• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PAUD Sukosono PKBM PAUD Al Mashitoh

2. PROGRAM PBA

Jondang PKBM Al Barokah, Al!Ikhlas,

Al!Karomah, An Nur, Ar!Rahman

Sowan Lor PKBM Nahdlotus Syubbyan,

Nur Aini

Sukosono PKBM Al Firdaus, Al Jannah,

Ar Rahman, Ar Rohim

Sowan Kidul PKBM At Taqwa, Al Muttaqin

Wanusobo PKBM As! Salam

Bugel PKBM Mangun Sejati

3. KF Sukosono PKBM Al!Wathoniyah

4. PAKET B Sukosono PKBM dan ponpes Mamba’ul Qur’an

5. PAKET C Sukosono PKBM dan ponpes Mamba’ul Qur’an

6. TBM Sukosono PKBM Mamba’ul Qur’an

7. ' , -' Sukosono PKBM Al!Wathoniyah

Bulak Baru PKBM/Olah Terasi Al!Wathoniyah Surodadi PKBM/Kepiting Keramba Al!Wathoniyah Sumber: Data PLS Kecamatan Kedung Tahun 2007, diolah

Keterangan:

! PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini ! PBA : Pemberantasan Buta Aksara ! KF : Keaksaraan Fungsional

! Paket B : Pendidikan Luar Sekolah setara SLTP ! Paket C : Pendidikan Luar Sekolah setara SLTA ! TBM : Taman Belajar Masyarakat

! : Kecakapan Hidup

Program berbeda pengertiannya dengan program Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang pernah dilaksanakan oleh PKBM. KBU merujuk pada wadah kegiatan, fokusnya adalah pengembangan usaha; sedangkan

menunjuk pada jenis keterampilan dan fokusnya pada pemberian pelatihan keterampilan. Tidak semua jenis keterampilan yang diberikan melalui

diterapkan untuk usaha, misalnya jenis pelatihan jahit!menjahit dan bordir yang diberikan kepada para santri Mamba’ul Qur’an yang rata!rata masih berusia SD

s.d. SMA, maka ini lebih kepada pemberian bekal keterampilan setelah mereka lulus dari pondok. KS (46 tahun), Penilik PLS Kecamatan Kedung, menyebutkan perbedaannya:

Tentu berbeda, Mas. Kalau itu kan yang diajarkan adalah keterampilan yang diminati warga, ditujukan untuk memproduksi, menciptakan, atau mencetak produk. Tujuannya agar peserta menjadi terampil. Kalau KBU kan ujungnya melakukan usaha atau untuk jualan lah. Setelah lulus apakah mereka pergunakan atau tidak, itu terserah kepada mereka sendiri.

Melihat penuturan tersebut, sebenarnya terjadi “penyimpangan”

pengertian dengan / 1 .

merujuk pada semua jenis kecakapan hidup yang meliputi kecakapan personal, sosial, intelektual/akademis dan vokasional, sementara pengertian yang dimaksudkan penilik PLS tersebut lebih kepada kecakapan vokasional yang lebih tepat disebut / . Pada awalnya, jenis keterampilan praktis yang diberikan melalui program PKBM ini meliputi seni ukir, jahit! menjahit, pembuatan krupuk (rengginan), dan roti bolu. Sejalan dengan perkembangannya, beberapa jenis keterampilan ini ada yang tetap eksis, ada yang tidak berjalan dengan beberapa alasan, ada pula yang merupakan penambahan jenis keterampilan. Jenis keterampilan yang pernah dicoba diselenggarakan walaupun akhirnya harus putus di tengah jalan adalah keterampilan seni ukir dan bobok. Sedangkan yang merupakan penambahan dan berlanjut sampai dengan saat ini adalah sablon. Perubahan jenis keterampilan ini menyesuaikan dengan minat dan situasi kondisi warga belajar sendiri. Secara umum, penetapan jenis keterampilan ditempuh melalui identifikasi pengelola PKBM bekerja sama dengan Penilik PLS, menghasilkan beberapa ide jenis keterampilan. Ide tersebut dilontarkan pada musyawarah dengan calon peserta yang diselenggarakan oleh PKBM, untuk dilakukan pembahasan apakah calon peserta menyetujuinya, atau mempunyai ide lain. Melalui forum musyawarah inilah, kemudian jenis keterampilan ini ditetapkan. Hal ini diceritakan oleh RT sebagai berikut:

