• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA TEORITIS

3.1. Program Pemupukan Berimbang

Program Pemupukan Berimbang adalah suatu upaya peningkatan produktivitas padi dan kualitas gabah yang dihasilkan (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004). Untuk memperoleh produksi gabah yang optimal dengan mutu yang baik dan memperhatikan kelestarian kesuburan lahan, maka pemupukan berimbang perlu disosialisasikan sampai ke petani sebagai pelaksana usahatani.

Yang dimaksud dengan pemupukan berimbang menurut Abbas (1997) adalah pemberian pupuk (hara) sesuai dengan kebutuhan tanaman baik dalam jumlah maupun jenis pupuk (hara) yang dikaitkan dengan sifat tanah, status hara tanah, kebutuhan tanaman serta keadaan lingkungan. Hal itu dapat dicapai tidak hanya melalui penambahan unsur hara yang kurang, tetapi juga dapat mengurangi pemberian unsur hara yang berlebihan. Ditambahkan oleh Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan (2004), dalam aplikasi pemupukan berimbang di lapangan, selain memperhatikan asas 6 tepat (tepat waktu, jumlah, jenis, harga, mutu, dan penggunaan) juga disesuaikan dengan kondisi wilayahnya (spesifik lokasi). Penggunaan pupuk yang tepat jumlah untuk lokasi yang spesifik menurut Makarim, et al. (2004) akan sangat menguntungkan baik secara teknis, ekonomis dan lingkungan.

Tujuan dari program peningkatan produktivitas melalui penerapan pemupukan berimbang adalah sebagai berikut:

1. Mendorong petani untuk menerapkan teknologi dengan menggunakan benih unggul bermutu dan pemupukan berimbang

2. Mendorong peningkatan produktivitas dan produksi padi dalam upaya mendukung ketahanan pangan sehingga produksi sesuai dengan kebutuhan 3. Menyiapkan sarana produksi di tingkat petani secara enam tepat

4. Mendorong terjalinnya kemitraan usaha antara petani/kelompoktani dengan penggilingan padi/stakeholders lainnya

5. Meningkatkan dan mendorong kegiatan perekonomian di pedesaan, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mengurangi impor beras.

Program peningkatan produksi padi melalui pemupukan berimbang meliputi penerapan teknologi seperti penggunaan varietas unggul bermutu, sistem tanam, pengendalian gulma hama penyakit terpadu (PHT). Teknologi anjuran dalam Program Pemupukan Berimbang adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan varietas unggul bermutu: Varietas

a. Varietas Produksi Tinggi (IR-64, Way Apu Buru, dan lain-lain) b. Padi Tipe Baru (Fatmawati, Ciherang, Gilerang)

c. Padi Hibrida (Maro, Rokan, dan lain-lain) Benih

a. Pemakaian benih 30 kg/ha b. Umur benih muda 15 – 21 hari

2. Cara Tanam:

Tanam Pindah (Tapin)

Jarak tanam 20 cm x 20 cm, 20 cm x 25 cm, 25 cm x 25 cm 3. Pemupukan dan jenis pupuk:

Dosis pupuk a. Pupuk Tunggal Urea 250 kg/ha SP-36 100 kg/ha KCl 75 – 100 kg/ha b. Pupuk Majemuk NPK Kujang 400 kg/ha

NPK Phonska 300 kg/ha + Urea 150 kg/ha c. Pupuk Kandang 200 – 500 kg/ha

Jadwal pemupukan

Pemupukan I = 0 – 10 hari setelah tanam (hst) Pemupukan II = 30 – 35 hst

4. Pengendalian Gulma:

Penyiangan secara manual dilakukan 2 kali setiap 1 hari setelah pemupukan 5. Pengendalian OPT

a. Menggunakan pestisida nabati/alami

b. Menggunakan pestisida (kimiawi) bila perlu Furadan 18 – 20 kg/ha

3.2. Perubahan Teknologi

Salah satu syarat pokok pembangunan pertanian menurut Mosher (1978) adalah terjadinya perubahan teknologi. Perubahan teknologi di sektor pertanian menurut Ghatak dan Ingersent (1984) meliputi perubahan secara teknik (induced technical change) dan perubahan kelembagaan (induced institutional change). Perubahan secara teknik berhubungan dengan perubahan yang terjadi dalam cara memproduksi suatu output pada gugus pilihan yang efisien sedangkan perubahan kelembagaan berkaitan dengan cara-cara bagaimana masyarakat melakukan kerjasama, fungsi, dan tingkah lakunya sebagai pribadi dan kelompok dihubungkan dengan tingkah lakunya sendiri dan orang lain dalam proses produksi (Hutabarat, 1988).

