BAB II KAJIAN TEORITIS 10
F. Program Pembinaan Menjadi Pribadi Agung di Asrama Stella Duce 1
Supadi 5 Yogyakarta
Asrama dalam kongregasi CB masuk bidang karya sosial. Namun karya asrama ini tidak hanya karya sosial saja sebab di dalamnya juga terdapat karya pendidikan informal. Unsur pendidikan asrama terwujud dalam bentuk pembinaan. Program pembinaan yang diberikan belajar pada semangat pendiri suster-suster CB yaitu Elisabeth Gruyters.
Program pembinaan di asrama disusun supaya mereka dapat mengembangkan anugerah yang mereka miliki yaitu kebebasan dan kemampuan untuk memilih, prinsip-prinsip alam dan empat kecerdasan secara integral agar kelak dapat menjadi
35
“Bintang Pembimbing” bagi banyak orang. Elisabeth bisa menjadi “bintang pembimbing” bagi banyak orang sebab ia membiarkan hidupnya senantiasa dibimbing oleh Sang Bintang utama yakni Tuhan Allah sendiri.
Menjadi pribadi agung seperti yang telah diteladankan oleh Elisabeth terus dikembangkan oleh para penerusnya yaitu suster-suster CB dan oleh para suster CB coba dibagikan kepada mereka yang didampingi maupun mitra kerja. Mereka yang didampingi dalam penelitian ini adalah para siswi SMA Stella Duce 1 yang tinggal di asrama Supadi 5 Yogyakarta. Usaha untuk terus mengembangkan diri menjadi pribadi agung tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan pembinaan yang diberikan. Kegiatan pembinaan itu meliputi: aspek kecerdasan spiritual, aspek sosial (kecerdasan emosional), kecerdasan intelektual (kecerdasan mental) dan kecerdasan fisik.
1. Pembinaan kecerdasan spiritual: hormat terhadap Yesus Sang Tersalib
Elisabeth Gruyters senantiasa bersikap rendah hati melalui kesediaannya meluangkan waktu untuk menjalin relasi dengan Tuhan melalui doa dan meditasi dihadapan Yesus Sang Tersalib sehingga nuraninya semakin terasah untuk meneladan semangat belarasa yang telah dijalankan oleh Yesus sepanjang hidup-Nya hingga wafat di salib. Elisabeth sangat menghormati Yesus Sang Tersalib sebab melalui pengalaman mistiknya ia menangkap bahwa melalui ketaatan Yesus pada kehendak Bapa maka martabat keputeraan manusia yang telah hilang karena
36
dosa dipulihkan kembali. Elisabeth juga menangkap bahwa Allah sangat berduka jika manusia tidak selamat dan menderita (Humblet, 1987: 28-29). Jadi pentingnya hidup doa untuk mengasah nurani seseorang yang menjadi tanda bahwa seseorang dapat memiliki kecerdasan spiritual juga diberikan di asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta. Bentuk pembinaan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual itu meliputi:
a. Doa: untuk mengasah kepekaan nurani dan memperdalam relasi dengan Tuhan maka penghuni asrama dibantu dengan pembinaan rohani. Pembinaan rohani menjadi penting agar para penghuni asrama memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan sehingga apa yang dilakukan sebagai wujud cintakasih terhadap sesama (Beding,1989:139-140). Kegiatan pembinaan yang termasuk doa yaitu: doa harian pagi dan malam, Perayaan Ekaristi harian dan Mingguan, devosi kepada Bunda Maria.
Kegiatan doa harian dilakukan setiap hari pagi dan malam. Dalam kegiatan ini bahan doa harian dan completorium (Doa malam kumpulan Mazmur). Kegiatan ini mempunyai tujuan: mengasah nurani untuk senantiasa mensyukuri dan berterimakasih atas rahmat kehidupan yang diterimanya, merefleksikan pengalaman hidup yang disatukan dalam relasi dengan Tuhan dan sesama.