Proses pemilihan program sendiri, melibatkan peserta sendiri. Jadi, pengurus PKBM didampingi oleh PLS, setelah melihat dan menganalisis kemungkinan pengembangannya antara lain melihat apakah jenis keterampilan ini sudah ada nya walaupun kecil, artinya apakah sudah ada yang menguasainya. Kemudian dirumuskan ide jenis keterampilan yang akan diberikan melalui

yang sekiranya dapat dijadikan koordinator masing!masing kegiatan. Orang!orang ini tentunya kita kenal dengan baik karena tetangga! tetangga kita sendiri. Kemudian diadakan musyawarah. Pada saat itulah ide itu kita keluarkan, dan menawarkan apakah mereka mau menerima dan bergabung, atau mengemukakan ide lain. Yang menjadi pertimbangan penetapan jenis keterampilan ini adalah, berdasarkan permintaan warga atau persetujuan warga atas penawaran kami, dan permintaan pasar sehingga ke depannya dapat lebih menjanjikan. Sebenarnya pengelola dan masyarakat bisa saling melengkapi. Artinya, PKBM berkeinginan menjalankan program PLS tetapi masyarakat juga dapat terpenuhi kebutuhan pendidikannya. Kadang karena persyaratan dan prosedur yang berbelit!belit, masyarakat jadi malas untuk mengikutinya. Di sisi lain, kita juga % agar jangan sampai masyarakat itu jadi kepada kita dalam hal penyelenggaraan program.

Menjawab pertanyaan apakah ada “pemaksaan” terhadap jenis keterampilan yang ditetapkan, RT menjelaskan:

Tentu tidak dipaksakan oleh pengurus, Mas. Karena kita mengharapkan program ini dapat berkesinambungan, maka harus didukung oleh peserta program sendiri. Saat itu kita menawarkan keterampilan seni ukir, jahit!menjahit dan bordir, pembuatan krupuk (rengginan), dan roti bolu. Masing!masing jenis keterampilan ini, sesuai dengan ketentuan pendirian KBU yang ditetapkan PLS, membentuk kelompok!kelompok kecil sebanyak 5 (lima) orang, sehingga memenuhi jumlah minimal 20 orang. Mereka dijadikan koordinator sekaligus tutor karena mereka sudah menguasai jenis keterampilan tersebut dan bersedia melaksanakan program, dan diharapkan dapat mencari warga lainnya yang mempunyai bakat dan minat yang sama. Masing!masing kelompok ini diberikan dana stimulan sebesar Rp 500.000,00 yang mereka gunakan sebagai modal awal untuk membeli perlengkapan dan bahan!bahan produksi. Setelah itu mereka mengadakan pelatihan sekalian praktek selama 3 (tiga) hari dipandu oleh masing!masing koordinatornya. Setelah itu, mereka berjalan sendiri dan melaksanakan usaha.

Keterlibatan PLS Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Kedung dalam penetapan jenis keterampilan , sebagaimana dituturkan oleh KS sebagai berikut:

Jadi alurnya seperti ini, Mas. Pemerintah dalam hal ini Pendidikan Luar Sekolah, menginformasikan dan mendorong kepada masyarakat untuk membentuk PKBM. Nah, PKBM ini kan harus mempunyai kegiatan. Pengurus didampingi PLS melihat situasi dan menggagas jenis keterampilan apa yang bisa dikembangkan di desa tersebut. Dari ide itu, kemudian ditawarkan kepada masyarakat, mereka mau menerima dan melaksanakan atau tidak. Apabila mau dan bersedia, baru kemudian diberikan materi pembelajaran. Kalau ada potensi yang bisa dikembangkan, maka PKBM kemudian membuat proposal pengajuan dana kepada Pemerintah Kabupaten

dan Propinsi untuk modal usaha. Soalnya kalau masyarakat sendiri kan tidak mempunyai jalur, memang harus melalui pengajuan PKBM ini. PLS Kecamatan menyetujui, dan selanjutnya apabila proposal diterima dan akan diberikan dana, diberikan langsung kepada pengelola. Dalam hal dana, Dinas Kecamatan tidak menerima tetapi dari Pemerintah Propinsi (jika itu APBD Propinsi ! pen) langsung diberikan kepada Pengelola PKBM melalui rekening mereka.

