• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

V. PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI DKI JAKARTA 5.1 Program Penangulangan Kemiskinan Yang Telah Dilakukan

5.1.1. Program Penanggulangan Kemiskinan Di DKI Jakarta

Kemiskinan adalah permasalahan global bukan hanya permasalahan negara- negara sedang berkembang. Masalah ini mendapat perhatian global termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dimana pada tahun 2000 seluruh anggota PBB membuat Dekralasi Milenium PBB ( United Nation Millennium Declaration) yang salah satu isinya adalah menghilangkan kemiskinan. Deklarasi ini kemudian dijabarkan dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang berisi 8 tujuan yang harus dicapai pada tahun 2015. Tujuan yang pertama dari MDGs adalah menghilangkan kemiskinan dan kelaparan yang esktrim. Target yang ingin dicapai adalah mengurangi setengah dari proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan kurang dari satu dollar per hari dan mengurangi setengah proporsi penduduk yang menderita kelaparan.

Millennium Development Goals yang merupakan kesepakatan global dilaksanakan pula Indonesia dan khsususnya di DKI Jakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu ditingkatkan pemahaman mengenai penyebab kemiskinan. Secara makro penyebab kemiskinan di DKI Jakarta adalah kesempatan kerja yang berbatas, askses terbatas terhadap sumber-sumber finansial dan non perbankan, dan banyaknya migran dengan ketrampilan yang rendah. Kesempatan yang terbatas terkait dengan kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Laju pertumbuhan ekonmi yang tinggi diharapkan mampu mendorong terciptanya kesempatan kerja. Namun sering dicurigai bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat berakibat buruk pada kaum miskin karena mereka akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern (Todaro dan Smith, 2003). Laporan Bank Dunia tahun 1990 diacu dalam Todaro dan Smith (2003) menyatakan bahwa diskusi mengenai kebijakan yang berkenaan dengan golongan miskin biasanya berfokus kepada trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan. Namun telaah terhadap pengalaman berbagai negara menyimpulkan bahwa kedua hal tersebut bukanlah suatu trade-off yang dapat diatasi. Dengan kebijakan yang tepat, golongan miskin dapat berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pertumbuhan, dan jika mereka

dapat melaksanakan hal tersebut, penurunan tingkat kemiskinan yang cepat akan konsisten dengan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Apabila dilihat keterkaitan antara laju pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin di DKI Jakarta (Gambar 5.1), maka kondisi di DKI Jakarta mendukung kecurigaan terpinggirkannya penduduk miskin akibat perubaha n struktural pertumbuhan ekonomi.

Gambar 5.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta tahun 2000-2004.

Selama tahun 2000-2004, pertumbuhan ekonomi yang tinggi diiringi oleh persentase penduduk miskin yang tinggi kecuali pada tahun 2004. Pada tahun 2004, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun 2003 tidak dibarengi dengan peningkatan persentase penduduk miskin, sebaliknya persentase penduduk miskin menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2003. Seperti yang dinyatakan oleh Bank Dunia bahwa penurunan kemiskinan yang cepat akan konsisten dengan pertumbuhan yang berkelanjutan apabila golongan miskin ikut berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pertumbuhan.

Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Batasan kemiskinan mengacu kepada hasil Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for

Social Development) tahun 1995 dikatakan sebagai wujud yang majemuk,

4,96 2,95 3,42 3,42 3,18 4,33 3,64 3,99 4,39 5,24 2 3 4 5 6 2000 2001 2002 2003 2004 % penduduk miskin pertumbuhan ekonomi

95

termasuk rendahnya tingkat pendidikan, dan sumberdaya produktif yang menjamin kehidupan kesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan akses kepada pendidikan; dan layanan- layanan pokok lainnya; kondisi tidak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman dan diskriminatif serta keterasingan sosial. Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa masalah kemiskinan bukan merupakan masalah satu sektor saja melainkan multisektoral, sehingga dalam penanggulangannya perlu dilakukan koordinasi berbagai sektor. Secara nasional penanggulangan kemiskinan dikukuhkan dalam Keppres Nomor 124 Tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan dan Kepmenakertrans Nomor Kep. 104/MEN/2002 yang menyatakan bahwa tentang Penanggulangan Kemiskinan harus dilakukan secara koordinatif antara semua instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah.

