• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang kedua yakni program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang Latar belakang program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence

Agency) terhadap tahanan teroris, subbab tentang pengaruh program penahanan

dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap isu terorisme, dan subbab tentang pembentukan komite penyelidikan atas program penahanan dan interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris.

BAB IV Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA (Central Intelligence Agency) Terhadap Tahanan Teroris.

Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan

Universitas Sumatera Utara interogasi CIA (Central Intelligence Agency) terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia menurut hukum internasional, subbab tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency), dan subbab tentang pandangan-pandangan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA (Central Intelligence Agency).

BAB V PENUTUP

Bab ini memberikan kesimpulan berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan juga memberikan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait.

Universitas Sumatera Utara BAB II

TINJAUAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Sejarah Hak Asasi Manusia

Pada hakekatnya, Agama-Agama besar di dunia memuat ajaran tentang hak asasi manusia, baik Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu, memuat ketentuan bahwa setiap manusia berhak atas kebebasan beragama, diskriminasi, non-eksploitasi, hidup merdeka, dan hak-hak lainnya.57 Berikut beberapa instrumen hukum yang menjadi bagian dari sejarah perkembangan HAM di dunia:

1. Code of Hammurabi (1780 SM), memuat kepastian dan keadilan hukum

dimana hukuman hanya bagi para pelaku kriminal harus tertangkap tangan dan bagi hakim yang tidak adil akan didenda dan dicabut dari posisinya.

2. Charter of Cyrus (539 SM), dokumen HAM pertama yang memuat kata

hak didalamnya. Dokumen tersebut memuat beberapa hak, yang paling utama adalah kebebasan beragama, toleransi budaya, pelarangan kerja paksa, dan penghapusan perbudakan.

3. Asoka’s Edicts (280 SM), memberi petunjuk terkait advokasi HAM yang berfokus pada pembebasan dari penderitaan, perlakuan tahanan yang manusiawi, toleransi beragama, keadilan berimbang, menentang hukuman mati, dan penyiksaan layaknya binatang.

4. Magna Charta (1215 M), Raja John Lockland telah mengakui hak-hak

rakyat secara turun-temurun, baik kebebasan yang tidak boleh dirampas

57 Michael Haas. Op.Cit., halaman 11-17

Universitas Sumatera Utara tanpa keputusan pengadilan dan pemungutan pajak harus dengan persetujuan Dewan, sehingga Kerajaan tidak memiliki kekuasaan absolut lagi.

5. Petition of Rights (1628 M), diterbitkan oleh parlemen berdasarkan

ketidakpuasan terhadap kerajaan atas perintah Edward Coke, yang memberikan prinsip-prinsip kepada rakyat jelata sama seperti yang diberikan kepada bangsawan, pemungutan pajak atas izin parlemen, dan tidak seorangpun yang dipenjara tanpa disebutkan sebabnya.

6. Peace of Westphalia (1648 M), memuat prinsip persamaan antar

negara/bangsa, pengakuan atas kedaulatan negara, dan prinsip non-intervensi walaupun, pemerintah dapat mengajukan komplain atas penganiayaan rakyat mereka di luar negeri dan menyelamatkan mereka dari hal yang membahayakan. Di bawah sistem Westphalia, para penguasa menghormati keyakinan agama satu sama lain.

7. Bill of Rights (1689 M), walaupun berisi ketentuan yang diskriminatif

dimana bagi kaum Katholik untuk seterusnya tidak dapat menjadi raja, hanya kaum Protestan yang bisa menjadi raja. Selain itu juga memuat ketentuan atas pemilihan yang bebas dan adil, kebebasan memberikan petisi untuk raja, hak kaum Protestan untuk memiliki senjata, bebas dari hukuman yang kejam dan tidak biasa, serta bebas dari denda dan kehilangan tanpa pengadilan.58