Kerja sama yang baik antara PKBM Al!Wathoniyah dengan seksi PLS Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Kedung tidak terlepas dari kedudukan PKBM sebagai “mitra” PLS, artinya banyak kegiatan pendidikan luar sekolah yang menjadi tanggung jawab seksi PLS yang dipercayakan penyelenggaraannya kepada PKBM, selain oleh beberapa lembaga kursus/ yayasan yang juga bergerak di bidang PLS. Sebagai “mitra”, antara PKBM dan seksi PLS dituntut adanya kolaborasi dan komunikasi timbal!balik demi keberhasilan program!program PLS. Seksi PLS berkepentingan melaksanakan tugas pokoknya dalam mendampingi penyelenggaraan PLS di wilayahnya, sedangkan PKBM berkepentingan menunjukkan eksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat.

#+#$+ ! + ! +' # 2 +

Perekrutan tenaga tutor atau nara sumber teknik dilakukan oleh PKBM dengan memfungsikan tenaga lokal yang sudah ada dalam masyarakat sendiri, sebagian adalah para guru sekolah swasta atau guru honor sekolah negeri, dengan kualifikasi pendidikan SMA, diploma, dan sarjana pendidikan. Profesi sebagai guru sekolah turut membantu profesionalisme mereka dalam menularkan ilmu pengetahuan sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Hanya saja, terkait dengan tutor, yang masih menjadi kendala adalah tingkat kesejahteraan tutor yang relatif rendah ditandai dengan minimnya honor/uang transport yang diberikan, selain tidak adanya guru PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang khusus diberikan tugas untuk menjadi tutor sehingga dapat mencurahkan segala kemampuannya untuk memajukan program. Selama ini, guru PNS hanya sebagai , yaitu menjalankan tugas sebagai tutor di sela!sela kesibukannya sebagai guru sekolah formal. Sedangkan para tutor yang belum PNS, hanya mendapatkan honor yang relatif kecil. Berbagai upaya telah dilakukan, antara lain dengan “subsidi silang” anggaran antar program yang menjadi bidang garapan PKBM. Upaya lainnya adalah dengan mengajukan usul

peningkatan status para tutor menjadi PNS, karena posisi PNS dianggap sebagai posisi yang penting bagi para tutor dalam peningkatan penghasilan dan status sosial dalam masyarakat. Profesi sebagai tutor merangkap sebagai guru di berbagai sekolah swasta dalam rangka mendapatkan penghasilan lebih, kiranya dapat melemahkan semangat dan konsentrasi para tutor tersebut dalam memajukan program. Upaya mendapatkan anggaran uang transport dari Pemerintah Kabupaten Jepara juga telah dilaksanakan, tetapi belum mendapatkan respon yang positif mengingat keterbatasan APBD.

Sasaran program yang dilaksanakan PKBM adalah seluruh warga Desa Sukosono dan sekitarnya yang membutuhkan pelayanan PLS. Beberapa cara telah ditempuh dalam perekrutannya, antara lain melalui cara , pe! nyebaran pamflet, pemasangan spanduk, melalui kumpulan!kumpulan , sampai dengan pendekatan kepada tokoh masyarakat / tokoh agama. Pende! katan kepada pengurus pesantren Mamba’ul Qur’an pun dilakukan, sehingga banyak santri yang menjadi warga belajar Kelompok Belajar Paket B, Paket C, maupun . Ruang lingkup pengembangan tidak hanya difokuskan di Desa Sukosono, tetapi juga membuka kelas di sekitar Desa Sukosono.

Sehubungan dengan perekrutan tenaga tutor atau nara sumber teknik dan warga belajar untuk program , seperti diuraikan di atas, dilakukan setelah pengurus dan PLS Kecamatan Kedung merumuskan ide jenis keterampilan yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Perumusan ide ini termasuk memperhatikan siapa yang menjadi tutor, memperhatikan permintaan pasar, dan kemungkinan pengembangan bagi pesertanya. Orang!orang yang direkrut untuk menjadi tutor dianggap sudah menguasai keterampilan dan bersedia untuk mengembangkannya, selain karena unsur kedekatan dengan pengurus secara personal. Para tutor ini kemudian merekrut beberapa warga untuk ikut bergabung dan menjadi peserta.

+ # #!% + ! !