Menindaklanjuti Keputusan Presiden tersebut, maka di DKI Jakarta dibentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan melalui Keputusan Gubernur Nomor 1582/2002. Komite yang terdiri dari berbagai instansi terkait ini mempunyai tugas pokok yang salah satunya adalah meningkatkan keberhasilan penanggulangan kemiskinan di ProvinsiDKI Jakarta antara lain melakukan langkah-langkah nyata untuk mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan ini diperkuat pula dengan Keputusan Gubernur Nomor 1791/2004 tentang Strategi Penangulangan Kemiskinan di ProvinsiDaerah Khusus Ibukota Jakarta.

Strategi induk penanggulangan kemiskinan di ProvinsiDKI Jakarta adalah mendorong terciptanya lembaga keuangan mikro profesional berbasis non kolateral di tingkat kelurahan sebagai institusi yang diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatan sekaligus akses terhadap sumberdaya ekonomi. Strategi ini dilkasukan melalui dua pendekatan yaitu (a) community empowerment dan capacity building dan (b) social protection.

Community empowerment dan capacity building adalah upaya

masyarakat miskin dalam pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk membentuk hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Sedangkan social protection adalah upaya untuk mengurangi pengeluaran masyarakat melalui pemberian subsidi dan bantuan untuk pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang mempermudah mendukung kegiatan sosial ekonomi.

Untuk mencapai strategi induk diperlukan strategi penunjang yaitu :

1. pengembangan basis data dan indikator penetapan penduduk miskin sesuai dengan kondisi faktual DKI Jakarta sehingga diperoleh pemetaan dan indetifikasi masalah kemiskinan yang komprehensif sebagai dasar berbagai program intervensi penanggulangan kemiskinan.

2. pengembangan “multi purposes card” penduduk miskin sebagai mekanisme wujud perlindungan sosial yang menjamin ketetapan pemberian subsidi dan bantuan dalam upaya peningkatan akses penduduk miskin kepada pelayanan kebutuhan dasar yang bersifat langsung seperti pendidikan, kesehatan serta layanan dasar lainnya.

3. pembentukan jejaring kerja (networking) antara pemerintah, legislatif, dunia usaha dan berbagai stakeholder lainnya guna mendukung keterpaduan program penanggulangan kemiskinan.

Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi yang meliputi aspek-aspek: pendidikan, kesehatan, ekonomi, subsidi, fisik lingkungan, tenaga kerja, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan sosial. Berbagai program aksi telah dilaksanakan untuk aspek-aspek tersebut. Khusus untuk aspek subsidi, beberapa program yang telah dilaksanakan adalah bantuan beras miskin (beras miskin), bantuan besa siswa/mahasiswa kurang mampu, dan bantuan air bersih.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2004 telah mengalokasikan sekitar 884 milyar rupiah (Tabel 5.1). Alokasi tertinggi adalah untuk pemberdayaan masyarakat yang di dalamnya termasuk Program Pemberdayaan Masyarakat Keluarahan (PPMK). Selain pemberdayaan masyarakat, sektor yang menjadi fokus penanggulangan kemiskinan adalah bidang pendidikan dan kesehatan. Salah satu cara untuk memutuskan rantai

97

kemiskinan rumahtangga adalah dengan meningkatkan pendidikan anggota rumahtangga sehingga mereka berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Tabel 5.1 Program dan Alokasi Dana Penanggulangan Kemiskinan di DKI Jakarta Tahun 2004

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Rp. 26,002,000,000

Permukiman Rp. 4,045,665,000

Perindustrian Rp. 310,000,000

Pariwisata Rp. 50,000,000

Peternakan dan Perikanan Rp. 1,184,000,000

Pendidikan Rp. 267,987,835,000

Pemberdayaan masyarakat Rp. 359,550,000,000

Peran serta dan rehabilitasi sosial Rp. 3,309,484,000

Ketenagakerjaan Rp. 1,337,500,000

Pemerintahan Rp. 3,809,663,000

Kependudukan dan Keluarga Berencana Rp. 8,141,939,088

Pemakaman Rp. 752,400,000

Kesehatan Rp. 207,632,069,100

884,112,555,188

Sumber : Bapeda Pemprov DKI Jakarta

Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) adalah program yang digulirkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk memberdayakan masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat baik fisik maupun non fisik melalui lembaga kemasyarakatan yang ada di Kelurahan, dnegan menyediakan bantuan langsung masyarakat. Pelaksanaan PPMK mengacu pada pelaksanaan P2KP Bantuan langsung dilaksanakan dengan pendekatan Tribina yaitu bina ekonomi, bina sosial, dan bina fisik lingkungan. Alokasi dana PPMK untuk bina ekonomi adalah sebesar 60 persen berupa dana bergulir, untuk bina sosial dan bina fisik lingkungan masing- masing 20 persen. Di samping itu prinsip-prinsip dari pelaksanaan PPMK ini mengacu pula pada prinsip P2KP seperti demokrasi, transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas.