58Ibid., halaman 37-42

Universitas Sumatera Utara Ketika HAM memasuki Bahasa Inggris di tahun 1940-an, HAM adalah sekumpulan aturan yang menjadi alat untuk melawan Orde Adolf Hitler yang bersifat tirani.59 Bahwa perlawanan tersebut penting untuk mempertahankan kehidupan, kebebasan, kemerdekaan dan kebebasan beragama, serta untuk menjaga HAM dan keadilan dimana HAM dijadikan sebagai slogan untuk membenarkan perang.60 Pada 1941, Presiden AS, Franklin Delano Roosevelt mengemukakan gagasan terkenal, yaitu the four freedoms berisi freedom of

speech, freedom of worship, freedom from want, freedom from fear.61

Pada 1945, atas dasar inisiatif negara-negara pemenang perang, didirikanlah PBB dengan tujuan utama untuk mencapai kerja sama, pembangunan, dan HAM internasional serta menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu pencapaian utama PBB adalah untuk menetapkan standar berupa kodifikasi HAM universal.62 Pertama sekali adalah mengembangkan sebuah definisi resmi secara universal dengan menyatakan sebuah deklarasi sebagai suatu dasar untuk sebuah konvensi yang mengikat secara hukum dan menciptakan mekanisme penerapan internasional.63 Walaupun dalam penyusunan deklarasi tersebut banyak terdapat persoalan-persoalan namun pada akhirnya lahir suatu rumusan yang menekankan bahwa seluruh HAM adalah universal, tak bisa dipilah, saling tergantung, dan akan terus berhubungan.64 Deklarasi tersebut adalah Universal Declaration of Human Rights atau Deklarasi Universal HAM. Perkembangan terakhir pada 1993, World Conference on Human

59Samuel Moyn. Op.Cit., halaman 44 60Ibid., halaman 49

61

M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 22 62Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 79 63Ibid., halaman 81

Universitas Sumatera Utara

Rights yang menghasilkan The Vienna Declaration and Program of Action yang

menjembatani pandangan HAM blok barat dan blok timur dan visi global tentang HAM.65

Satu dari berbagai tantangan utama bagi sistem HAM internasional adalah penegakan HAM yang efektif terhadap pemerintahan yang tidak memiliki kemauan untuk mematuhi kewajiban HAM serta mematuhi keputusan badan HAM.66 Namun, untuk implementasi HAM secara universal tidaklah mudah karena terdapat beberapa kendala. Pertama, kendala ideologis dimana setiap negara memiliki pandangan HAM yang tidak sama akibat dari ideologi yang berbeda. Kedua, kendala ekonomi dimana pada negara kaya implementasi HAM relatif stabil sedangkan pada negara berkembang/miskin implementasi HAM terkadang dikorbankan dengan dalih untuk memenuhi hal-hal yang lebih penting. Ketiga, kendala teknis dimana dari sekian banyak instrumen HAM yang ada tidak didukung dengan jumlah ratifikasi yang cukup, selain itu juga karena adanya reservasi yang banyak, keengganan untuk menerima pengawasan internasional, keberatan untuk memenuhi semua kewajiban, dan terdapat ketidaksamaan.67 Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan upaya promosi untuk implementasi HAM secara universal dengan cara membuat aturan standar atas berbagai hak, memperbanyak publikasi di semua sumber informasi dan komunikasi, serta peran aktif dunia internasional dalam penegakan HAM.68

Pada intinya, hukum HAM internasional berusaha untuk mengatur bidang-bidang yang secara tradisional di luar lingkup HI yaitu yurisdiksi domestik

65

M. Afif Hasbullah. Op.Cit., halaman 32 66Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 367 67Boer Mauna. Op.Cit., halaman 692-697 68Michael Haas. Op.Cit., halaman 98-99

Universitas Sumatera Utara negara dimana hukum HAM internasional salah satunya berusaha untuk membebankan hukuman terhadap pelanggaran HAM dalam negeri, yang pada hakekatnya menjadi yuridiksi domestik, namun karena alasan khusus hukum HAM internasional dapat ambil bagian dalam yuridiksi domestik suatu negara.69