Dalam menjalankan semua jenis kegiatannya, PKBM mendapatkan dana dari berbagai macam sumber, sebagaimana termaktub dalam akta pendirian PKBM Al!Wathoniyah adalah sebagai berikut:

1. Menerima bantuan, infaq, shodaqoh yang halal dan tidak mengikat dari perorangan atau badan!badan;

2. Menerima sokongan!sokongan/sumbangan!sumbangan atau subsidi berupa uang tunai, maupun benda/barang dari masyarakat maupun lembaga! lembaga pemerintah dan/atau badan swasta dari dalam maupun luar negeri yang tidak mengikat;

3. Menerima hibah, hibah wakaf, dan hibah biasa; 4. Sumbangan!sumbangan tetap;

5. Usaha!usaha PKBM lain yang sah serta tidak mengikat PKBM serta tidak bertentangan dengan ketentuan!ketentuan yang berlaku;

6. Menerima penghasilan dari usaha!usaha dan pendapatan!pendapatan lain yang sah sesuai dengan hukum yang berlaku;

7. Kekayaan PKBM yang berbentuk barang, barang apa pun juga tidak boleh dipergunakan untuk keperluan apa pun juga yang bertentangan dengan Anggaran Dasar serta maksud dan tujuan dari PKBM

Menelaah dari sumber!sumber kekayaan PKBM di atas, terlihat bahwa sebagian besar mengandalkan pada sumbangan pihak lain. Hal ini menunjukkan kerentanan PKBM terhadap kesinambungan program, manakala tidak memperoleh sumbangan dana maka program akan berhenti. Sementara mengandalkan dari usaha dan iuran peserta sendiri masih kesulitan, karena peserta sendiri pada umumnya berasal dari masyarakat ekonomi lemah, dan usaha yang dirintis belum banyak menghasilkan. Beberapa jenis usaha, misalnya pendirian toko ATK (alat tulis kantor) dan kerja sama dengan PT Coca Cola Tbk, masih dalam proses perintisan.

Selama ini sumber dana PKBM yang didapatkan berasal dari APBN, APBD Kabupaten dan Propinsi, iuran peserta, dan sumbangan yang tidak mengikat. Misalnya kegiatan Kelompok Belajar Paket, yang didapat melalui dua jalur pembiayaan.# melalui APBN, yang diberikan setiap tahun anggaran kepada satu penyelenggara dalam satu kecamatan yang ditentukan oleh Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Kedung.- melalui swadana, diselenggarakan dengan anggaran sendiri yang diusahakan oleh penyelenggara, misalnya dengan iuran dari warga belajar, yang besarannya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan bersama. Sebagai contoh, pada tahun 2008, PKBM Al!Wathoniyah mendapatkan anggaran program Kelompok Belajar Paket B yang

bersumber pada APBN sebesar Rp 3.767.000,00 untuk tiga bulan yang diperuntukkan bagi honor / transport tutor sebesar Rp 135.000,00/bulan/tutor, ATK penyelenggara, honor penyelenggara sebesar Rp 100.000,00/bulan/orang, serta ATK Kelompok Belajar. Sedangkan untuk kegiatan Kejar Paket C bersumber pada iuran warga belajar, yang ditetapkan sebesar Rp 10.000,00 s.d. Rp 20.000,00 per bulan menurut kesanggupan masing!masing warga belajar.

Berkaitan dengan program , dana diperoleh dari APBN. Dana yang sifatnya tersebut telah diberikan sebesar Rp 25.000.000,00 pada tahun 2003 untuk menjalankan semua jenis kegiatan meliputi Kelompok Belajar Paket, Kelompok Belajar Usaha atau , Taman Belajar Masyarakat, Keaksaraan Fungsional, dan Magang. Proses penetapan besaran masing!masing kegiatan tersebut ditentukan melalui musyawarah pengurus dan segenap anggotanya secara transparan. Pencairan dana sendiri, langsung diberikan oleh Depdiknas kepada PKBM melalui rekening PKBM, tidak melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Jepara. Hal ini untuk mencegah timbulnya “potongan!potongan” anggaran dari instansi pemerintah. Dari kesepakatan antara pengelola PKBM dan warga belajar, diperoleh angka Rp 500.000,00 per jenis kegiatan sebagai modal awal dalam penyelenggaraan program.

#!"# #!'' + ! + '+ &

Program yang diselenggarakan oleh PKBM Al!Wathoniyah meliputi seni ukir/meubel, bobok, jahit!menjahit dan bordir, pembuatan rengginan, pembuatan roti bolu, dan sablon yang diselenggarakan di wilayah Desa Sukosono. Beberapa program juga dilaksanakan di luar desa, yaitu kepiting keramba di Desa Surodadi dan pengolahan terasi di Desa Bulak Baru, masih dalam lingkup Kecamatan Kedung. Terkait perkembangan di luar Desa Sukosono, KS menceritakan:

PKBM Al!Wathoniyah juga menyelenggarakan di luar

Sukosono, yaitu kepiting keramba di Desa Surodadi dan pembuatan terasi di Bulak Baru. Kalau yang kepiting keramba memang tidak bisa berkembang atau gagal. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor alam yaitu kadar air laut yang kurang sesuai dengan kepiting yang dikembangkan, selain memang dibutuhkan ketekunan pengelolanya. Tetapi untuk terasi malah bisa berkembang. Pada awalnya, terasi dari Bulak Baru ini sudah dikerjakan oleh warga desa tersebut.

