• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Pelayanan Antenatal Care Terkait dengan Deteksi Preeklampsia/Eklampsia (Pemeriksaan Tekanan Darah, Pemeriksaan

HASIL PENELITIAN

2. Pemeriksaan Oedema

5.1 Program Pelayanan Antenatal Care Terkait dengan Deteksi Preeklampsia/Eklampsia (Pemeriksaan Tekanan Darah, Pemeriksaan

Protein Urine dan Pemeriksaan Oedema)

Antenatal care adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayananyaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Dengan

pemeriksaan ANC teratur, ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan bisa mengenali tanda bahaya yang timbul selama kehamilan serta mempersiapkan persalinannya. Menurut Rohjati (2003) bahwa pemeriksaan antenatal merupakan komponen penting pelayanan kehamilan yang diikuti dengan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada ibu hamil, suami dan keluarga untuk perencanaan persalinan aman dan persiapan rujukan terencana bila diperlukan.

Kualitas program pelayanan kesehatan ibu dan anak terutama pelayanan antenatal care seperti peningkatan pengetahuan dan ketrampilan terhadap petugas dalam pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan protein urine, dan melakukan pemeriksaan oedema. Hal ini penting dilaksanakan dalam memastikan diagnosa untuk ibu hamil yang mengalami preeklampsia.

Program pelayanan antenatal meliputi permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan secara umum, deteksi secara dini terhadap resiko kehamilan, screening untuk mengidentifikasi faktor resiko, upaya pengobatan untuk mencegah komplikasi dari penyakit yang diderita dan intervensi dalam upayapencegahan penyakit yang timbul (Azwar, 1990).

Observasi dan dokumentasi terhadap 4 orang tenaga kesehatan pada pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan protein urine dan pemeriksaan oedema, dalam penelitian pada kriteria terdapat 1 orang bidan yang sudah melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar operasional prosedur, dan ada 3 orang bidan yang belum sesuai dengan standar operasional prosedur dalam melakukan

pelayanan seperti, dalam hal tidak menggunakan stetoskop pada pemeriksaan tekanan darah terhadap ibu hamil.

Program pelayanan antenatal sudah dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh Depkes RI, yaitu standar 10T (1) timbang berat badan, (2) takanan darah, (3) tinggi fundus uteri, (4) tetanus toksoid, (5) tablet zat besi, (6) tes penyakit menular seksual, (7) temu wicara, (8) tes laboratorium, (9) tes reduksi urine, (10) tes protein urine. Padahal aplikasi program jaminan mutu di Puskesmas adalah dalam bentuk penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP), agar hasil yang diperoleh tetap terjaga kualitasnya, meskipun pada kondisinya lingkungan dan petugas yang berbeda/berganti.

Standar Operasional Prosedur merupakan pedoman dalam pelaksanaan administrasi dalam peningkatan pelayanan dan kinerja organisasi dan sebagai dokumen yang berisi serangkaian intruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan pelayanan, bagaimana (cara), dan kapan (waktu) harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan (aktor) dapat memberikan arah guna perbaikan (peningkatan) pelayanan yang dilakukan oleh puskesmas. Hal ini mengingat bahwa dokumen Standar Operasional Prosedur yang merupakan pedoman baku bagi petugas sebagai acuan dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan target kinerja yang telah ditentukan.Contoh standar operasional prosedur kebidanan adalah sebagai berikut: (1) nama pekerjaan: pemeriksaan antenatal care, (2) tujuan: sebagai pedoman kerja petugas Kesehatan Ibu dan Anak dalam pelaksananpelayanan pemeriksaan ibu hamil, (3) sasaran: petugas KIA dalam mempersiapkan alat/sarana untuk memberikan

pelayanan pemeriksaan ibu hamil, (4) uraian umum: persiapan ruangan dan alat lengkap, alat pemeriksaan (timbangan, ukuran panggul, tensimeter, stetoskop dan alat suntik), persiapan vaksin Tetanus Toksoid, tablet besi dan vitamin pelaksanaan pemeriksaan dan tindakan, penyuluhan, pencatatan/ rujukan, (5) langkah-langkah kegiatan: a) petugas menerima kunjungan ibu hamil di ruang KIA setelah mendaftar di loket pendaftaran, b) petugas melakukan anamnesa (menanyakan identitas, riwayat kehamilan yang sekarang dan yang lalu, riwayat menstruasi, riwayat persalinan yang lalu dan pemakaian alat kontrasepsi, riwayat penyakit yang diderita dan riwayat penyakit keluarga, keluhan pasien, mempersilakan ibu hamil ke laboratorium untuk periksa Hb dan golongan darah (untuk ibu hamil dengan kunjungan pertama kali atau K-1), pemeriksaan Hb diulang pada umur kehamilan trimester III, serta pemeriksaan laboratorium lainnya ( seperti protein urine, reduksi urine) atas indikasi, c) petugas melakukan pemeriksaan(tinggi badan, berat badan, ukuran lengan atas, tekanan darah), petugas melakuakan inspeksi kepada pasien, mengukur ukuran panggul (bila ada indikasi: tinggi badan < 145 cm), memeriksa tinggi fundus uteri, posisi janin, presentasi janin, dan pemeriksaan denyut jantung janin, d) petugas memberikan imunisasi tetanus toksoid (TT1) sambil memberitahukan ulangan TT2 yang akan datang, e) petugas memberikan penyuluhan (gizi ibu hamil, hygiene perorangan, perawatan payudara selama kehamilan, pentingnya periksakan kehamilan secara rutin sesuai umur kehamilan), pesan supaya pada saatnya nanti melahirkan di tenaga kesehatan,, f) petugas mencatat hasil pemeriksaan pada status ibu, Buku KIA, Kohort Hamil, g) petugas menulis resep (kalsium laktat, Fe, vitamin), h)