Program Pemupukan Berimbang merupakan inovasi teknologi usahatani padi sawah dengan menggunakan teknologi baru dengan pemakaian benih unggul bermutu, pemupukan berimbang dan teknik budidaya yang dianjurkan. Benih padi yang ditanam oleh petani peserta program pemupukan berimbang adalah benih berlabel, varietasnya Ciherang dan Cigeulis yang merupakan varietas produksi tinggi. Sedangkan jenis pupuk an-organik yang digunakan adalah pupuk majemuk NPK yang mampu meningkatkan produksi padi 1.02 – 1.83 ton/ha dibandingkan dengan pupuk tunggal (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2004). Benih dan pupuk ini disediakan oleh PT. Pertani sebagai mitra kerja petani dengan pembayaran secara yarnen dan produksi gabah petani ditampung/dibeli oleh PT. Pertani.

Pada beberapa asumsi menyatakan produksi pada keadaan teknologi tetap. Pada kenyataannya, produksi berubah setiap waktu. Petani menghasilkan padi

A TPP2 Y2

Y1’ Y2’ Y1

mengalami perubahan setiap tahun/musim tanam. Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi akan menyebabkan peningkatan hasil (output) dari setiap kombinasi sumberdaya (input) yang digunakan (Debertin, 1986). Dampak perubahan teknologi, kurva produksi bergerak ke arah kanan luar. Kemajuan teknologi menyebabkan pertumbuhan produksi. Produksi semakin meningkat (Chisholm and McCarty, 1978).

Berdasarkan hasil penelitian Sidhu (1974), dengan penggunaan teknologi baru (penggunaan varietas baru pada komoditas gandum) telah menggeser ke atas fungsi produksi gandum. Hal ini berimplikasi bahwa dengan menggunakan varietas baru output yang dihasilkan akan lebih besar. Dengan demikian, Program Pemupukan Berimbang yang dilaksanakan di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta diharapkan dapat meningkatkan produksi padi yang dihasilkan petani. Output (Y) PX 0 Sumber: Hert (1981)

Gambar 2. Respon Output (Y) terhadap Penggunaan Input (X) 0 C 0 A B TPP2 TPP1 D F MVP2 MVP1 X1 X2 Input (X)

Dari hasil penelitian Hert (1981) terhadap petani di Philiphina, dengan teknologi modern dalam usahatani padi akan terjadi pergeseran fungsi produksi yang menunjukkan respon output terhadap pemakaian input produksi. Program Pemupukan Berimbang dengan teknologi barunya akan menggunakan input dari X1 menjadi X2, sehingga output yang dihasilkan berubah dari Y1 menjadi Y2. Pada saat itu nilai produk marginal sama dengan harga input (Px).

3.3. Pendekatan Fungsi Produksi

Menurut Debertin (1986) beberapa bentuk fungsi yang dapat digunakan untuk menduga fungsi produksi, antara lain Cobb-Douglas, The Spillman Production Function, Trancendental Production Function, Fungsi Produksi

Cobb-Douglas dengan elastisitas input variabel, Modifikasi de Janvry, dan bentuk Polinomial.

Bentuk fungsi produksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah fungsi linier Cobb-Douglas. Dipilihnya fungsi ini mengingat menggambarkan karakteristik pola produksi komoditas padi, aplikasinya secara empiris lebih sederhana dalam analisis, pada fungsi produksi Cobb-Douglas nilai dugaan parameternya sekaligus juga menunjukkan nilai elastisitasnya.