Program ini pertama digulirkan pada tahun 2001 dengan pemberian dana 2 milyar pada beberapa kelurahan. Sejak tahun 2002, seluruh kelurahan mendapatkan dana PPMK sebesar 250 juta rupiah. Nilai dana PPMK terus mengalami peningkatan, pada tahun 2003 naik menjadi 500 juta rupiah per

kelurahan dan pada tahun 2004 menjadi 700 juta rupiah. Pada tahun 2005 direncanakan setiap keluarahan mendapat dana PPMK sebesar 1 milyar.

Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, walaupun pada awal krisis ekonomi peran pemerintah pusat dalam penanggulangan kemiskinan cukup besar. Pada saat itu berbagai program penanggulangan kemiskinan digulirkan oleh pemerintah pusat diantaranya adalah Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) dan Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) yang didukung oleh Bank Dunia. Alokasi dana dari P2KP ini adalah bantuan (pinjaman) modal kerja bergulir kepada perorangan atau keluarga miskin sebagai modal bagi peningkatkan pendapatan yang berkelanjutan, hibah kepada kelompok masyarakat untuk membangun sarana dan prasarana lingkungan sebagai penunjang kegiatan usaha produktif mereka dan biaya lainnya disediakan untuk penyelenggaraan pelatihan keterampilan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penyaluran dana P2KP di DKI Jakarta terakhir dilakukan pada tahun 2001, setelah itu program penanggulangan kemiskinan di basis komunitas dilanjutkan dengan PPMK.

Pemerintah ProvinsiDKI Jakarta sangat memperhatikan masalah pendidikan karena pendidikan berpengaruh sangat nyata terhadap kemiskinan. Pendidikan tinggi memberi peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mereka tetap berada di luar lingkaran kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan yang berkaitan dengan masalah kemiskinan telah dilakukan baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun tingkat pendidikan menengah dan tinggi (SMU/K dan PT). Dana yang disalurkan untuk bidang pendidikan sebesar 268 milyar rupiah. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai kegiatan diantaranya adalah :

(a) Bantuan biaya pendidikan (b) Penyelenggaran SD Wajar

(c) Penyelenggaraan Prog.Kejar Paket A dan B (d) Penyelenggaran guru kunjung

(e) Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah SD (PMT-AS SD) (f) Pembinaan Keterampilan Menjahit Anak Putus Sekolah

99

(g) Pembinaan dan Bantuan ketrampilan Tata Boga Anak putus sekolah

Di samping pendidikan bidang kesehatan menjadi prioritas utama dalam penanggulangan kemiskinan. PRSP Soucebook Bank Dunia yang diacu dalam Irawan (2003) menyebutkan bahwa dampak kondisi kesehatan buruk terhadap dimensi kemiskinan lainnya adalah :

(a) Ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaan

(b) Ketidakmampuan untuk memperoleh pendapan yang memadai (c) Menurunnya kemampuan anak-anak untuk belajar karena sakit

(d) Resiko cedera/kecelakaan dan dampaknya yang berkaitan dengan pendapatan, dan

(e) Hasil capaian pendidikan ya ng buruk.

Dampak yang cukup besar terhadap dimensi kemiskinan lainnya seperti rendahnya tingkat pendapatan dan rendahnya tingkat pendidikan mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk mengalokasikan dana sebesar 207,6 milyar rupiah bagi penanggulangan kemiskinan bidang kesehatan. Kegiatan penanggulangan kemiskian bidang kesehatan diantaranya adalah :

(a) Pelayanan Keluarga Miskin (b) Imunisasi Posyandu

(c) Intervensi Balita Gizi Buruk

(d) Pemberian Makanan Tambahan untuk Balita Gizi Kurang

(e) Pemberian Makanan Tambahan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis

Kegiatan-kegiatan ini sebagian besar dilaksanankan di Puskesmas, karena Puskesmas adalah pusat pelayanan kesehatan yang paling banyak dikunjungi oleh rumahtangga miskin. Harga yang relatif terjangkau serta lokasi yang relatif dekat dengan tempat tinggal menjadi faktor utama pemilihan Puskesmas sebagai tempat berobat rumahtangga miskin.