petugas mendeteksi resiko tinggi kehamilan bila ada dan rujukan ke RSU/dokter spesialis serta melakukan kunjungan rumah pasien, i) petugas merujuk ke ruang pengobatan bila ada indikasi, j) petugas mencatat ke kohort ibu sesuai kartu ibu.

Keberhasilan program Kesehatan Ibu dan Anak khususnya pelayanan antenatal sangat strategis dan ditentukan oleh konsistensi kualitas pelayanan yang diberikan di Puskesmas. Saat ini capaian pembangunan kesehatan menggunakan acuan Standar Pelayanan Minimal atau disingkat SPM adalah standar pelayanan minimal yang harus didapatkan oleh mayarakat dan menjadi program yang ditetapakan oleh pemerintah pusat dan pelaksanaannya diwajibakan kepada pemerintah daerah sesuai dengan sumber daya dan kemampuan daerah.Sehingga hal-hal yang berkaitan dengankualitas pelayanan (services quality), seperti kepuasan pasien bahkan dampak pelayanan (impact of sevices) masih belum mendapat perhatian yang lebih serius.Salah satu indikator pelayanan yang menjadi kunci penting bagi para pasien sebagai konsumen meliputi pelayanan tepat.

Menurut Kepmenkes Nomor: 826/MENKES/SK/IX/2008 indikator standar pelayanan minimal ditetapkan 18 indikator standar pelayanan minimal yang berkaitan dengan antenatal care antara lain adalah: 1) cakupan K-4 target 95%, 2) cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani target 80%, 3) cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan target 90%, 4) cakupan pelayanan nifas target 90%.

Menurut Manuaba (1998), pemeriksaan kehamilan penting karena dapat menemukan berbagai kelainan yang menyertai hamil secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan

persalinannya, apabila ibu tidak melakukan pemeriksaan kehamilan maka, tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan baik atau mengalami keadaan resiko yang dapat membahayakan ibu dan janinnya.

5.2 Tenaga Kesehatan

Fasilitas antenatal yang memadai harus didukung oleh adanya tenaga kesehatan yang mencukupi, terampil, dan terlatih. Dokter, bidan dan perawat merupakan tenaga kesehatan formal yang dapat dan mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi.

Bidan Puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal berdasarkan pada pedoman standar kebidanan, standar pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pengelolaan program.Kompetisi teknis menyangkut pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan.

Peran bidan dalam pelayanan antenatal adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh bidan yang mencakup pencatatan dan pelaporan jumlah ibu hamil baik di puskesmas, posyandu, polindes, dan poskesdes. Dengan adanya pencatatan dan pelaporan, maka akan terlaksana pemetaan ibu hamil di wilayah kerja puskesmas tersebut (Depkes RI, 2009).

Selain itu, pada penelitian ini juga diamati tentang pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan di puskesmas mulai dari awal kehamilan sampai berlangsungnya proses persalinan, sehingga kemungkinan akan terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan dapat segera diatasi.

Dari hasil penelitian bahwa tenaga kesehatan sudah cukup baik memberi pelayanan antenatal dilihat dari kehadiran, kedisiplinan, memberi penyuluhan, maupun dengan penanganan terhadap resiko, karena ke tiga ibu hamil yang di diagnosa preeklampsia sudah mengerti akan bahaya dari preeklampsia tersebutcontoh:“kalau saya merasa pusing, saya langsung memeriksakan diri ke ibubidan”. Dimana setiap mengalami keluhan langsung memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan dan tidak ke dukun walaupun diantara mereka ada yang bertempat tinggal jauh dari puskesmas.

Menurut, dari hasil penelitian Ningrum (2014) yang dilakukan di daerah Propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa adanya tenaga kesehatan tidak mengurangi angka kejadian preeklampsia/eklampsia karena preeklampsia/eklampsia tidak diketahui penyebabnya tetapi untuk mendeteksi, maka perlu tenaga kesehatan untuk melakukan hal tersebut, ini mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti pola makan, gaya hidup dan sebagainya.