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk studi empirik pertama kali tahun 1928 dalam jurnal American Economic Riview. Fungsi produksi Cobb-Douglas yang asli menggunakan dua input produksi tenaga kerja (L) dan modal (K) dengan persamaan fungsi produksi sebagai berikut:

α α = 1 L AK Y ……….…… ………...……….. (3.1)

dimana:

L = Tenaga kerja (labor) K = Modal (capital)

Karakteristik dari fungsi produksi di atas adalah 1) homogenous berderajat satu, 2)

diminishing MPPL dan MPPK, A menggambarkan teknologi, dan 3) mudah diestimasi.

Bentuk umum fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan seperti persamaan di bawah ini: i i n i X A Q π β 1 = = ………..……….………..……… (3.2) Dapat dilakukan transformasi ke dalam bentuk logaritma natural, sebagai berikut:

µ β + =

= i k i i LnX LnQ 1 ………...………...…….. (3.3) Dari fungsi tersebut, dapat diketahui elastisitas produksinya sebagai berikut:

[

i i

][

i i

]

i i i X i i i AX X AX Q X X Q E ⎟⎟= β β β =β ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ = / 1 …………...…...…. (3.4) dimana: EX = Elastisitas produksi Q = Output (hasil produksi) Xi = Input (faktor produksi) ke-i A = Intersep

βi = Parameter peubah Xi 3.4. Proses Adopsi Teknologi

3.4.1. Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang

Inovasi didefinisikan oleh Rogers (1983) sebagai suatu ide atau gagasan, tindakan atau barang baru oleh individu atau masyarakat. Inovasi juga diartikan oleh Lionberger dan Gwin (1982) dan Mardikanto (1996) tidak hanya sebagai

sesuatu hal yang baru yang belum banyak diketahui/diterima/diterapkan/dilaksanakan tetapi juga dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat.

Untuk memproduksi suatu inovasi, menurut Fadholi (1986) menyatakan bahwa ada empat faktor yang harus menjadi perhatian dan pertimbangan, yaitu (1) secara teknis memungkinkan, (2) secara ekonomi menguntungkan, (3) secara sosial juga memungkinkan, dan (4) sesuai dengan kebijakan pemerintah. Hal ini dilakukan agar inovasi yang telah dirancang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Rogers (1983) menjelaskan bahwa variabel yang menentukan tingkat adopsi adalah (1) sejauhmana inovasi dianggap lebih menguntungkan (relative advantage), (2) kesesuaian dengan norma dan kebutuhan yang ada (compatibility), (3) tingkat kerumitan dalam penerapannya oleh pengguna (complexity), (4) dapat dicoba oleh pengguna dengan sumberdaya yang ada (trialability), dan (5) sejauhmana manfaat penerapan inovasi dapat diketahui oleh penggunanya.

Menurut Rogers (1983), terdapat lima langkah dalam proses keputusan inovasi, yaitu (1) Pengenalan (knowledge), adanya pemahaman terhadap inovasi baru, (2) Persuasi (persuation), adanya sikap terhadap inovasi, (3) Keputusan (Decision), adanya keputusan menerima atau menolak inovasi, (4) Implementasi (Implementation), melakukan inovasi, dan (5) konfirmasi (confirmation), penguatan dari keputusan yang telah dibuat.

Dalam keputusan yang dilakukan individu terhadap inovasi, ada kemungkinan individu akan melanjutkan mengadopsi (continued adoption) atau menghentikannya (discontinuance). Bisa saja individu yang menolak inovasi terus

mencari informasi lebih lanjut dan terlambat mengadopsinya (later adoption) atau tetap menolak (continued rejecttion) sesuai dengan informasi yang diterimanya. Sesuai dengan kategorinya, Rogers (1983) mengelompokkan individu yang mengadopsi suatu inovasi (adopter) atas lima kategori sebagai berikut:

1. Innovators, kelompok kosmopolit yang berani dan gemar dengan pembaharuan.

2. Early Adopter, kelompok yang terdiri dari pemimpin informal sebagai panutan bagi adopter selanjutnya

3. Early Majority, kelompok yang biasanya menjadi anggota tetapi lebih awal mengadopsi inovasi daripada anggota kelompok lain

4. Late Majority, kelompok yang bertindak menjauhi resiko 5. Laggards, kelompok yang tradisional

3.4.2. Penyuluhan Pertanian

Pengembangan usahatani tidak terlepas dari peran kelembagaan yang terdiri dari beberapa instansi yang menyangkut penelitian maupun penyuluhan. Instansi baik pemerintah maupun swasta yang melakukan penelitian dan pengembangan pertanian merupakan tempat menghasilkan teknologi-teknologi baru yang akan diadopsi oleh petani sebagai subjek pertanian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat disampaikan kepada petani melalui peran komunikator penyuluhan (transfer alih teknologi).