B. Instrumen Hukum Perlindungan Hak Asasi Manusia

Benih-benih sistem HAM internasional ditanam di Konferensi Perdamaian Den Haag 1899, dimana mekanisme dasar untuk melindungi manusia melalui perjanjian internasional pertama kali dibahas pada Konferensi Den Haag.70 Pada perkembangannya, telah banyak lahir instrumen HAM, baik di tingkat uiversal maupun regional. Setiap negara dapat menjadi pihak dalam instrumen di tingkat universal sedangkan instrumen di tingkat regional hanya untuk negara-negara yang secara geografis terletak di wilayah instrumen tersebut.71 Berikut adalah beberapa instrumen HAM di tingkat universal:

1. Charter of the United Nations 194572

tujuan PBB salah satunya berdasarkan piagam tersebut adalah untuk mencapai kerjasama internasional dalam mengembangkan dan meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Piagam PBB hanya memberikan rekomendasi, dukungan, dan dorongan tanpa memberikan

69Matthew Happold. 2012. International Humanitarian Law and Human Rights Law. Resea rch Handbook on International Conflict and Security Law, halaman 2

70

Roger Normand dan Sarah Zaidi. Op.Cit., halaman 35 71Fadillah Agus. Op.Cit., halaman 89-90

72Ian Brownlie. 1993. Dokumen-Dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia . Jakarta: UI Press, halaman 3-17

Universitas Sumatera Utara kewajiban yang mengikat bagi negara peserta dan juga tidak memberikan definisi atas HAM.73

2. Universal Declaration of Human Rights 194874

Deklarasi yang dirancang untuk menjadi sebuah International Bill

of Rights walaupun deklarasi tersebut hanya sebuah manifesto berisi

pernyataan tentang cita-cita dan tidak memuat ketentuan yang bersifat memaksa, namun deklarasi tersebut adalah sebuah pelopor atas rumusan HAM dan pedoman bagi instrumen HAM selanjutnya.75 Deklarasi tersebut berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan negara masing-masing, dimana deklarasi mengandung 2 makna. Pertama, komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara dan bangsa. Kedua, berupa kriteria objektif dalam menilai setiap kebijakan pemerintahan.76 Bagi negara-negara anggota PBB, deklarasi tersebut sifatnya mengikat sehingga setiap pelanggaran dan penyimpangan terhadap isi deklarasi menjadi masalah bagi masyarakat internasional yang membuat masyarakat internasional berhak untuk mempersoalkannya ke Komisi Tinggi HAM PBB atau lembaga HAM lainnya yang dapat menghasilkan sanksi internasional. Hakekat universalitas HAM sesungguhnya dalam deklarasi tersebut adalah standar nilai kemanusiaan bagi siapapun, tanpa terkecuali.

73

Starke. Op.Cit., halaman 481

74Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 137-144 75Starke. Op.Cit., halaman 482

Universitas Sumatera Utara

3. Convention on the Protection and Punishment of the Crime of Genocide

194877

Konvensi ini merupakan jawaban terhadap kekejaman yang terjadi selama Perang Dunia II sehingga para pelaku dapat diadili. Konvensi tersebut menjadi perjanjian HAM pertama yang sebagian besar menyangkut tentang cara negara memperlakukan warga negaranya.78

4. Convention Relating to the Status of Refugees 195179

Konvensi ini menjelaskan hak dan kewajiban para pengungsi, terutama hak untuk tidak dipaksa kembali ke tempat asal, memuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan pengungsi sehari-hari termasuk pekerjaan, pendidikan, dan jaminan sosial.80

5. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination 196681

Bahwa perlindungan terhadap diskriminasi dan perjuangan melawan diskriminasi rasial adalah salah satu inti kegiatan HAM PBB. Konvensi tersebut tidak hanya melarang diskriminasi rasial dalam bentuk sempit tetapi juga melarang diskriminasi berdasarkan warna kulit, etnis, atau kebangsaan yang tujuan atau pengaruhnya adalah untuk menghalangi orang untuk menikmati HAM, termasuk larangan terhadap segala bentuk pemisahan dalam masyarakat.82

77Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 39-44 78Matthew Happold. Op.Cit., halaman 3 79

Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 66-88 80Boer Mauna. Op.Cit., halaman 683 81Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 198-215 82Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 89-91

