pertumbuhan menurut Mardiyah (2001) didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari total aktiva. Bagi perusahaan, kesempatan untuk bertumbuh atau melakukan investasi akan meningkatkan kebutuhan akan dana. Ini berarti, disamping dana internal yang tersedia diperlukan juga

tambahan dana yang berasaldari luar persahaan termasuk utang (Hendri Setyawan dan Sutapa, 2006).

2.2.4 Kebijakan Dividen

Dividen adalah pembagian kepada para pemegang saham dari suatu perusahaan secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik (Stice, Stice, Skousen, 2005 : 902). Besar kecilnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan dan ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dari segi perusahaan membagikan dividen kepada para investor memerlukan pertimbangan yang mendalam karena perusahaan juga harus memikirkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.

Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Gitosudarmo (2002 : 227) menyatakan bahwa : ”kebijaksanaan perusahaan untuk membagi keuntungan kepada pemegang saham membawa arti dalam dua hal: (1) dana yang dibagikan kepada para pemegang saham. Hal ini ditunjukkan oleh pembayaran kepada para pemegang saham, (2) dana untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Hal ini tercermin dalam neraca pada pos laba yang ditahan”.

Kebijakan Dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend pay out ratio)

menentukan jumlah laba yang dapat ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Keown, 2000 : 496)

Dividend Pay Out Ratio (DPR) adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya DPR semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financia l perusahaan semakin kuat (Gitosudarmo, 2002 : 232).

Dokumen terkait