Perayaan Ekaristi/Kebaktian: kegiatan ini diwajibkan bagi penghuni asrama pada hari Kamis, Sabtu dan Minggu serta Perayaan Ekaristi
37
asrama. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengenangkan cinta kasih Allah dan Karya Penyelamatan Yesus Kristus. Dengan mengenangkan kasih Allah itu penghuni asrama diajak untuk membagikan kasih Allah dalam perjumpaan dengan sesama. Selain itu agar penghuni asrama juga terlibat dengan umat separoki dan mencintai Paroki di mana mereka berada.
Perayaan hari-hari besar gereja (Adven-Natal dan Prapaska-Paska): kegiatan ini bertujuan untuk membantu penghuni asrama merefleksikan pengalaman hidup dalam sejarah keselamatan dan Penebusan Tuhan serta melatih diri dengan merefleksikan hidup rohani, beraskese/matiraga, pantang dan puasa sebagai wujud solidaritas dan belarasa dengan sesama yang menderita.
Doa Rosario: kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Rabu malam, khusus bulan Mei dan Oktober setiap malam. Tujuan kegiatan ini untuk menanamkan devosi kepada Bunda Maria. Belajar dari Bunda Maria sebagai figur dari teladan iman yang bersedia mengikuti Yesus dengan setia sampai salib.
Hari Jadi Kongregasi CB, tujuannya untuk mengenalkan spritualitas CB yakni Cinta tanpa syarat penuh belarasa dari Yesus Sang Tersalib. Carolus Days, tujuannya mengenalkan nilai-nilai yang diperjuangan oleh Santo Carolus yaitu sebagai pembaharu gereja, semangat belarasanya dalam melayani para penderita pes dan bahkan ia sendiri harus meninggal
38
karena terjangkit penyakit pes serta kesederhanaan dan kerendahan hati Santo Carolus (Liedmeier, 1989: 78-80).
b. Pendalaman Kitab Suci: kegiatan ini dilakukan pada malam hari. Tujuannya mengasah nurani dengan mendengarkan sabda Tuhan sehingga setiap sikap dan tindakan yang dilakukan bercermin dari ajaran dan perintah Yesus yang disabdakan melalui Injil.
c. Pembaharuan Hidup: menyadari bahwa manusia mudah jatuh dalam kesalahan dan dosa maka perlu adanya pembaharuan hidup. Bentuk kegiatan pembinaan ini yaitu Sakramen Tobat menjelang Natal dan Paska. Tujuannya agar penghuni asrama memiliki kepekaan nurani dalam mensikapi setiap tindakan yang telah dilakukan. Menyadarkan penghuni asrama bahwa sebagai manusia yang lemah, rapuh dan mudah jatuh dalam kesalahan dan dosa. Menyadari kelemahan dan kerapuhan tersebut maka membutuhkan pertolongan dari Allah. Dalam kerendahan hati mengalami kerahiman Tuhan. Dengan semangat hidup yang baru bersedia juga memaafkan kesalahan orang lain.
Selain sakramen tobat bentuk kegiatan yang membantu penghuni asrama ke arah pembaharuan hidup adalah perayaan Tahun Baru. Tujuannya untuk merefleksikan pengalaman hidup selama setahun, saling meminta dan memberi maaf serta menyosong tahun yang akan datang
39
dengan penuh harapan. Belajar dari tahun sebelumnya maka ditahun yang akan datang mencoba memperbaharui hidup agar lebih baik.
d. Rekoleksi: menyadarkan penghuni asrama akan keberadaan dirinya sebagai citra Allah (misalnya dalam tema “Who Am I”). Dengan demikian mereka dapat menghargai bakat-bakat/potensi-potensi/talenta yang telah dikaruniakan Tuhan dalam dirinya dan bersedia memperkembangkannya demi pelayanan kepada sesama kelak di kemudian hari (misalnya dalam tema “Belarasa dalam perspektif Elisabeth Gruyters”).