Universitas Sumatera Utara

6. International Convenant on Civil and Political Rights 1966 dan

International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights 196683

Konvenan-konvenan tersebut dibuat untuk menyempurnakan rencana International Bill of Rights sebelumnya, dengan kata lain melengkapi Universal Declaration of Human Rights 1948, dimana dua kovenan tersebut bersifat mengikat untuk menghormati HAM, meliputi hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dua kovenan tersebut memuat HAM yang berbeda namun juga memuat ketentuan umum, misal hak menentukan nasib sendiri dan larangan diskriminasi.84

7. Proclamation of Teheran 196885

Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang HAM di Teheran yang menyatakan antara lain bahwa semua anggota masyarakat harus memenuhi kewajibannya untuk meningkatkan kesadaran atas HAM, mematuhi asas non-diskriminasi, menentang kolonialisme, memaksimalkan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antar negara sehingga tidak menghalangi perwujudan HAM, dan pendidikan bagi seluruh manusia untuk mencapai tujuan.

8. Declaration on the Protection of All Persons from Being Subjected to

Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or

Punishment 197586

Sebuah deklarasi yang berdasarkan oleh konsensus yang pada prinsipnya berisikan larangan penyiksaan sesuai dengan Piagam PBB dan

83

Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 144-175 84Starke. Op.Cit., halaman 486

85Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 318-322 86Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 45-49

Universitas Sumatera Utara Deklarasi Universal HAM. Komisi Tinggi HAM PBB menunjuk Special

Rapporteur terhadap yang berkaitan dengan penyiksaan, dengan mandat

untuk mencari dan menerima informasi yang kredibel dari pemerintah serta badan-badan khusus, IGO, dan LSM dan merespon secara efektif terhadap informasi yang berkaitan dengan penyiksaan.87 Deklarasi tersebut menjadi dasar bagi konvensi tentang penyiksaan.

9. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against

Women 197988

Konvensi tersebut menentukan larangan terhadap segala pembedaan, pengucilan, atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai tujuan dan pengaruh untuk menghalangi atau meniadakan pengakuan, dinikmati, dan pelaksanaan HAM bagi perempuan. Konvensi tersebut menetapkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sehingga menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dalam hal politik, ekonomi, sosial, hukum, dan lainnya serta larangan tindakan tidak manusiawi terhadap perempuan.89

10. Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading

Treatment or Punishment 198490

Konvensi tersebut mengkategorikan penyiksaan sebagai kejahatan internasional dan meminta negara-negara untuk bertanggung jawab untuk mencegah penyiksaan dan menghukum para pelaku penyiksaan.91 Konvensi tersebut dibuat karena dalam menghadapi tindakan penyiksaan

87Lyal S. Sunga. Op.Cit., halaman 82-83 88

Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 126-143 89Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 92

90Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 209-224 91Boer Mauna. Op.Cit., halaman 684

Universitas Sumatera Utara yang secara sistematis terjadi di hampir seluruh dunia tidak cukup hanya berupa deklarasi larangan penyiksaan saja dimana tujuan yang paling penting dari konvensi adalah memberi hukumanan bagi pelaku penyiksaan, mewajibkan negara untuk mencegah penyiksaan, dan melarang legalisasi segala tindakan penyiksaan.92

11. Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power 198593

Adalah sebuah deklarasi terhadap para korban agar para korban memiliki kesempatan untuk memperoleh keadilan dan perlakuan yang adil, penghormatan atas martabatnya, dan mendapat ganti rugi yang layak, baik restitusi, kompensasi, rehabilitasi, atau bantuan lainnya.