Faktor utama yang menyebakan rumahtangga terjerat dalam kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang rendah. Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan dana sebesar 26 milyar rupiah untuk membantu usaha kecil dan menengah agar mereka mampu untuk meningkatkan pendapatan mereka. Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah :

(b) Bimbingan Konsultasi usaha kecil dan menengah

(c) Pembuatan Depo/Warung produk usaha kecil dan menengah 10 lokasi

(d) Pembuatan desain dan pengadaan produk usaha kecil dan menengah souvenir khas Jakarta

(e) Diklat Kewirausahaan dan manajemen bagi Kelompok usaha kecil dan menengah

(f) Pembinaan Teknis Usaha Skala Mikro (g) Pasar Rakyat

(h) Pembentukan Usaha Kecil sejenis

Bidang kependudukan menjadi perhatian dalam program penanggulangan kemiskinan. Dana yang dialokasikan untuk bidang kependudukan dan keluarga berencana ini sekitar 8 milyar rupiah. Kegiatan keluarga berencana ditekankan pada pengadaan alat kontrasepsi dan pelayanan KB bagi akseptor KB yang berasal dari keluarga miskin.

Pemprov DKI Jakarta melaksanakan pula program penanggulangan kemiskinan berupa in kind transfer yaitu pemberian subsidi, salah satunya adalah beras murah bagi keluarga miskin (raskin). . Bantuan beras miskin (raskin) adalah penjualan beras murah kepada keluarga miskin, dimana satu keluarga mendapat jatah 20 kg beras dengan harga 1.000 rupiah per kilogram. Bantuan ini dapat mengurangi proporsi pengeluaran rumahtangga untuk makanan, sehingga mereka dapat mengalihkan pengeluran mereka untuk konsumsi non makanan seperti pendidikan ataupun kesehatan.

Tabel 5.2 Persentase Rumahtangga menurut Jumlah Beras Miskin Yang Diterima (Kg) Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal, DKI Jakarta 2004

Jumlah Beras Miskin Yang Diterima (Kg) Total Lokasi Tempat Tinggal

1-10 11-20 21-30 31+

% Jml ruta

RW Tidak Kumuh 55.33 26.80 8.25 9.62 100.00 291

RW Kumuh 44.12 22.06 16.18 17.65 100.00 272

Total 49.91 24.51 12.08 13.50 100.00 563

Sumber : diolah dari data Susenas Kor 2004

Penyaluran 20 kilogram per keluarga pada kenyataannya sulit dilaksanakan, berdasarkan data Susenas 2004 hampir 50 persen rumahtangga penerima beras

101

miskin hanya mendapat jatah kurang dari 10 kg. Tabel 5.2 menyajikan data rumahtangga penerima beras miskin berdasarkan jumlah beras miskin yang diperoleh.

Pembagian jatah beras miskin yang tidak sesuai dengan ketentuan ini karena beras yang disediakan Perum Bulog tidak sebanding dengan jumlah orang miskin yang akan dicakup. Di masyarakat sendiri, jika ada program bantuan pemerintah, mereka berbondong-bondong menyatakan diri sebagai orang miskin1.

Tabel 5.3 Persentase Rumahtangga Menurut Harga Beras Miskin Yang Dibayarkan oleh Rumahtangga, DKI Jakarta 2004

Harga Beras Miskin Yang Dibayarkan (Rp) Lokasi Tempat

Tinggal <=1000 1050-1500 1550-2900 3000+ Total

RW tidak kumuh 51.89 38.14 4.81 5.15 100.00

RW kumuh 48.90 32.72 7.35 11.03 100.00

Total 50.44 35.52 6.04 7.99 100.00

Sumber : diolah dari data Susenas Kor 2004

Apabila terjadi ketidaksesuaian ketentuan akibat keterbatasan beras, maka hal tersebut dapat dimaklumi. Data Susenas menunjukkan bahwa penyimpangan ketentuan ini tidak hanya terlihat dari jumlah beras yang disalurkan namun juga dari harga beras yang harus dibayarkan oleh rumahtangga. Separuh dari rumahtangga penerima beras miskin membayar sesuai ketentuan yaitu 1000 rupiah per kilogram, bahkan ada yang membayar kurang dari 1000 rupiah (Tabel 5.3). Namun rumahtangga lainnya harus membayar 1,5 kali atau bahkan 3 kali dari harga yang telah ditetapkan.