Melalui bentuk-bentuk kegiatan pembinaan di atas diharapkan penghuni asrama memiliki kesadaran akan pentingnya menjalin relasi dengan Tuhan lewat doa dan rajin membaca Kitab Suci. Harapannya mereka memiliki kebiasaan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di luar jadwal yang diwajibkan dan tidak datang terlambat. Menurut pengakuan seorang alumni asrama yang berprofesi sebagai Jaksa, tinggal di Surabaya ia merasa bersyukur memiliki kebiasaan hidup doa yang baik. Akibatnya nuraninya senantiasa terasah untuk memperjuangkan keadilan saat menghadapi persoalan dalam persidangan kendati resikonya sangat besar.
2. Pembinaan kecerdasan emosional : belarasa
Pembinaan kecerdasan emosional bercermin pada hidup Elisabeth yang hatinya tergerak oleh semangat belarasa terhadap penderitaan orang lain sehingga hidupnya senantiasa berorientasi pada tujuan mulia. Kendati Elisabeht berasal dari kalangan keluarga kelas menengah ke atas namun ia memiliki hasrat untuk menolong orang
40
lain. Penghuni asrama jaman sekarang juga berasal dari kalangan sosial-ekonomi menengah ke atas, maka pengelola asrama memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka agar dapat mengembangkan kepekaan hatinya dengan memiliki semangat belarasa seperti yang telah dihidupi Elisabeth. Untuk menumbuhkan semangat tersebut maka ada berbagai bentuk pembinaan yang berkaitan dengan kegiatan sosial yaitu:
a. Analisa Sosial: kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk week end. Dalam kegiatan ini penghuni asrama dibekali dengan ajaran Sosial Gereja mengenai manusia itu pada hakikatnya makhluk sosial. Ajaran itu perlu diwujudkan menjadi kenyataan. Hakekat dari Ajaran Sosial Gereja adalah ajaran itu kebenaran, sasarannya keadilan, dan daya dorongnya cintakasih. Patut disayangkan sekarang ini hasrat mencari kenikmatan menghayutkan banyak orang sehingga beranggapan hidup itu tidak lebih dari keinginan mengejar kesenangan serta pemuasan nafsu-nafsu manusiawi belaka. Ada tiga tahapan untuk mempraktekkan ajaran Sosial Gereja: Pertama, orang mengamati situasi konkret; kedua, ia menilai situasi itu berdasarkan kebenaran dan keadilan; ketiga, ia memutuskan apa yang dalam keadaan itu dapat dan harus dilakukan untuk mengamalkan ajaran sosial Gereja tadi. Itulah tiga tahap yang lazimnya diungkapkan dengan istilah: mengamati, menilai, bertindak (Hardawiryana, 1999:202).
41
Setelah itu penghuni asrama diberi kesempatan untuk mengamati situasi masyarakat kecil, menganalisa, menilai dan bertindak atas realitas yang mereka jumpai (KWI, 1996:45). Kemudian penghuni asrama terlibat secara langsung dengan cara berjualan koran bersama dengan anak jalanan, berjualan di pasar Krangan, pasar Demangan, Kaki Lima dan Stasiun Lempuyangan. Tujuan kegiatan ini yaitu agar dengan mengalami secara langsung perjuangan hidup masyarakat kecil dalam memenuhi kebutuhan hidupnya penghuni asrama memiliki semangat belarasa dan empatisitas terhadap orang-orang kecil dan menderita (Lewis,2004:137-138). Dengan demikian memiliki hasrat dalam hati dan tergerak untuk membantu mereka yang menderita.