Penyuluh pertanian mempunyai peran dalam proses alih teknologi sehingga dapat diadopsi oleh petani. Cepat atau lambatnya proses adopsi teknologi oleh petani tergantung pada kinerja penyuluh pertanian di lapangan.

Proses transfer alih teknologi menurut Soekartawi (1988), dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan berdasarkan kelembagaan dan pendekatan berdasarkan proses. Pendekatan berdasarkan kelembagaan melalui lembaga penyuluhan pertanian (BPP). Di BPP, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) merencanakan dan membuat program penyuluhan yang dapat disampaikan kepada petani dalam bentuk demonstrasi-demonstrasi (demplot, demfarm, demarea) atau dengan cara lain. PPL bersama-sama dengan kelompoktani meneruskan informasi tersebut kepada petani, melalui kunjungan lapangan atau pertemuan dengan anggota kelompoktani.

Pendekatan berdasarkan proses dilakukan melalui identifikasi. Diperlukan suatu identifikasi mengenai rekomendasi yang ditetapkan dalam suatu BPP. Setelah permasalahan di wilayah BPP (WKBPP) tersebut diidentifikasi, maka disusun program sebagai bahan penyuluhan yang dapat berupa latihan-latihan ataupun kunjungan PPL ke lapangan.

Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi: (1) memfasilitasi proses pembelajaran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis, (2) memberikan rekomendasi dan mengihtiarkan akses petani dan keluarganya ke sumber-sumber informasi dan sumberdaya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (3) membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan, (4) mengembangkan organisasi petani menjadi organisasi sosial ekonomi yang tangguh, dan (5) menjadikan kelembagaan penyuluhan sebagai lembaga mediasi dan intermediasi, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis.

3.5. Model Pilihan Kualitatif

Model Pilihan Kualitatif (Model of Qualitative Choice) adalah suatu model dimana variabel terikat (dependent variable) Y melibatkan dua atau lebih pilihan kualitatif. Kemungkinan atau peluang yang terpilih adalah salah satu dari dua atau lebih pilihan yang tersedia. Pada Model of Qualitative Choice, variabel terikat Y digambarkan sebagai dummy variable (0,1) atau lebih dikenal dengan Model Pilihan Binary (Binary-Choice Model), dimana individu-individu dihadapkan pada suatu pilihan diantara dua alternatif dan pilihan mereka tergantung pada karakteristik masing-masing individu tersebut (Pindyck dan Rubinfeld, 1981).

Pindyck dan Rubinfeld (1981) menyatakan bahwa untuk menjawab masalah-masalah yang sifatnya binary choice terdapat empat model yang dapat digunakan, yaitu linear probability model, probit model, dan logit model. Selanjutnya menurut Pindyck dan Rubinfeld (1981) serta Simatupang (1988), model linier mempunyai kelemahan karena terdapat kemungkinan nilai peluang bersyaratnya berada di luar kisaran (0 - 1), sehingga sulit dilakukan pendugaan selanjutnya menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Sedangkan pada model probit dan model logit persyaratan ini selalu dipenuhi karena nilai peluangnya selalu berada pada kisaran (0 - 1), namun model probit lebih rumit perhitungannya dan sukar diduga dibandingkan model logit. Oleh karena itu, model logit lebih banyak digunakan dalam penelitian terapan seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.