Hanya saja untuk pemasarannya malah dikirimkan ke Juwana Pati tanpa merk, kemudian oleh para pengusaha terasi di Juwana diberi merk Juwana. Ini kan jadi merugikan. PKBM kemudian mengelola terasi ini, dikemas di Bulak Baru sendiri dan dipasarkan sendiri. Ini bisa memberi nilai tambah dan ternyata diminati pasar. Buktinya pada waktu pameran PLS se!Jawa Tengah beberapa waktu lalu di Kabupaten Purworejo, terasi dan ikan asin dari Jepara yang paling laku diminati pengunjung. Kalau produk yang lain misalnya, asbak dan tempat Qur’an dari kayu malah tidak begitu diminati.

Penuturan di atas menyiratkan bahwa jenis keterampilan yang selama ini ada dalam masyarakat dapat dikembangkankan dan tepat guna apabila dikelola dengan baik. yang diselenggarakan di Desa Sukosono dapat ditelaah dari proses pemilihan program, perekrutan tutor dan warga belajar, lokasi dan waktu penyelenggaraan kegiatan, keterlibatan , dan pencairan dana pada masing!masing jenis keterampilan tersebut, sebagai berikut:

=; #! $ + D &# (#

Pada kegiatan pemetaan sosial yang dilaksanakan pada bulan Pebruari 2008, terlihat bahwa sebagian besar penduduk Sukosono bergerak dalam sektor permeubelan. Jenis keterampilan meubel, baik ukir maupun , merupakan jenis keterampilan yang secara turun!temurun dikuasai oleh sebagian besar masyarakat Sukosono, dan menjadi sumber penghasilan bagi mereka. Industri meubel di Jepara merupakan kerajinan warisan leluhur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi produk unggulan. Berawal dari kerajinan tangan yang menjadi industri kerajinan, meubel Jepara terus berkembang. Sektor ini menyerap banyak tenaga kerja di Sukosono, baik sebagai buruh industri maupun pengusaha meubel skala kecil dan sedang. Hanya saja lebih banyak yang menjadi tukang kayu atau buruh industri meubel daripada yang menjadi pengusaha, artinya para tukang ini rentan terhadap pasang!surutnya meubel, tergantung kepada pengusaha meubel yang mempunyai modal dan akses pemasaran yang lebih baik. Sementara tukang hanya mengerjakan apa yang menjadi pesanan, selebihnya apabila tidak ada pesanan dan tidak berproduksi maka mereka pun akan menganggur, atau mencari pekerjaan menjadi tukang di tempat lain. Melihat fenomena ini, pengurus PKBM berencana mengembangkan kapasitas para tukang ini untuk bukan hanya bekerja sebagai pelaksana saja, tetapi diberi akses modal dan pemasaran sehingga

lebih meningkat statusnya menjadi pengusaha meubel melalui program . Beberapa tukang diajak bergabung menjadi peserta program, diberikan stimulan modal yang dapat dipakai untuk membeli peralatan meubel dan menjalankan usaha secara kolektif. Tidak susah untuk merekrut tutor karena rata!rata sudah menguasai dan mahir dalam permeubelan, sehingga hanya diperlukan seseorang sebagai koordinator. Koordinator inilah yang merekrut lima orang (sesuai persyaratan) untuk bergabung, selanjutnya mereka menjalankan usaha meubel. Pada saat itu lokasi pelaksanaan program ditempatkan di (bengkel) meubel milik RT, dan langsung menjalankan usaha.