b. Bakti Sosial: dalam weekend ajaran sosial Gereja penghuni asrama diminta untuk mengamati, menilai dan terlibat maka dalam kegiatan bakti sosial ini penghuni asrama berusaha mewujudkan ajaran itu dalam tindakan nyata sebagai wujud membangun cinta persaudaraan dan solidaritas (Alwisol,2006:156). Kegiatan ini dikoordinir oleh pengurus asrama. Bentuk kegiatannya yaitu penghuni asrama mengunjungi Panti Asuhan, Panti Cacat, korban bencana alam. Dalam kunjungan itu penghuni asrama mengajak anak-anak Panti berkegiatan bersama serta memberikan kenang-kenangan sesuai kebutuhan anak Panti. Untuk melaksanakan kegiatan ini penghuni asrama mengumpulkan dana dengan
42
cara kolekte, mengurangi uang saku yang dimilikinya, membuat kue lalu menjualnya. Tujuan dari kegiatan ini membantu menumbuhkan dan mengembangkan kemauan berbagi, kepedulian dalam diri penghuni asrama sehingga memiliki keberanian berorientasi pada orang lain (Lewis,2004:39). Home Stay/Live in: kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan program kegiatan sekolah. Dalam kegiatan ini penghuni asrama tinggal dan mengalami serta menjalin hubungan hidup bersama dengan penduduk di daerah Sumber (Muntilan), Somohitan (Lereng Merapi), Turi (Sleman) selama tiga hari (Lewis,2004:347-351). Melalui kegiatan ini diharapkan agar penghuni asrama semakin sensitif dan tiada takut menghadapi tantangan hidup, memiliki empatisitas terhadap orang-orang kecil.
Mengadakan bazaar tanaman hias, pupuk organik olahan sendiri, makanan, minuman, karya tangan para suster sepuh. Kegiatan ini dilakukan penghuni asrama bersama dengan para suster CB untuk menggalang dana peduli pendidikan anak jalanan dan anak tukang becak. Kegiatan ini menjadi tanda adanya suatu tingkah laku kelompok/group behavior (Chaplin, 2005:215). Tujuan kegiatan ini agar pendidikan dapat dinikmati oleh semua kalangan.
Melalui kegiatan pembinaan yang telah dijalani oleh penghuni asrama, nampak bahwa mereka mulai memiliki perilaku yang tidak hanya
43
mengikuti gaya hidup semata. Hal itu ditunjukkan oleh penghuni asrama sewaktu berpergian yang jaraknya tidak terlalu jauh mau berjalan kaki atau naik sepeda. Mereka juga tidak malu berjualan untuk menggalang dana bagi anak-anak Panti Asuhan, peduli pendidikan anak jalanan dan anak tukang becak. Menyisihkan sebagian uang sakunya untuk membantu orang lain yang berkekurangan sebagai wujud solidaritas kepada sesama (Kieser,1992:25-26).
3. Pembinaan kecerdasan mental : ketekunan
Elisabeth dalam hidupnya memiliki Visi: “Yang miskin, yang tersisih dan yang menderita diselamatkan dan dibebaskan dalam keutuhan Kerajaan Allah” (Kapitel Umum, 1999:20). Dengan visinya itu maka Elisabeth mampu menjadi “Bintang Pembimbing” bagi banyak orang. Untuk itu asrama juga memberikan pembinaan yang dapat membantu penghuni asrama agar memiliki perspektif jangka panjang sehingga menumbuhkan visi-misi hidup yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu diharapkan terwujud melalui perilaku mau membantu orang lain yang menderita dalam semangat belarasa sehingga orang yang menderita dapat meraih masa depan yang lebih baik.
Untuk menumbuhkan visi-misi hidup pada perspektif jangka panjang maka penghuni asrama harus memiliki ketekunan dalam melakukan visi-misinya. Dapat berpikir strategis dan penuh pertimbangan dalam mensikapi peristiwa dan situasi masyarakat di mana pun mereka berada. Penghuni asrama akan dapat berpikir
44
strategis dan penuh pertimbangan jika mereka memiliki wawasan yang luas. Hal itu hanya mungkin jika mereka memiliki intelektualitas yang baik dan mampu memimpin dengan baik. Maka penghuni asrama memiliki perilaku tekun belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah baik secara individual maupun dalam kelompok dan mencari les tambahan (Winkel, 2004:559). Namun diharapkan pula mereka juga mampu menjadi seorang pemimpin yang handal seperti yang telah diwujudkan oleh seorang alumni yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah di Jakarta. Oleh sebab itu asrama membagi dalam dua kategori kegiatan pembinaan yaitu:
a. Intelektual: agar kemampuan intelektual penghuni asrama dapat berkembang dengan baik sehingga memiliki hidup yang berkualitas dan dapat berpikir jangka panjang maka seluruh penghuni asrama menempuh pendidikan formal yang sama yaitu di SMA Stella Duce 1. Sebab SMA Stella Duce 1 juga sekolah yang dikelola oleh para suster CB. Untuk mengasah kemampuan intelektualnya mereka juga menempuh pendidikan informal.