Tabel 5.4 Persentase Rumahtangga menurut Kategori Kemiskinan dan Lokasi Tempat Tinggal, DKI Jakarta 2004

Penerima Beras Miskin

Ruta Tidak Miskin Ruta Miskin Total

RW Tidak Kumuh 82.82 17.18 100.00

RW Kumuh 75.74 24.26 100.00

Total 79.40 20.60 100.00

Sumber : diolah dari data Susenas Kor 2004

Mengacu pada data Susenas Kor 2004, sebagian besar penerima (79 persen) adalah bukan termasuk rumahtangga miskin (Tabel 5.4). Kondisi ini tidak berbeda baik di RW kumuh maupun RW tidak kumuh. Rumahtangga miskin

1

penerima beras miskin hanya 27 persen dari total rumahtangga tangga miskin itu sendiri (Tabel 5.5). Di RW kumuh rumahtangga miskin yang menerima beras miskin sekitar 32 persen lebih tinggi dibandingkan dengan persentase rumahtangga penerima beras miskin di RW kumuh yang hanya mencapai 22 persen.

Tabel 5.5 Persentase Rumahtangga Miskin Yang Membeli/Tidak Membeli Raskin menurut Menurut Lokasi Tempat Tinggal, DKI Jakarta 2004 Lokasi tempat tinggal Tidak Membeli

Raskin Membeli Raskin Total

RW Tidak Kumuh 77.97 22.03 100.00

RW Kumuh 67.49 32.51 100.00

Total 73.02 26.98 100.00

Sumber : diolah dari data Susenas Kor 2004

Banyaknya sumberdaya ekonomi yang tersedia di rumahtangga berpengaruh terhadap tingkat kehidupan yang dapat dinikmati oleh rumahtangga tersebut. Penyediaan lapangan kerja adalah solusi bagi meningkatnya proporsi anggota rumahtangga yang bekerja. Keterbatasan lapangan kerja merupakan salah satu faktor makro yang menyebabkan kemiskinan di DKI Jakarta. Pemda DKI Jakarta telah berupaya untuk meningkatkan lapangan kerja yang tersedia baik melalui penciptaan lapangan kerja baru maupun mendorong penduduk khususnya penduduk miskin untuk dapat menciptakan lapangan kerja bagi mereka sendiri melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja bagi kelompok miskin. Pemberian kredit usaha mikro pada kelompok miskin merupakan salah satu upaya agar masyarakat miskin mampu untuk berdiri sendiri.

Tabel 5.6 Penerima Kredit Usaha berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal dan Katagori Kemiskinan, DKI Jakarta 2004

Penerima Kredit usaha Lokasi tempat

tinggal Tdk miskin Miskin Total

RW tidak kumuh 89.66 10.34 100.00

RW kumuh 91.89 8.11 100.00

Total 90.53 9.47 100.00

Sumber : diolah dari data Susenas Kor 2004

Data Susenas Kor 2004 menunjukkan bahwa hanya sedikit rumahtangga sampel yang menerima kredit usaha (Tabel 5.6). Kredit yang diterima dari berbagai sumber salah satunya berasal dari program pemerintah melalui PPMK.

103

Dilihat dari penerima kredit, maka kredit usaha sebagian besar disalurkan kepada rumahtangga tidak miskin yaitu sekitar 90 persen. Kredit usaha yang bersumber dari program pemerintah juga lebih banyak disalurkan kepada rumahtangga tidak miskin yaitu sekitar 91,18 persen. Apabila tujuan kredit usaha yang berasal dari pemerintah ini untuk mendorong usaha mikro dari kelompok miskin, maka kondisi faktual yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan tujuan tersebut.

Apabila merujuk pada Tabel 5.3-5.6 maka terlihat adanya pelaksanaan penyaluran beras raskin dan kredit usaha yang tidak sesuai dengan aturan. Studi lanjutan perlu dilaksanakan untuk mengetahui mengapa terjadi hal demikian.