Kondisi saat ini menyebabkan sektor permeubelan mengalami pasang!surut, terutama berkaitan dengan pengadaan bahan baku kayu, harga produksi, dan kompetitifnya harga barang jadi. Hal ini berimbas pada kesinambungan program, yang akhirnya berhenti dan tidak dilanjutkan. Menjadi seorang tukang lebih disukai daripada menjadi pengusaha karena tidak dituntut untuk berfikir dan berusaha ”memutar uang” demi meminimalkan pengeluaran dan memperoleh keuntungan. Menjadi tukang lebih realistis pada masa sekarang di mana sektor meubel cenderung menurun. Seorang pengusaha belum tentu dapat meraup keuntungan, sementara seorang tukang pasti mendapatkan penghasilan sebagai bayaran atas produktifitasnya. RT sebagai pengusaha meubel menceritakan kesinambungan program meubel ini sebagai berikut:

Kalau ukir (meubel), memang tidak berkembang bahkan orang! orangnya kembali kepada profesi lamanya yaitu menjadi tukang di ! meubel. Hal ini terkait dengan pasang!surutnya industri meubel juga. Harga bahan baku menjadi mahal, sedangkan harga bahan jadi cenderung tetap. Jadi hasil penjualan tidak seimbang dengan proses produksi. Sebagai ilustrasi, harga kayu dulu Rp 400.000,00/kubik. Kalau dijadikan kursi bisa jadi 2 stel yang harganya per buah Rp 420.000,00. Berarti ada keuntungan + 50% setelah dikurangi bahan!bahan pelengkap lainnya seperti lem, paku, tenaga, dsb. Kalau sekarang, harga kayu per kubik menjadi Rp 700.000,00/kubik. Sementara harga kursi tetap Rp 420.000,00 per buah. Kan bisa . Dari kendala ini, mereka akhirnya tidak melanjutkan usaha ini. Alat!alat yang mereka beli dari modal awal dulu, sekarang masih ada tersimpan. Memang kalau untuk mengembangkan meubel, dibutuhkan dana yang banyak.

Upaya untuk tetap menjalankan program seni ukir dan meubel tetap dilakukan dengan kembali mengajukan proposal anggaran kepada Dinas

Pendidikan Propinsi Jawa Tengah, tetapi karena keterbatasan kuota Pemerintah terkait proposal yang dapat diterima, akhirnya usaha ini belum membuahkan hasil. RT menuturkan usaha tersebut sebagai berikut:

Sebenarnya ukir ini saya berniat untuk mengembangkannya bekerja

sama dengan LSM FEDEP ( , /

, # ), suatu LSM yang berpusat di tetangga desa

yaitu Desa Sukodono yang bergerak di bidang pengembangan keterampilan dengan program unggulan seni ukir yang dibiayai oleh Bank Dunia. Rencananya, PKBM akan merekrut warga masyarakat untuk menjadi peserta dan FEDEP yang memberikan pelatihan ukir dari pengolahan bahan baku sampai dengan disertai dengan teorinya, dan mungkin diberikan cara!cara pemasaran yang baik. Tetapi sayangnya, proposal yang kami ajukan kepada PLS Propinsi tidak diterima sehingga ini pada akhirnya hanya sebatas rencana. Asumsi saya, mungkin anggaran pemerintah terbatas (Rp 25.000.000,00 per proposal yang diterima ! pen) sementara yang mengajukan mungkin dinilai lebih membutuhkan dan berprospek bagus dibandingkan kami.

yang terlibat dalam kegiatan seni ukir/meubel adalah PLS Kecamatan Kedung dan pengurus PKBM sebagai penggagas ide, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah sebagai pemberi dana stimulan, para tukang yang direkrut sebagai peserta, dan RT sebagai pengusaha meubel yang berperan menyediakan tempat dan mencari (pesanan) serta memasarkannya kepada gudang!gudang besar pemesan. Berkaitan dengan modal awal, seperti disinggung di atas, kelompok seni ukir/meubel ini medapatkan dana stimulan dari PKBM sebesar Rp 500.000,00 yang digunakan antara lain untuk membeli peralatan pertukangan dan bahan baku produksi meubel.

/; ( $

Jenis keterampilan bobok kayu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari industri meubel di Jepara. Beberapa barang jadi meubel memerlukan bobok selama proses produksinya, misalnya meja, kursi, almari; yang memerlukan pelubangan. Bobok diperlukan untuk melubangi kayu sesuai dengan pola yang diinginkan, berfungsi sebagai gergaji kecil untuk melubangi kayu, yang digerakkan dengan mesin.

Seperti halnya jenis keterampilan seni ukir/meubel, bobok telah berkembang dan dikuasai oleh tukang yang berkecimpung di bidang perkayuan. Bobok merupakan suatu keterampilan yang secara alamiah

dimiliki oleh warga masyarakat dan dibutuhkan kreatifitas tinggi untuk dapat menguasainya. Tetapi karena masyarakat sudah terbiasa dengan perkayuan, maka jenis keterampilan ini dapat dijadikan program pembinaan oleh PKBM

Dokumen terkait