Les/bimbingan belajar: kegiatan ini dilakukan oleh penghuni asrama di luar kegiatan belajar di sekolah. Tujuannya penghuni asrama memperdalam materi-materi yang telah diperoleh di sekolah. Dengan mendalami materi yang diperoleh maka penghuni asrama semakin terasah kemampuan intelektualnya. Melalui kegiatan ini penghuni asrama juga
45
belajar mengantisipasi masa depan, menaruh percaya pada orang lain, sehingga mampu menetapkan harapan.
Belajar di asrama: kegiatan ini wajib bagi seluruh penghuni asrama baik belajar secara individual maupun kelompok. Kegiatan belajar ini terbagi dalam dua sesion, pertama mulai pukul 17.00-18.30, kedua pukul 19.30-21.00. Selain waktu belajar yang diwajibkan penghuni asrama diijinkan untuk menambah waktu belajarnya jika diperlukan. Kegiatan belajar dengan durasi waktu tertentu ini juga untuk membentuk ketekunan penghuni asrama.
b. Kepemimpinan: untuk dapat menjadi pemimpin yang handal dan memiliki visi-misi hidup yang berorientasi pada tujuan mulia maka asrama membekalinya dengan Latihan Dasar Kepemimpinan. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk week end. Tujuan kegiatan ini yaitu untuk mempersiapkan kader-kader pemimpin masa depan yang berkualitas, yang memiliki visi memperjuangkan dan menghargai martabat kehidupan. Dalam kegiatan ini diperkenalkan visi-misi Kongregasi CB yang didirikan oleh Elisabeth dan tentang pembinaan yang ditekankan oleh Elisabeth. Diantaranya pembinaan menjadi pribadi yang visioner, pembinaan kasih belarasa, pembinaan rekonsiliatif, pembinaan memperjuangkan nilai-nilai Kerajaan Allah, pembinaan partisipatif dan transformatif (Kapitel Umum, 2006:87).
46 4. Pembinaan kecerdasan fisik : disiplin
Elisabeth sepanjang hidupnya memiliki disiplin diri yang tinggi sehingga ia mampu mewujudkan apa yang menjadi visi-misi hidupnya. Kedisiplinannya itu membuahkan hasil lahirnya sebuah biara yang dapat mewujudkan mimpi/cita-cita/misinya untuk menolong orang-orang yang menderita. Penghuni asrama juga dibina dan dilatih untuk hidup tertib agar mampu memiliki disiplin diri yang tinggi. Ada tiga kategori pembinaan yang diberikan yaitu:
a. Disiplin: seperti Elisabeth yang memiliki disiplin diri tinggi maka penghuni asrama juga diharapkan memiliki disiplin diri yang tinggi, untuk itu mereka perlu dibina dan dilatih. Bentuk kegiatan pembinaan untuk memiliki disiplin diri yaitu: tatatertib asrama, time managemen.
Tatatertib asrama: seluruh penghuni asrama wajib mentaati peraturan/jadwal asrama. Tujuannya untuk melatih ketertiban, kedisiplinan dan tanggung jawab penghuni asrama melalui keterlibatannya secara penuh dalam kehidupan bersama sebagai warga asrama. Peraturan/jadwal asrama meliputi: waktu bangun pagi, waktu istirahat (jam tenang) baik sore/malam, waktu kegiatan di luar asrama, latihan koor, waktu belajar, waktu makan, dan lain-lain.