12. Convention on the Rights of Child 198994

Konvensi tersebut menegaskan hak anak untuk mendapat pengakuan dari lingkungan mereka, pengakuan atas kemampuan anak, perlindungan serta fasilitas untuk menunjang kesehatan, pendidikan, partisipasi, kehidupan anak yang normal, dan juga larangan untuk melakukan ekploitasi, kekerasan, dan kejahatan terhadap anak.95

13. Vienna Declaration and Programme of Action 199396

Dihasilkan berdasarkan Konferensi Dunia tentang HAM di Wina yang mengakhiri perbedaan HAM antara Blok Timur dan Blok Barat sehingga dapat merangkum seluruh visi global HAM. Deklarasi dan Program Aksi tersebut memuat banyak hal terkait HAM yang diantaranya

92Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 94-96 93

Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 515-518 94Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 144-147

95Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 97

Universitas Sumatera Utara adalah memperkuat kerjasama internasional dalam pelaksanaan di bidang HAM, penegasan terhadap universalitas HAM, dan perumusan tindakan-tindakan efektif dalam mencapai pemajuan dan perlindungan HAM, serta hal lainnya terkait isu HAM global.

Selain instrumen HAM di tingkat universal, juga terdapat instrumen HAM di tingkat regional yang berlaku hanya bagi negara di region tertentu. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di tingkat regional:

1. Benua Eropa

Dewan Eropa didirikan pada tahun 1948 dan dalam kerangka Dewan Eropa berkembang cepat upaya-upaya pemajuan dan pengembangan HAM, sesuai dengan pasal 3 Statuta Dewan Eropa dimana negara-negara anggota mengakui prinsip supremasi hukum dan prinsip bahwa setiap orang dalam yuridiksinya menikmati HAM dan kebebasan pokok. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Eropa:

a. Konvensi Negara-Negara Eropa Mengenai Hak Asasi Manusia 195097, adalah usaha pertama negara-negara Eropa dalam memberikan bobot hukum secara khusus pada HAM dalam perjanjian internasional dan menggabungkannya dengan membentuk sistem pelaksanaan dan pengawasan terhadap ketentuan yang dimuat dalam konvensi.

b. Piagam Sosial Negara-Negara Eropa 196198, dimaksudkan untuk menjadi pelengkap Konvensi HAM Eropa. Piagam ini bertujuan

97Ian Brownlie. Op.Cit., halaman 314-333 98Ibid., halaman 395-421

Universitas Sumatera Utara untuk mengembangkan dan melindungi hak sosial dan ekonomi, sedangkan Konvensi HAM Eropa hanya hak politik dan sipil. c. Akta Final Konferensi Helsinki 197599, Akta ini adalah

deklarasi yang berisikan asas-asas yang meliputi penghormatan terhadap HAM dan kebebasan mendasar, termasuk kebebasan berpendapat, keyakinan, dan Agama, mengandung komitmen untuk bertindak sesuai dengan kewajiban yang ada dalam bidang HAM, dan hal-hal yang berhubungan dengan keamanan di Eropa. Akta ini bukanlah perjanjian dan tidak mengikat. 2. Benua Amerika

Di negara-negara Benua Amerika, perlindungan dan pemajuan HAM juga menduduki tempat yang pentng dimana sistem pemajuan HAM di Benua Amerika tidak banyak berbeda dengan sistem HAM di Benua Eropa. Namun, berbeda dengan Benua Eropa, di Benua Amerika terdapat ketimpangan kondisi sosial dan ekonomi antar negara yang mempengaruhi sistem HAM. Berikut adalah beberapa instrumen HAM di Benua Amerika: a. Deklarasi Amerika Mengenai Hak dan Kewajiban Manusia 1948100, ditetapkan dalam Akta Keputusan Konferensi Internasional kesembilan Negara-Negara Amerika di Bogota. Deklarasi ini didasarkan pada revisi sebuah konsep yang pertama kali disiapkan pada 1946 oleh Komisi Yuridis Antar Negara-Negara Amerika. Deklarasi ini tidak mengikat dan hanya sebuah rekomendasi dari Konferensi.