Model logit didasari oleh Fungsi Peluang Logistik Komulatif dan secara umum model ini dirumuskan sebagai berikut (Pindyck and Rubinfeid, 1981):

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = + = = ( + ) 1 1 1 1 ) ( ) ( i i X z i i i e e X Z F P α β α β ………...……... (3.5)

jika ruas kanan dan ruas kiri persamaan (3.5) dikalikan dengan

(

zi

)

e + 1 , maka akan diperoleh:

(

1+

)

=1 i z P e i ………..…... (3.6) apabila kedua ruas kanan dan ruas kiri dari persamaan (3.6) dibagi dengan Pidan kemudian dikurangi 1, maka diperoleh:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = i i i z P P P e i 1 1 1 ………...…….… (3.7) Dengan mendefinisikan zi zi e e =1/ , maka diperoleh: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = i i z P P e i 1 ……… (3.8)

jika ruas kanan dan ruas kiri di-log-kan, maka diperoleh:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = i i i P P Z 1 log ………..……… (3.9) atau dari persamaan (3.5) diperoleh:

i i i i i X e P P Z ⎟⎟= + + ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = α β 1 log ……….… (3.10) dimana:

Pi = Peluang petani mengadopsi suatu teknologi (P = 1, jika petani mengadopsi dan P=0, jika tidak mengadopsinya) 1 - Pi = Peluang petani tidak mengadopsi suatu teknologi

α = Intersep

β = Parameter peubah Xi

Xi = Vektor peubah bebas (i = 1, 2, 3, ……., n) ei = galat acak

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2005. Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dimana Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu daerah pelaksanaan program pemupukan berimbang, tepatnya di Kecamatan Plered.

Kecamatan Plered sebagai pelaksana program pemupukan berimbang merupakan kecamatan usulan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta dengan pertimbangan bahwa petani padi sawah di Kecamatan Plered telah melakukan pemupukan N, P, K tetapi belum memakai pupuk secara berimbang, tidak termasuk daerah Program Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI) Padi dan KUT.

4.2. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan panduan kuisioner yang telah dipersiapkan untuk petani padi sawah di Kecamatan Plered yang menjadi responden.

Responden adalah petani yang mengikuti program pemupukan berimbang (petani peserta program pemupukan berimbang) dan yang tidak mengikuti program pemupukan berimbang (petani non peserta program pemupukan berimbang). Petani peserta program pemupukan berimbang adalah petani yang mendapatkan input (benih dan pupuk) dari dana program yang disalurkan melalui PT. Pertani. Petani non peserta program pemupukan berimbang adalah petani

yang menyediakan dan membeli sendiri input produksinya Jumlah total responden adalah 55 petani, 30 petani peserta program pemupukan berimbang dan 25 petani non peserta program pemupukan berimbang. Pemilihan responden dilakukan dengan metode penarikan contoh acak sederhana (simple random sampling).

Data primer yang dikumpulkan meliputi data identitas rumahtangga, data profil petani dan luas lahan usahatani, seluruh data aktivitas produksi, hasil penjualan, biaya produksi dan pendapatan usahatani. Termasuk di dalamnya data penggunaan bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja sebagai variabel yang mempengaruhi produksi. Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh data yang benar-benar menggambarkan kegiatan produksi. Disamping itu juga data harga input variabel dan data harga produksi di masing-masing wilayah penelitian yang akan digunakan untuk menghitung tingkat pendapatan petani.

Data sekunder meliputi keadaan umum wilayah penelitian dan gambaran umum program pemupukan berimbang. Data ini diperoleh dengan wawancara dan pengamatan langsung terhadap instansi terkait di Kabupaten Purwakarta dan Propinsi Jawa Barat. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan gambaran umum daerah penelitian dan gambaran umum pelaksanaan program pemupukan berimbang.

4.3. Metode Analisis

4.3.1. Pandangan Petani terhadap Program Pemupukan Berimbang dan Tingkat Penerapan Teknologi Usahatani Padi Sawah

Tidak semua petani di Kecamatan Plered mau dan melaksanakan program pemupukan berimbang. Dari wawancara langsung (kuisioner) dengan petani responden, petani mempunyai alasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti

program pemupukan berimbang. Pandangan/alasan petani ini dikelompokkan sebagai faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penghambat bagi petani dalam mengikuti program pemupukan berimbang. Hasil wawancara dengan petani responden ini ditabulasi dan dianalisis sehingga dapat menggambarkan beberapa faktor yang mendorong dan menghambat petani dalam menerapkan teknologi program pemupukan berimbang di daerah penelitian.