5.3 Fasilitas Antenatal Care

Fasilitas antenatal adalah alat atau tempat yang digunakan untuk penyelenggarakan upaya pelayanan kehamilan, baik promotif, preventif,yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau masyarakat. Berikut dijelaskan fasilitas antenatal care adalah :

5.3.1 Alat Pemeriksaan Tekanan darah

Tensimeter dan stetoskop adalah alat mengukur tekanan darah pada ibu hamil setiap pelayanan antenatal, dan stetoskop digunakan untuk mmendengarkan

hasilnya.Hasil penelitian menunjukan bahwa tersedianya fasilitas antenatal yang memadai adalah salah satu upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Tersedianya fasilitas antenatal sepertitensimeter dan stetoskop penting terhadap pemeriksaan tekanan darah pada ibu hamil yaitu: untuk mengetahui tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi.

Kelayakan tensimeter dan stetoskop perlu diperhatikan uji kelayakannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.Jika dilihat dari jumlah tensimeter yang tersedia sebanyak 4 unit dan layak pakai hanya 1 unit tensimeter dan I unit stetoskop.

Menurut Depkes RI tensimeter harus dikalibrasi setiap 1 tahun sekali.Tensimeter dikenalkan pertama kali oleh dr. Nikolai Korotkov, seorang ahli bedah Rusia, lebih dari 100 tahun yang lalu. Tensimeter adalah alat pengukuran tekanan darah sering juga disebut sphygmomanometer.Tensimeter terdiri dari sebuah pompa, sumbat udara yang dapat diputar, kantong karet, yang terbungkus kain, dan pembaca tekanan, yang bisa berupa jarum mirip jarum stopwatch atau air raksa.Tensimeter tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan rongga dalam manset.

Stetoskop (bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah alat medis sebuah alat medis akustik untuk memeriksa suara dalam tubuh. Stetoskop banyak digunakan untuk mendengar suara jantung dan pernapasan, meskipun dia juga digunakan untuk mendengar aliran darah dalam arteri.Stetoskop ditemukan di Perancis pada 1816 oleh Rene-Theophile-Hyacinthe

Laennec.Stetoskop digunakan sebagai alat untuk mendiagnosa penyakit tertentu dan untuk memastikan diastolik pada pemeriksaan tekanan darah.

Dalam penelitian Ningrum (2014) diasumsikan bahwa tersedianya fasilitas kesehatan disuatu daerah tidak menjamin adanya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak.Menurut Perry dan Potter (2000), ada faktor-faktoryang mempengaruhi tekanan darah adalah: umur, waktu pengukuran, latihan dan aktivitas fisik, stress (kecemasan, takut, emosi dan nyari), posisis tubuh, dan obat-obatan.

Dua angka dicatat ketika mengukur tekanan darah.Angka yang lebih tinggi, adalah tekanan sistolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketiks jantung berkontraksi dan memompa darah keseluruh tubuh.Angka yang lebih rendah, adalah diastolik, mengacu pada tekanan darah.Baik tekanan sistolik dan diastolik dicatat sebagai “mmHg” (millimeter air raksa).Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah diukur dengan tensimeter air raksa.

5.3.2 Pemeriksaan Protein Urine

Prosedur pemeriksaan protein urine yang dilakukan sudah sesuai dengan standar adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:(1) Menyiapakan dan mengecek kelengkapan alat, (2)Mencuci tangan, (3)Memakai sarung tangan, (4)Memperhatikan kejernihan urine, (4) Mengisi kedua tabung dengan urine, masing-masing +2ml, salah satu tabung sebagai bahan pembanding pemeriksaan, (5) Menyalakan lampu spritus, (6) Memanaskan tabung sampai mendidih berjarak 2-3cm, membentuk sudut 45 derajat dan arahkan tabung yang dipanaskan

ketempat yang kosong secara merata dari ujung bawah keujung atas, (7) Bila urine yang dipanaskan keruh tambahkan 4 tetes asam asetat 6% dan bila kekeruhan hilang maka menunjukkan hasil yang negative, (8) Jika urin tetap keruh maka panaskan sekali lagi dan bandingkan hasilnya, (9) Bila setelah dipanaskan urine tetap keruh maka hasilnya positif dan tentukan nilai positif(1 sd 4), (10) Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan, (11) mencuci tangan.

Laboratorium kesehatan merupakan pusat pelayanan laboratorium dan laboratorium rujukan yang melakukan fungsi pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologi, kimia kesehatan, kimia klinik dan patologi klinik.Fasilitas antenatal care merupakan faktor yang mendukung untuk melaksanakan tindakan atau kegiatan, pengelolaan logistik yang baik dan mudah diperoleh serta pencatatan dan pelaporan yang lengkap dan konsisten.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Demny, Dkk (2013), mengenai analisis mutu pelayanan antenatal care.Dari penelitian Demny, Dkk, di dapatkan ada hubungan antara ketersedian fasilitas dan peralatan dengan mutu pelayanan antenatal care.

BAB VI

Dokumen terkait