99Ibid., halaman 422-502 100Ibid., halaman 505-513

Universitas Sumatera Utara b. Deklarasi Punta Del Este 1961101, deklarasi ini adalah bentuk usaha dari negara-negara republik di Amerika untuk menciptakan program regional mengenai pembangunan sosial yang akan menyaingi paham Sosialis. Oleh karena itu dibentuk Persekutuan untuk Kemajuan (Alliance for Progress). Deklarasi tersebut adalah dokumen yang penting karena menerima adanya asas hubungan antara kebebasan dan jaminan ekonomi serta sosial.

c. Konvensi Amerika Mengenai Hak-Hak Asasi Manusia 1969102, adalah sebuah puncak perhatian negara-negara Amerika dalam HAM dalam bentuk Konferensi Khusus Antarnegara Amerika mengenai Hak-Hak Asasi Manusia yang diadakan di San Jose, Costa Rica, yang kemudian melahirkan konvensi HAM Amerika. Konvensi tersebut dilengkapi dengan Komisi dan Mahkamah dalam hal pelaksanaan dan pengawasan ketentuan konvensi.

3. Benua Afrika

Di Benua Afrika, pengembangan dan perlindungan HAM mengalami hambatan. Hal ini dikarenakan karena beberapa faktor yaitu, kemiskinan, keterbelakangan, kolonialisme, rezim-rezim diktaktor, dan beragam konflik yang berkepanjangan yang membuat tidak adanya kesepahaman HAM antar negara Afrika. Namun, berkat kesadaran para pemimpin Afrika terhadap HAM, berakhirnya kolonialisme,dan atas

101Ibid., halaman 514-517 102Ibid., halaman 518-551

Universitas Sumatera Utara bantuan serta dorongan dari negara-negara di luar Benua Afrika, terutama negara-negara Eropa, berbagai upaya telah dilakukan untuk memajukan HAM sekaligus pembangunan ekonomi dan sosial di Afrika. Salah satu hasilnya adalah Perjanjian Afrika Terhadap Hak Manusia dan Rakyat 1981 atau lebih dikenal sebagai Piagam Banjul, berisikan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang dimiliki individu serta sejumlah hak kolektif seperti hak kesetaraan, hak menentukan nasib sendiri, hak menguasai sumber daya, pembangunan, perdamaian, dan lingkungan yang nyaman, yang dengan kata lain hak solidaritas. Piagam tersebut juga memasukkan sejumlah kewajiban individu terhadap masyarakat serta nilai-nilai Afrika seperti solidaritas dan rasa hormat terhadap keluarga serta masyarakat lainnya(kaum, suku, atau etnis), kewajiban bekerja, membayar pajak, memelihara dan memperkuat nilai budaya positif Afrika dalam hubungannya dengan anggota masyarakat lainnya dalam semangat toleransi, dialog, dan konsultasi.103

4. Benua Asia

Kawasan ini paling tertinggal dalam membentuk pengaturan regional di bidang HAM. Hal ini dikarenakan Benua Asia memiliki populasi paling banyak dengan tingkat keanekaragaman manusia yang lebih besar, dimana terdapat perbedaan pandangan dan ideologi terhadap HAM. Selain itu, masyarakat di Benua Asia masih memegang teguh adat istiadat, kepercayaan, dan keyakinan yang dianggap cukup untuk menjadi pelindung HAM sehingga tidak perlu lagi dibuat instrumen HAM regional.

Universitas Sumatera Utara Namun, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan untuk membentuknya melalui pertemuan negara-negara Asia dalam sejumlah Lokakarya dan Seminar. Salah satunya pada 1993, di Jakarta diselenggarakan Lokakarya Regional Wilayah Asia Pasifik dan menghasilkan Concluding Remarks yang menekankan bahwa pengaturan regional HAM di Asia Pasifik memang diperlukan, hanya saja proses pembentukannya secara bertahap.104 Di ASEAN terdapat Rencana aksi Hanoi (Plan of Action

Hanoi), dimana para pemimpin ASEAN berkomitmen untuk

meningkatkan pertukaran informasi tentang HAM dalam rangka mempromosikan dan melindungi HAM dan kebebasan fudamental.

Pada perkembangannya, kontur HAM berubah untuk mencerminkan urgensi moral dari kondisi manusia, seperti fokus kembali atas keprihatinan HAM dari negara, masyarakat, atau individu yang ditentukan oleh instrumen hukum dan prosedur pemerintah, yang tidak dimaksudkan untuk menghilangkan upaya sebelumnya namun untuk mengembangkan upaya yang lebih lanjut terkait

Dokumen terkait