Analisis tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan untuk melihat persentase (%) tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang yang dilakukan oleh petani baik petani peserta program pemupukan berimbang maupun petani non peserta program pemupukan berimbang. Data yang diperoleh juga merupakan data kualitatif dari hasil wawancara langsung (kuisioner) dengan petani responden.

Dari data kualitatif yang diperoleh dianalisis dengan memakai metoda skor (dikuantitatifkan) dengan daftar komponen faktor penentu (impact point) tanaman padi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005). Daftar komponen faktor penentu tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.

Cara perhitungan persentase (%) tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang di Kecamatan Plered adalah sebagai berikut:

1. Nilai, diperoleh dari setiap butir komponen faktor penentu sesuai dengan jawaban dari masing-masing responden.

2. Nilai Total, diperoleh dari jumlah nilai pada point 1.

3. Nilai yang diharapkan, diperoleh dari skor maksimum setiap butir komponen faktor penentu.

Bentuk umum persamaan tingkat penerapan teknologi pemupukan berimbang pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered adalah sebagai berikut: % 100 % x BobotTotal NilaiTotal TPT = ………..….... (4.1) dimana:

% TPT = Persentase (%) Tingkat Penerapan Teknologi Bobot total = 800

Hasil kriteria dari % TPT yang diperoleh adalah: Tinggi, jika % TPT > 75%

Sedang, jika % TPT 60% - 75% Rendah, jika % TPT < 60% 4.3.2. Model Logit

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani melaksanakan usahatani dengan teknologi pemupukan berimbang, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan fungsi logit. Model logit didasarkan pada Fungsi Peluang Logistik Kumulatif (Pyndick dan Rubinfeld, 1991), sedangkan pendugaan parameternya dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

Ln ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − i i P P 1 = α + β1X1 + β2CX3 + β3RISK + β4P + β5B + β6PR + β7PUR ……..………...… (4.2)

dimana:

Pi = Peluang petani melaksanakan program pupuk berimbang

α = Intersep

X1 = Luas lahan usahatani (ha) CX3 = Biaya pupuk (Rp)

RISK = Resiko produksi (kg) P = Harga gabah (Rp)

B = Keuntungan usahatani (Rp) PR = Pendidikan formal petani (tahun) PUR = Pengalaman usahatani (tahun)

βi = Parameter peubah Xi

Tanda parameter yang diharapkan: β1, β4, β5, β6, β7 > 0;β2,β3 < 0

Variabel-variabel luas lahan, biaya pupuk, resiko produksi, harga gabah, keuntungan usahatani, pendidikan dan pengalaman usahatani dipilih dalam persamaan fungsi logit di atas dengan pertimbangan bahwa variabel independen yang berhubungan dengan proses adopsi suatu teknologi (Roger and Shoemaker, 1971) dipengaruhi oleh personal petani sendiri (personality variable) dan sosial ekonomi (socioeconomic status) dari petani yang akan mengadopsi suatu teknologi dalam usahataninya. Variabel pendidikan formal dan pengalaman usahatani diharapkan dapat menggambarkan sumberdaya manusia (personality variable) dan luas lahan, biaya pupuk, resiko produksi, harga gabah, dan keuntungan usahatani diharapkan dapat menggambarkan sosial ekonomi (socioeconomic varieble).

4.3.3. Model Fungsi Produksi

Untuk menduga hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Plered, digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini meliputi fungsi produksi untuk usahatani padi sawah dengan

penerapan teknologi pemupukan berimbang dan usahatani padi sawah tanpa penerapan teknologi pemupukan berimbang, terdiri dari 6 (enam) variabel bebas yaitu 5 (lima) variabel input produksi dan 1 (satu) variabel dummy. Sedangkan pendugaan parameter fungsi produksinya dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square), dengan menggunakan program Statistical Analysis System/Econometric Time Series (SAS/ETS) release 9.0, dengan fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut:

