• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Terapi Latihan

2.2.5 Program Rehabilitasi

Program rehabilitasi berbeda dengan program mobilisasi. Program mobilisasi merupakan salah satu bagian dari program rehabilitasi. Program rehabilitasi medik dimulai sejak penderita dikonsultasikan, meskipun misalnya masih dalam keadaan tidak sadar, tetapi mobilisasi harus menunggu. Pada penderita stroke tromsosis dan emboli, jika tidak ada komplikasi lain, mobilisasi dapat dimulai dua sampai hari setelah serangan stroke. Pada stroke iskemia dengan infark miokardium, mobilisasi dimulai setelah minggu ketiga, tetapi jika penderita segera menjadi stabil dan tidak didapatkan aritmia, mobilisasi yang hati- hati dapat dimulai pada hari kesepuluh (Hamid dan Wahani, 1992).

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

2.2.5.1 Pelaksanaan Terapi Latihan pada Stadium Dini (Akut)

Stadium dini adalah stadium awal terjadinya stroke. Permasalahan yang timbul pada stadium dini antara lain: kelemahan otot (flaksid), penurunan tonus otot (hipotonus), hilangnya gerak tunggal, hilangnya reaksi keseimbangan (Soeparman, 2004). Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada stadium dini, dikenal dua metode latihan:

1) Pendekatan Unilateral

Pendekatan unilateral disebut juga pola tradisional atau compensatory

rehabilitation (Hamid dan Wahani, 1992). Pendekatan latihan ditujukan pada sisi

yang sehat supaya dapat mengkompensasi sisi yang sakit, sedangkan sisi yang sakit dibiarkan karena dianggap sudah tidak berfungsi lagi. Akibatnya otot yang sehat menjadi hipertonus, pola gerak semakin tidak normal, dan timbul kondisi asimetri (hemiplegic gait) (Hamid dan Wahani, 1992 dan Soeparman, 2004).

2) Pendekatan Bilateral

Pendekatan bilateral disebut juga neurodevelopmental approach (NDA) (Hamid dan Wahani, 1992). Prinsipnya, metode latihan ini diarahkan pada kedua sisi tubuh, baik sisi yang sakit maupun sisi yang sehat. Pengaturan posisi di ruangan harus diatur sedemikian rupa sehingga bagian yang sakit jangan berada di dekat dinding. Hal ini bertujuan agar sisi yang sakit mendapatkan stimulasi dengan sentuhan atau pijatan pengunjung, saudara, fisioterapis, atau tenaga medis lain (Soeparman, 2004). Pola NDA terbukti memberikan hasil yang lebih baik daripada pola tradisional. Keunggulan pola NDA didukung kuat oleh konsep dan hasil-hasil penelitian mengenai neuroplastisitas dan konsep perkembangan refleks yang berhubungan dengan perkembangan motorik pada manusia (Hamid dan Wahani, 1992).

Berikut bentuk terapi latihan gerak yang diberikan pada stadium dini: a. Gerak pasif.

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

c. Perubahan posisi telentang ke miring, dari kiri ke kanan, dan sebaliknya. d. Bergeser ke atas dan ke bawah.

e. Bergeser ke kiri dan ke kanan. f. Bangkit duduk di tepi tempat tidur. g. Latihan keseimbangan duduk.

h. Latihan pindah dari tempat tidur ke kursi, dan sebaliknya. i. Latihan berdiri, dilanjutkan latihan keseimbangan berdiri.

Latihan di atas sangat berguna jika diberikan setiap hari, dua atau tiga kali. Setiap latihan sepuluh menit dan progresivitas latihan disesuaikan dengan kondisi penderita (Soeparman, 2004).

2.2.5.2 Pelaksanaan Terapi Latihan pada Stadium Lanjut (Pemulihan)

Pada stadium ini, kondisinya sudah lebih stabil, tekanan darah sudah tidak naik-turun, serta peningkatan tonus otot sudah mulai tampak. Menurut Soeparman (2004), ada beberapa metode yang dapat diterapkan:

1) Metode Bobath

Metode ini berasumsi bahwa penderita stroke seolah-olah kembali pada usia bayi sehingga pertumbuhan dan perkembangannya sesuai dengan pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu, pasien stroke harus dilatih mulai dari posisi berbaring, miring, tengkurap, merangkak, duduk, berdiri, dan berjalan secara berurutan. Di samping itu untuk mengatasi tonus otot yang yang berlebihan, berikan posisi inhibisi (menghambat reaksi postural abnormal), fasilitasi reaksi postural yang normal, dan melatih kembali (relearning) gerakan- gerakan terkoordinasi dan terarah.

2) Metode Brunnstrom

Metode ini dilandasi dengan gerakan asosiasi dan refleks-refleks primitif yang ada pada bayi. Misalnya, gerak asosiasi yang paling sederhana pada lengan dan gerak fleksi lebih mudah dilakukan bersama-sama dengan adduksi, dan

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

sebaliknya. Contoh gerak refleks primitif, seperti kepala menunduk diikuti kedua siku fleksi, dan sebaliknya.

3) Metode Janet Roberta S.

Metode ini dilandasi dengan teori bahwa otak mempunyai kemampuan mengungkap kembali kejadian yang pernah dialami jika diberikan latihan gerak yang berulang-ulang. Dengan latihan akan timbul saluran-saluran baru di dalam sel-sel otak. Oleh karena itu, metode latihan dilakukan dengan cara melakukan aktivitas tertentu. Selanjutnya, komponen yang salah pada aktivitas itu dianalisis. Setelah diketahui harus dikoreksi sampai hilang atau berkurang.

Soeparman (2004) menggunakan latihan “Senam stroke” pada penderita stroke stadium lanjut (pemulihan). Senam stroke didasari oleh perpaduan ketiga metode latihan di atas. Implikasinya dapat dilihat dari pengaturan posisi, berbaring, merangkak, berlutut, berdiri, berjalan, gerakan lengan maupun tungkai yang simetris/ asimetris, dan memanfaatkan gravitasi dalam mengembangkan reaksi sensasi yang ada pada sendi dan otot (proprioseptif).

Tahap-tahap senam stroke dikelompokkan dalam tiga kelas yang disesuaikan dengan kondisi penderita. Hal ini bertujuan agar penderita dapat mengikuti setiap gerakan senam berdasarkan kemampuan fisiknya. Berikut pembagian tiga kelas tersebut:

Kelas 1: bagi penderita yang belum mampu duduk stabil.

Kelas 2: bagi penderita yang mampu duduk stabil di kursi dengan sandaran. Kelas 3: bagi penderita yang mampu berdiri stabil tanpa alat bantu.

Bagi yang sudah dapat berjalan, tidak tertutup kemungkinan untuk mengikuti program senam dari kelas satu. Hal ini baik dilakukan agar:

Wina Yulinda : Pengaruh Empat Minggu Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009.

1) Penderita stroke yang sudah berjalan mendapat program latihan sejak dini dengan posisi maupun pola gerak yang benar.

2) Dapat membantu proses pengembalian aktivitas motorik atau relearning

motor activity.

3) Memotivasi penderita yang ingin mengejar ketinggalan dari rekan-rekan yang sudah lebih maju.

4) Mudah melakukan pengawasan.

Dokumen terkait