Time managemen: kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk week end. Tujuannya membantu penghuni asrama untuk bisa mengatur dan memanfaatkan waktunya dengan baik. Dalam kegiatan ini penghuni
47
asrama dibuka wawasannya dengan materi mengenai empat kuadran waktu, menentukan prioritas dan lain-lain. Setelah itu penghuni asrama diminta untuk melakukan sejumlah kegiatan yang waktunya sudah ditentukan. Dengan waktu yang telah ditentukan penghuni asrama diharapkan mampu memanfaatkan waktu yang ada secara efektif dan efisien.
b. Kerjasama: penghuni asrama berasal dari berbagai daerah dan latar belakang hidup yang berbeda-beda sehingga memiliki gaya hidup yang berbeda pula, untuk itu perlu dibangun suatu kerjasama yang baik agar perbedaan yang ada tidak menimbulkan permasalahan dan konflik. Untuk itu asrama memfasilitasi mereka dengan pembinaan yang menunjang terjadinya kerjasama seperti Out bond, perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Valentine‟s Day, malam keakraban, piknik dan kerja bakti asrama.
Out bond: kegiatan ini dilaksanakan dengan cara week end. Tujuan kegiatan ini adalah mengajak penghuni asrama untuk terlibat penuh dalam bekerjasama sebagai satu team melalui dinamika kelompok yang sederhana. Bersedia bekerja keras dan setia sampai akhir dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan kepada kelompoknya serta melatih kemampuan untuk bersedia berkorban demi mencapai tujuan
48
bersama. Berinteraksi dengan alam dan merefleksikannya sehingga semakin mencintai Sang Pencipta dan lingkungan (Schultz,1991:66). Perayaan hari Kemerdekaan: tujuannya meneladan semangat dan keberanian para pejuang yang telah rela berkorban demi kemerdekaan bangsa, meningkatkan semangat persaudaraan, paguyuban dan persatuan antar penghuni asrama yang berasal dari berbagai latar belakang.
Valentine‟s Day: tujuannya sebagai wahana mengekspresikan bakat dan kreatifitas yang dimiliki oleh para penghuni asrama. Semua bakat, kreatifikas yang dimiliki oleh tiap-tiap penghuni asrama dipadukan dalam suatu bentuk atraksi yang terpadu sehingga terjadi kerjasama antar mereka.
Malam keakraban dan piknik asrama tujuannya untuk mempererat persaudaraan, kebersamaan, kekompakan sehingga saling membantu satu dengan yang lain.
Kerja bakti asrama: kegiatan ini dilaksanakan satu kali dalam sebulan. Dalam kegiatan ini dibentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapat tugas yang berbeda. Melalui kerja bakti asrama penghuni asrama belajar menyelesaikan tugas kelompoknya masing-masing. Tugas tiap kelompok akan dapat terselesaikan dengan baik dan cepat jika terjalin kerjasama yang baik antar pribadi.
49
c. Kesehatan: orang bisa hidup berdisiplin yang tinggi jika secara fisik juga sehat. Supaya penghuni asrama juga sehat secara jasmani dan rohani maka asrama memberikan pembinaan mengenai hal-hal yang dapat membantu agar tumbuh secara sehat melalui pembinaan pola hidup sehat. Kegiatan ini melibatkan perawat Rumah Sakit Panti Rapih. Diberikan dalam bentuk
workshop dan dialog interaktif. Tujuan kegiatan ini untuk membuka wawasan penghuni asrama sehingga memiliki pola hidup yang sehat berkaitan dengan kedisiplinan pola makan dan pola tidur.
Dengan pembinaan kecerdasan fisik yang telah diberikan maka diharapkan penghuni asrama yang masih tinggal di asrama memiliki perilaku hidup yang disiplin dengan indikasi mampu menghargai setiap waktu yang ada. Dapat memanfaatkan waktunya untuk kegiatan yang bermanfaat seperti yang telah dilakukan oleh para alumni asrama. Alumni asrama memberikan kesaksian bahwa kebiasaan waktu yang serba teratur dan terbatas yang diberikan oleh asrama justru sangat membantu hidupnya sekarang apalagi dengan profesinya sebagai seorang calon dokter gigi yang saat ini sedang koas.
Demikianlah isi dari program pembinaan “Menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters)” yang telah diberikan kepada para penghuni asrama SMA Stella Duce Supadi 5 Yogyakarta periode tahun 2007-2009. Oleh karena peneliti (sebagai salah satu team pembina) hendak mengetahui manfaat dari program tersebut bagi para penghuninya.
50