LnY = β01LnX12LnX23LnX34LnX45LnX51D1+µ …... (4.3) dimana: Y X1 X2 X3 X4 X5 D1 β0 βi, λi µ = = = = = = = = = =

Produksi padi yang dihasilkan petani sampel untuk satu kali proses produksi usahatani (kg)

Luas lahan usahatani padi yang diusahakan petani (ha)

Jumlah penggunaan benih padi untuk satu kali proses produksi usahatani (kg)

Jumlah pupuk an-organik, yaitu jumlah pupuk tunggal (Urea, KCl, SP-36) dan pupuk majemuk (NPK, Phonska) yang digunakan untuk satu kali proses produksi usahatani (kg) Jumlah tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan selama satu kali proses produksi usahatani (HOK)

Jumlah tenaga kerja luar keluarga yang digunakan selama satu kali proses produksi usahatani (HOK)

Dummy program (D1 = 1, petani peserta program pemupukan berimbang, D1 = 0 untuk petani non peserta program pemupukan berimbang)

Intersep

Parameter yang diduga Kesalahan pengganggu

Tanda paramerer yang diharapkan (hipotesis): β1, β2, β3, β4, β5, λ1 > 0

Parameter untuk semua input diharapkan bertanda positif, artinya semakin besar penggunaan input maka produksi akan semakin meningkat. Variabel dummy

program digunakan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan program pemupukan berimbang terhadap peningkatan produksi padi sawah yang dihasilkan di Kecamatan Plered.

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Plered

Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang berada di sebelah Selatan Kabupaten Purwakarta. Jaraknya dari Ibukota Kabupaten sekitar 17 km. Luas wilayah Kecamatan Plered 3 148 hektar, yang terdiri dari luas lahan sawah 1 197 dan 1 951 hektar luas lahan bukan sawah.

Secara administratif, di sebelah Utara Kecamatan Plered berbatasan dengan Kecamatan Babakansari dan Citekokaler, sebelah Selatan dengan Kecamatan Darangdan, sebelah Barat dengan Kecamatan Citeko dan Gandamekar, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasawahan. Keadaan tanah di daerah ini secara umum mempunyai pH bervariasi antara 4.5 – 5.5 dengan ketinggian 241 dari permukaan laut (dpl). Jenis tanah di Kecamatan Plered adalah podzolik. Kedalaman tanah efektif mayoritasnya lebih dari 90 cm.

Keadaan iklim di Kecamatan Plered termasuk iklim basah tipe A (Puslittanak, 2002) dengan tujuh bulan basah dan 5 bulan kering menurut Schmidt dan Ferguson dengan temperatur antara 19 - 30°C atau rata 24.5°C dan rata-rata curah hujan tahunan 2 963 mm. Pergiliran musim penghujan dan musim kemarau dalam keadaan normal musim penghujan jatuh pada bulan Oktober – Maret dan musim kemarau jatuh pada bulan April – September (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2004).

Berdasarkan data BPS (2003), jumlah penduduk di Kecamatan Plered berjumlah 60 438 orang atau 8.47 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta yang berjumlah 713 963 orang. Jumlah rumahtangga

sebanyak 11 202 Kepala Keluarga (KK) dengan ukuran rumahtangga rata-rata 5 orang per keluarga (lihat Lampiran 3 dan 4).

5.2. Gambaran Umum Pertanian Kecamatan Plered

Kegiatan pertanian terutama untuk tanaman padi di Kecamatan Plered memanfaatkan lahan sawah seluas 1 197 ha yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan, seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan Sawah di Kecamatan Plered Tahun 2005

Uraian Luas (ha) Luas (%)

Sawah Irigasi

1 Irigasi Teknis 235 19.63

2 Irigasi setengah teknis 315 26.32

3 Irigasi sederhana 188 15.71

4 Irigasi non PU 108 9.02

Sawah Tadah hujan 351 29.32

Total 1 197 100

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (2005)

Adapun realisasi tanam padi di Kecamatan Plered berdasarkan data Kabupaten Purwakarta Dalam Angka (2003), luas panen 2 051 ha dengan produktivitas 52.17 ku/ha sehingga menghasilkan produksi padi sebanyak 10 700

Dokumen terkait